Yusril Perkirakan Jumlah Penerima Amnesti dan Abolisi Jilid II Akan Lebih Banyak
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra menyampaikan kemungkinan jumlah penerima amnesti dan abolisi jilid II bakal lebih banyak dari jilid I pada bulan Agustus 2025.
Diketahui, pemerintah berencana kembali memberikan
abolisi
,
amnesti
, dan rehabilitasi kepada sejumlah pihak yang terjerat perkara pidana. Sedangkan, pada Agustus 2025, Presiden Prabowo memberikan
amnesti dan abolisi
kepada 1.179 orang.
Menurut
Yusril
, perkiraan jumlah penerima bertambah karena akan terdapat beberapa kriteria terbaru dan ada wacana penambahan pemberian rehabilitasi.
“Nanti barangkali lebih dari jumlah sebelumnya. Harapan kami seperti itu,” kata Yusril dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (13/11/2025), dikutip dari
Antaranews
.
Namun, Yusril mengaku, belum bisa mengungkapkan perihal jumlah pasti narapidana yang akan diberikan amnesti, abolisi, maupun rehabilitasi. Sebab, pihaknya akan melakukan kajian dan verifikasi sebelum nama-nama calon penerima diserahkan ke Presiden Prabowo.
Selain itu, keputusan juga berada di tangan Presiden Prabowo, serta hasil pertimbangan dari DPR RI.
“Mungkin sejumlah nama akan diajukan kepada Pak Presiden tapi kan tentu beliau akan pertimbangkan mana yang mungkin ada yang beliau setuju, mungkin tidak setuju. Itu sepenuhnya adalah kewenangannya Pak Presiden dalam mengambil keputusan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Yusril mengungkapkan, pihaknya tengah mengkaji rencana pemberian amnesti kepada narapidana yang merupakan pengguna dan pengedar narkoba dalam skala kecil.
Sementara untuk penerima abolisi, menurut dia, terdapat kemungkinan diberikan kepada tersangka maupun terdakwa yang masih dalam proses hukum atau dalam putusan yang belum inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
Sementara itu, Yusril menyebut, kemungkinan pemberian rehabilitasi terhadap para narapidana yang telah menerima amnesti sebelumnya.
“Jadi, kemungkinan orangnya diberi amnesti sekaligus dikasih rehabilitasi, itu mungkin,” kata Yusril.
Sebagaimana diketahui, pada 1 Agustus 2025, Presiden Prabowo memberikan amnesti kepada 1.178 orang. Salah satunya, terdakwa kasus suap Harun Masiku, Hasto Kristiyanto.
Usai mendapat amnesti, Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) tersebut resmi dibebaskan dari Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih.
Sebelumnya, Hasto dijatuhi vonis 3,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam kasus suap Harun Masiku.
Kemudian, pada hari yang sama, Prabowo memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
Sama seperti Hasto, Tom Lembong langsung bebas dari Rutan Cipinang, Jakarta Timur, usai mendapatkan abolisi dari Prabowo.
Sebelumnya, Tom Lembong diputus bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan dijatuhi hukuman pidana 4,5 tahun penjara dan denda Rp 750 miliar subsidair enam bulan kurungan.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Tom Lembong terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait kebijakan importasi Gula di Kemendag, sebagaimana dakwaan primair jaksa penuntut umum, yakni Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hanya saja, dalam putusannya, majelis hakim tidak menjatuhkan pidana uang pengganti karena Tom Lembong dinilai menikmati hasil tindak pidana korupsi dari kebijakan importasi gula di Kemendag tahun 2015-2016.
“Kepada terdakwa tidak dikenakan ketentuan Pasal 18 Ayat 1 Huruf b UU Tipikor karena faktanya terdakwa tidak memeroleh harta benda dari tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa,” kata hakim anggota Alfis Setiawan dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta pada 18 Juli 2025.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Pengadilan TIPIKOR Jakarta
-
/data/photo/2025/11/13/6915d0cc8a39a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Yusril Perkirakan Jumlah Penerima Amnesti dan Abolisi Jilid II Akan Lebih Banyak
-

KPK Tahan 5 Pengusaha Situbondo Terkait Suap Dana PEN dan Pengadaan Barang Jasa
Jakarta (beritajatim.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) serta pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Situbondo tahun 2021-2025.
Penetapan ini merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya yang menjerat mantan Bupati Situbondo, Karna Suswandi.
Lima tersangka tersebut adalah para pengusaha yang diduga terlibat dalam pemberian suap, yakni Roespandi selaku Direktur CV Ronggo, Adit Ardian selaku Direktur CV Karunia, Tjahjono Gunawa pemilik CV Citra Bangun Persada, Muhammad Amran Said Ali selaku Direktur PT Anugrah Cakra Buana Jaya Lestari, dan As’al Fany Balda selaku Direktur PT Badja Karya Nusantara.
“Terhadap kelima tersangka tersebut, dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 4-23 November 2025. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang KPK Merah Putih,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (10/11/2025).
Jalur Suap Diduga Diatur Mantan Bupati
Asep menerangkan, dalam proses proyek tersebut, Karna Suswandi bersama pejabat pembuat komitmen (PPK) Dinas PUPP Situbondo, Eko Prionggo Jati, diduga mengatur pemenang tender proyek.
Karna diduga meminta fee atau ijon 10 persen kepada lima pengusaha yang menjadi pemenang proyek, sementara Eko diduga meminta biaya komitmen sebesar 7,5 persen. Total fee mencap 17,5 persen.
“Atas pemenangan para tersangka pada pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPP Kabupaten Situbondo tersebut, KS bersama-sama dengan EPJ menerima uang dari masing-masing tersangka dengan total mencapai Rp4,21 miliar,” tegas Asep.
Adapun rincian dugaan uang yang diterima yaitu Roespandi sebesar Rp780,9 juta; Tjahjono Gunawan Rp1,60 miliar; Adit Ardian Rp1,33 miliar; serta Muhammad Amran Said Ali bersama As’al Fany Balda sebesar Rp500 juta.
Jerat Pasal Suap
Atas perbuatannya sebagai pemberi suap, kelima tersangka diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
KPK menegaskan komitmen untuk terus mengembangkan penyidikan dalam kasus ini, termasuk menelusuri aliran dana dan pihak lain yang mungkin terlibat dalam transaksi suap program PEN Kabupaten Situbondo.
Karna Suwandi Divonis 6,5 Tahun Penjara
Sebelumnya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya menjatuhkan hukuman 6 tahun dan 6 bulan penjara kepada mantan Bupati Situbondo, Karna Suwandi.
Ia dinyatakan bersalah dalam perkara korupsi pengelolaan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di Pemkab Situbondo periode 2021–2024 yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 4,5 miliar.
Sidang pembacaan vonis digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya pada Jumat (31/10). Hukuman ini lebih rendah dibanding tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sebelumnya meminta agar Karna dijatuhi pidana 8 tahun 4 bulan penjara.
“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan dan denda sejumlah Rp 350 juta subsidair 6 bulan kurungan,” kata Ketua Majelis Hakim, Cokia Ana Pontia Oppusunggu, dalam amar putusan yang tercantum di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Surabaya, Sabtu (1/1/2025).
Selain pidana pokok, Karna juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 4,5 miliar yang harus dilunasi maksimal satu bulan setelah putusan inkracht.
“Jika dalam jangka waktu tersebut Terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 2 tahun,” lanjut majelis hakim.
Majelis menyatakan perbuatan Karna memenuhi unsur Pasal 12B jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Awal Kasus
Kasus korupsi ini merupakan hasil pengembangan penyidikan KPK sejak 2024. Lembaga antikorupsi menemukan adanya indikasi penyalahgunaan dana PEN di Situbondo sepanjang 2021–2024, termasuk dalam pengadaan barang dan jasa.
“Pada tanggal 6 Agustus 2024, telah dilakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya terkait pengelolaan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) serta pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Situbondo tahun 2021–2024,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, Rabu (28/8/2024).
Dalam perkara tersebut, KPK telah menetapkan dua tersangka yakni Karna Suwandi dan Eko Prionggo Jati yang menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR Pemkab Situbondo.
Sementara satu tersangka lain, Gatot Siswoyo, tidak lagi melanjutkan proses hukum karena telah meninggal dunia, sesuai Kutipan Akta Kematian Nomor 3507-KM-10072023-011 tertanggal 11 Juli 2023. (ted)
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5408522/original/015378400_1762792792-2352e2d3-b745-4839-b617-a69bccf6a4d4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Sidang Kasus Minyak Mentah, Eks Direktur Ungkap Terminal Oil Tanking Merak Tekan Biaya Impor BBM
Liputan6.com, Jakarta – Mantan Direktur Rekayasa Infrastruktur Darat PT Pertamina Patra Niaga, Edward Adolf Kawi, membeberkan peran strategis Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) milik PT Oil Tanking Merak (OTM) dalam proses impor dan distribusi BBM ke berbagai daerah di Indonesia.
Hal itu disampaikan Edward saat bersaksi dalam sidang perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina dengan terdakwa Muhammad Kerry Adrianto Riza, yang dikenal sebagai putra pengusaha Riza Chalid, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/10/2025).
Menurut Edward, terminal milik PT OTM menjadi fasilitas penting karena dapat menekan biaya impor BBM sekaligus mempermudah distribusi ke daerah. Pasalnya, terminal tersebut mampu menampung kapal berukuran besar yang digunakan untuk pengangkutan BBM impor.
“Memang desainnya OTM ini kan kapal-kapal besar, Pak ya. LR (long range) maupun MR (medium range). Ada beberapa GP (general purpose), dan memang untuk impor itu secara keekonomian, cost paling murah adalah kapal dengan size besar,” ujar Edward di hadapan majelis hakim.
Edward menjelaskan, terminal BBM milik PT OTM berfungsi sebagai hub atau terminal penghubung. Dari fasilitas tersebut, BBM disalurkan ke depo-depo atau terminal Pertamina yang berkapasitas lebih kecil di berbagai daerah.
“Terminal hub, terminal terima impor dengan kapasitas besar, kemudian kami salurkan ke depo-depo atau terminal kami yang lebih kecil,” paparnya.
Edward menambahkan, tidak semua terminal Pertamina memiliki dermaga yang mampu disandarkan oleh kapal besar. Akibatnya, distribusi BBM dari terminal hub seperti OTM menjadi solusi untuk menjaga efisiensi biaya logistik dan pasokan energi nasional.
Muhamad Kerry Adrianto Riza didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 285 triliun dalam kasus dugaan korupsi minyak mentah dan dinyatakan memperkaya diri hingga Rp 3,07 triliun.
Ia terlibat dalam Kerjasama penyewaan kapal serta penggunaan uang untuk keperluan golf pribadi yang diikuti beberap…
-

Eks Dirjen Aptika Semuel Didakwa Terima Duit Suap Rp6 Miliar di Kasus PDNS
Bisnis.com, JAKARTA — Eks Dirjen Aplikasi Informatika (Aptika) Semuel Abrijani Pangerapan didakwa menerima uang suap Rp6 miliar dalam kasus dugaan korupsi PDNS.
Jaksa penuntut umum (JPU) mengatakan pemberian suap itu terjadi lantaran Semuel diduga telah mengajukan permintaan terhadap Alfi Asman selaku eks Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta.
“Sekitar pada akhir tahun 2021, terdapat Semuel Abrijani Pangerapan kembali melakukan permintaan uang kepada saksi Alvi Asman atas terpilihnya PT Aplikanusa Lintasarta,” ujar jaksa di PN Tipikor Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).
Permintaan uang itu disampaikan saksi Irwan Hermawan kepada Alfi soal akan adanya permintaan Rp6 miliar dari Semuel. Permintaan itu terjadi lantaran PT Aplikasinusa Lintasarta ditunjuk kembali sebagai penyedia program PDNS 2021.
“Karena PT Aplika Lintas Arta telah ditunjuk kembali sebagai penyedia kegiatan Pusat Data Nasional Sementara tahun 2021,” imbuhnya.
Permintaan itu kemudian disanggupi oleh Alfi Asman. Dalam pencairannya itu, eks Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Widi Purnama telah membantu proses pencairan dengan order fiktif.
Modus itu dilakukan dengan membuatkan order fiktif terkait pekerjaan jasa konsultasi kepada perusahaan Windi Purnama yakni PT Multimedia Berdikari Sejahtera.
Adapun, pengiriman melalui order fiktif itu dilakukan dua kali. Perinciannya, PT Aplikasinusa Lintasarta mengirimkan pembayaran pertama sebesar Rp3,2 miliar pada (30/4/2021. Selanjutnya, pembayaran Rp3,2 miliar dilakukan pada (17/9/2021).
“Atas pembayaran PO fiktif tersebut, saksi Windi Purnama menyerahkan uang sebesar Rp 6 miliar kepada terdakwa Samuel melalui saksi Irwan Hermawan secara tunai,” tuturnya.
Adapun, JPU mengemukakan bahwa uang yang diterima Semuel Abrijani telah digunakan untuk kegiatan renovasi rumah di Cireunde, Tangerang Selatan.
“Bahwa uang yang diterima oleh terdakwa Samuel Pangerapan sebesar Rp6 miliar digunakan untuk kegiatan renovasi rumah terdakwa Samuel yang berada di Taman Bali View, Cirendeu dan juga digunakan sebagai uang operasional pribadi,” pungkas JPU.
Atas perbuatannya itu, Semuel didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 18 ayat (1) jo. Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
-

KPK Tetapkan Tiga Tersangka Baru Kasus OTT Bupati Koltim
GELORA.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan telah menetapkan tiga orang tersangka baru pengembangan perkara yang menjerat Bupati Kolaka Timur (Koltim) Abd Azis.
Jurubicara KPK Budi Prasetyo mengatakan tim penyidik masih menelusuri peran pihak-pihak lainnya dalam perkara ini.
“Benar, penyidik masih terus melakukan pengembangan, menelusuri peran pihak-pihak lainnya dalam pengadaan RS ini,” kata Budi kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 6 November 2025.
Namun demikian, ia belum mengungkapkan identitas para pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Berdasarkan informasi yang diperoleh redaksi, Rabu, 5 November 2025, sebanyak 3 orang telah ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. KPK disebut telah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) untuk ketiga tersangka tersebut pada Jumat, 31 Oktober 2025.
Ketiga orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka baru, yakni Hendrik Permana selaku Ketua Tim Kerja Sarana Prasarana Alat Labkesmas Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Yasin selaku PNS Bappenda Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara yang juga merupakan orang kepercayaan Abd Azis, dan Aswin Griksa Fitranto selaku Direktur Utama PT Griksa Cipta.
Tersangka Hendrik diduga menerima suap mencapai Rp1,5 miliar.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan 5 orang tersangka yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Agustus 2025, yakni Abd Azis selaku Bupati Koltim, Andi Lukman Hakim selaku PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD, Ageng Dermanto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pembangunan RSUD di Koltim, Deddy Karnady dari PT Pilar Cerdas Putra (PCP), dan Arif Rahman dari KSO PT PCP.
Sementara untuk dua orang pihak pemberi suap, yakni Deddy Karnady dan Arif Rahman sudah menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kendari sejak 29 Oktober 2025.
-

Daftar Gubernur Riau yang Terjerat Kasus Korupsi, Terbaru Abdul Wahid
Bisnis.com, JAKARTA — Abdul Wahid kini resmi menjadi Gubernur Riau yang keempat tersandung kasus korupsi. Hal ini menambah daftar kasus rasuah yang dilakukan Kepala Daerah Provinsi Riau.
Abdul Wahid bersama Kepala Dinas PUPR PKPP M. Arief Setiawan dan Tenaga Ahli Gubernur Dani M.Nursalam ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (5/11/2025) terkait kasus pemerasan di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau.
“Kami menyampaikan rasa keprihatinan kita bersama. Sebab, upaya penindakan atas dugaan tindak pidana korupsi ini merupakan kali keempat yang terjadi di wilayah Provinsi Riau, ” kata Wakil Ketua Johanis Tanak dalam konferensi pers, Rabu (5/11/2025).
Sebelum Abdul Wahid, KPK juga mencatat tiga Gubernur Riau yang melakukan tindak pidana korupsi, berikut rinciannya:
1. Saleh Djasit
Saleh merupakan Gubernur Riau periode 1998-2003 yang perdana melakukan tindak pidana korupsi terkait mark-up pengadaan 20 mobil pemadam kebakaran menjadi Rp15,2 miliar. Uang tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2003.
Proses hukum berlangsung pada tahun 2007 sampai 2008. Politikus Golkar itu terbukti merugikan negara sebesar Rp5,6 miliar. Dia divonis 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan.
Dia merupakan purnawirawan perwira TNI AD dengan pangkat akhir Letnan Jenderal. Dia juga pernah menjadi Danrem dan Pangkostrad.
2. Rusli Zainal
Rusli Zainal menjabat dua kali periode sejak 2003 hingga 2013. Kader Partai Golkar ini melakukan korupsi terkait gratifikasi untuk menerbitkan izin pemanfaatan hutan tanaman industri kepada 12 perusahaan.
Kasus kedua adalah suap proyek pembangunan infrastruktur untuk penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII di Riau. Dia divonis 14 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, adapun atas kedua perkara tersebut negara rugi Rp265 miliar.
Sebelum menjadi gubernur, Rusli pernah menjabat sebagai Wakil Bupati Indragiri Hilir (1991-2001) dan setelahnya menjadi Bupati hingga 2003.
3. Annas Maamun
Gubernur Riau periode 2014-2019 melakukan korupsi suap dan gratifikasi terkait alih fungsi lahan hutan di Provinsi Riau. Dia menerima suap dari pengusaha agar merubah kebijakan status lahan perusahaan yang tercantum dalam Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Riau.
Kasus yang terjadi pada 2014 tak lama dari dirinya dilantik sebagai Kepala Provinsi Riau. Pada tahun 2015, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta (subsider 6 bulan kurungan). Lalu, Mahkamah Agung memperberat hukuman menjadi 7 tahun penjara setelah jaksa mengajukan kasasi.
Namun Annas memperoleh Grasi dari Presiden ke-7 Jokowi pada tahun 2019. Meski begitu, pada 2022, Annas kembali terjerat ditangkap KPK karena kasus suap anggota DPRD Riau terkait pengesahan APBD 2014-2015. Dia divonis 1 tahun penjara.
Annas pernah menjabat sebagai Wakil Bupati Rokan Hilir periode 1999-2004 kemudian menjadi Bupati Rokan Hilir sampai 2014.
-

Sosok Khamozaro Waruwu, Hakim yang Rumahnya Terbakar Pernah Minta Bobby Dihadirkan Sidang Korupsi
GELORA.CO – Sosok Khamozaro Waruwu, Hakim PN Medan yang rumahnya mengalami kebakaran, Selasa (4/11/2025) kemarin pernah memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) untuk menghadirkan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution pada sidang korupsi jalan di Sumut.
Saat itu, Khamozaro Waruwu memimpin sidang dugaan korupsi proyek jalan di Dinas Pekerjaan Umum Tata Ruang Sumut dengan terdakwa Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun selaku Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, serta Rayhan Dulasmi sebagai Direktur PT Rona Mora Muhammad.
Kala mengadili para terdakwa tersebut, Khamozaro Waruwu merasa curiga dengan Peraturan Gubernur tentang pergeseran anggaran dari sejumlah dinas di Pemprov Sumut ke Dinas PUPR provinsi.
Sehingga, Khamozaro Waruwu meminta agar jaksa menghadirkan mantu Presiden ke 7 RI tersebut ke persidangan.
Selain meminta menghadirkan Bobby Nasution, Khamozaro Waruwu juga sempat meminta agar Pj Sekda Muhammad Haldun ikut dihadirkan.
Saat ini, kasus korupsi jalan di Sumut masih bergulir di Pengadilan Tipikor Medan.
Khamozaro Waruwu menegaskan dirinya tidak akan pernah mundur dalam menjalankan tugas.
“Sama pimpinan di kantor saya bilang, saya tak pernah mundur dalam menjalani tugas dengan segala tantangan,” ujar Khamozaro saat diwawancarai di depan rumahnya, Jalan Pasar II, Komplek Taman Harapan Indah, Lingkungan XIII, Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan.
Ia mengatakan, perkara besar yang saat ini ditangani merupakan sebuah tantangan dalam pekerjaan.
“Ini adalah sebuah tantangan dan Tuhan pakai agar kami lebih kuat lagi. Hidup ini hanya sebentar, tetapi hidup kita harus berarti, itu jauh lebih penting,” tuturnya.
Sosok Khamozaro Waruwu
Khamozaro Waruwu adalah seorang hakim yang saat ini bertugas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan.
Ia saat ini ditunjuk sebagai hakim ketua yang menangani perkara korupsi proyek jalan di Sumatera Utara (Sumut), yang menjerat Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Ginting.
Sebelum bertugas di PN Tipikor Medan, Khamozaro Waruwu pernah bertugas sebagai Ketua Pengadilan Negeri Gunung Sitoli, Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2014.
Kemudian, Khamozaro Waruwu juga pernah menjadi Ketua Pengadilan Negeri Rantau Prapat di Kabupaten Labuhanbatu pada 2018, serta Wakil Ketua Pengadilan Negeri Banyuwangi, Jawa Timur pada Februari 2021.
Pada 4 November 2025, rumah Khamozaro Waruwu di Jalan Pasar II, Komplek Taman Harapan Indah, Lingkungan XIII, Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan kebakaran.
Belum diketahui darimana sumber api.
Namun, sebelum kebakaran terjadi, rumah tersebut dalam keadaan kosong.
Kronologis Kebakaran
Kebakaran rumah hakim Khamozaro Waruwu di Komplek Taman Harapan Indah, Medan Selayang, Medan terjadi sekira pukul 10.30 WIB.
Saat kejadian, tidak ada orang di dalam rumah.
Istri Khamozaro baru 20 menit meninggalkan rumah ketika kebakaran terjadi.
Api diduga bermula dari kamar tidur utama dan sebagian dapur.
Kebakaran menghanguskan kamar tidur utama, pakaian, perabotan, dokumen penting termasuk dokumen kepegawaian dan perhiasan milik keluarga.
Api berhasil dipadamkan sekitar pukul 11.18 WIB oleh petugas pemadam kebakaran yang dibantu warga sekitar.
Saat kejadian, Khamozaro sedang memimpin sidang.
Ia mendapat kabar kebakaran dari tetangga melalui panggilan telepon yang tidak sempat dijawabnya karena sedang memimpin sidang.
Setelah mengirim pesan singkat, Khamozaro segera menutup sidang dan menuju rumah dengan pengawalan petugas keamanan.
Setibanya di lokasi, rumah sudah dipadati warga dan pintu rumah sudah dijebol untuk pemadaman.
Polisi masih menyelidiki penyebab kebakaran, namun belum dapat menyimpulkan penyebabnya. Kebakaran ini terjadi di tengah penanganan kasus korupsi besar yang sedang disidangkan oleh Khamozaro, yang membuat peristiwa ini diduga sebagai tindakan teror terkait pekerjaan hakim tersebut.
Sering Ditelfon Nomor tak Dikenal
Sebelum kebakaran terjadi, hakim Khamozaro Waruwu sering mendapat telepon dari nomor tidak dikenal.
Khamo tidak tahu, siapa yang sering menghubunginya tersebut.
Namun peristiwa in i terjadi ketika ia mengadili perkara korupsi jalan di Sumut.
“Cuma sering kali mendapatkan telfon, lalu dimatikan, hanya itu saja. (Tidak ada pengancam) cuma itu sering (telfon), lalu diangkat dimatikan,” kata Khamozaro diwawancarai usai rumahnya terbakar, Selasa (4/10/2025).
Meski sering mendapat telepon dari nomor tidak dikenal, Khamaro mengaku dirinya tidak pernah mendapat ancaman.(*)
-

Dua Ketua PKBM di Pasuruan Didakwa Korupsi Dana Bantuan Pendidikan Nonformal
Pasuruan (beritajatim.com) – Dunia pendidikan di Kabupaten Pasuruan kembali tercoreng setelah dua pengelola lembaga belajar masyarakat diduga menyelewengkan dana bantuan pemerintah. Kedua terdakwa, Mohamad Najib dan Drs. Adi Purwanto, kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (4/11/2025).
Kasus ini bermula dari dugaan penyalahgunaan dana Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang semestinya digunakan untuk program pendidikan nonformal bagi warga belajar. Namun, dana tersebut diduga dialihkan untuk kepentingan pribadi oleh kedua ketua lembaga tersebut.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Pasuruan, Reza Ediputra, menyebut perbuatan kedua terdakwa menimbulkan kerugian negara dan bertentangan dengan prinsip penggunaan dana bantuan pendidikan.
“Dana bantuan pendidikan itu diselewengkan untuk keperluan pribadi, bukan untuk kegiatan PKBM sebagaimana mestinya,” ujarnya, Rabu (5/11/2025).
Dalam dakwaan disebutkan, Mohamad Najib selaku Ketua PKBM Sabilul Falah di Desa Manaruwi, Kecamatan Bangil, diduga menyelewengkan anggaran sejak 2021 hingga 2024. Sementara itu, Adi Purwanto, Ketua PKBM Budi Luhur di Desa Karangrejo, Kecamatan Gondangwetan, disangka melakukan pelanggaran serupa pada periode yang sama.
Jaksa menilai, kedua terdakwa memiliki pola penyimpangan yang hampir identik dalam pengelolaan dana bantuan tersebut. Dana yang semestinya digunakan untuk program pendidikan kesetaraan dan pelatihan masyarakat justru tidak tersalurkan sesuai peruntukannya. “Antara satu perbuatan dengan lainnya memiliki keterkaitan erat, sehingga dinilai sebagai satu perbuatan berlanjut,” tambah Reza.
Kasus yang menjerat dua ketua PKBM ini menambah panjang daftar penyimpangan dana pendidikan di Kabupaten Pasuruan. Sebelumnya, Ketua PKBM Salafiyah Kejayan, Bayu Putra Subandi, telah divonis enam tahun penjara atas kasus serupa.
Selain itu, dua terdakwa lain, yakni Erwin Setiawan selaku Ketua PKBM Riyadul Arkham Pandaan dan Nurkamto, staf Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, juga masih menunggu vonis dari majelis hakim. Rangkaian kasus ini menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap pengelolaan dana bantuan pendidikan masyarakat di tingkat daerah.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Kabupaten Pasuruan, Fery Ardianto, menegaskan komitmen pihaknya dalam menuntaskan perkara ini hingga ke akar. “Kami akan kawal seluruh proses hukum agar ada efek jera dan kepercayaan publik bisa dipulihkan,” tegasnya.
Kasus ini diharapkan menjadi momentum pembenahan tata kelola bantuan pendidikan agar dana pemerintah benar-benar dimanfaatkan untuk memberdayakan masyarakat melalui jalur pendidikan nonformal. [ada/beq]
-

Kejari Pamerkan Rp70 M Sitaan Korupsi Pengerukan Pelabuhan Tanjung Perak
Surabaya (beritajatim.com) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya memamerkan uang tunai senilai Rp70 miliar hasil sitaan dari kasus dugaan korupsi proyek pengerukan kolam Pelabuhan Tanjung Perak tahun 2023–2024. Proyek ini melibatkan PT Pelindo Regional III dan PT Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS).
“Kami melakukan penyitaan terhadap uang tunai senilai Rp70 miliar dari perkara yang saya sampaikan tadi,” ujar Kepala Kejari Tanjung Perak, Ricky Setiawan, di Surabaya, Rabu (5/11/2025).
Ricky menjelaskan, uang sitaan tersebut akan diajukan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya untuk kepentingan pembuktian perkara dan pemulihan kerugian keuangan negara (asset recovery).
“Setelah disidangkan, akan diketahui nilai pasti kerugian negara dan besaran uang pengganti yang akan dikenakan kepada para terdakwa,” katanya.
Penyidik Kejari Tanjung Perak telah memeriksa lebih dari 41 saksi dan sejumlah ahli dalam penyidikan kasus tersebut. Penggeledahan juga dilakukan di beberapa lokasi dan menemukan barang bukti berupa dokumen kontrak, dokumen elektronik, serta data dari laptop dan telepon genggam saksi.
“Setelah alat bukti terkumpul dan terjadi persesuaian antara keterangan saksi, surat, serta petunjuk, maka kami akan menentukan pihak-pihak yang dimintai pertanggungjawaban. Pengumuman tersangka akan kami sampaikan pada tahapan berikutnya,” ujar Ricky.
Ia menegaskan, seluruh proses penyidikan dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) dan arahan Jaksa Agung. Langkah tersebut juga merupakan bagian dari Program Prioritas Nasional pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka dalam memperkuat reformasi politik, hukum, birokrasi, serta pemberantasan korupsi dan narkoba.
Selain proses hukum, Kejari Tanjung Perak juga akan membantu PT Pelindo Regional III memperbaiki tata kelola perusahaan atau good corporate governance (GCG) sebagai bentuk keadilan rehabilitatif. [uci/beq]
-

Kejagung Limpahkan Klaster Kedua Tersangka Kasus Tata Kelola Minyak, Tidak Ada Riza Chalid
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melimpahkan delapan tersangka dan barang bukti atau tahap II terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Anang Supriatna delapan tersangka itu dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat.
“Kasus Pertamina hari ini telah diserahkan, tersangka dan berkas juga barang bukti dari penyidik ke penutut umum di Kejari Jakarta Pusat,” ujar Anang di Kejagung, Rabu (5/11/2025).
Dia menambahkan, klaster kedua tersangka yang dilimpahkan ini terdiri dari mantan SVP Integrated Supply Chain atau Direktur Utama PT Industri Baterai Indonesia Toto Nugroho (TN).
Kemudian, tersangka yang dilimpahkan adalah eks VP Supply dan Distribusi Kantor Pusat PT Pertamina atau eks Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution (AN); Eks Direktur Pemasaran & Niaga PT Pertamina Hanung Budya Yuktyanta (HB); dan Direktur Gas, Petrochemical & New Business, PT Pertamina International Shipping, Arif Sukmara (AS).
Selain itu, mantan VP Crude & Product Trading ISC – Kantor Pusat PT Pertamina, Dwi Sudarsono (DS); Mantan SVP Integrated Supply Chain, Hasto Wibowo (HW); mantan Business Development Manager PT Trafigura Pte. Ltd dan Senior Manager PT Trafigura Martin Haendra Nata (MHN); dan Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi, Indra Putra (IP).
Setelah dilakukan Tahap II, tim Jaksa Penuntut Umum akan segera mempersiapkan Surat Dakwaan untuk pelimpahan berkas perkara tersebut ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Nanti setelah diserahkan ke penutut umum, penuntut umum akan melakukan untuk pelimpahan ke pengadilan,” imbuh Anang.
Adapun, pelimpahan ini dilakukan tanpa adanya tersangka Riza Chalid. Sebab, Beneficial Owner (BO) PT Tangki Merak dan PT Orbit Terminal Merak itu masih belum kembali ke Indonesia.
Dalam hal ini, Anang menyatakan pihaknya belum merencanakan Riza Chalid disidangkan secara in absentia.
“Belum, sementara tetap. Itu kan terpisah. Berkasnya kan terpisah. Sementara kita masih minta, masih minta menunggu red notice dari Interpol,” pungkasnya.