Kementrian Lembaga: Pengadilan TIPIKOR Jakarta

  • Eksepsi Heru Hanindyo Ditolak Hakim, Sidang Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur Dilanjutkan – Halaman all

    Eksepsi Heru Hanindyo Ditolak Hakim, Sidang Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur Dilanjutkan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Majelis Hakim Tegus Santoso menyatakan tidak menerima eksepsi atau nota keberatan tim penasihat hukum terdakwa Heru Hanindyo terkait kasus suap vonis bebas Ronald Tannur.

    Dalam pertimbangannya, Hakim Teguh menyatakan, eksepsi Heru yang disampaikan tim pengacaranya itu telah masuk pokok perkara dan diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dalam proses sidang.

    “Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum terdakwa Heru Hanindyo tidak dapat diterima,” ucap Hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (14/1/2025).

    Atas putusan ini, Hakim pun memerintahkan agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) melanjutkan proses persidangan kasus suap vonis bebas Ronald Tannur yang menjerat Heru Hanindyo.

    “Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara 106/Pid.Sus-TPK/2024/PN.JKT.Pst atas nama terdakwa Heru Hanindyo,” pungkasnya.

    Didakwa Terima Suap Rp 1 Miliar dan 308 Ribu Dolar Singapura

    Tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang vonis bebas terpidana Ronald Tannur menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (24/12/2024).

    Dalam sidang perdana tersebut ketiga Hakim PN Surabaya yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo didakwa telah menerima suap sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308.000 atau Rp 3,6 miliar terkait kepengurusan perkara Ronald Tannur.

    Uang miliaran tersebut diterima ketiga hakim dari pengacara Lisa Rahmat dan Meirizka Wijaja yang merupakan ibu dari Ronald Tannur.

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308.000,” ucap Jaksa Penuntut Umum saat bacakan dakwaan.

    Pada dakwaannya, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menyebut bahwa uang miliaran itu diterima para terdakwa untuk menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur.

    “Kemudian terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul menjatuhkan putusan bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur dari seluruh dakwaan Penuntut Umum,” ucapnya.

    Lebih lanjut Jaksa menuturkan, bahwa uang-uang tersebut dibagi kepada ketiga dalam jumlah yang berbeda.

    Adapun Lisa dan Meirizka memberikan uang secara tunai kepada Erintuah Damanik sejumlah 48 Ribu Dollar Singapura.

    Selain itu keduanya juga memberikan uang tunai senilai 48 Ribu Dollar Singapura yang dibagi kepada ketiga hakim dengan rincian untuk Erintuah sebesar 38 Ribu Dollar Singapura serta untuk Mangapul dan Heru masing-masing sebesar 36 Ribu Dollar Singapura.

    “Dan sisanya sebesar SGD30.000 disimpan oleh Terdakwa Erintuah Damanik,” jelas Jaksa.

    Tak hanya uang diatas, Lisa dan Meirizka diketahui kembali memberikan uang tunai kepada terdakwa Heru Hanindyo sebesar Rp 1 miliar dan 120 Ribu Dollar Singapura.

    “Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili,” kata dia.

    Akibat perbuatannya itu ketiga terdakwa pun didakwa dengan dan diancam dalam Pasal 12 huruf c jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 

     

     

  • Hakim Tolak Eksepsi Heru Hanindyo Pemvonis Bebas Ronald Tannur

    Hakim Tolak Eksepsi Heru Hanindyo Pemvonis Bebas Ronald Tannur

    Jakarta

    Majelis Hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta menolak eksepsi hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya yang mengadili Gregorius Ronald Tannur, Heru Hanindyo. Sidang perkara suap dan gratifikasi dalam kasus tewasnya Dini Sera Afrianti itu lanjut ke tahap pembuktian.

    “Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum Terdakwa Heru Hanindyo tidak dapat diterima,” kata ketua majelis hakim Teguh Santoso saat membacakan amar putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa (14/1/2025).

    Hakim menyatakan eksepsi penasihat hukum Heru masuk meteri pokok perkara. Hakim juga menyatakan Pengadilan Tipikor Jakarta berwenang mengadili dan memeriksa perkara tersebut.

    “Menurut hemat majelis hakim, eksepsi atau nota keberatan penasihat hukum terdakwa telah memasuki pokok perkara sehingga diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dalam persidangan,” ujar hakim.

    Hakim menyatakan surat dakwaan jaksa telah lengkap dan cermat. Hakim memerintahkan jaksa menghadirkan saksi dan membuktikan dakwaannya pada sidang selanjutnya.

    “Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara nomor 106/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst atas nama Terdakwa Heru Hanindyo,” kata hakim.

    Pembacaan dakwaan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, 24 Desember lalu. Ketiga hakim yang menjadi terdakwa ialah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul. Jaksa mengatakan Erintuah Damanik menerima gratifikasi dalam bentuk uang senilai Rp 97,5 juta, SGD 32 ribu, dan RM 35.992,25. Uang tersebut disimpan oleh Erintuah Damanik di rumah dan di apartemennya. Namun jaksa tak menjelaskan dari mana saja uang itu berasal.

    “Dianggap pemberian suap yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya yaitu selaku hakim,” ujar jaksa.

    Heru Hanindyo telah menerima uang yang berhubungan dengan jabatannya selama bertugas sebagai hakim. Uang itu disimpan dalam safe deposit box (SDB) di suatu bank dan di rumah Heru Hanindyo.

    Begitu halnya dengan Mangapul. Ia didakwa menerima gratifikasi dengan rinciannya uang senilai Rp 21,4 juta, USD 2.000, dan SGD 6.000.

    Jaksa mengatakan ketiga hakim nonaktif itu tidak melaporkan terkait penerimaan gratifikasi tersebut kepada KPK. Padahal, seharusnya, mereka melaporkan gratifikasi itu dalam rentang waktu 30 hari sejak menerima gratifikasi.

    Selain itu, jaksa menyampaikan para terdakwa tidak melaporkan adanya harta kekayaan dalam bentuk uang tunai ke dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Jaksa menilai perbuatan para terdakwa dianggap sebagai suap lantaran berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas sebagai hakim.

    Akibat perbuatannya, mereka didakwa Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    (mib/isa)

  • Saeful Bahri dan Maria Lestari Belum Diperiksa, Hasto Kristiyanto Tak Ditahan KPK – Halaman all

    Saeful Bahri dan Maria Lestari Belum Diperiksa, Hasto Kristiyanto Tak Ditahan KPK – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan alasan tidak menahan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, setelah diperiksa pada Senin (13/1/2025).

    Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyebut pihaknya masih membutuhkan keterangan dari sejumlah pihak, di antaranya Saeful Bahri dan Maria Lestari.

    Saeful Bahri dan Maria Lestari merupakan kader PDIP.

    “Tidak dilakukan penahanan hari ini (kemarin, red) karena penyidik masih membutuhkan waktu untuk memeriksa beberapa saksi yang masih belum hadir dan masih dibutuhkan.”

    “Ada beberapa saksi yang dipanggil di perkara ini belum hadir, beberapa di antaranya saudara Saeful Bahri ada juga saudari Maria Lestari, dan ada beberapa saksi lainnya,” ungkap Tessa dalam jumpa pers, Senin.

    Sehingga, penyidik menilai belum perlu melakukan penahanan terhadap Hasto.

    “Tentunya bila penyidik dan jaksa penuntut umum sepakat bahwa berkas ini sudah siap untuk dilimpahkan, maka proses tersebut akan dilanjutkan,” ungkapnya.

    Sosok Saeful Bahri dan Maria Lestari

    1. Saeful Bahri

    Tersangka Saeful Bahri memasuki ruangan untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (27/1/2020). (Tribunnews/JEPRIMA)

    Saeful Bahri merupakan kader PDIP.

    Saeful merupakan terpidana dalam kasus ini, tetapi sudah selesai menjalankan hukuman. 

    Saeful Bahri telah terbukti berperan menyerahkan uang suap kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani. 

    Uang suap tersebut diserahkannya dalam dua tahap, yaitu 17 Desember 2019 senilai SG$19.000 atau setara Rp200 juta dan 26 Desember 2019 sebesar SG$38.350 atau setara Rp400 juta.

    Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memvonis Saeful dengan hukuman 1 tahun dan 8 bulan penjara, serta denda Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan penjara.

    Sedianya, Saeful diperiksa sebagai saksi kasus suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dan perintangan penyidikan yang menjerat Hasto pada Rabu (8/1/2025).

    Tetapi, Saeful tidak hadir.

    2. Maria Lestari

    Maria Lestari merupakan anggota DPR RI dari PDIP.

    Maria Lestari mangkir dari panggilan penyidik KPK, Kamis (9/1/2025).

    Sedianya Maria dipanggil dan diperiksa sebagai saksi.

    Tessa memastikan tim penyidik KPK akan kembali memanggil Maria Lestari. 

    Dikutip dari Kompas.com, Ketua KPK Setyo Budiyanto pernah menyebut nama Maria Lestari saat pengumuman status tersangka Hasto Kristiyanto pada 24 Desember 2024 yang lalu.

    Waktu itu, Setyo mengatakan, Hasto pernah menemui eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan agar memenuhi permintaan terkait dua usulan PAW yang diajukan oleh DPP PDIP, yaitu Maria Lestari Dapil 1 Kalbar dan Harun Masiku Dapil 1 Sumsel.

    Maria Lestari, politisi PDIP (Tribun Pontianak)

    “Bahkan pada 31 Agustus 2019, Hasto menemui Wahyu Setiawan dan meminta untuk memenuhi dua usulan yang diajukan oleh DPP, yaitu Maria Lestari Dapil 1 Kalbar dan Harun Masiku Dapil 1 Sumsel,” kata Setyo pada 24 Desember 2024.

    Maria Lestari merupakan istri dari Herculanus Heriadi yang sempat menjabat Wakil Bupati Landak sekaligus Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Landak.

    Herculanus Heriadi, nama suami dari Maria Lestari adalah Wakil Bupati Landak periode 2011–2016 dan 2017–2022. 

    Maria Lestari memulai karier politiknya di DPRD Provinsi Kalimantan Barat.

    Maria Lestari melaju ke Senayan sejak terpilih pada Pemilu 2019 dan kemudian kembali terpilih jadi anggota DPR RI di Pileg 2024.

    Hasto Akan Dipanggil Lagi

    Sementara itu, Jubir KPK, Tessa memastikan Hasto akan kembali dipanggil KPK pada waktu yang akan datang.

    “Tetapi fokus penyidik saat ini adalah memenuhi unsur perkara di tindak pidana yang sedang disangkakan kepada beliau.”

    “Fokus utamanya adalah keterangan saksi-saksi yang belum hadir dan yang akan dipanggil untuk di perkara suapnya maupun di perkara pasal 21-nya (kasus perintangan penyidikan, red),” urainya.

    Adapun terkait pemanggilan Hasto, Tessa mengatakan Sekjen PDIP itu dimintai keterangan seputar dokumen, barang bukti elektronik, maupun mengklarifikasi keterangan-keterangan saksi yang lain.

    “Termasuk juga pengetahuan yang bersangkutan terkait perkara yang sedang disangkakan kepada yang bersangkutan, maupun juga kepada tersangka lain.”

    “Kalau isinya apa, tentunya saya tidak bisa menyampaikan kepada rekan-rekan karena itu sudah masuk di materi penyidikan,” ungkapnya.

    (Tribunnews.com/Gilang Putranto, Ilham Rian) (Kompas.com)

  • Pakar Hukum Pidana Nilai Pernyataan Bambang Hero Tak Masuk Unsur Memberi Keterangan Palsu – Halaman all

    Pakar Hukum Pidana Nilai Pernyataan Bambang Hero Tak Masuk Unsur Memberi Keterangan Palsu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Organisasi Masyarakat (Ormas) Persaudaraan Pemuda Tempatan (Perpat) Kepulauan Bangka Belitung (Babel), melaporkan Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) yang juga ahli lingkungan Bambang Hero Saharjo, ke Polda Bangka Belitung pada Rabu (8/1/2025). 

    Ormas tersebut melaporkan Bambang Hero atas dugaan kejanggalan hasil perhitungan kerugian negara dari sektor lingkungan yang jadi dasar penanganan korupsi timah, yakni sebesar Rp 271 triliun. 

    Menanggapi hal ini, Pakar Hukum Pidana Boris Tampubolon mengatakan, seorang ahli yang memberikan keterangan di pengadilan tidak bisa dilaporkan atas dasar memberi keterangan palsu yang terdapat dalam Pasal 242 KUHP.

     

    “Menurutnya, unsur Pasal 242 KUHP juga tidak masuk dalam kasus Prof Bambang Hero ini.

    “Sebab seorang ahli di dalam persidangan itu hanya memberikan pendapat berdasarkan keahliannya. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 187 KUHAP intinya keterangan seorang ahli itu merupakan pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan,” kata Boris, Senin (13/01/2025).

    Boris menambahkan, pendapat itu sendiri bisa berbeda-beda antara ahli yang satu dengan yang lain.

    Nantinya hakim yang akan menilai berdasarkan fakta persidangan apakah pendapat dari ahli itu bisa digunakan sebagai dasar atau tidak dalam pertimbangan putusannya. 

    “Pada akhirnya, hakim lah yang menilai dan menentukan, apakah pendapat ahli itu bisa diterima atau justru ditolak. Jadi sangat tidak tepat bila keterangan Prof. Bambang Hero sebagai ahli yang mengutarakan pendapatnya dalam kasus timah itu dituduh sebagai memberi keterangan palsu,” kata Founder Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers) ini.

    Meski demikian, Lanjut Boris, tidak bisa dipungkiri bahwa pendapat Prof. Bambang Hero yang menyatakan kerugian 271 triliun di kasus timah banyak menjadi perbincangan.

    Sehingga wajar bila memunculkan banyak reaksi dari masyarakat termasuk adanya sekelompok warga masyarakat yang sampai melaporkan dia ke polisi atas memberi keterangan palsu.

    “Saya pribadi menghormati pendapat beliau yang menyatakan kerugian dalam kasus timah ini mencapai 271 triliun akibat kerusakan lingkungan. Yang menjadi persoalan mengganjal dalam kasus ini sebenarnya adalah apakah kerugian akibat kerusakan lingkungan itu sama dengan kerugian korupsi? Atau apakah bisa kerugian kerusakan lingkungan itu dimasukan menjadi kerugian korupsi dalam UU Tipikor,” ujarnya.

    Menurut sepengetahuan Boris, kerugian akibat kerusakan lingkungan itu punya mekanisme sendiri dan secara aturan kerugian lingkungan itu sifatnya masih bisa mengalami perubahan karena dipengaruhi faktor teknis dan non teknis di bidang lingkungan (Pasal 6 Permen LH No. 7/2014), artinya sifat kerugiannya potensial atau belum pasti.

    Sementara kerugian keuangan negara dalam korupsi itu harus pasti atau actual lost.

    “Menurut saya karena kejanggalan ini lah sehigga wajar menimbulkan banyak reaksi dari masyarakat atas pendapat dari Prof. Bambang Hero ini. Sehingga beliau akhirnya sampai dilaporkan atas dasar dugaan memberikan keterangan palsu,” kata Boris.

    Diberitakan sebelumnya, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo mengaku tak kapok jika sewaktu-waktu kembali dilibatkan untuk menghitung kerugian negara akibat adanya kerusakan lingkungan dari hasil tindak pidana korupsi.

    Bambang yang merupakan Ahli Lingkungan itu menyebut bahwa apa yang ia lakukan selama ini sebagai bentuk jihad untuk mencegah adanya kerusakan lingkungan di tanah air.

    Adapun hal itu Bambang ungkapkan usai dilaporkan ke polisi atas tuduhan memberikan keterangan palsu terkait kerugian keuangan negara dalam sidang kasus korupsi timah.

    “Saya memang ini jihad saya, bahwa saya berniat Lillahita’ala mencegah jangan sampai kerusakan di muka bumi ini berlanjut,” ucap Bambang saat dihubungi Tribunnews.com, Minggu (12/1/2025).

    Dia pun menekankan, tetap bersedia jika nantinya kembali dilibatkan oleh penegak hukum meski kini dirinya terancam dipidanakan usai dituduh beri keterangan palsu.

    Sebab menurut dia, apabila ia berhenti melakukan perhitungan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi, maka sama saja ia melegalkan kerusakan lingkungan itu terjadi.

    “Kalau saya bisa berbuat sesuatu kenapa tidak, kalau saya tahu kemudian gara-gara ini berhenti, itu sama saja saya melegalkan. Agama saya melarang untuk membiarkan kerusakan di muka bumi,” tuturnya.

    “Saya yakin, saya tidak berjuang sendiri,” sambungnya.

    Sebut Telah Sesuai Prosedur dan Diterima Hakim

    Bambang Hero Saharjo heran dirinya dipolisikan atas tuduhan pemberian keterangan palsu terkait perhitungan kerugian negara di sidang kasus korupsi tata niaga timah.

    Bambang menyatakan, perhitungan kerugian negara akibat adanya kerusakan lingkungan di kasus timah telah dilakukan sesuai prosedur dan juga telah diputus oleh Majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

    “Saya sudah melakukan sesuai prosedur itu dan sudah sampaikan detail di persidangan dengan gunakan paparan dan satelit sebagainya dan ternyata di terima Majelis hakim,” kata Bambang Hero saat dihubungi, Minggu (12/1/2025).

    Dia juga mengatakan, kalaupun terdapat data yang salah dalam kerugian keuangan negara di kasus timah, maka Kejaksaan Agung selaku pihak yang melibatkannya akan protes sejak awal.

    Tak hanya pihak Kejaksaan, dalam perhitungan itu, kata Bambang juga terdapat pihak Auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang turut mengawasi hal tersebut.

    “Belum nanti di persidangan diuji oleh Jaksa, belum lagi lawyer, belum lagi Majelis lima orang. Lalu kok kemudian saya yang jadi bahan bancakan dikerubutin rame-rame,” ucap Bambang.

    Bambang mengaku hingga saat ini dirinya pun belum menerima informasi apapun dari pihak kepolisian usai sebelumnya dilaporkan ke Polda Banga Belitung.

    Dia menjelaskan, bahwa pertama kali mengetahui dirinya dilaporkan ke polisi dari pemberitaan di media massa.

    “Sampai dengan hari ini saya belum menerima informasi apapun, bahkan dari Polda kah atau darimana, laporannya pun saya tidak tahu,” ucapnya.

    Akan tetapi guna menyikapi hal ini, Bambang mengatakan telah menginformasikan pelaporan itu ke pihak Kejaksaan Agung selaku pihak yang menunjuknya sebagai ahli dalam kasus tersebut.

    “Tapi saya sudah laporkan ke Kejaksaan Agung, saya kan diminta oleh mereka,” pungkasnya.

    Respons Kejagung

    Kejaksaan Agung (Kejagung) buka suara soal dilaporkannya Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo ke Polda Bangka Belitung atas dugaan pemberian keterangan palsu terkait kerugian keuangan negara di korupsi tata niaga komoditas timah.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar berpandangan, semestinya semua pihak haruslah taat asas.

    Pasalnya dalam memperkirakan kerugian negara, Bambang Hero selaku ahli yang dihadirkan di persidangan saat itu telah memberikan keterangannya atas dasar pengetahuan yang kemudian diolah dan dihitung oleh Auditor negara.

    “Perhitungan atas kerugian keuangan negara ini didasarkan atas permintaan Jaksa penyidik,” kata Harli saat dikonfirmasi, Jumat (10/1/2025).

    Selain itu lanjut Harli bahwa Pengadilan melalui majelis hakim juga telah menyatakan bahwa terdapat kerugian negara Rp 300 triliun dalam perkara tata niaga komoditas timah.

    Alhasil menurut dia, Pengadilan dalam hal ini juga sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) yang sebelumnya mendakwakan bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi di kasus tersebut termasuk merupakan kerugian negara.

    Atas dasar ini, Harli pun mengaku heran kenapa masih ada pihak yang meragukan keterangan ahli tersebut hingga berujung adanya pelaporan ke polisi.

    “Pengadilan dalam putusannya telah menyatakan kerugian negara dalam perkara a quo sebanyak Rp 300 T. Lalu apa yang menjadi keraguan kita terhadap pendapat ahli tersebut sehingga harus dilaporkan?,” pungkas Harli.

    Bambang Hero Saharjo dilaporkan ke Polda Bangka Belitung (Babel).

    Pelaporan itu diajukan oleh Ketua DPD Perpat Bangka Belitung Andi Kusuma, yang menuduh Hero telah memberikan keterangan palsu sebagaimana diatur dalam pasal 242 KUH Pidana.

    Adapun keterangan palsu tersebut terkait penghitungan kerugian negara dalam kasus korupsi timah di Bangka Belitung.

    “Sesuai dengan penerapan Pasal 242 Ayat 1 barang siapa yang dalam keadaannya dimana undang-undang menentukan supaya memberikan keterangan yang demikian dengan sengaja memberikan keterangan palsu di atas sumpah baik secara lisan maupun tertulis secara pribadi ataupun ditunjuk oleh kuasanya dituntut maksimal penjara 7 tahun,” kata Andi, dikutip dari BangkaPos.com, Rabu (8/1/2025).

    Sebagaimana diketahui, Bambang Hero Saharjo adalah ahli yang diminta Kejaksaan Agung RI untuk menghitung kerugian keuangan negara akibat kerusakan lingkungan di lahan tambang wilayah Bangka Belitung. 

    Total kerugian yang dihitung oleh Bambang Hero Saharjo mencapai Rp 271 triliun.Andi juga menuturkan, pelaporan itu dilakukannya lantaran Bambang Hero Saharjo dinilai tidak berkompeten dalam menghitung kerugian negara dalam kasus tersebut.

    “Dia (Bambang Hero Saharjo) diadukan melanggar pasal 242 KUH Pidana tentang keterangan palsu. Pada saat di persidangan ketika ditanya dalam kapasitas dia sebagai saksi ahli dia menjawab malas untuk menjawab. Artinya dia tidak menjalan tugas sebagai saksi ahli,” tutur Andi. 

    Menurut Andi, perhitungan Hero tidak berdasar dan berdampak terhadap lumpuhnya perekonomian Bangka Belitung.Tanggapan Polda Bangka BelitungDirektur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Kepulauan Bangka Belitung, Kombes Pol Nyoman Merthadana, memastikan pihaknya telah menerima laporan dari DPD Perpat Babel.

    Dia menegaskan bahwa laporan tersebut akan ditindaklanjuti dengan proses kajian dan pendalaman.

    “Setiap laporan dari masyarakat pasti akan kami terima dan tindak lanjuti. Saat ini laporan tersebut masih dalam tahap pengaduan dan akan kami pelajari lebih lanjut,” kata Kombes Nyoman.

    Dia juga menyebut laporan ini telah tercatat di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Babel untuk proses lanjutan

    Kontroversi Perhitungan Kerugian 

    Kasus tata niaga timah yang menyeret angka kerugian hingga Rp 271 triliun menjadi perhatian publik.

    Namun, DPD Perpat menilai perhitungan tersebut tidak jelas dan berpotensi merugikan masyarakat Bangka Belitung jika tidak terbukti akurat.

    “Kami mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi. Namun, prosesnya harus berkeadilan dan transparan,” tutup Andi.

    Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan lebih lanjut oleh Polda Bangka Belitung.Semua pihak berharap proses hukum dapat berjalan adil dan memberikan kejelasan terkait polemik yang terjadi.

  • KPK Cari Tahu Potensi Kerugian 337 Juta Dolar AS Gegara Pengadaan LNG Lewat Ahok

    KPK Cari Tahu Potensi Kerugian 337 Juta Dolar AS Gegara Pengadaan LNG Lewat Ahok

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa eks Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Basuki Tjahja Purnama alias Ahok sebagai saksi terkait dugaan korupsi pengadaan liquified natural gas (LNG) pada Kamis, 9 Januari.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika mengatakan Ahok dimintai keterangan terkait kerugian negara hingga ratusan juta dolar Amerika Serikat yang dialami perusahaan pelat merah tersebut karena pengadaan LNG. Proses ini terjadi pada pada 2020.

    “Saksi didalami terkait adanya kerugian yang dialami Pertamina di tahun 2020 dengan potensi kerugian 337 juta dolar Amerika Serikat akibat kontrak-kontrak LNG milik Pertamina,” kata Tessa kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 10 Januari.

    Dari Ahok juga, sambung Tessa, penyidik mendalami perintah dewan komisaris ke direksi menindaklanjuti kontrak pengadaan LNG.

    “Didalami juga permintaan dewan komisaris kepada direksi untuk mendalami enam kontrak LNG Pertamina tersebut,” tegasnya.

    Selain eks Gubernur DKI Jakarta itu, KPK juga memeriksa eks VP Treasury PT Pertamina, Doddy Setiawan pada hari yang sama. Dia dicecar soal transaksi penjualan LNG.

    Diberitakan sebelumnya, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok mengaku siap membantu pengusutan dugaan korupsi pengadaan liquified natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero). Hal ini disampaikan eks komisaris utama ini usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 9 Januari.

    “Prinsipnya kita bantu lah, ya,” kata Ahok kepada wartawan di lokasi.

    Ahok menjalani pemeriksaan sekitar 1,5 jam sejak pukul 11.15 WIB dan selesai pada pukul 12.45 WIB. Tapi, dia tak memerinci materinya.

    Kader PDIP ini hanya menyebut dugaan rasuah terkait pengadaan LNG ini terjadi bukan ketika dirinya menjabat. Ahok mengaku hanya mendapat temuan yang kemudian dilaporkannya.

    Adapun Ahok ditunjuk Menteri BUMN Erick Thohir jadi komisaris utama pada 2019. “Kan sudah terjadi kontraknya sebelum saya masuk. Nah, ini ketemunya ini di Januari 2020,” jelasnya.

    Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan dua orang sebagai tersangka. Mereka adalah Senior Vice President (SPV) Gas and Power Pertamina 2013-2014, Yenni Andayani dan Hari Karyulianto yang merupakan Direktur Gas Pertamina 2012-2014.

    Keduanya merupakan anak buah Karen saat menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero). Selain itu, mereka mendapat kuasa dari Karen untuk menandatangani perjanjian jual beli atau sales purchase agreement (SPA) LNG Train 1 dan Train 2 dari anak usaha Cheniere Energy, Inc., Corpus Christie Liquefaction, LCC atau CCL.

    Adapun Karen Agustiawan sudah divonis sembilan tahun penjara dalam kasus ini dan denda Rp500 juta oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Dia dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

    Putusan ini kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta. Amar putusan tersebut dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai oleh Sumpeno, serta beranggotakan hakim Nelson Pasaribu dan Berlin Damanik, pada Jumat, 30 Agustus.

  • Korupsi di Basarnas, Saksi Ungkap Pengusaha William Widarta Tunjuk Perusahaan Teman Ikuti Lelang – Halaman all

    Korupsi di Basarnas, Saksi Ungkap Pengusaha William Widarta Tunjuk Perusahaan Teman Ikuti Lelang – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Riki Hansyah, Sales CV Delima Mandiri yang dimiliki terdakwa Wiliam Widarta mengungkap atasannya menunjuk perusahaan milik temannya untuk mengikuti lelang pengadaan truk angkut personel dan Rescue Carrier Vehicle di Basarnas tahun 2014.

    Hal itu diungkapkan Riki saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan truk angkut personel dan Rescue Carrier Vehicle di Basarnas tahun 2014 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/1/2025).

    Dalam sidang ini duduk sebagai terdakwa yakni eks Sekertaris Utama (Sestama) Basarnas Max Ruland Boseke, William Widarta selaku CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikaya Abadi Prima, dan Anjar Sulistyono selaku Kasubdit Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.

    Awalnya, Riki menyebut perusahaan yang mengikuti lelang di Basarnas hanya CV Delima Mandiri yang dimiliki William.

    Namun, saat dicecar Jaksa, terungkap ada perusahaan lain yang turut mengikuti lelang pengadaan di Basarnas.

    “Yang diikuti pelelangan, apakah CV Delima Mandiri semuanya atau ada perusahaan lain yang digunakan?” tanya Jaksa.

    “Delima Mandiri bapak,” kata Riki.

    “Selain Delima Mandiri?” tanya Jaksa lagi.

    “Ada PT Trikarya pak,” ucap Riki.

    “Kemudian?” tanya Jaksa.

    “Raja Buana,” jelas Riki.

    Kemudian saat Jaksa membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) milik Riki saat proses penyidikan, disana terungkap terdapat 13 perusahaan yang terafiliasi dengan CV Delima Mandiri milik William.

    Dari total 13 perusahaan afiliasi itu kemudian 3 di antaranya didaftarkan William Widarta untuk mengikuti lelang di Basarnas yakni CV Delima Mandiri, PT Trikarya Abadi, dan PT Omega Raya.

    Adapun Trikarya, Omega dan Raja Buana berdasarkan keterangan Riki, bahwa perusahaan itu milik teman dari William.

    “Lalu bagaimana bisa digunakan untuk mengikuti pelelangan oleh Pak William?” tanya Jaksa.

    “Setahu saya sih Pak Wil pakai Trikarya misalnya gitu ya, itu temannya,” kata Riki.

    “Trikarya punya teman Pak William?” tanya Jaksa.

    “Iya,” ucapnya.

    “Itu yang saksi sebut 13 perusahaan itu, itu teman-temannya Pak William?” tanya Jaksa lagi.

    “Iya pak,” tutur Riki.

    Setelah itu Jaksa pun menggali keterangan Riki soal kenapa William Widarta sampai menunjuk 3 perusahaan tambahan untuk mengikuti lelang di Basarnas.

    Menjawab pertanyaan Jaksa, Riki mengaku hanya mengikuti perintah yang diberikan atasannya saat itu.

    Sebab dalam lelang ini, Riki bersama sales CV Delima Mandiri lainnya yakni Yudi Muharram yang mengupload dokumen lelang milik 3 perusahaan tersebut.

    “Jadi setahu saya ‘Ki masukin 3 karena waktu itu di Keppresnya kalau sampai kurang dari 3 itu tender ulang’ enggak bisa pak. Jadi pak Wil jaga-jaga aja Pak seperti itu,” ucap Riki.

    Mendengar jawaban Riki kemudian Jaksa dibuat heran.

    Sebab dalam proses lelang seharusnya bersifat terbuka dan bisa diikuti oleh perusahaan di seluruh Indonesia.

    Jaksa pun mencecar Riki agar berkata jujur terkait tujuan penunjukan 3 perusahaan itu untuk mengikuti lelang di Basarnas.

    “Jujur aja, 3 perusahaan itu dipakai itu dalam rangka apa, kemudian siapa yang jadi pemenang, apakah ada yang jadi penampung dan sebagainya, jelaskan aja?” cecar Jaksa.

    “Sejujurnya Pak Wil pada saat pengumuman ‘Ki nanti kamu upload pakai 3 ya, takutnya nanti enggak bisa nih, nanti ditender ulang, tapi kamu buat dokumen yang bagus’,” ucap Riki menirukan perintah William.

    “Antisipasi agar tidak gagal ditender?” tanya Jaksa memastikan.

    “Betul pak, jadi buat sebagus-bagusnya dokumen,” pungkasnya.

    Adapun dalam perkara ini, Mantan Sekertaris Utama (Setama) Badan Sar Nasional (Basarnas) Max Ruland Boseke didakwa telah merugikan keuangan negara senilai Rp 20,4 miliar terkait kasus pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014.

    Kerugian itu muncul akibat dugaan korupsi pengadaan truk pengangkut personel yang memiliki nilai Rp 42.558.895.000 dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 Rp 43.549.312.500.

    Adapun sidang perdana itu digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/11/2024).

    Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Max Ruland diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama dua terdakwa lainnya yakni William Widarta selaku CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikaya Abadi Prima dan Anjar Sulistyono selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.

    “Telah turut serta atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan secara melawan hukum,” kata Jaksa KPK Richard Marpaung di ruang sidang.

    Dalam surat dakwaannya, Jaksa menyebutkan, bahwa perbuatan tersebut dilakukan oleh Max Ruland dan dua terdakwa lainnya pada tahun 2013 hingga 2014.

    Dimana kata Richard perbuatan yang dilakukan di Kantor Basarnas RI, Kemayoran, Jakarta Pusat itu telah memperkaya Max Ruland Boseke yakni Rp 2,5 miliar dan William Widarta sebesar Rp 17,9 miliar.

    “Dalam pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya William Widarta sebesar Rp 17.944.580.000,00 dan memperkaya terdakwa Max Ruland Boseke sebesar Rp 2.500.000.000,00 yang dapat merugikan negara sebesar Rp 20.444.580.000,00,” jelas Jaksa.

    Kemudian Richard menjelaskan bahwa Max dan Anjar diduga mengarahkan William selaku pemenang lelang pengadaan truk tahun 2014 untuk menaikkan harga penawaran sebesar 15 persen.

    Yang dimana penawaran 15 persen itu dengan rincian 10 persen untuk dana komando dan 5 persen sisanya untuk perusahaan pemenang lelang.

    Selain itu Richard menuturkan, bahwa dari nilai pengadaan truk Rp 42.558.895.000 itu diketahui jumlah yang benar-benar digunakan hanya senilai Rp 32.503.515.000.

    Alhasil kata dia terdapat selisih angka kelebihan bayar yaitu senilai Rp 10.055.380.000.
    Sedangkan terkait pembelian pengadaan Rescue Carrier Vehicle hanya sebesar Rp 33.160.112.500 yang benar-benar digunakan dari anggaran yang telah ditandatangani yaitu Rp 43.549.312.500.

    Sehingga lanjut Richard terdapat selisih sebesar Rp 10.389.200000 dari nilai pembelian peralatan tersebut.

    “Yang mengakibatkan kerugian keuangan negara seluruhnya Rp Rp 20.444.580.000,00 sebagaimana laporan investigative dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan truk angkut personel 4WD dan pengadaan Rescue Carrier Vehicle pada Badan Sar Nasional (Basarnas) tahun 2014 yang dibuat Tim Auditor Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI tanggal 28 Februari 2024,” pungkasnya.

    Akibat perbuatannya Max Ruland Boseke Cs didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • KPK Periksa Ahok Hari Ini, Jadi Saksi Kasus LNG Pertamina

    KPK Periksa Ahok Hari Ini, Jadi Saksi Kasus LNG Pertamina

    Jakarta, Beritasatu.com – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok, Kamis (9/1/2025). Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) tahun 2011-2021.

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, Kamis (9/1/2025).

    Berdasarkan pantauan, Ahok tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta sekitar pukul 11.15 WIB. Kini, dia sedang menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik.

    Tak hanya Ahok, KPK juga mengagendakan pemeriksaan terhadap para saksi lainnya dalam kasus ini. Mereka yaitu Sekretaris Direktur Gas PT Pertamina tahun 2012, Sulistia (SL); Direktur Pengolahan Pertamina periode 12 April 2012 sampai November 2014, Chrisna Damayanti (CD); Manager Corporate Strategic PT Pertamina Power, Ellya Susilawati (ES); Business Development Manager PT Pertamina (14 November 2013 sampai 13 Desember 2015, Edwin Irwanto Widjaja (EIW); Treasury PT Pertamina periode Agustus 2022, Dody Setiawan (DS); Senior Vice President (SVP) Gas PT Pertamina (Persero) tahun 2011 sampai Juni 2012, Nanang Untung (NU); dan VP Financing PT Pertamina periode 2011 – 2013, Huddi Dewanto (HD).

    Diketahui, KPK mengembangkan penyidikan kasus pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) tahun 2011-2021. Lewat pengembangan ini, KPK menetapkan dua tersangka baru.

    Kasus ini sebelumnya turut menyeret mantan Dirut Pertamina, Karen Agustiawan. Dia telah divonis 9 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dalam kasus tersebut.

    “Terkait dengan pengembangan tersebut, KPK telah menetapkan dua tersangka penyelenggara negara dengan inisial HK dan YA,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika di gedung KPK, Jakarta, Selasa (2/7/2024).

    Adapun Tessa belum secara resmi menyebutkan identitas dua tersangka baru tersebut. Dia hanya menyampaikan, detail konstruksi perkara yang menyeret dua tersangka baru ini akan disampaikan ke publik ketika proses penyidikan telah mencukupi.

    “Proses penyidikan saat ini sedang berjalan, di antaranya dengan pemanggilan saksi-saksi dan tindakan peyidik lainnya,” ujar Tessa.

    Terkait kasus ini, kerugian keuangan negara yang timbul disebut mencapai US$ 113,8 juta. Jaksa KPK sebelumnya mendakwa Karen atas perbuatan melawan hukum bersama dua orang lainnya yakni Senior Vice President Gas & Power Pertamina (2013-2014), Yenni Andayani serta Direktur Gas Pertamina (2012-2014), Hari Karyuliarto.

  • Pelimpahan Tahap II, Ibu dan Pengacara Ronald Tannur Segera Disidang – Page 3

    Pelimpahan Tahap II, Ibu dan Pengacara Ronald Tannur Segera Disidang – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) melimpahkan tanggung jawab tersangka dan barang bukti alias Tahap II terhadap Meirizka Widjaja (MW) selaku ibu Gregorius Ronald Tannur dan Lisa Rachmat (LR) selaku pengacara terkait kasus dugaan korupsi suap dan atau gratifikasi penanganan perkara ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus).

    “Pelaksanaan Tahap II tersebut dilakukan terhadap dua tersangka yakni Tersangka LR dan Tersangka MW,” ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya, Kamis (9/1/2025).

    Menurut Harli, untuk tersangka Meirizka Widjaja ditahan di Rutan Cabang Kejaksaan Agung. Sementara tersangka Lisa Rachmat ditahan di Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur.

    “Setelah dilakukan Tahap II, tim Jaksa Penuntut Umum akan segera mempersiapkan surat dakwaan untuk pelimpahan berkas perkara a quo ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” kata Harli.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan tersangka dan menahan Meirizka Widjaja (MW), ibu dari Ronald Tannur. Dia menghabiskan sebanyak Rp3,5 miliar untuk menyuap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya untuk menjatuhkan vonis bebas terhadap anaknya.

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar menyampaikan, Meirizka Widjaja berteman lama dengan kuasa hukum Ronald Tannur, yakni Lisa Rahmat (LS).

    “Selama persidangan PN Surabaya, MW menyerahkan uang ke LR sebanyak Rp1,5 miliar yang diberikan secara bertahap. LR juga menalangi sebagian biaya pengurusan perkara itu smpai putusan sejumlah Rp2 miliar,” tutur Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (4/11/2024).

    “Sehingga total Rp3,5 miliar,” sambungnya.

  • Ibu dan Pengacara Ronald Tannur Segera Disidang

    Ibu dan Pengacara Ronald Tannur Segera Disidang

    Ibu dan Pengacara Ronald Tannur Segera Disidang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ibu dan pengacara
    Ronald Tannur
    , Merizka Wijaya dan Lisa Rahmat, akan segera disidang sebagai terdakwa kasus suap terkait pengurusan perkara penganiayaan yang menjerat Ronald Tannur.
    Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung telah melimpahkan berkas dan alat bukti perkara tersebut kepada jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (8/1/2025).
    “Pelaksanaan Tahap II tersebut dilakukan terhadap dua tersangka, yakni Lisa Rahmat (LR) yang merupakan pengacara Ronald Tannur, dan Meirizka Wijaya (MW) yang merupakan ibu dari Ronald Tannur,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, dalam keterangan resmi.
    Setelah pelimpahan ini, tim jaksa penuntut akan segera menyusun surat dakwaan untuk melimpahkan berkas perkara tersebut ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
    Meirizka dan Lisa akan didakwa Pasal 6 Ayat (1) subsider Pasal 5 jo Pasal 15 jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
    Harli membeberkan, dalam kasus ini, Meirizka diduga berkomunikasi dengan Lisa terkait uang yang harus dikeluarkan untuk mengurus perkara yang menjerat Ronald Tannur.
    “Atas permintaan Tersangka LR, Tersangka MW dalam kurun waktu Oktober 2024 sampai Agustus 2024 menyerahkan uang kepada tersangka LR sebesar kurang lebih Rp1.500.000.000,” ujar Harli.
    Lisa lalu menghubungi eks pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, untuk dihubungkan dengan ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya demi mengetahui majelis hakim yang akan menangani perkara Ronald Tannur.
    Tiga hakim tersebut adalah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.
    Pada 1 Juni 2024, Lisa bertemu dengan Erintuah dan memberikan uang 140.000 dollar Singapura dengan pecahan 1.000 dollar Singapura kepada hakim tersebut.
    Uang itu lalu dibagi-bagi kepada setiap anggota majelis hakim.
    “Masing-masing mendapatkan uang sebesar 38.000 SGD untuk saksi Erintuah Damanik, sebesar 36.000 SGD untuk saksi Mangapul dan sebesar 36.000 SGD saksi Heru Hanindyo,” kata Harli.
    Ketua PN Surabaya dan panitera bernama Siswanto pun mendapat jatah masing-masing 20.000 dollar Singapura dan 10.000 dollar Singapura, tetapi uang itu belum sempat mereka terima.
    Setelah membagi-bagi uang suap, Erintuah merumuskan redaksional untuk memvonis bebas Ronald Tannur lalu direvisi oleh Heru.
    “Selanjutnya pada tanggal 24 Juli 2024, Majelis Hakim yang terdiri dari saksi Erintuah Damanik, saksi Mangapul dan saksi Heru Hanindyo membacakan putusan perkara Gregorius Ronald Tannur dengan amar putusan bebas terhadap terdakwa Gregorius Ronald Tannur,” kata Harli.
    Erintuah, Mangapul, dan Heru sudah diproses hukum dan tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Berkas Lengkap, Sidang Ibu Ronald Tannur dan Lisa Rachmat Segera Digelar

    Berkas Lengkap, Sidang Ibu Ronald Tannur dan Lisa Rachmat Segera Digelar

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melimpahkan barang bukti dan tersangka Meirizka Widjaja (MW) dan Lisa Rachmat (LR) ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.

    Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan proses tahap II itu dilakukan lantaran berkas perkara keduanya sudah dinyatakan lengkap dalam kasus dugaan suap terkait Ronald Tannur.

    “Kejaksaan Agung telah melaksanakan serah terima tanggung jawab tersangka dan barang bukti terhadap 2 tersangka, MW dan LR,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (9/1/2025).

    Harli menambahkan, setelah dilakukan tahap II maka persidangan untuk pembacaan dakwaan baik MW maupun LR akan segera digelar di PN Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.

    “Setelah dilakukan Tahap II, tim Jaksa Penuntut Umum akan segera mempersiapkan Surat Dakwaan untuk pelimpahan berkas perkara a quo ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, MW ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung pada Senin (4/11/2024). Dia jadi tersangka karena diduga meminta pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat (LR) untuk mengurus perkara di PN Surabaya.

    Selanjutnya, MW kemudian dikenalkan dengan oknum pejabat di PN Surabaya berinisial R untuk meminta majelis hakim yang akan menyidangkan membebaskan anaknya, Ronald Tannur.

    Singkatnya, terkait biaya yang diperlukan terkait dengan sidang Ronald Tannur akan ditanggung oleh MW. Total biaya yang telah dikeluarkan dari ibu Ronald Tannur itu mencapai Rp1,5 miliar.

    Selain itu, LR juga telah menalangi sebagian biaya pengurusan perkara tersebut sampai Putusan Pengadilan Negeri Surabaya dengan total biaya seluruhnya adalah Rp3,5 miliar. 

    Uang miliaran itu diduga telah disebar ke tiga oknum PN Surabaya yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul.