Kementrian Lembaga: Pengadilan TIPIKOR Jakarta

  • Praperadilan Ditolak, Kubu Delpedro : Tak Ada Lagi Tempat Kelompok Kritis

    Praperadilan Ditolak, Kubu Delpedro : Tak Ada Lagi Tempat Kelompok Kritis

    Bisnis.com, JAKARTA — Kubu Direktur Lokataru, Delpedro Marhaen mengaku kecewa dengan putusan hakim PN Jakarta Selatan yang menolak gugatan praperadilan.

    Kuasa Hukum Delpedro dari Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD), Al Ayubbi Harahap mengatakan dengan adanya putusan ini telah mencerminkan pembungkaman terhadap kelompok kritis.

    “Saya ingin menyampaikan kepada publik bahwa sudah tidak ada tempat bagi para kelompok kritis di negara ini,” ujar Ayubbi di PN Tipikor Jakarta Selatan, Senin (27/10/2025).

    Dia menilai majelis hakim juga tidak pernah mempertimbangkan materi yang dibawa pihaknya ke sidang praperadilan. Sebab, hakim justru berfokus pada bagaimana penyidik memperoleh dua alat bukti.

    Salah satu materi yang dibawa ke praperadilan ini yakni terkait mekanisme penetapan Delpedro sebagai tersangka, namun tidak pernah melalui pemeriksaan terlebih dahulu.

    “Putusan itu jelas merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan penetapan tersangka terhadap seseorang karena penyidik sama sekali tidak pernah melakukan pemeriksaan kepada seseorang, sebelum dia ditetapkan sebagai tersangka,” pungkasnya.

    Di samping itu, pengacara Delpedro lainnya, Afif Abdul mengatakan bahwa berkaca dari perkara ini membuat masyarakat bisa sangat mudah dikriminalisasi.

    “Konteks keberadaan negara hukum rapuh, keadilan tumbang di tangan hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan. Dan kita sangat menyesalkan di tengah-tengah represi kebebasan berekspresi orang-orang dengan mudah dikriminalisasi,” tutur Afif.

    Sebagai informasi, majelis hakim juga telah menolak gugatan praperadilan dari tersangka lainnya yakni Muzzafar Salim, Khariq Anwar, dan admin @gejayanmemanggil Syahdan Husein pada hari ini, Senin (27/10/2025).

    Alhasil, melalui putusan itu proses hukum dugaan penghasutan demonstrasi berujung ricuh akhir Agustus 2025 lalu terkait Delpedro dkk ini akan tetap dilanjutkan

  • Korupsi Kredit Bank BUMN, Tersangka di Sulsel Bertambah

    Korupsi Kredit Bank BUMN, Tersangka di Sulsel Bertambah

    Bisnis.com, JAKARTA – Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan menetapkan dan menahan seorang tersangka baru yakni perempuan dengan inisial KK atas kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pemberian kredit atau pinjaman pada salah satu bank BUMN di Kabupaten Bulukumba periode 2021-2023.

    “Penyidik telah melakukan penahanan terhadap Tersangka KK selama 20 hari, terhitung 25 Oktober sampai 13 November 2025 di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Kota Makassar,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel Soetarmi dikutip dari Antara, Senin (27/10/2025).

    Soetarmi mengatakan baha dalam kasus ini, KK diduga kuat terlibat bersama tersangka R yang sudah ditahan pada 24 Oktober 2025 serta tersangka HA diduga selaku pemrakasa kasus tersebut juga telah ditahan pada 2 September 2025.

    “Untuk modus operandi dilakukan tersangka dengan sengaja menggunakan identitas (nama dan usaha nasabah). Hasil pencairan kreditnya kemudian digunakan sebagian atau seluruhnya oleh ketiga tersangka ini KK, R, dan HA,” tutur Soetarmi

    Selain itu, para tersangka tidak melakukan penyetoran atas pelunasan dan atau angsuran pembayaran nasabah ke bank BUMN Bulukumba, sehingga pembayaran tersebut tidak masuk ke dalam sistem bank. Uang itu digunakan dan dinikmati para tersangka untuk kepentingan pribadi.

    Dari perbuatan para tersangka ini telah menyalahgunakan pembayaran uang angsuran kredit, pelunasan kredit, maupun hasil pencairan kredit nasabah di bank BUMN di Kabupaten Bulukumba sejak 2021-2023.

    “Akibat perbuatan para tersangka, bank BUMN di Kabupaten Bulukumba mengalami kerugian sebesar Rp3,86 miliar lebih,” ucap Soetarmi menyebutkan.

    Para tersangka melanggar ketentuan pidana primair dan subsidair pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 Jo. pasal 18 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 Jo. pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP.

    Soetarmi menegaskan, tim penyidik akan terus mendalami dan mengembangkan kemungkinan adanya tersangka lain. Ia menghimbau kepada para saksi untuk kooperatif hadir menjalani pemeriksaan serta tidak melakukan upaya merintangi, menghilangkan, atau merusak alat bukti.

    “Tim Penyidik segera melakukan tindakan penyidikan berupa penyitaan, penggeledahan, pemblokiran dan penelusuran uang dan aset guna percepatan pemberkasan dan pelimpahan perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,” paparnya menekankan.  

  • KPK Sita Hasil Kebun Sawit Rp1,6 miliar Milik Eks Sekretaris MA Nurhadi

    KPK Sita Hasil Kebun Sawit Rp1,6 miliar Milik Eks Sekretaris MA Nurhadi

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita hasil panen kebun sawit senilai Rp1,6 miliar milik mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.

    Pasalnya, lahan sawit yang dibeli Nurhadi diduga berasal dari hasil Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), sehingga hasil panen sawit disita oleh penyidik.

    “Hari ini total nilai yang disita Rp1,6 miliar,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada jurnalis di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (23/10/2025).

    Budi menjelaskan sebelumnya penyidik lembaga antirasuah telah menyita hasil panen kebut sawit senilai Rp3 miliar sehingga total penyitaan sebesar Rp4,6 miliar.

    “Artinya kebun sawit yang disita ini dalam kondisi produktif sehingga secara rutin menghasilkan sawit, maka atas hasil sawit itu kemudian disita oleh penyidik,” ucap Budi.

    Lahan yang terletak di Padang Lawas, Sumatera Utara ini dilakukan setelah KPK memeriksa dua orang saksi, yakni Notaris dan PPAT, Musa Daulaen dan Pengelola Kebun Sawit, Maskur Halomoan Daulay, pada Kamis (23/10/2025).

    Penyitaan hasil panen akan menambah nilai asset recovery yang masuk ke kas negara. Menurut Budi, upaya ini merupakan terobosan dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

    “Tentu satu untuk kebutuhan pembuktian yang kedua sebagai langkah awal KPK dalam mengoptimalkan asset recovery,” jelasnya.

    Sekadar informasi, Nurhadi kembali ditangkap KPK setelah mejalani hukuman atas kasus suap dan gratifikasi di lingkungan MA, Minggu (29/6/2025). 

    Nurhadi bersama menantunya Rezky Herbiono divonis bersalah karena menerima suap dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto dan menerima gratifikasi dari sejumlah pihak senilai total Rp49 miliar.

    Uang tersebut bertujuan untuk memuluskan dan mengatur sejumlah perkara. Keduanya divonis oleh Pengadilan Tipikor Jakarta masing-masing penjara enam tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Vonis lebih ringan dari tuntutan jaksa, yaitu 12 tahun penjara untuk Nurhadi dan Rezky 11 tahun penjara.

  • Usai Divonis 10 Tahun Penjara, KPK Panggil Kosasih Terkait Kasus Taspen

    Usai Divonis 10 Tahun Penjara, KPK Panggil Kosasih Terkait Kasus Taspen

    Bisnis.com, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Direktur PT Taspen (Persero) Antonius N.S Kosasih usai divonis 10 tahun penjara dalam kasus investasi fiktif.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menuturkan bahwa kapasitas pemeriksaan Kosasih sebagai saksi dan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

    “Hari ini (23/10), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan TPK dalam pengelolaan investasi pada PT Taspen,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Kamis (23/10/2025).

    Meski begitu, Budi belum dapat menyampaikan terkait hal apa yang akan didalami oleh penyidik kepada Kosasih. Materi penyidikan dapat disampaikan usai pemeriksaan selesai.

    Sekadar informasi, Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis kurungan penjara 10 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Kosasih. 

    Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Kosasih untuk membayar uang pengganti sebesar Rp29,152 miliar, 127.057 dolar Amerika Serikat (AS), 283.002 dolar Singapura, 10 ribu euro, 1.470 baht Thailand, 30 Poundsterling, 128 ribu yen Jepang, 500 dolar Hong Kong, dan 1.262 juta won Korea, dan Rp2.877.000.

    Apabila Kosasih tidak dapat membayar uang pengganti tersebut paling lama 1 bulan setelah putusan memiliki kekuatan. Namun dia mengajukan banding atas vonis tersebut.

    Sementara itu, terdakwa kedua mantan Direktur Utama PT Insight Investments Management Ekiawan Heri Primaryanto divonis 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta, subsider 6 bulan penjara, serta membayar uang pengganti USD 253,660.

    Berbeda dengan Kosasih, Ekiawan tidak mengajukan banding sehingga JPU KPK melimpahkan berkas status hukum tetap.

    Pada 15 Oktober 2025, Kepala Satuan Tugas Jaksa Penuntut Umum KPK Greafik Loserte menjelaskan timnya telah melimpahkan berkas status hukum tetap terhadap Ekiawan.

    “Sementara Pak Ekiawan tidak mengajukan banding dan karenanya putusan perkara Pak Ekiawan menjadi berkekuatan hukum tetap dan bisa dieksekusi,” ujar Greafik.

  • Tak Hanya Suap, Advokat Marcella Santoso Juga Didakwa Cuci Uang Rp 52,5 Miliar Terkait Vonis Lepas Korupsi Ekspor CPO

    Tak Hanya Suap, Advokat Marcella Santoso Juga Didakwa Cuci Uang Rp 52,5 Miliar Terkait Vonis Lepas Korupsi Ekspor CPO

    GELORA.CO  – Advokat Marcella Santoso didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), terkait kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan produk turunannya pada periode Januari hingga April 2022.

    Tindakan pencucian uang itu disebut dilakukan bersama-sama dengan pengacara Ariyanto dan pejabat Social Security License Wilmar Group, Muhammad Syafei.

    Pencucian uang ini terjadi setelah Marcella bersama Ariyanto dan Muhammad Syafei diduga memberikan suap Rp 40 miliar kepada majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

    Ketiga hakim itu menangani perkara korupsi terkait tiga perusahaan, yakni Permata Hijau Group, PT Wilmar Group, dan PT Musim Mas Group. suap diberikan agar perusahaan itu divonis lepas atau ontslag.

    Tiga hakim yang menangani perkara ekspor CPO tersebut, yakni Djuyamto (Ketua Majelis Hakim) menerima Rp 9,5 miliar, Agam Syarif Baharudin (Hakim Anggota) dan Ali Muhtarom (Hakim Ad Hoc) masing-masing mendapat Rp 6,5 miliar.

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung), menjelaskan Marcella Santoso dkk terlibat dalam pencucian uang senilai Rp 52,5 miliar.

    Ia diduga memanfaatkan nama perusahaan untuk menguasai aset dan mencampurkan uang yang diduga hasil korupsi dengan dana yang sah.

    “Uang yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi tersebut mencakup dolar Amerika senilai Rp 28 miliar yang dikuasai oleh terdakwa Marcella, Ariyanto, dan M. Syafei. Serta biaya legal fee sebesar Rp 24,5 miliar yang terkait dengan pemberian atau janji kepada hakim,” kata Jaksa membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu (22/10) malam.

    Jaksa menyebut tujuan dari pencucian uang itu adalah untuk mempengaruhi keputusan kasus korupsi terkait perusahaan minyak goreng, agar dijatuhkan putusan lepas.

    Selain itu, uang yang diduga hasil kejahatan itu dicampurkan dengan uang yang diperoleh secara sah, untuk menyembunyikan asal-usul kekayaan mereka.

    Sementara, Muhammad Syafei selaku Social Security License Wilmar Group, diduga melakukan pencucian uang sebesar Rp 28 miliar, termasuk uang operasional sebesar Rp 411 juta

    Uang ini, termasuk dalam bentuk dolar Amerika senilai Rp 28 miliar, dikuasai bersama dengan Ariyanto dan Marcella Santoso, serta uang operasional Rp 411, yang juga berasal dari tindak pidana pemberian atau janji kepada hakim,” imbuh Jaksa.

    Dalam perkara ini, Marcella dan Ariyanto dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 juncto Pasal 18 UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Serta Pasal 3, Pasal 4, atau Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

    Sedangkan, Muhammad Syafei Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 juncto Pasal 18 UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 56 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

  • Kejari Ponorogo Tuntut 14,5 Tahun Penjara untuk Terdakwa Korupsi Dana BOS SMK PGRI 2

    Kejari Ponorogo Tuntut 14,5 Tahun Penjara untuk Terdakwa Korupsi Dana BOS SMK PGRI 2

    Ponorogo (beritajatim.com) – Kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMK PGRI 2 Ponorogo memasuki babak baru. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo resmi membacakan tuntutan terhadap Syamhudi Arifin, terdakwa kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penggunaan dana BOS di sekolah tersebut. Tuntutan itu, dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (21/10/2025) kemarin.

    Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo menuntut hukuman berat terhadap Syamhudi Arifin. Jaksa menuntut terdakwa dengan pidana 14 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

    Selain hukuman pokok, jaksa juga menuntut terdakwa untuk membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp25,83 miliar. Jumlah itu dikurangi dengan nilai pengembalian sebagian kerugian negara sebesar Rp3,175 miliar, sehingga masih tersisa kewajiban pembayaran sebesar Rp22,65 miliar.

    “Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi kerugian negara. Apabila tidak mencukupi, diganti pidana penjara selama 7 tahun 3 bulan,” terang Kasi Intel Kejari Ponorogo, Agung Riyadi, Rabu (22/10/2025).

    Agung menjelasakan barang bukti berupa uang tunai Rp3,175 miliar, 11 unit bus, tiga unit mobil Avanza, dan satu unit Pajero dirampas untuk negara serta diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti.

    “Tuntutan ini menjadi bagian dari komitmen Kejaksaan dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi, khususnya yang merugikan dunia pendidikan dan keuangan negara,” tegasnya.

    Sidang pembacaan tuntutan berlangsung aman dan tertib di ruang Candra, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya. Agenda persidangan berikutnya dijadwalkan pada 4 November 2025, dengan agenda pledoi atau nota pembelaan dari penasihat hukum terdakwa.

    Agung menyebut, kasus ini bermula dari penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan dana BOS pada tahun anggaran 2019 hingga 2024 di SMK PGRI 2 Ponorogo. Berdasarkan hasil penyidikan, perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

    “Penegakan hukum ini diharapkan memberi efek jera dan menjadi pembelajaran bagi seluruh pengelola dana pendidikan agar lebih transparan dan akuntabel,” pungkas Agung. (end/but)

  • Penahanan Anak Riza Chalid Dipindah ke Rutan Salemba
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 Oktober 2025

    Penahanan Anak Riza Chalid Dipindah ke Rutan Salemba Nasional 21 Oktober 2025

    Penahanan Anak Riza Chalid Dipindah ke Rutan Salemba
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) mengabulkan permohonan pemindahan penahanan anak tersangka Riza Chalid, Muhamad Kerry Adrianto Riza ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Jakarta Pusat (Salemba).
    “Mengabulkan permohonan tim penasihat hukum terdakwa Muhamad Kerry Adrianto Riza,” tulis Hakim Ketua Fajar Kusuma Aji, melansir Antara, Selasa (21/10/2025).
    Dalam penetapan Nomor 102/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst yang diteken di Jakarta, Senin (20/10/2025), Majelis mempertimbangkan alasan kesehatan berdasarkan resume medis Rumah Sakit Adhyaksa Jakarta tertanggal 22 Agustus 2025 yang menyebut Kerry mengalami radang paru-paru (pneumonia).
    Rutan Kelas I Salemba Jakarta Pusat dinilai lebih memadai karena memiliki fasilitas layanan kesehatan dengan akreditasi “paripurna” dari Kementerian Kesehatan RI yang mampu menjamin perawatan terdakwa, dibanding tempat sebelumnya, yakni Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
    Melalui penetapan itu, Majelis Hakim memerintahkan jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakpus segera melaksanakan pemindahan tahanan tersebut.
    Adapun permohonan pemindahan tahanan diajukan tim penasihat hukum melalui surat tertanggal 13 Oktober 2025.
    Penasihat hukum Kerry, Lingga Nugraha mengapresiasi putusan majelis hakim yang menilai permohonan pemindahan tahanan tersebut beralasan dari sisi kemanusiaan dan kebutuhan hukum.
    “Kami menghormati dan mengapresiasi pertimbangan majelis hakim yang mengutamakan kondisi kesehatan klien kami,” kata Lingga.
    Menurut dia, pemindahan tersebut juga memudahkan proses hukum, baik untuk persidangan maupun jika jaksa membutuhkan keterangan Kerry dalam perkara lain.
    Sebelumnya, Kerry selaku pemilik manfaat PT Navigator Khatulistiwa didakwa memperkaya diri sebesar Rp3,07 triliun pada kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada periode 2018-2023.
    Kerry diduga telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi, yang merugikan negara senilai Rp285,18 triliun dalam kasus tersebut.
    Perbuatan Kerry dilakukan bersama-sama dengan Sani Dinar Saifuddin, Yoki Firnandi, Agus Purwono, Dimas Werhaspati, Gading Ramadhan Joedo, Alfian Nasution, Hanung Budya Yuktyanta, dan Mohammad Riza Chalid, dalam kegiatan sewa kapal dan sewa tangki bahan bakar minyak (TBBM).
    Dalam pengaturan pengadaan sewa tiga kapal milik PT Jenggala Maritim Nusantara (JMN), Kerry didakwa memperkaya diri dan Komisaris PT JMN Dimas Werhaspati melalui PT JMN sebesar 9,86 juta dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp162,69 miliar (kurs Rp16.500 per dolar AS) dan Rp1,07 miliar.
    Kemudian dalam kegiatan sewa TBBM Merak, Kerry diduga memperkaya diri, Komisaris PT Pelayaran Mahameru Kencana Abadi (PMKA) Gading Ramadhan Juedo, dan pemilik manfaat PT Tanki Merak dan PT Orbit Terminal Merak Mohammad Riza Chalid Rp2,91 triliun.
    Atas perbuatannya, Kerry terdakwa disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4
                    
                        Kasus Suap Audit BPK yang Disoroti Menkeu Purbaya
                        Nasional

    4 Kasus Suap Audit BPK yang Disoroti Menkeu Purbaya Nasional

    Kasus Suap Audit BPK yang Disoroti Menkeu Purbaya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti kasus korupsi berkaitan dengan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Sorong Papua dan Meranti Riau sebagai contoh hambatan pembangunan. Kasus apa itu?
    “Data KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) juga mengingatkan kita dalam tiga tahun terakhir masih banyak kasus daerah, audit BPK di Sorong dan Meranti, jual beli jabatan di Bekasi sampai proyek fiktif BUMD di Sumatera Selatan. Artinya reformasi tata kelola ini belum selesai,” ucap Purbaya dalam Rapat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 yang digelar di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, pada Senin (20/10/2025).
    Kata Purbaya, masalah korupsi di daerah mengakibatkan kebocoran anggaran dan menghambat pembangunan.
    Berdasarkan catatan
    Kompas.com
    , kasus yang berkaitan dengan audit BPK di Meranti terungkap lewat operasi tangkap tangan (OTT) KPK tahun 2023.
    Bupati Kepualauan Meranti, Riau, Muhammad Adil, kena OTT KPK pada 7 April 2023 lalu.
    KPK menyampaikan sangkaan bahwa Muhammad Adil melakukan suap kepada BPK agar Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti mendapat status Wajar Tanpa Pengecualian.
    “Lalu, agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti pada 2022 mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh wajar tanpa pengecualian (WTP), Adil dan Fitri (Kepala BPKAD) memberikan uang sejumlah sekitar Rp 1,1 miliar pada M Fahmi Aressa selaku Ketua Tim Pemeriksa BPK Perwakilan Riau,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, 7 April 2023.
    Singkat cerita, dalam perkara pokoknya, Adil divonis 9 tahun penjara, denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 17 miliar.
    Auditor BPK Riau, M Fahmi Aressa divonis 4 tahun 3 bulan penjara dalam kasus suap Muhammad Adil.
    Kasus audit BPK di Sorong yang disinggung Purbaya adalah kasus yang menjerat mantan Penjabat (Pj) Bupati Sorong, Yan Piet Moso.
    Yan, Kepala BPKAD Efer Segidifat, serta staf BPKAD Maniel Syafle didakwa memberikan uuang sebanyak Rp 450 juta kepada tim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Papua Barat untuk mengkondisikan hasil pemeriksaan keuangan Kapubaten Sorong 2022-2023.
    Perbuatan para pemeriksa BPK diduga melanggar Pasal 5 angka 4 dan angka 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme.
    Jaksa Penuntut Umum mendakwa para terdakwa melanggar Pasal 13 UU Nomor Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tetang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
    Kasus ini bermula ketika ada pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau PDTT yang dilakukan BPK di Papua Barat Daya.
    Efer dan Maniel selaku pejabat Pemkab Sorong berkomunikasi dengan pihak BPK bernama Abu dan David pada Agustus 2023. Abu dan David adalah kepanjangan tangan dari Kepala BPK Perwakilan Provinsi Papua Barat Daya, Patrice Lumumba Sihombing.
    Menurut Ketua KPK teradahulu, Firli Bahuri, pertemun itu menyepakati penghilangan temuan BPK.
    “Adapun rangkaian komunikasi tersebut di antaranya pemberian sejumlah uang agar temuan dari tim pemeriksa BPK menjadi tidak ada,” papar Firli selaku Ketua KPK pada 13 November 2023.
    Kabar terbaru, mantan Pj Bupati Yan Piet Mosso dijatuhi hukuman 1 tahun 10 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Manokwari pada 23 April 2024.
    Ever Segidifat dan Menuel dijatuhi pidana pejara 2 tahun dan denda Rp 50 juta subsider 6 bulan kurungan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 1
                    
                        Berapa Triliun Korupsi Harvey Moeis hingga Berujung Disitanya Aset Sandra Dewi?
                        Nasional

    1 Berapa Triliun Korupsi Harvey Moeis hingga Berujung Disitanya Aset Sandra Dewi? Nasional

    Berapa Triliun Korupsi Harvey Moeis hingga Berujung Disitanya Aset Sandra Dewi?
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Harvey Moeis yang kini berstatus terpidana kasus korupsi pada tata niaga komoditas timah masih meninggalkan persoalan kepada istrinya, yakni Sandra Dewi, terkait aset.
    Pasalnya, Sandra Dewi saat ini mengajukan keberatan karena aset atas namanya ikut disita untuk membayar uang pengganti pidana yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis.
    Harvey Moeis yang merupakan suami Sandra Dewi terseret dalam kasus korupsi pada tata niaga komoditas timah.
    Kasus korupsi timah ini berkembang menjadi salah satu perkara lingkungan terbesar dalam sejarah hukum Indonesia
    Pada Maret 2024, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Harvey Moeis sebagai tersangka setelah sebelumnya diperiksa sebagai saksi. Kasus tersebut diketahui melibatkan 22 tersangka, termasuk pejabat tinggi dan pengusaha.
    Keterlibatan Harvey dalam kasus tersebut bermula pada 2018-2019. Pada saat itu, ia menghubungi Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.
    Harvey menghubungi Mochtar untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
    Dari situlah, muncul kesepakatan bahwa kegiatan akomodir pertambangan timah liar di-cover dengan sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah.
    Harvey kemudian menghubungi beberapa smelter, yakni PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIM, untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
    Saat menghubungi beberapa smelter, Harvey meminta para pihak menyisihkan sebagian dari keuntungannya.
    Dana tersebut diserahkan kepada yang bersangkutan dengan cover pembayaran dana
    corporate social responsibility
    (CSR) yang dikirim para pengusaha smelter kepada Harvey melalui PT QSE yang difasilitasi oleh tersangka Helena Lim.
    Peran Harvey Moeis sebagai tersangka dalam perkara ini merugikan negara sebesar Rp 271,06 triliun akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
    Kerugian lingkungan ini dihitung berdasarkan total luas galian yang mencapai 170.363.064 hektar yang tersebar di kawasan hutan dan non-kawasan hutan Bangka Belitung.
    Namun, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merevisi jumlah kerugian tersebut menjadi Rp 300 triliun.
    Dengan besarnya kerugian yang ditimbulkan, kasus ini menjadi sorotan besar dalam dunia pertambangan Indonesia, terutama terkait praktik korupsi dalam pengelolaan sumber daya alam.
    Suami dari aktris Sandra Dewi itu kini resmi menyandang status terpidana kasus korupsi tata niaga komoditas timah, setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukannya.
    Harvey Moeis dihukum 20 tahun penjara setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukannya, pada Selasa (1/7/2025).
    Selain pidana badan dan denda, ia juga mendapatkan hukuman pidana pengganti dari Rp 210 miliar menjadi Rp 420 miliar.
    Sebelum penjatuhan hukuman terhadap Harvey Moeis, hakim sepakat dengan jaksa terkait barang-barang yang milik dan terkait Harvey Moeis yang dirampas untuk negara. Termasuk aset atas nama Sandra Dewi.
    “Majelis hakim berpendapat bahwa barang bukti aset milik terdakwa tersebut dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai pengganti kerugian keuangan negara yang akan dibebankan kepada terdakwa,” kata hakim anggota Jaini Basir saat membacakan pertimbangannya di ruang sidang, Senin (23/12/2024).
    Adapun aset yang disita adalah sebagai berikut:
    Pada Senin (21/10/2024), Sandra Dewi pun keberatan karena jaksa turut menyita 88 tas mewah milik pemain film dan sinetron itu.
    Pasalnya, tas-tas mewah tersebut didapatkannya dari hasil kerja kerasnya selama 10 tahun melalui endorsement maupun kerja sama dengan pemilik
    brand
    .
    Pihak
    endorsement
    yang memberikan tas
    branded
    seperti Louis Vuitton, Christian Dior, ataupun toko-toko
    online
    dan
    offline
    .
    “Jadi ketika barang datang, kalau harganya sekitar Rp 50 juta, saya
    posting
    8 kali. Kalau Rp 100 juta,
    posting
    -nya 16 kali, kalau Rp 150 juta, pasti
    posting
    24 kali. Di atas Rp 150 juta, saya
    posting
    30 sampai 32 kali,” ujar Sandra Dewi saat bersaksi dalam sidang pembuktian di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (21/10/2024).
    Namun, kerja sama
    endorsement
    ini tidak dicatat dengan perjanjian tertulis. Semua foto Sandra Dewi menggunakan tas tersebut diunggah di akun Instagram-nya, @sandradewi88.
    Selain 88 tas mewah, beberapa bidang tanah dan bangunan atas nama Sandra Dewi yang ikut disita oleh negara adalah:
    Selain itu, rekening deposito senilai Rp 33 miliar milik Sandra Dewi juga ikut disita dan dirampas untuk negara.
    Pada Senin (23/12/2024), pengacara Harvey Moeis, Andi Ahmad, heran dengan keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang memerintahkan semua aset kliennya disita, termasuk atas nama andra Dewi.
    Andi mengatakan, Harvey Moeis dan Sandra Dewi telah meneken perjanjian pisah harta. Namun, hakim tetap memerintahkan jaksa untuk merampas aset atas nama Sandra Dewi.
    KOMPAS.com/Syakirun Ni’am Aktris Sandra Dewi usai menghadiri sidang dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah yang menjerat suaminya, Harvey Moeis untuk kedua kalinya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (21/10/2024).
    Adapun aset Sandra Dewi yang turut dirampas di antaranya adalah 88 tas
    branded
    yang diklaim diperoleh dari
    endorsement
    (iklan).
    “Kalau semua harta ini disita, termasuk yang atas nama Sandra Dewi, padahal mereka sudah pisah harta, ini tentu perlu kami kaji lebih dalam,” kata Andi saat ditemui usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (23/12/2024).
    Menurut Andi, perintah penyitaan ini membuat tim kuasa hukum mempertanyakan pertimbangan majelis hakim.
    Sebab, dalam hukum, perjanjian pisah harta membuat kepemilikan dan penguasaan aset suami istri terpisah. Sementara itu, aset yang sudah dipisah secara hukum tidak bisa dianggap tercampur.
    Artinya, kekayaan milik istri yang tidak terjerat hukum tidak bisa dianggap sebagai bagian dari aset sang suami yang menjadi terdakwa dan bisa disita.
    Andi menuturkan, tidak sedikit aset kliennya yang diperintahkan majelis hakim kepada jaksa untuk dirampas itu diperoleh sebelum terjadinya tindak pidana (tempus delicti) korupsi pada tata niaga timah di Bangka Belitung. Adapun
    tempus delicti
    tata niaga timah ini terjadi pada kurun 2015-2022.
    Deposito senilai Rp 33 miliar, tas
    branded
    , dan perhiasan Sandra Dewi misalnya, sudah diperoleh sejak sebelum 2015 dari kerja-kerjanya sebagai model dan aktris.
    “Ada aset yang didapat pada 2012 dan 2010, jauh sebelum dugaan tindak pidana terjadi. Ini yang akan kami dalami dalam analisis kami,” tutur Andi.
    Kini, Harvey Moeis telah divonis 20 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan ditambah uang pengganti Rp 420 miliar subsider 10 tahun penjara.
    Majelis Hakim mengatakan, perbuatan Harvey Moeis berupa tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun itu sangat menyakiti hati rakyat.
    ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga Artis Sandra Dewi (kanan) bersiap meberikan kesaksian dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/10/2024). Sandra Dewi menjadi saksi untuk terdakwa Harvey Moeis yang merupakan suami Sandra, serta dua terdakwa lainnya, Suparta dan Reza Andriansyah.
    Kini pada Jumat (17/10/2025), sidang terkait keberatan Sandra Dewi dilanjutkan dengan agenda pembuktian dari pihak Kejagung selaku Termohon.
    Jaksa menghadirkan Ahli Pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, untuk dimintai keterangannya.
    Usai Hibnu diambil sumpahnya, masing-masing kubu, baik dari pengacara Sandra Dewi selaku Pemohon maupun jaksa selaku Termohon bergantian mengajukan pertanyaan.
    Pertanyaan yang dilontarkan berkisar pada topik keabsahan harta milik pihak ketiga dengan penyitaan dalam kasus tindak pidana korupsi (tipikor). Hal ini juga dipertegas oleh hakim dalam sesi pertanyaan khusus majelis.
    “Apakah harta yang diperoleh seseorang pihak ketiga, jauh sebelum tempus tindak pidana terjadi, dapat dikategorikan sebagai harta yang tidak terkait korupsi, menurut ahli?” tanya Hakim Rios.
    Hibnu mengatakan, harta tersebut bisa dinilai tidak terkait dengan kasus korupsi. Namun, menurutnya, selama status pemilik aset masih terkait dengan terdakwa, aset tersebut masih bisa disita oleh negara sebagai upaya untuk memulihkan kerugian keuangan negara.
    Namun, Hibnu menjelaskan, semisal pihak ketiga itu bisa membuktikan asetnya tidak terkait dengan tindak pidana korupsi, aset itu tidak bisa disita untuk negara.
    Hakim Rios kembali mempertegas jawaban ahli terkait hal ini. “Ini subjeknya adalah suami istri, bukan korporasi. Salah satu pasangan memperoleh jauh sebelum tindak pidana perampasan tadi (kemudian pasangannya) didakwa melakukan korupsi dan diadili tipikor, dalam hal ini, ini termasuk harta terkait atau tidak terkait?” tanya Hakim Rios lagi.
    Hibnu tetap pada pendiriannya. Menurutnya, penyitaan aset punya banyak pendekatan yang patut diperhitungkan.
    “Kalau melihat pendekatan pihak, tidak terkait. Tapi, kalau pendekatan korupsi, ada bagian pengembalian uang negara. Ada dua penegakan yang harus dipakai,” jawab Hibnu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Daftar Skandal Korupsi Besar yang Terkuak di Era Prabowo-Gibran
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        20 Oktober 2025

    Daftar Skandal Korupsi Besar yang Terkuak di Era Prabowo-Gibran Nasional 20 Oktober 2025

    Daftar Skandal Korupsi Besar yang Terkuak di Era Prabowo-Gibran
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka genap satu tahun pada Senin (20/10/2025) sejak keduanya dilantik pada 20 Oktober 2024.
    Selama kurun waktu tersebut, terdapat beberapa kasus korupsi besar yang dibongkar dan menjadi sorotan publik.
    Kompas.com
    merangkum kasus korupsi besar yang terjadi di era Pemerintahan Prabowo-Gibran, sebagai berikut:
    Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina periode 2018-2023 menjadi salah satu perkara yang menjadi sorotan publik.
    Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung menetapkan sejumlah tersangka, salah satunya, pengusaha Mohammad Riza Chalid pada Kamis (10/7/2025).
    Kejagung juga telah menetapkan Riza Chalid masuk sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) atau buronan sejak 6 Agustus 2025. Hal ini dilakukan lantaran Riza sudah tiga kali mangkir dari pemanggilan penyidik.
    Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka yakni Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.
    Kemudian, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
    Berkas perkara sembilan tersangka telah dilimpahkan tahap 2 di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
    Dalam penyidikan, Kejagung menemukan fakta bahwa adanya pemufakatan jahat (
    mens rea
    ) ada kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga dengan para tersangka dari pihak swasta sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara.
    Kejagung mengatakan, tindakan para tersangka menyebabkan kerugian keuangan negara hingga 285 triliun.
    Selain kasus korupsi tata kelola minyak mentah, ada juga kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendidbudristek) pada 2019-2022.
    Awalnya, Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka pada Selasa (15/7/2025), di antaranya mantan Stafsus Mendikbudristek era Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT); eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek Ibrahim Arief (IBAM); Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021 Mulyatsyahda (MUL); dan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek Sri Wahyuningsih (SW).
    Keempatnya dianggap telah melakukan pemufakatan jahat dengan bersekongkol dalam pengadaan laptop berbasis Chromebook pada era Nadiem Makarim sebagai Mendikbudristek.
    Dari hasil penyelidikan, Kejagung menaksir kerugian keuangan negara mencapai Rp 1,98 triliun.
    Dua bulan berselang, Kejagung menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim sebagai tersangka baru pada Kamis (4/9/2025).
    Nadiem disangkakan dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 jo, Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagai mana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
    Dalam perjalanannya, Nadiem Makarim mengajukan gugatan praperadilan untuk menguji sah atau tidaknya status tersangka yang dialamatkan oleh Kejagung.
    Namun, Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, I Ketut Darpawan menolak gugatan Nadiem sehingga status tersangka menjadi sah menurut hukum.
    Pada awal Maret 2025, publik dihebohkan dengan kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor kepada tiga perusahaan crude palm oil (CPO) yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musik Mas Group.
    Kasus ini menjerat empat orang yang berprofesi sebagai hakim. Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom, keduanya hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan Djuyamto, seorang hakim dari PN Jaksel.
    Para hakim itu menerima uang dari pengacara yang mewakili perusahaan yaitu Ariyanto dan Marcella Santoso.
    Dari suap yang diterima, Djuyamto, Ali, dan Agam memutus vonis lepas untuk tiga korporasi, yaitu Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
    Sementara, Arif Nuryanta dan Wahyu Gunawan terlibat dalam proses negosiasi dengan pengacara dan proses untuk mempengaruhi majelis hakim agar memutus perkara sesuai permintaan.
    Saat ini, hakim yang terlibat kasus korupsi tersebut sedang menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    Pada awal Agustus 2025, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 yang terjadi pada masa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas naik ke tahap penyidikan.
    “Terkait dengan perkara haji, KPK telah menaikkan status penyelidikan terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023 sampai dengan 2024 ke tahap penyidikan,” kata Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (9/8/2025) dini hari.
    KPK menaksir kerugian keuangan negara akibat kasus korupsi ini mencapai Rp 1 triliun.
    Dalam kasus ini, KPK telah memeriksa sejumlah saksi baik dari pihak Kementerian Agama, asosiasi penyelenggara haji hingga travel perjalanan.
    KPK pun sudah mencegah 3 orang berpergian ke luar negeri demi kepentingan penyidikan, yakni eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qumas; eks staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz; dan pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur.
    Meski demikian, hingga saat ini, KPK belum menetapkan tersangka dalam kasus kuota haji tersebut.
    Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau Noel dalam rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (20/8/2025).
    Immanuel Ebenezer dan 10 orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan pengurusan sertifikat keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan.
    “KPK kemudian menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan 11 orang sebagai tersangka, yakni IBM, kemudian GAH, SB, AK, IEG (Immanuel Ebenezer Gerungan), FRZ, HS, SKP, SUP, TEM, dan MM” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (22/8/2025).
    Dalam perkara ini, KPK menemukan bahwa Noel menerima aliran uang sebesar Rp 3 miliar pada 24 Desember 2024.
    Selain itu, KPK juga menyita 32 kendaraan yang terdiri dari 25 mobil dan 7 motor terkait kasus pemerasan tersebut.
    Akibat perbuatannya, Noel dan 10 tersangka lainnya dipersangkakan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Pada September 2025, KPK juga menetapkan dua legislator Heri Gunawan dan Satori sebagai tersangka kasus dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
    Meski demikian, KPK belum melakukan penahanan terhadap dua tersangka lantaran masih membutuhkan keterangan dari tersangka.
    KPK menduga, yayasan yang dikelola Heri Gunawan dan Satori telah menerima uang dari mitra kerja Komisi XI DPR RI, yaitu Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
    Namun, keduanya diduga tidak melaksanakan kegiatan sosial sebagaimana dipersyaratkan dalam proposal permohonan bantuan dana sosial tersebut.
    Atas perbuatannya, Heri Gunawan dan Satori disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
    Tak hanya itu, keduanya juga dikenakan pasal sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
    Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menilai, Presiden Prabowo menunjukkan ketegasannya dalam pemberantasan korupsi khususnya di sektor sumber daya alam yang menyeret nama-nama besar.
    “Prabowo juga telah menampakkan ketegasannya dalam hal korupsi di sektor sumber daya alam yang melibatkan orang-orang besar dan oligarki hitam di negeri ini,” kata Nasir saat dihubungi, Jumat (17/10/2025).

    Nasir mengatakan, Prabowo juga memberikan arahan dan perintah langsung ke Kejaksaan Agung untuk menuntaskan kawasan kebun sawit dan tambang di kawasan hutan yang notabene ilegal.
    “Ada ratusan triliun kerugian keuangan dan perekonomian negara akibat sumber daya alam kita dikelola secara ilegal,” ujarnya.
    Nasir juga mengatakan, selama satu tahun terakhir, banyak kasus besar yang ditangani KPK dan Kejaksaan Agung termasuk mereka yang tidak tersentuh di era pemerintahan Jokowi.
    “Orang-orang besar yang tidak tersentuh di masa Jokowi, justru kini dipersoalkan dan sepertinya Prabowo tidak menghalangi penegakan hukum jika mereka diduga terlibat dalam tindak pidana,” tuturnya.
    Meski demikian, Nasir mengatakan, saat ini, Presiden Prabowo perlu mengevaluasi regulasi dan aparat penegak hukum terkait dengan extraordinary crime.
    Sebab, kata dia, kerusakan yang ditimbulkan sangat besar.
    “Upaya pemulihan keuangan negara sulit untuk didapat dalam jumlah yang besar kalau regulasi dan aktor penegak hukumnya tidak direformasi,” ucap dia.
    Sementara itu, Pakar hukum tata negara Feri Amsari menilai, kasus korupsi yang ditangani dalam satu tahun terakhir lebih banyak menjaring lawan politik dari pada melakukan pemberantasan praktik rasuah tersebut.
    “Beberapa kasus korupsi yang ditangani kan lebih banyak sebagai upaya menjatuhkan lawan politik dibandingkan upaya sungguh-sungguh untuk melakukan pemerantasan korupsi,” kata Feri saat dihubungi, Jumat malam.
    Feri menyoroti, Kejaksaan Agung yang memamerkan uang hasil penindakan kasus korupsi. Namun, ia mengatakan masih dibutuhkan perbaikan anti orupsi agar Kejaksaan Agung dan KPK menjadi imbang.
    “Kalau KPK-nya dilarang lebih diminta untuk pencegahan, tetapi kalau institusi seperti Kejaksaan punya kecenderungan ya tidak melakukan pencegahan tapi penindakan. Anehnya itu tidak dilarang karena tidak bersentuhan dengan figur-figur kakap yang mestinya dipermasalahkan dalam praktik bernegara yang sangat koruptif,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.