Ketua PN Jaksel Masih Bungkam Soal Aliran Dana Kasus Suap Ekspor CPO
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Kejaksaan Agung
menyatakan, hingga kini Ketua
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
,
Muhammad Arif Nuryanta
(MAN) masih enggan buka suara terkait aliran dana dalam kasus dugaan suap untuk kasus pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) kepada tiga korporasi, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
“Tetapi, sekarang kan MAN juga belum bicara,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar saat konferensi pers di kawasan Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (16/4/2025).
Harli menyebutkan, berdasarkan pemeriksaan sejauh ini, baru majelis hakim yang mengakui aliran dana yang mereka terima untuk memberikan putusan ontslag kepada para terdakwa korporasi.
“Yang baru bicara itu kan baru dari majelis hakimnya. Yang menyatakan ada menerima Rp 4,5 miliar di awal untuk membaca berkas, ada menerima Rp 4,5 miliar juga, ada menerima Rp 5 miliar, ada menerima Rp 6 miliar,” jelas Harli.
Saat ini, penyidik juga masih mendalami aliran dana dan besaran uang yang diterima oleh pihak-pihak lainnya.
Dari uang suap senilai Rp 60 miliar, baru Rp 22,5 miliar yang sudah terungkap jelas, yaitu mengalir ke majelis hakim yang menangani perkara.
“Sekarang itu yang kita dalami, apakah misalnya Rp 60 miliar ini memang total diserahkan oleh AR melalui WG kepada MAN? Lalu, dia mendapat apa? Nah, keterangan-keterangan ini sekarang yang terus akan digali dari saksi-saksi yang ada,” kata Harli lagi.
Saat ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta; Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG); serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
Kemudian, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis, serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota.
Terbaru, Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merupakan pihak yang menyiapkan uang suap Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya untuk penanganan perkara ini.
Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp 60 miliar.
Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar.
Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani
kasus ekspor CPO
divonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Pengadilan TIPIKOR Jakarta
-

Kejagung Masih Usut Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur: Diam Bukan Berarti Perkara Berhenti – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan masih terus mengembangkan kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur yang menjerat tiga majelis hakim.
Meski kasus tersebut kini telah bergulir di persidangan dan ketiga terdakwa yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo bakal segera dijatuhi tuntutan, Kejagung sebut masih terus telusuri perkara tersebut.
Diketahui, Ronald Tannur adalah anak dari anggota DPR RI Fraksi PKB periode 2019-2024. Ia tersangdung kasus pembunuhan kekasihnya, dan divonis bebas Pengadilan Negeri Surabaya pada tanggal
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan, meski saat ini pihaknya terkesan senyap dalam perkara itu, namun ia memastikan penyidik masih mendalami potensi pidana lainnya di kasus tersebut.
“Perkara Surabaya sampai saat ini masih terus kami kembangkan. Ketika kami diam tidak berarti perkara itu berhenti,” jelas Qohar dalam konferensi pers, Selasa (15/4/2025) malam.
Qohar menjelaskan, senyapnya pergerakan penyidik itu lantaran pengembangan kasus itu masih dalam tahap penyelidikan.
Sehingga pihaknya belum bisa membeberkan secara gamblang apa yang saat ini tengah dilakukan dalam penanganan perkara suap tersebut.
“Sudah barang tentu kalau penyelidikan tidak mungkin, saya ulang, tidak mungkin di publish. Justru penyelidikan itu kita namanya aja penyelidikan ya kita pasti lakukan secara diam, diam bukan berarti berhenti,” katanya.
“Ini tolong dipahami, karena belum pro justicia, kalau penyelidikan itu diungkap yang mau diselidiki pasti lari, barang bukti dihilangkan,” ucapnya.
Kronologi Kasus Suap Vonis bebas Anak Anggota DPR
SIDANG TUNTUTAN – Sidang pembacaan tuntutan kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur terhadap tiga terdakwa Hakim non aktif PN Surabaya ditunda, Selasa (22/4/2025) pekan depan. Ditundanya sidang tersebut karena Jaksa Penuntut Umum belum siap dengan berkas tunutannya. (Tribunnews.com/ Fahmi Ramadhan)
Gregorius Ronald Tannur adalah anak dari Edward Tannur, seorang anggota DPR RI dari Fraksi PKB periode 2019–2024.
Pada 24 Juli 2024, Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas Ronald Tannur atas dakwaan penganiayaan kekasihnya, Dini Sera Afriyanti, yang menyebabkan kematian korban.
Namun, pada 22 Oktober 2024, Mahkamah Agung membatalkan vonis bebas tersebut dan menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara kepada Ronald Tannur atas pelanggaran Pasal 351 ayat (3) KUHP.
Bersamaan itu, Kejagung melakukan pengungkapan kasus dugaan praktik suap di balik vonis bebas Ronald Tannur oleh majelis hakim PN Surabaya.
Dalam pengungkapan kasus yang disertai operasi tangkap tangan (OTT), Kejagung akhirnya menetapkan 7 orang sebagai tersangka kasus dugaan suap vonis bebas Robald Tannur.
Tiga orang adalah majelis hakim PN Surabaya yang memberikan vonis bebas dan berperan sebagai penerima suap yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo.
Lalu Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono selaku penerima suap dan memilih majelis hakim.
Kemudian pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat dan ibunda Ronald Tannur Meirizka Widjaja, selaku pemberi suap.
Penyidikan mengungkap aliran uang senilai Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu (setara Rp 3,67 miliar) dari Lisa kepada para hakim. Rincian penerimaan masing-masing hakim Erintuah sebesar Rp 97,5 juta, SGD 32 ribu, dan RM 35.992.
Sementara, uang yang diterima Mangapul sebesar Rp 21,4 juta, USD 2 ribu, dan SGD6 ribu. Heru Hanindyo sebesar Rp 104,5 juta, USD 18.400, SGD19.100 , ¥ 100 ribu, € 6 ribu, dan SR 21.715.
Sedangkan satu tersangka lain yakni mantan pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar ditetapkan sebagai tersangka kasus pemufakatan jahat berupa suap.
SIDANG PERDANA – Eks Petinggi Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar, ibu pelaku pembunuhan Gregorius Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, dan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat akan menjalani sidang perdana kasus suap di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Senin (10/2/2025) sekitar pukul 09.00 WIB. (Kolase Tribunnews)
Zarof disebut berperan mengondisikan agar Ronald Tannur divonis bebas dalam tahap kasasi atas permintaan dari Lisa Rachmat.
Ketujuh orang yang kini sudah berstatus sebagai terdakwa dan menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Khusus tiga Hakim PN Surabaya, tahapan sidang ketiganya bahkan bakal memasuki agenda pembacaan tuntutan pada Selasa (22/4/2025) mendatang setelah sempat tertunda pada Selasa (15/4/2025) kemarin.
-

SOSOK Ary Bakri, Pengatur Suap CPO Dikenal Arogan Tapi Pelit Saat Diminta THR, Punya Istana Mewah
TRIBUNJAKARTA.COM – Nama Ariyanto Bakri atau Ary Bakri mendadak geger setelah ikut terjerat dalam skandal suap terkait vonis lepas kasus korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Ary Bakri merupakan Kuasa Hukum Korporasi CPO yang kini statusnya ditangkap dan menjadi tersangka yang diumumkan oleh Kejaksaan Agung.
Saat ditangkap dan dilakukan penggeledahan, Ary Bakri memiliki barang-barang mewah, puluhan motor gede (moge), mobil mewah, sepeda mahal hingga uang tunai dalam jumlah fantastis.
Ia juga mempunyai istana rumah yang megah.
Sosoknya pun dikenal bukan orang yang ramah kepada warga dan petugas keamanan setempat.
Hal itu diketahui setelah wartawan Tribun Network melakukan penelusuran di sekitar rumahnya, pada Selasa (15/4/2025).
Rumah mewah dimiliki Ary Bakri di Jalan Kikir nomor 26, Kayu Putih, Pulo Gadung, Jakarta Timur.
Dari penelusuran yang sudah dilakukan, rumah pribadi Ary Bakri itu bak seperti istana.
Rencana Gubernur Pramono menggelar Silaturahride bersama ratusan pesepeda dapat kecaman. Rombongan pesepeda dijadwalkan melintasi JLNT Casablanca.
Rumah tiga lantai seluas 20 x 8 meter persegi milik Ary Bakri, berdiri megah di antara rumah-rumah tetangga yang jauh lebih sederhana.
Tampak dari depan, rumah Ary Bakri ditutupi oleh tanaman rambah yang menjulang dari atas hingga bawah.
Dinding rumahnya juga dihiasi oleh batu alam dan beberapa jendela pada lantai dua dan tiga.
Pagar setinggi dua meter berwarna putih juga menutup garasi rumahnya.
SUAP VONIS LEPAS – Suasana rumah tersangka pengacara Ariyanto Bakrie atau Ary Bakri yang terlibat dalam kasus suap perkara ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Jalan Kikir No. 26, RT 01 RW 04, Kayu Putih, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Selasa (15/4/2025). Dari rumah ini, Kejakasaan Agung (Kejagung) menyita 3 unit mobil yang terdiri dari 1 mobil merk Toyota Land Cruiser dan 2 unit mobil Land Rover, 21 unit sepeda motor dan 7 unit sepeda serta uang dollar Singapura. (Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda)
Tulisan ‘Lawyer Garage, Kikir 26’ pun sebagai penanda kediaman Ary Bakri.
Namun, siapa sangka pada Sabtu hingga Minggu kemarin, tim Kejagung menyita tiga mobil mewah – sebuah Toyota Land Cruiser dan dua unit Land Rover – serta 21 motor gede (moge) yang biasa terparkir di garasi pribadinya.
Tak hanya itu, sejumlah uang tunai dalam pecahan dollar Singapura juga disita, memperlihatkan betapa besar suap yang terlibat dalam perkara ini.
Kini kehidupan dan sikap asli dari Ary Bakri pun terkuak.
Tetangga serta petugas keamanan (satpam) yang berjaga di kompleks rumahnya itu memberikan kesaksian yang kurang mengenakan.
Sosok Ary Bakri dikenal sebagai pribadi yang arogan serta kurang ramah kepada tetangganya.
Berdasarkan pengakuan seorang petugas keamanan yang enggan diungkap identitasnya, Ary Bakri kerap bersikap kurang baik saat masuk kompleks.
Bahkan, ia sering melaju kencang dengan mobil mewahnya tanpa peduli lingkungan yang ramai.
“Pak Ary sama anak buahnya, ngebut masuk kompleks, pakai mobil mewahnya. Padahal di sini banyak warga, takut ada yang nyebrang anak-anak,” ujarnya dikutip dari Tribunnews, Rabu (16/4/2025).
Sosok pengacara Ariyanto Bakrie atau Ary Bakri yang terlibat dalam kasus suap perkara ekspor Crude Palm Oil (CPO). Ini kondisi rumahnya di Jalan Kikir No. 26, RT 01 RW 04, Kayu Putih, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Selasa (15/4/2025). Dari rumah ini, Kejakasaan Agung (Kejagung) menyita 3 unit mobil yang terdiri dari 1 mobil merk Toyota Land Cruiser dan 2 unit mobil Land Rover, 21 unit sepeda motor dan 7 unit sepeda serta uang dollar Singapura. (Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda/Instagram @arybakri)
Selain itu, tak ada keramahan ditunjukkan Ary Bakri kepada petugas keamanan yang berjaga.
“Enggak ada senyumnya, enggak ada sapanya,” sambung dia.
Hal lain yang tak terlupakan saat momen lebaran tahun ini.
Petugas keamanan sempat dibentak oleh Ary Bakri lantaran menyampaikan surat iuran, melalui sopirnya.
“Dibentak-bentak keamanan di sini, ‘jagoan minta-minta THR’,“ ungkap petugas itu menceritakan momen tersebut.
Selain dari petugas keamanan, pengakuan lainnya pun diungkap seorang warga.
Para tetangga pun kaget mendengar Ary Bakri terseret dalam suap CPO.
“Disini warga pada bertanya-tanya, Pak Ary korupsi? Pak Ary Korupsi? Mobil sama motornya disita,” ujar salah seorang warga itu.
Ary Bakri Punya Istana Mewah di Pusat Kota Jakarta
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Ary Bakri mempunyai rumah mewah lainnya di kawasan elit Menteng, Jakarta Pusat.
Rumah berlantai tiga ini, yang kerap dipamerkan di akun media sosialnya, ternyata menyimpan koleksi mobil mewah yang tak lagi terlihat pasca-penggeledahan.
Tribunnews pun menelusuri keberadaan rumah tersebut. Didapati, rumah tersebut berada di Jalan Mendut No 11D, Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat.
Rumah yang kerap diunggah oleh Ary Bakri ini berada di huk, dengan tiga (lantai).
Nuansa putih dengan tembok bagian depan berhias keramik batu alam menghiasi rumah itu dari depan. Ada hiasan Candi juga terlihat berada di dalam rumah.
Terlihat, tak ada aktivitas yang mencolok dari lingkungan rumah. Hanya terlihat 2 orang penjaga rumah yang sedang berada di halaman teras. 1 pria dan 1 wanita.
Wanita yang mengenakan baju merah terus mengawasi setiap tamu maupun orang-orang yang lewat di depan rumah.
Mereka terlihat duduk di kursi persis di depan pintu gerbang utama.
Sesekali, mereka ikut mengajak main dan mengawasi anjing berwarna putih.
Sementara, tidak terlihat lagi jejeran mobil mewah yang terparkir di rumah mewah tersebut. Padahal, Ary Bakri kerap mengunggah mobil mewah miliknya di rumah tersebut.
Terlihat hanya ada aktivitas penjaga rumah yang keluar masuk dan membukakan pintu saat pekerja lainnya hendak masuk ke dalam rumah.
(TribunJakarta/Tribunnews)
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.
Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
-

Bisa-bisanya Makelar Zarof Dapat Rp 1 T tapi Cuma Lapor Karangan Bunga
Jakarta –
Kabar baru kembali datang dari Zarof Ricar. Tipu muslihat sang makelar kasus di Mahkamah Agung (MA) dalam menyembunyikan harta ilegalnya satu per satu dikuliti jaksa.
Zarof merupakan pejabat di MA yang selazimnya melaporkan dugaan penerimaan korupsi sebagai bentuk itikad baik seorang penyelenggara negara. Namun, selama 10 tahun menjadi pejabat MA, Zarof hanya melaporkan gratifikasi sebanyak satu kali.
Pelaporan Gratifikasi Karangan Bunga Rp 35,5 Juta
Hal itu disampaikan Indira Malik saat dihadirkan sebagai saksi kasus suap vonis bebas Ronald Tannur di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (14/4/2025). Duduk sebagai terdakwa dalam sidang ini, Zarof Ricar.
Jaksa membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Indira yang menerangkan laporan gratifikasi Zarof pada 2018. Laporan gratifikasi itu berupa penerimaan karangan bunga senilai Rp 35,5 juta saat pernikahan putra Zarof.
“Di dalam BAP saksi sampaikan di dalam poin 14, ada penyebutan gratifikasi Saudara Zarof Ricar periode pada tahun 2018 berupa karangan bunga senilai Rp 35.500.000 yang diberikan tamu undangan pada acara pernikahan putra Zarof Ricar yaitu Ronny Bara Pratama dengan Nydia Astari pada tanggal 30 Maret 2018 di Hotel Bidakara Jakarta. Ini berdasarkan hasil analisis, begitu?” tanya jaksa.
“Analisis-analis yang ada di Direktorat Gratifikasi pada waktu itu,” jawab Indira.
Indira mengatakan penerimaan karangan bunga itu belum melewati batas. Dia mengatakan penerimaan itu tidak dianggap sebagai suap.
“Dari hasil analisa laporan gratifikasi ini tindak lanjut dari laporan ini seperti apa?” tanya jaksa.
“Karena penerimaan itu masih dalam batas yang diperkenankan, jadi tidak ada penerimaan itu yang ditetapkan sebagai milik negara atau yang dianggap suap,” jawab Indira.
Jaksa kembali mendalami laporan gratifikasi yang pernah dilakukan Zarof dalam periode 2012-2022. Indira mengatakan Zarof hanya melaporkan penerimaan gratifikasi berupa karangan bunga Rp 35,5 juta tersebut.
“Tadi saksi kan menerangkan terkait adanya data laporan gratifikasi periode 2012 sampai dengan 2022 untuk atas nama terdakwa hanya ada yang satu laporan penerimaan aja gratifikasi ya?” tanya jaksa.
“Iya,” jawab Indira.
“Selebihnya nggak ada ya? termasuk uang tunai dalam pecahan mata uang rupiah, dolar Singapura, dolar Amerika, Euro, dolar Hong Kong, dan logam mulia emas juga tidak pernah ada laporan terkait itu ya?” tanya jaksa.
“Belum ada,” jawab Indira.
Terima Gratifikasi Rp 1 Triliun
Foto: Zarof Ricar (Ari Saputra/detikcom)
Sikap jujur Zarof yang ‘hanya’ melaporkan gratifikasi Rp 35,5 juta berbanding terbalik dengan akal bulusnya saat terlibat korupsi. Selama 10 tahun menjadi makelar kasus di MA, Zarof menerima gratifikasi senilai Rp 915 miliar dan emas 51 kilogram.
“Menerima gratifikasi, yaitu menerima uang tunai dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing yang dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan nilai total keseluruhan Rp 915 miliar dan emas logam mulia sebanyak 51 kg dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan pengadilan baik di tingkat pertama, banding, kasasi maupun peninjauan kembali,” kata jaksa saat membacakan dakwaan Zarof dalam sidang, Senin 10 Februari 2025.
Jika uang dan emas 51 kg yang diterima Zarof ditotal, maka jumlah gratifikasi yang diterima Zarof dalam 10 tahun terakhir berjumlah lebih dari Rp 1 triliun. Hitungan ini memakai konversi harga emas pada saat pembacaan dakwaan Rp 1.692.000 per gram, nilai 51 kg emas itu sekitar Rp 86,2 miliar.
Adapun gratifikasi itu diterima Zarof sejak tahun 2012 hingga Februari 2022 atau sekitar 10 tahun. Selama bekerja di Ma, Zarof pernah menjabat sebagai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung atau eselon II a periode 30 Agustus 2006 sampai 1 September 2014.
Jabatan Zarof lalu meningkat di Oktober 2014 hingga Juli 2017. Dia menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI eselon II a.
Zarof Ricar kemudian menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan hukum dan peradilan Mahkamah Agung eselon I a periode Agustus 2017 sampai 1 Februari 2022. Jaksa menyebut jabatan-jabatan tersebut dimanfaatkan Zarof mengurus perkara di MA.
“Bahwa dalam jabatan terdakwa tersebut maka memudahkan terdakwa untuk memiliki akses untuk bertemu dan mengenal ke berbagai lingkup pejabat hakim agung di lingkungan Mahkamah Agung termasuk ketika terdakwa menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung di mana terdakwa juga selaku Widyaiswara yang mengajar di lingkungan hakim sehingga terdakwa memiliki akses untuk bertemu dan mengenal dengan kalangan hakim di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung,” papar jaksa saat itu.
Halaman 2 dari 2
(ygs/fca)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
-

5 Anak Perusahaan Duta Palma Didakwa Rugikan Keuangan Negara Rp4,7 Triliun
loading…
PT Duta Palma Group melalui lima anak perusahaannya didakwa merugikan keuangan negara Rp4.798.706.951.640 (Rp4,7 triliun) dan USD7.885.857,36. Foto/Nur Khabibi
JAKARTA – PT Duta Palma Group melalui lima anak perusahaannya didakwa merugikan keuangan negara Rp4.798.706.951.640 (Rp4,7 triliun) dan USD7.885.857,36 dalam kasus dugaan korupsi serta tindak pidana pencucian uang pengolahan sawit di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau pada tahun 2004-2022. Lima anak perusahaan Duta Palma Group yang dimaksud adalah PT Palma Satu, PT Seberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, dan PT Kencana Amal Tani.
“Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan Keuangan Negara sebesar Rp4.798.706.951.640 dan USD7.885.857,36,” kata Jaksa membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (15/4/2025).
Jaksa menyebutkan, jumlah tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Kegiatan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit yang dilakukan oleh Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu sebagaimana Laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03/SR/657/D5/01/2022 Tanggal 25 Agustus 2022.
Jaksa menjelaskan, kelima terdakwa korporasi itu melalui Surya Darmadi selaku bos Duta Palma Group melakukan pertemuan dengan Bupati Indragiri Hulu H. Raja Thamsir Rachman. Pertemuan tersebut guna pembukaan lahan lima korporasi itu dapat disetujui oleh bupati untuk melakukan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit meski diketahui lahan yang dimohonkan berada dalam kawasan hutan.
“Meskipun tidak memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) telah diberikan Izin Usaha Perkebunan (IUP) kelapa sawit oleh Raja Thamsir Rachman, padahal diketahui bahwa lahan yang diberikan izin tersebut berada dalam kawasan hutan,” ujarnya.
Lima korporasi tersebut dalam melaksanakan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan walaupun diberikan izin usaha perkebunan tetapi tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan, sehingga negara tidak memperoleh haknya berupa pendapatan dari pembayaran Dana Reboisasi (DR), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Sewa Penggunaan Kawasan Hutan.
“Secara tanpa hak telah melaksanakan usaha perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan yang mengakibatkan rusaknya kawasan hutan dan perubahan fungsi hutan,” ucapnya.
Dalam praktiknya, lima perusahaan itu juga tidak mengikutsertakan masyarakat petani perkebunan sebagaimana dipersyaratkan dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 357/Kpts/HK.350/5/2002 serta tidak membangun kebun untuk masyarakat paling rendah seluas 20%.
Selain itu, untuk pencucian uang diduga telah dilakukan penempatan dana dalam bentuk pembagian dividen, pembayaran utang pemegang saham, penyetoran modal, dan transfer dana kepada PT Asset Pacific, PT Monterado Mas, PT Alfa Ledo, dan ke perusahaan afiliasi lainnya yang kemudian melakukan pembelian sejumlah aset atau setidak-tidaknya menguasai aset dengan mengatasnamakan perusahaan maupun perorangan termasuk kepemilikan sejumlah uang yang bersumber dari hasil tindak pidana korupsi.
Akan hal itu, para terdakwa telah melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 20 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian, Pasal 4 Jo. Pasal 7 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(rca)
/data/photo/2025/04/13/67fb07cec1d2d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)




