Kementrian Lembaga: PGRI

  • Pengamat Pendidikan Sebut Kurikulum Merdeka Kurang Bijak

    Pengamat Pendidikan Sebut Kurikulum Merdeka Kurang Bijak

    JABAR EKSPRES – Pengamat Pendidikan Darmaningtyas menyebut Kurikulum Merdeka yang digagas Mendikbudristek Nadiem Makarim kurang bijak secara politis.

    Darmaningtyas menjelaskan Peraturan Mendikbudristek No.12 Tahun 2024 tentang Kurikulum PAUD dan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah tidak menyebutkan secara khusus penamaan Kurikulum Merdeka.

    “Jadi Kurikulum Merdeka yang sekarang ini sebetulnya ilegal, karena ilegal maka bila pemerintahan yang baru Menteri Abdul Mu’ti itu kembali ke Kurikulum 2013 tidak ada masalah,” tegas Darmaningtyas kepada BeritaSatu.com seusai focus group discussion (FGD) ‘Mengunci Sistem Pendidikan Indonesia’ di Kantor B-Universe Pantai Indah Kapuk 2, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (12/11/2024).

    Darmaningtyas mengungkapkan, Kurikulum Merdeka merupakan penyederhanaan dari Kurikulum 2013, yang mana tidak boleh menggunakaan penamaan yang bermerek.

    “Kurikulum Merdeka itu kan baru mulai diterapkan tahun ini artinya baru tahap percobaan dan kalau penuturan dari pejabat dulu kan mengatakan kurikulum ini merupakan penyederhanaan dari Kurikulum 2013. Kalau itu memang betul penyederhanaan Kurikulum 2013 maka sebetulnya nomenklaturnya tidak harus menggunakan Kurikulum Merdeka,” terang Darmaningtyas.

    “Karena memang kurikulum itu tidak boleh bermerek itu yang saya bilang atau kebijakan-kebijakan pendidikan lainnya itu tidak boleh bermerek, sebab kalau bermerek Merdeka itu kan pasti akan mengasosiasikan kepada salah satu tokoh dalam hal ini adalah Menteri Nadiem Makarim,” sambungnya.

    Darmaningtyas pun menerangkan apabila sekolah-sekolah sudah melaksanakan Kurikulum Merdeka maka tetap dilanjutkan tanpa melabeli dengan sebutan khusus.

    “Bagaimana dengan sekolah-sekolah yang sudah melaksanakan Kurikulum Merdeka? biarkan aja tetap saja tapi namanya aja tidak perlu dilabeli oleh Merdeka, jadi substansinya tetap karena itu juga penyederhanaan dari Kurikulum 2013 tetapi labelnya ya kurikulum nasional jadi tidak pakai Kurikulum Merdeka atau Kurikulum 2013,” imbuhnya.

    Diketahui, B-Universe menggelar focus group discussion (FGD) ‘Mengunci Sistem Pendidikan Indonesia’ di Kantor B-Universe Pantai Indah Kapuk 2, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (12/11/2024). Turut hadir dalam B-Universe FGD yakni Executive Chairman B-Universe Enggartiasto Lukita, Pengamat Pendidikan Darmaningtyas, Psikolog Anak dan Remaja Vera Itabilina Hadiwidjojo, dan Pengurus PGRI DKI Jakarta Dadi Ardiansyah.

  • PGRI:  Nyaman dan Bahagia Guru Penting untuk Kemajuan Pendidikan di Indonesia

    PGRI:  Nyaman dan Bahagia Guru Penting untuk Kemajuan Pendidikan di Indonesia

    JABAR EKSPRES- Pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi DKI Jakarta, Dadi Ardiansyah, menekankan pentingnya kenyamanan dan kebahagiaan guru-guru di Indonesia untuk kemajuan pendidikan.

    Keterangan itu disampaikannya dalam Forum Discussion Group di kantor B-Universe, Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Selasa (12/11/2024).

    Menurut Dadi salah satu hal penting untuk memajukan pendidikan di Indonesia adalah terkait dengan kompetensi. Persoalannya kini bagaimana penyampaian kompetensi itu sampai dengan baik kepada para pelajar.

    “Salah satu hal yang penting itu kompetensi. Namun gimana kompetensi itu sampai,” ungkapnya.

    Hal tersebut bagi Dadi tidak lepas dari pengaruh kebijakan dari pemerintah. Sebab para guru sejatinya hanya menjankan aturan atau hukum yang ditetapkan.

    “Ini dipengaruhi oleh bagaimana kebijakan (pemerintah). Utamanya di peraturan hukum terutama di UU (Undang-Undang) sistem pendidikan nasional. Guru hanya menjalankan dari hukum yang diturunkan,” lanjutnya.

    Dalam menyukseskan proses penyampaian kompetensi itu, Dadi menegaskan tentang pentingnya kenyamanan bagi para guru. Hak mendapatkan pelayanan tidak melulu diperuntukkan kepada para pelajar melainkan juga untuk guru-guru.

    “Dari segi kenyamanan, guru juga perlu dilayani untuk mempersiapkan pembelajaran,” sambung Dadi.

    Selain itu, Dadi juga mengatakan guru tidak melulu menjadi objek yang disalahkan ketika murid gagal. Baginya penting juga bagi pemerintah untuk membuka mata terkait sarana dan prasarana di dalam kelas.

    “Sisi kualitas pembelajaran bisa dilihat dari evaluasi di kelas. Di kelas bisa dilihat kualitas guru. Sarana prasarana, tujuan pembelajaran. Klo ini dituduhkan pendidikan tergantung pada guru, saya rasa masih teralu minim,” pungkasnya.

  • Kurikulum Pendidikan Indonesia Harus Dinamis

    Kurikulum Pendidikan Indonesia Harus Dinamis

    JABAR EKSPRES – Executive Chairman B-Universe Enggartiasto Lukita menyampaikan, kurikulum pendidikan di Indonesia harus dinamis, tetapi tidak langsung mengalami perubahan besar.

    Hal itu disampaikannya pada B-Universe focus group discussion (FGD) bertema “Mengunci Sistem Pendidikan Indonesia” di kantor B-Universe Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (12/11/2024).

    Turut hadir dalam B-Universe FGD, yakni Executive Chairman B-Universe Enggartiasto Lukita, pengamat pendidikan Darmaningtyas, psikolog anak dan remaja Vera Itabilina Hadiwidjojo, dan Pengurus PGRI Jakarta Dadi Ardiansyah.

    “Tadi ada narasumber kita, psikolog khusus untuk anak-anak (Vera Itabilina Hadiwidjojo) yang juga mengingatkan, ya (kurikulum pendidikan) harus dinamis, tetapi jangan kemudian terjadi perubahan total,” ujar Enggartiasto.

    Dia mengatakan, jika kurikulum statis dan dikunci, maka tidak bisa menyesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. “Kebutuhan ekonomi dan kebutuhan keseharian kita,” sambungnya.

    Enggartiasto menilai, saat ini terjadi perubahan sangat besar dan cepat di dunia usaha, industri, hingga perdagangan. Hal tersebut perlu diantisipasi dengan kurikulum pendidikan yang dinamis.

    “Kalau kita tidak mengantisipasi itu, pendidikan tidak mengantisipasi itu, maka akan menjadi persoalan sendiri dalam menghadapi Indonesia Emas 2045,” ujar Enggartiasto.

    Enggartiasto menyebut Presiden Prabowo Subianto memberikan perhatian khusus terhadap pendidikan yang terlihat dari pernyataan yang disampaikan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti dan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro.

    “Kita menyambut gembira berbagai pernyataan Pak Mendikdasmen dan Menteri Pendidikan Tinggi yang aware betul, mengantisipasi pertumbuhan atau kekinian itu dengan kondisi yang ada,” terang Enggartiasto.

    Enggartiasto bersyukur atas penunjukan kedua sosok menteri pendidikan tersebut yang lebih memahami dunia pendidikan dibanding Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) 2019-2024 Nadiem Makarim.

    “Kita bersyukur mempunyai menteri pendidikan dipisah. Sebab mereka lebih paham mengenai kondisi pendidikan ini daripada menteri sebelumnya,” kata dia yang kembali menegaskan kurikulum pendidikan di Indonesia harus dinamis.

  • Guru Bukan Satu-satunya Tombak Keberhasilan Pendidikan

    Guru Bukan Satu-satunya Tombak Keberhasilan Pendidikan

    Tangerang, Beritasatu.com – Pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi DKI Jakarta, Dadi Ardiansyah mengatakan, guru bukanlah satu-satunya tombak bagi keberhasilan pendidikan. Menurutnya perlu ada dukungan dari berbagai pihak mulai dari tingkat sekolah hingga pemerintah pusat untuk mewujudkan cita-cita itu.

    “Karena bagaimana pun ketika guru harus memfasilitasi pembelajaran di kelas, untuk melaksanakan tugasnya itu perlu ada dukungan dari pihak lain. Mulai dari tingkat di sekolah maupun sampai pemerintah pusat. Jadi dalam hal ini guru bukan satu-satunya tombak bagi pemberhasilan pendidikan,” ungkapnya kepada Beritasatu.com seusai mengikuti focus group discussion (FGD) “Mengunci Sistem Pendidikan Indonesia” di Kantor B-Universe Pantai Indah Kapuk 2, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (12/11/2024). 

    Meski demikian, guru tetap menjadi potret utama pembelajaran di dalam kelas. Para pengajar diharapkan bisa menciptakan suasana nyaman selama proses belajar-mengajar berlangsung. 

    “Walaupun memang proses yang paling utama yang mudah diportret adalah keberadaan guru di kelas,” lanjutnya.

    Dalam menjalankan perannya, para guru diharapkan dapat menjalani Tugas Pokok dan Fungsi (tupoksi) mereka dengan baik. Menurut Dadi, jika hal ini diterapkan dengan tepat, maka implementasi kurikulum juga bisa maksimal.

    Oleh karena itu, sekolah maupun pemerintah disarankan untuk peka terhadap kebutuhan guru. Termasuk dalam memenuhi hak-hak para pengajar dengan layak.

    “Tupoksi guru, kewajiban guru sudah jelas. Intinya guru bisa melaksanakan tupoksi itu. Tentunya menjalankan tupoksi itu kan ketika ingin melayani peserta harus dilayani juga oleh pihak-pihak lain. Supaya memang tugas itu bisa dilaksanakan,” tutur Dadi.

    Hubungan antara kurikulum yang tepat dengan guru yang kompeten menjadi faktor penting dalam pendidikan siswa. Hal ini juga berkaitan dengan masa depan para pelajar dalam mengarungi kehidupan mereka masing-masing.

    “Harapannya tentunya untuk guru bagaimana membuat kenyamanan buat guru untuk melaksanakan tugasnya dan kebahagiaan. Yang kedua untuk peserta didik juga bagaimana caranya kurukulum ini dilakukan atau diterapkan pada siswa yang pada akhirnya mereka punya kompetensi yang dimiliki untuk kehidupannya,” pungkasnya.

  • Fokus Isu Pendidikan Indonesia, B-Universe akan Audiensi dengan Menteri hingga DPR

    Fokus Isu Pendidikan Indonesia, B-Universe akan Audiensi dengan Menteri hingga DPR

    Tangerang, Beritasatu.com – Executive Chairman B-Universe Enggartiasto Lukita menyampaikan pihaknya akan melakukan audiensi dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti dan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro.

    Enggartiasto menyebut pihaknya telah mengirim surat audiensi kepada kedua menteri tersebut untuk membahas kebijakan pendidikan Indonesia ke depan.

    “Jadi kami sudah mengirim surat audiensi dengan Pak Menteri dan kita ingin mengundang beliau untuk lakukan diskusi atau kita lakukan semacam Investor Daily Round Table atau dalam bentuk apa pun agar Pak Menteri bisa memberikan penjelasan berbagai kebijakan yang disampaikan secara terbuka,” ujar Enggartiasto seusai focus group discussion (FGD) “Mengunci Sistem Pendidikan Indonesia” di kantor B-Universe Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (12/11/2024).

    Enggartiasto pun berencana mengundang perwakilan anggota Komisi X DPR untuk memberikan dukungan terhadap berbagai kebijakan pendidikan yang akan diambil pemerintah ke depan.

    “Kita tangkap berbagai pernyataannya sangat positif, sangat-sangat menguasai gitu, termasuk di dalamnya mengenai masalah guru. Ini kan menjadi persoalan tersendiri. Pengangkatan ASN guru dihentikan, kemudian yang PPPK-nya juga stop dahulu. Namun, guru honorer juga tidak, tadi dari PGRI menyatakan seperti itu,” papar Enggartiasto.

    Enggartiasto mencontohkan perekrutan guru honorer didominasi oleh tim sukses (timses) dari setiap calon pejabat daerah yang memenangi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) mempengaruhi kualitas guru tersebut.

    “Catatannya adalah kalau kualitas guru honorer adalah dari tim sukses, dalam pilkada yang lalu seperti yang lalu itu, maka itu kan disangsikan kualitasnya. Namun tidak berarti secara keseluruhan dihentikan. Ini ada kekosongan atau kekurangan ini. Nah, itulah yang nanti akan juga disampaikan kepada Pak Menteri, kepada teman-teman di Komisi X DPR,” terangnya.

    Diketahui, B-Universe menggelar focus group discussion (FGD) dengan tema “Mengunci Sistem Pendidikan Indonesia” di kantor B-Universe Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (12/11/2024). Turut hadir dalam B-Universe FGD, yakni Executive Chairman B-Universe Enggartiasto Lukita, Pengamat Pendidikan Darmaningtyas, Psikolog Anak dan Remaja Vera Itabilina Hadiwidjojo, dan Pengurus PGRI Jakarta Dadi Ardiansyah.

  • PGRI Tekankan Pentingnya Evaluasi Kurikulum Merdeka Belajar untuk Perbaikan Pendidikan

    PGRI Tekankan Pentingnya Evaluasi Kurikulum Merdeka Belajar untuk Perbaikan Pendidikan

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rosyidi mendorong pemerintah untuk mengkaji ulang penerapan Kurikulum Merdeka Belajar yang diterapkan oleh Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim pada 2022. Evaluasi ini dianggap penting untuk menilai dampaknya terhadap kualitas pendidikan di Indonesia.

    Unifah menekankan, perubahan kurikulum bukanlah sesuatu yang harus dilakukan setiap kali ada pergantian menteri. Namun, kurikulum harus bersifat adaptif mengikuti perkembangan zaman, yang berarti perlu adanya penyesuaian secara berkala.

    “Perubahan dalam kurikulum itu adalah keniscayaan. Perubahan itu bukan berarti pergantian. Perubahan diperlukan agar kurikulum bisa menyesuaikan dengan perkembangan yang sangat dinamis di luar sana, yang juga harus masuk ke dalam dunia pendidikan,” ujar Unifah saat berbincang dengan Beritasatu.com di Jakarta, Minggu (10/11/2024).

    Meskipun demikian, Unifah mengakui kurikulum merdeka belajar memiliki beberapa kekurangan yang perlu diperbaiki. Ia menilai, kurikulum ini diterapkan secara tergesa-gesa, terutama karena masih dalam masa transisi dari Kurikulum 2013, sehingga hasilnya belum optimal. Namun, menurutnya, perubahan yang dilakukan tidak perlu merombak keseluruhan kurikulum, tetapi cukup melakukan penyempurnaan.

    Salah satu hal yang disoroti oleh Unifah adalah penghapusan ujian nasional (UN) dalam kurikulum merdeka belajar. Menurutnya, UN tetap penting sebagai alat untuk memetakan kualitas pendidikan di tingkat nasional dan sebagai salah satu syarat penerimaan di jenjang pendidikan berikutnya.

    “Kami di PGRI merasa perlu untuk melakukan kajian komprehensif terhadap Kurikulum Merdeka Belajar. Setelah diterapkan selama beberapa tahun, kita sudah bisa melihat hasilnya. Sebagai pihak yang bertanggung jawab di dunia pendidikan, kami tidak ingin kerusakan semakin dalam,” jelas Unifah.

    Di sisi lain, Unifah menyambut baik pendekatan deep learning yang diperkenalkan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Muti. Pendekatan ini didasarkan pada tiga pilar, yaitu mindful, meaningful, dan joyful, yang bertujuan menciptakan suasana belajar yang lebih mendalam, bermakna, dan menyenangkan bagi siswa.

    Untuk itu, PGRI menyarankan agar dilakukan evaluasi terhadap kurikulum merdeka belajar, sambil mengintegrasikan pendekatan deep learning tanpa perlu merancang kurikulum baru.

    Unifah juga menyarankan agar kurikulum diberi nama Kurikulum Nasional, sehingga apabila ada perubahan, penyesuaian dilakukan sesuai dengan perkembangan zaman. 

    “Penamaan kurikulum sebaiknya tidak perlu yang terlalu rumit. Karena ini berlaku secara nasional, lebih baik jika kita sebut saja Kurikulum Nasional. Fokus pada pendekatan deep learning adalah pilihan yang sah, karena memang setiap periode pendidikan pasti ada kebutuhan untuk fokus pada hal tertentu,” tuturnya.

    Ia menambahkan, Merdeka Belajar itu lebih indah dalam konsep, tetapi terkadang terasa sulit dalam pelaksanaan.

  • XL Axiata Gelar Final Kompetisi Futsal untuk Siswa SMA Berhadiah Rp 870 Juta – Page 3

    XL Axiata Gelar Final Kompetisi Futsal untuk Siswa SMA Berhadiah Rp 870 Juta – Page 3

    Total lebih dari 200 ribu pengunjung menyaksikan di sepanjang babak penyisihan di 40 kota.

    Kota-kota tersebut antara lain di Serang, Tangerang, Bogor, Bekasi, Jakarta, Sukabumi, Depok, Bandung, Cianjur, Cirebon, Yogyakarta, Purwokerto, Semarang, Tasikmalaya, Sumedang, Tegal, Denpasar, Surabaya, Kupang, Malang, Aceh, Medan, Tebing Tinggi, Palembang, Padang, Jambi, Pekanbaru, Lampung, Batam, Pontianak, Balikpapan, Samarinda, Banjarmasin, Palangkaraya, Manado, Gorontalo, Palu, Kenadari, dan Makassar.

    Berikut adalah 17 tim yang berlaga di grand final di Indonesia Arena nanti:

    Futsal Putra

    Region Jabodetabek dan Banten: SMAN 1 Parung Bogor, SMA Hutama Bekasi, MAN 2 Sukabumi Pelabuhan Ratu, SMK Citra Negara Depok, SMA PGRI 109 Tangerang, SMAN 4 Kota Serang, dan SMK Jakarta Barat 1
    Regional West (Sumatera) : SMA 4 Metro LampungRegion Central (Jawa Barat, Jawa Tengah dan DIY) : SMAN 11 Semarang
    Region East (Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara) : SMAN 12 Surabaya
    Region Kalimantan : SMK Medika Samarinda
    Region Sulawesi : SMAN 18 Makassar

     

  • Bupati Surunuddin ‘Cawe-cawe’, Mendagri Turun Tangan

    Bupati Surunuddin ‘Cawe-cawe’, Mendagri Turun Tangan

    GELORA.CO  — Kasus dugaan pemukulan guru honorer Supriyani di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara kini berbuntut panjang.

    Kasus yang tadinya bermula dari laporan seorang guru sekolah dasar (SD) yang memukul muridnya tersebut bahkan mengundang Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk turun tangan.

    Pasalnya, Bupati Konawe Selatan Surunuddin Dangga dianggap ‘cawe-cawe’ atau turut campur hingga kasus Supriyani semakin berlarut-larut.

    Terakhir Surunuddin melancarkan somasi kepada pihak Supriyani yang dianggap mencabut perdamaian.

    Sebelumnya, Bupati Surunuddin juga mencopot Camat Baito, Sudarsono Mangidi yang memberikan penginapan kepada Supriyani selama ia berkasus dengan Aida Wibowo Hasyim.

    Wakil Mendagri, Bima Arya Sugiarto mengatakan bahwa Mendagri Tito segera memanggil Bupati Surunuddin terkait kasus tersebut.

    Pemanggilan Bupati Konawe Selatan sudah dikoordinasikan langsung kepada Pj Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Andap Budhi Revianto.  

    Bima Arya menyampaikan, pemanggilan Surunuddin tersebut imbas keterlibatannya dalam proses mediasi dan somasi pada guru Supriyani. 

    Diketahui, Surunuddin Dangga telah mengirimkan surat somasi kepada guru Supriyani, setelah guru honorer itu mencabut kesepakatan damai dengan orang tua korban yaitu Aipda WH dan istri. 

    Surunuddin beralasan, surat somasi itu ditujukan pada guru Supriyani yang mengaku merasa tertekan menandatangani surat damai. Menurutnya, padahal di dalam surat tersebut tidak disebutkan adanya tekanan dari pihak mana pun. 

    Bima Arya rencananya akan meminta penjelasan dari Surunuddin dan jajarannya di Pemkab Konawe Selatan terkait somasi itu. 

    “Kami akan panggil semua untuk minta penjelasan,” ujarnya saat dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (9/11/2024). 

    Namun, Bima tidak menjabarkan secara rinci jadwal pemanggilan tersebut. 

    Hanya saja, sebelum langka pemanggilan tersebut, dirinya akan mengkoordinasikannya dengan Pj Gubernur Sultra, Andap Budhi Revianto.  

    “Kami akan koordinasi dengan Penjabat Gubernur Sulawesi Tenggara,” tuturnya.

    Kritik PGRI Sultra

    PGRI Sulawesi Tenggara mengkritik keputusan somasi yang dilayangkan Surunuddin kepada guru Supriyani.

    Dikutip dari Tribun Sultra, Ketua PGRI Sultra, Abdul Halim Momo menilai upaya semacam itu tidak perlu dilakukan Surunuddin.

    Pasalnya, Supriyani hanyalah guru honorer yang telah mengabdi belasan tahun dan tak semestinya disomasi oleh pemerintah.

    Halim mengatakan, somasi semacam ini akan menjadi preseden buruk terhadap Pemkab Konawe Selatan.

    “Saya kira akan menjadi preseden buruk nantinya karena disitu atas nama pemerintah daerah bukan bupati, mensomasi seorang guru honorer yang sudah mengabdi 16 tahun dengan gaji Rp300 ribu,” tuturnya.

    Halim mengatakan seharusnya Pemkab Konawe Selatan memaafkan Supriyani atas pencabutan kesepakatan damai tersebut alih-alih melayangkan somasi.

    Ditambah, sambungnya, Supriyani tengah menghadapi proses hukum atas tuduhan penganiayaan terhadap anak Aipda Wibowo Hasyim.

    “Kalau menurut secara logika tidak mungkin seorang guru honorer bisa mengecewakan pemda atau bupati. Sehingga harus dilihat juga alasannya,” kata Halim.

    “Sehingga menurut saya somasi itu akan jadi preseden buruk, saya kira kalau memaafkan rakyatnya akan lebih mulia,” lanjutnya.

    Anak Wibowo Bilang Bukan Dianiaya Supriyani

    Anak Aipda Wibowo Hasyim ternyata mengaku lukanya bukan karena dianiaya guru Supriyani, melainkan disebabkan jatuh.

    Namun Aipda Wibowo Hasyim diduga ngotot membuktikan bahwa guru Supriyani.

    Pengakuan anak Aipda Wibowo Hasyim itu oleh Lilis, wali kelas sang anak di kelas 1A SDN Baito, seusai menjalani pemeriksaan di Propam Polda Sulawesi Tenggara.

    Kini guru Supriyani malah menjalani proses sidang sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.

    Padahal, sebelum kasus di sidangkan, murid berinisial D yang disebut korban pemukulan, dan tak lain anak dari Aipda Wibowo Hasyim (WH), sudah membuat pengakuan yang terang benderang.

    Pengakuan si murid diungkap oleh Lilis, wali kelasnya di kelas 1A SDN Baito, seusai menjalani pemeriksaan di Propam Polda Sulawesi Tenggara.

    “Jadi ada 16 pertanyaan penyidik soal waktu kejadian hari Rabu itu,” katanya saat diwawancarai usai diperiksa di Propam Polda Sultra.

    Kepada TribunnewsSultra.com, ia yakin Supriyani tak melakukan pemukulan seperti yang dituduhkan.

    Pasalnya, dari pagi hingga pulang sekolah, ia berada di kelas untuk mengajar.

    “Sampai anak-anak pulang jam 10 tidak ada kejadian itu, Ibu Supriyani juga mengajar di Kelas 1B,” katanya.

    Dua hari setelah peristiwa Lilis mengaku baru dengar ada pemukulan.

    Saat itu, ia ditelepon oleh orang tua D.

    “Orang tua D bilang anaknya dipukuli sama ibu Supriyani. Terus saya tanya waktu pakai baju apa, Pak Bowo jawab baju batik.”

    “Terus saya bilang kalau baju batik hari Rabu sama Kamis. Terus saya tanya lagi ke anaknya, kamu luka karena apa, dia jawab jatuh di sawah.”

    “Saya tanya lagi mengenai lukanya, HP sudah ditarik oleh Pak Bowo (Aipda WH),” jelasnya.

    Entah apa maksud Aipda WH tiba-tiba menarik HP ketika anaknya membuat pengakuan.

    Ada dugaan ia kesal karena pengakuan anaknya tak seperti tuduhan yang dialamatkan kepada guru Supriyani.

    Lepas daripada itu, keterangan yang sama juga Lilis sampaikan saat dimintai keterangan penyidik di Polsek Baito.

    “Satu kali saya dimintai keterangan waktu masih Pak Jefri, kalau waktu Pak Amirudin, dua kali saya kasih keterangan,” tutur Lilis.

    Supriyani juga menyampaikan alibi yang menunjukkan dirinya tidak melakukan pemukulan terhadap murid berinisial D.

    Namun, penjelasan yang disampaikan Lilis dan Supriyani tak juga membuat masalah selesai.

    Aipda WH malah kian ngotot ingin memenjarakan Supriyani karena alasan sang guru honorer tersebut tak mengakui kesalahan.

    “Saya sudah lima kali bertemu pak Bowo (Aipda WH) dan setiap bertemu saya sampaikan minta maaf.”

    “Karena setiap bertemu selalu disuruh minta maaf”, katanya, dikutip dari TribunnewsSultra.com, Jumat (8/11/2024).

    Supriyani melanjutkan, ucapan maaf itu bukan sebagai pengakuan telah memukul anak anggota polisi itu.

    Melainkan permintaan maaf apabila selama mengajar ada kesalahan saat mengajar anak Aipda WH.

    “Saya sampaikan minta maaf, kalau pernah bikin salah selama mengajari anaknya.”

    “Tapi saya tidak mau dibilang memukuli anaknya karena itu saya tidak pernah lakukan (pemukulan),” katanya.

    Supriyani menegaskan, Aipda WH ngotot menjebloskannya ke penjara walaupun hanya sehari.

    Aipda WH ingin membuktikan Supriyani bersalah.

    “Sempat ada kata-kata dari Pak Bowo ‘Saya tetap akan penjarakan kamu walaupun hanya sehari agar semua orang tau kalau kamu salah’,” kata Supriyani meniru ucapan Aipda WH

  • PGRI Kritik Somasi yang Dilayangkan Bupati Konawe Selatan kepada Guru Supriyani: Preseden Buruk

    PGRI Kritik Somasi yang Dilayangkan Bupati Konawe Selatan kepada Guru Supriyani: Preseden Buruk

    GELORA.CO  – Guru honorer SD Negeri 4 Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), Supriyani disomasi Pemda Konawe Selatan.

    Adapun, somasi itu dilayangkan oleh Bupati Konawe Selatan, Surunuddin Dangga, buntut Supriyani mencabut pernyataan surat damai.

    Pasalnya, Surunuddin tidak terima Supriyani mengaku mendapatkan tekanan dan paksaan saat menandatangani surat perdamaian tersebut.

    Menanggapi hal itu, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulawesi Tenggara menganggap surat somasi tersebut tidak seharusnya dilayangkan oleh Pemda Konawe Selatan kepada Supriyani.

    Terlebih lagi, Supriyani merupakan seorang guru honorer yang sudah mengabdi selama 16 tahun dan hanya menerima gaji sebesar Rp300 ribu.

    Ketua PGRI Sulawesi Tenggara, Abdul Halim Momo pun menilai, seharusnya Surunuddin memaafkan Supriyani, ketimbang memberinya somasi.

    “Saya kira akan menjadi preseden buruk nantinya karena di situ atas nama pemerintah daerah bukan bupati, mensomasi seorang guru honorer yang sudah mengabdi 16 tahun dengan gaji Rp300 ribu,” ungkapnya saat dikonfirmasi, Jumat (08/11/2024), dikutip dari TribunnewsSultra.com.

    Menurut Abdul Halim, keputusan Supriyani mencabut surat damai itu tentunya didasari dengan banyak pertimbangan.

    Pemda Konawe Selatan, katanya, juga harus memahami kondisi Supriyani saat ini yang sedang memperjuangkan haknya di hadapan hukum.

    “Kalau menurut secara logika tidak mungkin seorang guru honorer bisa mengecewakan pemda atau bupati. Sehingga harus dilihat juga alasannya,” kata Halim.

    “Sehingga, menurut saya somasi itu akan jadi preseden buruk, saya kira kalau memaafkan rakyatnya akan lebih mulia,” lanjutnya.

    Abdul Halim pun menegaskan, PGRI akan terus memperjuangkan Supriyani agar bisa bebas dari kasus tersebut.

    Sebelumnya, kasus hukum yang dialami oleh Supriyani berawal dari laporan orang tua murid atas dugaan pemukulan seorang siswa yang orang tuanya berstatus polisi.

    Lalu, di tengah proses hukum tersebut, Bupati Konawe Selatan Surunuddin mengadakan mediasi untuk Supriyani dan orang tua murid.

    Mereka kemudian menandatangani kesepakatan damai.

    Setelah itu, penasihat hukum Supriyani, Andre Darmawan mengonfirmasi bahwa Supriyani mencabut surat kesepakatan itu pada 6 November yang ditembuskan ke Pengadilan Negeri Andoolo, jaksa, Bupati Konawe Selatan dan Kapolres Konawe Selatan.

    Sebagai informasi, kasus guru Supriyani ini sudah memasuki sidang keenam, dengan pemeriksaan saksi ahli forensik serta terdakwa guru Supriyani sendiri pada Kamis (6/11/2024).

    Lalu, agenda persidangan kasus tersebut akan dijadwalkan kembali pada Senin (11/11/2024) mendatang.

    Sejauh ini, perkembangan lainnya dalam kasus ini adalah Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara sudah memeriksa tiga sampai empat jaksa terkait kasus guru honorer tersebut.

    Lalu, Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah atau Bidpropam Polda Sultra, juga sudah memeriksa tujuh personel polisi sekaitan kasus guru Supriyani.

    Dua di antara tujuh personel itu menjalani pemeriksaan kode etik yakni Kapolsek Baito bersama Kanit Reskrimnya atas indikasi permintaan uang senilai Rp2 juta kepada guru Supriyani.

    Meski demikian, Bidang Propam Polda Sultra tak berhenti pada kasus uang ‘penangguhan penahanan’ tersebut.

    Kabid Propam Polda Sultra, Kombes Pol Moch Sholeh memastikan, pihaknya juga akan menyelidiki indikasi permintaan uang damai Rp50 juta kepada guru Supriyani untuk menghentikan kasusnya.

    Begitupun prosedur penanganan kasus di kepolisian, mulai penyelidikan, penyidikan, hingga pelimpahan kasusnya.

    Dalam penyelidikan itu, guru Supriyani telah memenuhi panggilan pemeriksaan Bidang Propam Polda Sultra, Rabu (6/11/2024).

    Pada hari yang sama, suaminya, Katiran dan wali kelas murid, Lilis, juga dimintai keterangannya

  • Guru di Sorong Didenda Adat Rp100 Juta Gara-Gara Sebarkan Video Siswa Sedang Gambar Alis

    Guru di Sorong Didenda Adat Rp100 Juta Gara-Gara Sebarkan Video Siswa Sedang Gambar Alis

     

    Liputan6.com, Jayapura – Usai memviralkan video siswa yang sedang menggambar alis, seorang guru SMPN 3 Kota Sorong Papua berinisial SA didenda adat Rp100 juta oleh orangtua siswa. Pihak keluarga menganggap apa yang dilakukan guru SA tidak benar karena mengunggah video anaknya tanpa izin, apalagi viral dan tak jarang jadi bahan cemoohan orang lain di media sosial.

    “Berawal dari oknum guru SA videokan ES yang tengah menggambar alis menggunakan alat tulis,” kata Ketua PGRI Kota Sorong Arif Abdullah Husain, Kamis (7/11/2024).

    Arif menjelaskan, pengambilan gambar siswa sedang menggambar alis itu dilakukan guru saat mata pelajarannya di dalam kelas. Namun dirinya tidak merinci kapan perististiwa itu tepatnya terjadi.

    Yang pasti saat melihat siswi ES menggambar alis saat jam pelajaran, guru SA langsung mengambil ponsel dan merekamnya.

    “Posisi mengajar di kelas VIII langsung mengambil gambar dan upload ke akun media sosial hingga jadi viral di Instagram,” katanya.

    Arif menyebutkan sang guru menyebarkan video itu tanpa sepengetahuan siswanya, dan belakangan baru viral dan diketahui oleh orangtua siswa tersebut.

    “Dalam persoalan ini guru SA salah, sebab langsung menyebarkan video siswa ES ke media sosial tanpa diberi tahu kepada yang bersangkutan terlebih dahulu,” kata Arif.