Kementrian Lembaga: Pengadilan TIPIKOR Jakarta

  • 3 Hakim Vonis Bebas Ronald Tannur Dituntut 9-12 Tahun, Mengapa Tuntutan Heru Hanindyo Paling Tinggi? – Halaman all

    3 Hakim Vonis Bebas Ronald Tannur Dituntut 9-12 Tahun, Mengapa Tuntutan Heru Hanindyo Paling Tinggi? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, menggelar sidang tuntutan untuk tiga terdakwa hakim non aktif PN Surabaya Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo dalam perkara vonis bebas Ronald Tannur, Selasa (22/4/2025) 

    Dalam surat tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum, menuntut tiga terdakwa dengan hukuman penjara berbeda-beda.

    Terdakwa Erintuah Damanik dan Mangapul dituntut 9 tahun penjara serta denda sebesar Rp 750 juta.

    Sementara itu untuk terdakwa Heru Hanindyo dituntut dengan hukuman paling berat penjara selama 12 tahun. Serta denda sebesar Rp 750 juta dalam perkara tersebut.

    Dalam surat tuntutannya, jaksa menyatakan perbuatan para terdakwa telah mencederai kepercayaan masyarakat khususnya terhadap institusi lembaga peradilan.

    Sementara itu khusus untuk terdakwa Heru Hanindyo, jaksa menilai terdakwa tidak bersikap kooperatif dan tidak mengakui perbuatannya. 

    Hal itu memperberat tuntutan hukuman untuk terdakwa Heru Hanindyo.

    Adapun untuk hal-hal yang meringankan para terdakwa belum pernah dihukum.

    Jaksa dalam tuntutannya meyakini ketiga terdakwa melanggar Pasal 6 ayat 2 dan Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Sidang selanjutnya bakal digelar Selasa (20/4/2025) agenda pembelaan dari pada terdakwa dan kuasa hukumnya.

    Ditemui setelah persidangan, kuasa hukum Erintuah Damanik dan Mangapul, Philipus Harapanta Sitepu sejatinya menginginkan kliennya mendapatkan hukuman paling ringan.

    Hal itu lantaran kedua kliennya menjadi justice collaborator dalam perkara tersebut.

    “Sebagai pembela tentu kami berharap pidana minimal. Pidana minimal tadi disebutkan kan pasal 6 ayat 2, pidana minimalnya itu adalah 3 tahun,” kata Philipus kepada awak media setelah persidangan.

    Sementara itu kuasa hukum Heru Hanindiyo, Farih Romdoni mempertanyakan kliennya mendapatkan tuntutan penjara paling lama.

    Padahal kata Farih, kliennya tidak pernah menerima uang secara langsung dari Lisa Rachmat dan Erintuah.

    “Kami nanti dalam pledoi akan menunjukkan bukti bagi-bagi itu tidak pernah ada. Karena Pak Heru tidak pernah di lokasi pada saat diduga bagi-bagi uang tersebut,” jelas Farih.

    Sebelumnya, tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang vonis bebas terpidana Ronald Tannur menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (24/12/2024).

    Dalam sidang tersebut ketiga Hakim PN Surabaya yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo didakwa telah menerima suap sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308.000 atau Rp 3,6 miliar terkait kepengurusan perkara Ronald Tannur.

    Uang miliaran tersebut diterima ketiga hakim dari pengacara Lisa Rahmat dan Meirizka Wijaja yang merupakan ibu dari Ronald Tannur.

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308.000,” ucap Jaksa Penuntut Umum saat bacakan dakwaan.

    Pada dakwaannya, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menyebut bahwa uang miliaran itu diterima para terdakwa untuk menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur.

    “Kemudian terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul menjatuhkan putusan bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur dari seluruh dakwaan Penuntut Umum,” ucapnya.

    Lebih lanjut Jaksa menuturkan, bahwa uang-uang tersebut dibagi kepada ketiga dalam jumlah yang berbeda.

    Adapun Lisa dan Meirizka memberikan uang secara tunai kepada Erintuah Damanik sejumlah 48 Ribu Dollar Singapura.

    Selain itu keduanya juga memberikan uang tunai senilai 48 Ribu Dollar Singapura yang dibagi kepada ketiga hakim dengan rincian untuk Erintuah sebesar 38 Ribu Dollar Singapura serta untuk Mangapul dan Heru masing-masing sebesar 36 Ribu Dollar Singapura.

    “Dan sisanya sebesar SGD30.000 disimpan oleh Terdakwa Erintuah Damanik,” jelas Jaksa.

    Tak hanya uang diatas, Lisa dan Meirizka diketahui kembali memberikan uang tunai kepada terdakwa Heru Hanindyo sebesar Rp 1 miliar dan 120 Ribu Dollar Singapura.

    “Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili,” kata dia.

    Akibat perbuatannya itu ketiga terdakwa pun didakwa dengan dan diancam dalam Pasal 12 huruf c jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

  • Sidang Eksepsi, Duta Palma Group Sebut Dakwaan JPU Kadaluwarsa

    Sidang Eksepsi, Duta Palma Group Sebut Dakwaan JPU Kadaluwarsa

    Jakarta

    Korporasi PT Duta Palma Group mengajukan nota keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan jaksa dalam kasus dugaan korupsi dan pencucian uang kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit ilegal di Kabupaten Indragiri, Riau. Duta Palma menyebut dakwaan jaksa bersifat kadaluwarsa.

    “Berdasarkan uraian tempus delicti dalam surat dakwaan, yaitu tahun 2004 sampai dengan 2022, dikaitkan dengan ketentuan kadaluwarsa penuntutan dalam Pasal 78 ayat 1 KUHP dan pasal yang didakwakan, maka secara hukum penuntut umum tidak lagi memiliki kewenangan untuk melakukan penuntutan terhadap para terdakwa, karena tuntutan telah kadaluwarsa setelah tahun 2022,” kata kuasa hukum Duta Palma Group di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (22/4/2025).

    Kuasa hukum Duta Palma menyebut surat dakwaan jaksa tidak cermat. Dia meminta majelis hakim menyatakan surat dakwaan jaksa batal demi hukum.

    “Oleh karenanya, telah jelas dan nyata bagi Majelis Hakim Yang Mulia, memeriksa, mengadili dan mengutus perkara a quo untuk menyatakan surat dakwaan tidak dapat diterima,” ujarnya.

    Dia juga menyoroti kewenangan Pengadaan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa perkara ini. Menurutnya, dakwaan kerugian negara senilai Rp 73 triliun merupakan asumsi perhitungan atas kerusakan lingkungan.

    “Bahwa kerugian perkomunian negara dalam perspektif korupsi yang didalilkan jaksa penuntut umum pada surat dakwaan primer dan subsider, tindak pidana korupsi sebesar Rp 73.920.690.300.000 ternyata merupakan konversi dari asumsi perhitungan kerusakan tanah dan ekologis, serta biaya pemulihan lingkungan,” ujarnya.

    “Bahwa dengan demikian, karena perkara a quo merupakan perkara lingkungan hidup, maka berdasarkan Pasal 4 ayat 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup,” ujarnya.

    “Yang menentukan perkara lingkungan hidup sebagaimana dimaksud ayat 1 diadili oleh Majelis Lingkungan Hidup, atau minimal salah seorang majelis yang merupakan hakim perkara lingkungan hidup, haruslah diperiksa dan diputus oleh majelis hakim perkara lingkungan hidup,” imbuhnya.

    “Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp 4.798.706.951.640,00 dan USD7.885.857,36 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut,” ujar jaksa Bertinus Haryadi Nugroho saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (15/4).

    Jaksa mengatakan kerugian negara disebabkan oleh perbuatan melawan hukum berupa korupsi dan pencucian uang yang dilakukan Duta Palma Group, yang meliputi PT Palma Satu, PT Seberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Kencana Amal Tani, PT Darmex Plantations, dan PT Asset Pacific. Sementara TPPU dilakukan dengan cara mengirimkan uang hasil korupsi ke PT Darmex Plantations sebagai holding perusahaan perkebunan di Riau milik Surya Darmadi.

    Jaksa mengatakan dana tersebut selanjutnya dipergunakan oleh PT Darmex Plantations antara lain untuk penempatan dana dalam bentuk pembagian dividen, pembayaran utang pemegang saham, penyetoran modal. Kemudian, transfer dana ke PT Asset Pacific, PT Monterado Mas, PT Alfa Ledo, dan perusahaan afiliasi lainnya.

    Dari transfer dana itu, kata jaksa, para perusahaan kemudian melakukan pembelian sejumlah aset atau setidak-tidaknya menguasai aset dengan mengatasnamakan perusahaan maupun perorangan, termasuk kepemilikan sejumlah uang yang bersumber dari hasil korupsi yang ditempatkan pada PT Darmex Plantations, PT Asset Pacific dan perusahaan terafiliasi lain serta perorangan. Jaksa mengatakan hal itu bertujuan untuk menyamarkan asal usul uang hasil kejahatan.

    Jaksa mengatakan perbuatan ini juga merugikan perekonomian negara Rp 73,9 triliun berdasarkan Laporan Lembaga Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada tanggal 24 Agustus 2022. Kerugian ini terdiri dari kerugian rumah tangga dan dunia usaha.

    “Juga merugikan perekonomian negara yaitu sebesar Rp 73.920.690.300.000 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut berdasarkan,” ujarnya.

    Dalam kasus ini, PT Palma Satu, PT Seberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, dan PT Kencana Amal Tani diwakili oleh Tovariga Triaginta Ginting selaku direktur kelima perusahan. Sementara PT Darmex Plantations dan PT Asset Pacific diwakili oleh Surya Darmadi selaku pemilik manfaat kedua perusahaan.

    PT Duta Palma Group didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 20 juncto Pasal 18 UU Tipikor dan Pasal 3 atau Pasal 4 juncto Pasal 7 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    (mib/wnv)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Bebaskan Ronald Tannur, Hakim Erintuah Dituntut 9 Tahun Penjara

    Bebaskan Ronald Tannur, Hakim Erintuah Dituntut 9 Tahun Penjara

    Jakarta, Beritasatu.com – Erintuah Damanik, ketua majelis hakim yang memutus bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur dalam kasus kematian Dini Sera, akhirnya dituntut 9 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU). Tuntutan ini dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Selasa (22/4/2025).

    Jaksa menyatakan Erintuah terbukti menerima suap dan gratifikasi sebagai imbalan atas vonis bebas Ronald Tannur, yang sebelumnya terseret dalam kasus kematian Dini Sera.

    Dalam tuntutannya, jaksa menegaskan Erintuah telah melanggar Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 9 tahun,” kata jaksa di hadapan majelis hakim.

    Selain pidana penjara, jaksa juga menuntut Erintuah untuk membayar denda sebesar Rp 750 juta. Apabila tidak dibayarkan, denda tersebut akan diganti dengan hukuman tambahan selama 6 bulan kurungan terkait kasus suap vonis Ronald Tannur.

    Dalam perkara ini, Erintuah Damanik tidak sendirian. Jaksa mendakwa dua hakim pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, yaitu Heru Hanindyo dan Mangapul. Dalam dakwaan, mereka menerima suap sebesar Rp 1 miliar serta 308.000 dolar Singapur setara dengan Rp 3,6 miliar, dari pihak yang berkepentingan dengan vonis bebas Ronald Tannur.

    Ketiganya diduga kuat memanfaatkan jabatan untuk mengatur hasil sidang yang berpihak kepada terdakwa, dengan imbalan sejumlah uang tunai. Vonis bebas Ronald Tannur sebelumnya memicu kemarahan publik, terutama keluarga korban Dini Sera, yang menduga ada permainan hukum dalam persidangan.

    Kasus suap vonis Ronald Tannur menambah daftar panjang dugaan praktik mafia peradilan di Indonesia dan menjadi perhatian publik atas integritas sistem hukum di Tanah Air.

  • 3 Hakim PN Surabaya Pembebas Ronald Tannur Dituntut 9-12 Tahun Penjara, Heru Hanindyo Paling Berat – Halaman all

    3 Hakim PN Surabaya Pembebas Ronald Tannur Dituntut 9-12 Tahun Penjara, Heru Hanindyo Paling Berat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang memvonis bebas terdakwa Ronald Tannur dituntut 9 hingga 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

    Tiga hakim itu diduga menerima suap miliaran rupiah untuk mempengaruhi putusan.

    JPU menyatakan ketiga hakim Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul telah menerima suap dan gratifikasi dalam menjatuhkan putusan bebas kepada terdakwa Ronald Tannur dalam kasus kematian Dini Sera Afrianti, mantan kekasihnya.

    “Menjatuhkan pidana penjara selama 9 tahun kepada terdakwa Erintuah Damanik,” kata jaksa dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (22/4/2025). 

    Jaksa juga menuntut agar Erintuah dijatuhi denda Rp750 juta, dengan subsider enam bulan kurungan jika tidak dibayar.

    Sementara Heru Hanindyo dituntut hukuman paling berat yakni 12 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider enam bulan kurungan.

    Adapun hakim Mangapul dituntut 9 tahun penjara dan denda serupa.

    Heru Hanindyo Dituntut Paling Tinggi

    Heru Hanindyo, Hakim Pengadilan Negeri Surabaya terdakwa vonis bebas Ronald Tannur dituntut hukuman paling berat.

    Heru Hanindyo diketahui dituntut Jaksa penuntut Umum dengan pidana penjara selama 12 tahun.

    Ia dituntut hukuman tinggi karena dinilai paling tidak kooperatif dibanding dua rekannya yang juga menjadi terdakwa dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi yakni Erintuah Damanik dan Mangapul.

    Jaksa menilai Heru tidak menunjukkan sikap kooperatif selama proses hukum dan tidak mengakui perbuatannya.

    Selain itu, perbuatannya disebut mencederai kepercayaan publik terhadap institusi peradilan.

    “Terdakwa tidak bersikap kooperatif dan tidak mengakui perbuatannya,” kata jaksa dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (22/4/2025).

    Heru juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 750 juta, dengan ketentuan subsider enam bulan penjara jika tidak dibayar.

    Satu-satunya hal yang meringankan tuntutan terhadap Heru, adalah karena ia belum pernah dihukum sebelumnya.

    Dua hakim lainnya, Erintuah Damanik dan Mangapul, masing-masing dituntut pidana penjara 9 tahun dengan denda Rp 750 juta subsider enam bulan.

    Keduanya juga menjadi bagian dari majelis hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur.

    Ingin Tobat

    Kuasa hukum dua hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Philipus Harapanta Sitepu, berharap tuntutan untuk kliennya, Erintuah Damanik dan Mangapul, jauh lebih ringan.

    Diketahui, dalam sidang pembacaan tuntutan di PN Jakarta Pusat (Jakpus), Selasa (22/4/2025), keduanya dijatuhi tuntutan 9 tahun penjara.

    Berbeda dengan hakim Heru Hanindyo yang dijatuhi tuntutan lebih besar yakni 12 tahun penjara. 

    “Kami mengharapkan tadinya, dengan sudah mengajukan justice kolaborator, kami berharap lebih ringan daripada itu,” kata Philipus di PN Jakpus usai sidang tuntutan. 

    Philipus menegaskan, perkara ini bisa berjalan karena keterangan dari Erintuah dan Mangapul.

    Menurutnya, kejujuran dan itikad baik keduanya menjadi faktor penting dalam pengungkapan kasus.

    Ia juga berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan hal-hal yang meringankan saat menjatuhkan putusan. 

    Apalagi, kata dia, keduanya dinilai kooperatif, membantu pembuktian perkara lain, serta sudah mengembalikan uang hasil korupsi.

    Philipus juga menyampaikan ihwal kliennya telah menunjukkan itikad baik dengan mengembalikan uang yang mereka terima terkait perkara ini. 

    Erintuah Damanik diketahui telah mengembalikan 115 ribu Dolar Singapura, sementara Mangapul mengembalikan 36 ribu Dolar Singapura. 

    Uang tersebut merupakan bagian dari dugaan suap atau gratifikasi yang diterima selama menjabat sebagai hakim. 

    Menurut Philipus, hanya Erintuah dan Mangapul yang secara sukarela mengembalikan uang, sebagai bentuk pertobatan dan keinginan untuk memperbaiki hidup. 

    “Karena mereka ingin memperbaiki hidup, ingin bertobat. Mereka sampaikan juga di persidangan begitu. Hanya kami mendengar tuntutannya, kami memang sedikit kecewa,” tutur Philipus.

    Meski sedikit kecewa dengan tuntutan 9 tahun yang dijatuhkan, kuasa hukum menyatakan tetap menghormati proses hukum yang berjalan.

    Kasus suap bermula dari putusan bebas terhadap Ronald Tannur di PN Surabaya dalam perkara kematian Dini Sera.

    Belakangan terungkap bahwa ketiga hakim menerima suap sebesar Rp 4,6 miliar.

    Rinciannya adalah Rp 1 miliar dalam rupiah dan SGD 308.000 atau sekitar Rp 3,6 miliar.

    Jaksa menduga suap itu diberikan ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, dan pengacaranya, Lisa Rachmat.

    Tak hanya itu, Meirizka dan Lisa juga disebut berupaya menyuap hakim di tingkat kasasi agar putusan bebas tetap dipertahankan.

    Untuk itu, mereka diduga bekerja sama dengan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar.

    Ketiganya kini juga berstatus terdakwa.

    Namun, Kejaksaan Agung menyebut uang suap untuk Hakim Agung belum sempat diserahkan.

    Zarof didakwa dengan pasal pemufakatan jahat.

    Pada akhirnya, MA menolak kasasi Ronald Tannur dan menjatuhkan hukuman lima tahun penjara.

    Dalam putusan tersebut, Hakim Agung Soesilo tercatat memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion).

    Lisa dan Zarof juga didakwa merancang pemberian suap sebesar Rp5 miliar kepada Soesilo.

    Selain itu, Zarof turut didakwa menerima gratifikasi fantastis Rp 915 miliar dan 51 kg emas yang diduga berasal dari pengurusan perkara selama ia menjabat di MA.

  • Kejagung Sita Nota Tagihan untuk Framing Media Kasus CPO, Ini Detailnya

    Kejagung Sita Nota Tagihan untuk Framing Media Kasus CPO, Ini Detailnya

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita sejumlah dokumen terkait perkara perintangan penyidikan, penuntutan hingga pembuktian pada persidangan di PN Tipikor Jakarta Pusat.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan barang bukti itu berupa nota tagihan ratusan juta atas pemberitaan framing sejumlah kasus mulai dari importasi gula, tata niaga timah hingga ekspor minyak goreng korporasi.

    “Invoice tagihan Rp20.000.000 untuk pembayaran atas pemberitaan di 9 media mainstream dan umum, media monitoring dan konten Tiktok Jakarta 4 Juni 2024,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (21/4/2025).

    Dia menambahkan, barang bukti nota tagihan Rp153,5 juta untuk pembayaran 14 berita topik alasan tidak lanjut kasus impor gula dan 18 berita topik tanggapan jamin ginting.

    Selanjutnya, 10 berita topik Ronald Loblobly dan 15 berita topik tanggapan Dian Puji dan Profesor Romli periode 14 Maret 2025.

    Selanjutnya, dokumen kampanye berita framing, rekapitulasi berita negatif Kejaksaan, laporan realisasi pemberitaan dari Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar (TB) ke advokat Marcella Santoso (MS). 

    Adapun, kata Harli, penyidik juga telah menyita dokumen terkait rencana penanganan perkara kasus timah dan importasi gula senilai Rp2,41 miliar.

    “Dokumen kebutuhan social movement, lembaga survei, seminar nasional, bangun narasi publik, key opinion leader tentang penanganan perkara tata niaga timah di IUP PT Timah dan kasus importasi gula oleh Kejaksaan dengan biaya sebesar Rp2.412.000.000,” imbuhnya.

    Selain itu, dokumen media monitoring Indonesia Police Watch (IPW) periode 3 Juni 2024 hingga dokumen skema pemerasan terhadap Jampidsus juga turut disita Kejagung.

    “Media monitoring berita IPW periode 3 Juni 2024 dan Dokumen skema pemerasan dan pencucian uang oknum Jampidsus,” pungkas Harli.

    Sekadar informasi, korps Adhyaksa telah menetapkan tiga tersangka dalam perkara perintangan pada Selasa (22/4/2025) dini hari.

    Tiga tersangka itu yakni advokat Marcella Santoso (MS); dosen sekaligus advokat Junaidi Saibih (JS); dan Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar (TB).

  • Hakim Agung MA Soesilo Jadi Saksi Sidang Ronald Tannur

    Hakim Agung MA Soesilo Jadi Saksi Sidang Ronald Tannur

    Jakarta, Beritasatu.com – Hakim agung Mahkamah Agung (MA) Soesilo menjadi saksi di sidang kasus dugaan suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (21/4/2025)

    Soesilo bersaksi untuk terdakwa mantan pejabat MA Zarof Ricar, ibu Ronald Meirizka Widjaja dan pengacara Ronald Lisa Rachmat.

    Sebelum memulai sidang, Ketua Majelis Hakim Rosihan Juhriah Rangkuti bertanya terkait identitas terlebih dahulu.

    “Nama lengkapnya?” tanya Rosihan

    “Soesilo SH, MH,” jawab Soesilo.

    “Pekerjaan hakim agung di Mahkamah Agung RI?” tanya hakim.

    “Benar,” jawab Soesilo.

    Dalam sidang tersebut, sebagai ketua majelis hakim yang menangani kasasi perkara Ronald Tanur, Soesilo mengaku tidak mengenal Meirizka dan Lisa, tetapi mengenal Zarof.

    Sebelumnya, tiga hakim PN Surabaya, yaitu Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo didakwa menerima suap senilai Rp 4,6 miliar untuk membebaskan Ronald Tannur dari dakwaan jaksa.

    Suap tersebut diberikan dalam pecahan Rp 1 miliar dan 308.000 dolar Singapura oleh pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat.

    Jaksa mengatakan, uang suap itu bersumber dari ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur dan telah diberikan selama proses persidangan di PN Surabaya.

    Ketiga hakim itu kemudian menjatuhkan putusan bebas terhadap Ronald Tannur.

  • 1
                    
                        Tanpa Kontrak, Rp 487 Juta Masuk Dompet Pribadi Direktur JAK TV untuk Bikin Konten Negatif Kejagung
                        Nasional

    1 Tanpa Kontrak, Rp 487 Juta Masuk Dompet Pribadi Direktur JAK TV untuk Bikin Konten Negatif Kejagung Nasional

    Tanpa Kontrak, Rp 487 Juta Masuk Dompet Pribadi Direktur JAK TV untuk Bikin Konten Negatif Kejagung
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktur Pemberitaan JAK TV Tian Bahtiar mendapatkan uang sebesar Rp 487 juta untuk membuat dan menyebarkan berita yang menyudutkan Kejaksaan Agung. 
    Uang tersebut diterima Tian atas nama pribadi tanpa kerja sama dengan JAK TV.
    “Jadi Tian ini mendapat uang itu secara pribadi. Bukan atas nama sebagai direktur ya, JAK TV ya. Karena tidak ada kontrak tertulis antara perusahaan JAK TV dengan yang para pihak yang akan ditetapkan,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, dalam jumpa pers di kantor Kejagung, Selasa (22/4/2025) dini hari.
    Tian menerima uang tersebut dari dua advokat, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih, yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.
    Konten-konten negatif ini kemudian dipublikasikan oleh Tian ke beberapa medium. Baik itu media sosial dan media online yang terafiliasi dengan JAK TV.
    Salah satu contoh narasi negatif yang dibuat oleh Marcella dan Junaedi adalah soal kerugian keuangan negara dalam sejumlah perkara.
    Padahal, perhitungan kerugian keuangan negara yang disebarkan itu tidak benar dan menyesatkan.
    Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
    Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG), serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
    Kemudian, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis, serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota.
    Terbaru, Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei, ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merupakan pihak yang menyiapkan uang suap Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya untuk penanganan perkara ini.
    Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp 60 miliar.
    Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar.
    Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani
    kasus ekspor CPO
    divonis lepas atau
    ontslag van alle recht vervolging.
    Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 10
                    
                        Dua Advokat Diduga Biayai Demo dan Diskusi untuk Jatuhkan Kejagung
                        Nasional

    10 Dua Advokat Diduga Biayai Demo dan Diskusi untuk Jatuhkan Kejagung Nasional

    Dua Advokat Diduga Biayai Demo dan Diskusi untuk Jatuhkan Kejagung
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Advokat yang juga tersangka perintangan kasus korupsi timah dan impor gula,
    Marcella Santoso
    (MS) dan
    Junaedi Saibih
    (JS), diduga membiayai aksi
    demo
    dan acara
    diskusi
    untuk menciptakan narasi negatif demi menjatuhkan nama
    Kejaksaan Agung

    Kejagung

    “Tersangka MS dan JS membiayai demonstrasi-demonstrasi dalam upaya untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara
    a quo
     (tersebut) di persidangan sementara berlangsung,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (22/4/2025).
    Demonstrasi dengan narasi negatif ini kemudian diliput oleh JAK TV atas perintah dari Direktur Pemberitaan, Tian Bahtiar (TB), yang kini juga telah memakai rompi pink.
    “Dan bersama TB kemudian mempublikasikan narasi-narasi demonstrasi tersebut secara negatif dalam berita tentang Kejaksaan,” lanjut Qohar.
    Tidak sampai di situ, Marcella dan Junaedi juga membiayai sejumlah kegiatan untuk menggiring opini publik terhadap fakta hukum yang dibahas di persidangan.
    “Tersangka MS dan Tersangka JS menyelenggarakan dan membiayai kegiatan seminar-seminar, podcast, dan talkshow di beberapa media online, dengan mengarahkan narasi-narasi yang negatif dalam pemberitaan untuk mempengaruhi pembuktian perkara di persidangan,” kata Qohar.
    Acara-acara ini juga diliput oleh Tian dan disebarkan melalui JAK TV, baik itu media sosial maupun kanal YouTube.
    Lebih lanjut, Tian juga memproduksi sejumlah acara TV, baik itu dialog, talkshow, atau diskusi panel yang diadakan di sejumlah kampus. Acara ini juga diliput dan disiarkan JAK TV.
    Penyidik menduga, tindakan ketiga tersangka ini disengaja untuk membuat opini negatif terhadap Kejaksaan Agung.
    “Yang menyudutkan Kejaksaan maupun Jampidsus dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga timah maupun tata niaga gula, baik saat penyidikan maupun di persidangan yang saat ini sedang berlangsung, sehingga Kejaksaan dinilai negatif oleh masyarakat, dan perkaranya tidak dilanjutkan, atau tidak terbukti di persidangan,” imbuh Qohar.
    Ketiganya disangkakan pasal 21 undang-undang tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah undang-undang nomor 21 tahun 2021 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
    Para tersangka ini diduga melakukan perintangan penyidikan, penuntutan, hingga pengadilan untuk tiga kasus perkara, yaitu kasus dugaan korupsi PT Timah, kasus dugaan impor gula, dan kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO).
    Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari penyidikan dalam kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) kepada tiga korporasi, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group, yang bergulir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
    Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
    Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta; Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG); serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
    Kemudian, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis, serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota.
    Terbaru, Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei, ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merupakan pihak yang menyiapkan uang suap Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya untuk penanganan perkara ini.
    Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp 60 miliar.
    Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar.
    Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani kasus ekspor CPO divonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
    Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Tetapkan 3 Tersangka Baru Kasus Suap Vonis Lepas Ekspor Migor

    Kejagung Tetapkan 3 Tersangka Baru Kasus Suap Vonis Lepas Ekspor Migor

    Jakarta

    Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan suap terkait vonis lepas kepada terdakwa korporasi kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng. Ada tiga tersangka yang ditetapkan Kejagung.

    “Berdasarkan hasil pemeriksaan dan dikaitkan dengan alat bukti lain yang telah diperoleh oleh penyidik selama melakukan penyidikan hari ini terhadap saksi. Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan tiga orang tersangka,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar, dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (22/4/2025) dini hari.

    Tersangka pertama adalah MS, selaku advokat, kedua tersangka JS sebagai dosen dan advokat, ketiga adalah TB selaku direktur pemberitaan JAK TV.

    Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sebanyak delapan tersangka dalam skandal suap vonis lepas kasus migor. Ketujuh tersangka terdiri dari empat hakim, satu panitera dan dua pengacara. Berikut ini daftarnya:

    1.⁠ ⁠Muhammad Arif Nuryanto (MAN) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel)
    2.⁠ ⁠Djuyamto (DJU) selaku ketua majelis hakim
    3.⁠ ⁠Agam Syarif Baharudin (ASB) selaku anggota majelis hakim
    4.⁠ ⁠Ali Muhtarom (AM) selaku anggota majelis hakim
    5.⁠ ⁠Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera
    6.⁠ ⁠Marcella Santoso (MS) selaku pengacara
    7.⁠ ⁠Ariyanto Bakri (AR) selaku pengacara
    8. Muhammad Syafei (MSY) selakusocial security legalWilmar Group.

    Awalnya ada 3 korporasi yang sejatinya sedang diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group dalam perkara dugaan korupsi minyak goreng atau migor itu. Ketiganya memberikan kuasa pada Marcella dan Ariyanto. Secara mengejutkan, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Agam, dan Ali menjatuhkan putusanontslagatau lepas yang artinya bahwa perbuatan yang dilakukan 3 korporasi itu bukanlah tindak pidana.

    Singkatnya terjadi kongkalikong antara pihak Marcella-Ariyanto dengan Muhammad Arif Nuryanto. Duit suap Rp 60 miliar mengalir ke Arif Nuryanto dan sebagian di antaranya dialirkan ke 3 majelis hakim. Sedangkan Wahyu Gunawan selaku panitera menjadi perantara suap.

    (lir/lir)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Tom Lembong Klaim Masyarakat Lebih Suka Gula Lokal karena Lebih Kuning, Ini Kata Eks Pejabat BUMN – Halaman all

    Tom Lembong Klaim Masyarakat Lebih Suka Gula Lokal karena Lebih Kuning, Ini Kata Eks Pejabat BUMN – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Eks Menteri Perdagangan Tom Lembong mengklaim bahwa masyarakat Indonesia lebih suka gula lokal karena lebih kuning dan butirannya besar.

    Adapun hal tersebut diungkapkan Tom Lembong dalam sidang lanjutan kasus dirinya dalam dugaan korupsi impor gula Kementerian Perdagangan periode 2015-2016 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/4/2025). 

    “Jadi, apakah benar bahwa yang namanya gula putih atau gula konsumsi Indonesia itu cukup unik, karena lebih kuning dan butirnya lebih besar daripada standar gula pasir di luar?” tanya Tom Lembong kepada saksi Deputi Bidang Usaha Industri Argo dan Farmasi Kementerian BUMN periode 2015-2016, Wahyu Kuncoro di persidangan.

    Wahyu menerangkan memang karakteristik gula yang dihasilkan dari pabrik-pabriknya BUMN itu lebih kuning warnanya dibandingkan gula rafinasi. 

    Ia melanjutkan mengapa gula lokal lebih kuning karena teknologi yang digunakan pabrik gula BUMN, masih menggunakan sulfur untuk memutihkan gula tersebut. 

    “Sementara kalau di luar pabrik-pabrik yang teknologinya maju itu menggunakan karbonasi,” jawab Wahyu.

    Kemudian Tom Lembong mengatakan hal itu menjadi preferensi konsumen Indonesia.

    “Dimana konsumen Indonesia sukanya gula pasir yang butirnya emang besar, kasar, dan lebih kuning?” tanya Tom.

    Wahyu menerangkan belum ada penjelasan ilmiah terkait hal itu.

    “Tapi paling tidak masyarakat itu memahami yang kuning itu lebih manis,” jawab Wahyu.

    “Betul, kami juga dengar begitu,” respon Tom Lembog.

    “Berarti gula putih, gula kristal putih yang dikonsumsi di Indonesia boleh dibilang cukup unik. Hanya Indonesia yang produksi dan hanya pabrik gula BUMN yang memproduksi,” tanya Tom Lembong.

    “Saya tidak mengetahui persisnya. Intinya pabrik gula kami yang di BUMN itu memang outputnya, gulanya itu memang tidak sebagus gula yang diolah di pabrik rafinasi. Satu karena pabriknya tua, kemudian dua teknologinya sudah teknologi tingkatan zaman Belanda, cuman kami ini mengolah tebu rakyat, jadi tadi kristalnya lebih besar, warnanya lebih kuning,” jelas Wahyu.

    “Tapi, gula itu selalu laris kan? Selalu terjual habis kan?” tanya Tom Lembong.

    “Karena supply and demand memang tidak imbang kan Pak Tom. Jadi karena produksinya di BUMN itu hanya 1,6 juta, butuhnya 3 juta, apapun jenisnya ya diserap,” tegas Wahyu.

    Seperti diketahui dalam perkara ini Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 578 miliar dan memperkaya 10 orang akibat menerbitkan perizinan importasi gula periode 2015-2016.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (6/3/2025).

    Dalam dakwaannya, Jaksa menyebut, kerugian negara itu diakibatkan adanya aktivitas impor gula yang dilakukan Tom Lembong dengan menerbitkan izin impor gula kristal mentah periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan swasta tanpa adanya persetujuan dari Kementerian Perindustrian.

    Jaksa menyebut Tom telah memberikan izin impor gula kristal mentah kepada:

    Tony Wijaya NG melalui PT Angels Products (AP),
    Then Surianto Eka Prasetyo melalui PT Makassar Tene (MT),
    Hansen Setiawan melalui PT Sentra Usahatama Jaya (SUJ),
    Indra Suryaningrat melalui PT Medan Sugar Industry (MSI),
    Eka Sapanca melalui PT Permata Dunia Sukses Utama (PDSU),
    Wisnu Hendra ningrat melalui PT Andalan Furnindo (AF),
    Hendrogiarto A. TiwowMmelalui PT Duta Sugar International (DSI),
    Hans Falita Hutama melalui PT Berkah Manis Makmur (BMM),
    Ali Sandjaja Boedidarmo melalui PT Kebun Tebu Mas (KTM),
    Ramakrishna Prasad Venkatesha Murthy melalui PT Dharmapala Usaha Sukses (DUS).

    “Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian memberikan surat Pengakuan Impor atau Persetujuan Impor Gula Kristal Mentah (GKM) periode tahun 2015 sampai dengan periode tahun 2016,” kata Jaksa saat bacakan berkas dakwaan.

    Tom kata Jaksa juga memberikan surat pengakuan sebagai importir kepada sembilan pihak swasta tersebut untuk mengimpor GKM untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP).

    Padahal menurut Jaksa, perusahaan swasta tersebut tidak berhak melakukan mengolah GKM menjadi GKP lantaran perusahaan tersebut merupakan perusahaan gula rafinasi.

    “Padahal mengetahui perusahaan tersebut tidak berhak mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP), karena perusahaan tersebut merupakan perusahan gula rafinasi,” kata Jaksa.

    Selain itu, Tom Lembong juga didakwa melakukan izin impor GKM untuk diolah menjadi GKP kepada PT AP milik Tony Wijaya di tengah produksi gula kristal putih dalam negeri mencukupi.

    Tak hanya itu, dijelaskan Jaksa, bahwa pemasukan atau realisasi impor Gula Kristal Mentah (GKM) tersebut juga dilakukan pada musim giling.

    Dalam kasus ini, kata jaksa Tom juga melibatkan perusahaan swasta untuk melakukan pengadaan gula kristal putih yang dimana seharusnya hal itu melibatkan perusahaan BUMN.

    “Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak melakukan pengendalian atas distribusi gula dalam rangka pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula yang seharusnya dilakukan oleh BUMN melalui operasi pasar dan atau pasar murah,” jelasnya.

    Dalam dakwaannya, Tom juga dianggap telah memperkaya diri sendiri dan 10 pihak swasta yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka.

    Akibat perbuatannya, Tom Lembong menurut Jaksa telah kerugian keuangan negara sebesar Rp578.105.411.622,47 atau Rp 578 Miliar.

    Angka tersebut ditemukan berdasarkan hasil perhitungan dari Badan  Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI).

    Tom Lembong diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Tentang Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (*)