Apa yang Akan Dilakukan PDI-P dengan Dokumen Rusia?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– ”
Dokumen Rusia
” yang diserahkan Pengamat Militer
Connie Rahakundini Bakrie
kepada Wakil Sekjen
PDI-P
, Yoseph Aryo Adhi Dharmo, masih menyisakan tanda tanya karena belum jelas untuk apa dokumen itu akan digunakan.
Dokumen tersebut disebut sebagai titipan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto, yang kini menjadi tersangka kasus suap Pergantian Antar Waktu (PAW) Harun Masiku.
Dokumen itu berjumlah 37, bersama dengan diska lepas (flashdisk) yang berisi video sejumlah kasus.
Penyerahan dokumen diungkapkan Connie melalui akun Instagram pribadinya pada Rabu (25/4/2025).
“Notaris pertama tentang 32 dokumen, dicap oleh notaris. Yang ini dokumen tambahan. Jadi total dokumen pada saya itu 37,” kata Connie melalui akun Instagramnya, dikutip Kamis (25/4/2025).
Dokumen itu sebelumnya dibawa Connie ke Rusia untuk diamankan karena Connie bekerja sebagai Guru Besar di Universitas Saint Petersburg.
Politikus PDI-P Guntur Romli menegaskan bahwa ”
dokumen Rusia
” itu sudah dikembalikan ke partai. Namun, Guntur belum mengetahui akan digunakan untuk apa karena belum ada pembahasan lanjutan.
“Saya belum tahu mau digunakan untuk apa, tapi intinya dokumen-dokumen itu sudah dikembalikan ke Partai. Belum ada pembahasan soal dokumen-dokumen tersebut,” kata Guntur, dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (27/4/2025).
Terpisah, kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy, enggan berkomentar terkait “dokumen Rusia”.
“Itu nanti tanyakan ke Connie ya,” ujar Ronny singkat, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis (24/4/2025) lalu.
Kompas.com juga telah mencoba menghubungi juru bicara PDI-P, Ahmad Basarah, serta pengacara Hasto lainnya seperti Maqdir Ismail, Febri Diansyah, dan Arman Hanis, namun belum ada penjelasan lebih lanjut.
Connie pun mengungkap, setidaknya ada dua dokumen yang membuatnya merasa “ngeri” dan tercengang.
Di antaranya, dokumen nomor 16 yang berkaitan dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Lalu, dokumen nomor 7 yang berkaitan dengan rencana pembubaran serta penghancuran PDI-P.
Selain itu, ada juga dokumen berisi berbagai kasus, termasuk kasus korupsi.
“Saya deg-degan dengan dua dokumen itu. Yang lain kan tentang korupsi, apa gitu. Nah, ini ya, ada tanda tangan notaris juga,” ungkap Connie.
Connie juga menjelaskan ada soal pengkhianat yang hendak menghancurkan PDI-P.
Hal ini diungkap Connie dalam acara On Point with Adisty, diakses di kanal YouTube KOMPASTV pada Sabtu (26/4/2025).
“Kalau yang tentang bagaimana PDI-P itu akan dihancurkan, itu serem. Karena penyusupan terjadi, banyak lah hal-hal yang mengerikan,” ujar Connie.
Lebih jauh, menurutnya, kegiatan pertemuan para penyusup dan pengkhianat yang hendak menghancurkan PDI-P disebut Connie dimuat dalam dokumen Rusia itu.
“Ternyata terdeteksi. Rapat-rapat di mana, jam berapa, siapa, melibatkan siapa saja tokoh bangsanya, di jalan apa, nomor berapa, itu ada semuanya,” ujarnya.
Bahkan, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri disebut Connie sudah mengetahui soal informasi ini sehingga tidak terkejut lagi.
“Ada beberapa orang, tetapi ketika saya sampaikan ke Ibu, Ibu langsung bilang, ‘Saya sudah tahu,’” kata Connie.
Di sisi lain, Connie menjelaskan dirinya punya perjanjian dengan Hasto untuk tidak menyalin dan mengedarkan isi dalam diska lepas.
Connie juga mengungkapkan alasannya mengapa harus menyerahkan dokumen kepada PDI-P. Salah satunya, dirinya akan lebih lama berada di Rusia.
“Ibu (Megawati) bilang sama saya, untuk tidak boleh bicara sama sekali. Jadi, untuk apa saya pegang dokumen? Yang ketiga, ini yang paling penting. Nah, tadi, ini kontrak dari kampus saya, St. Petersburg University, tanggal 10 Maret. Saya diangkat menjadi
Highly Qualified Specialist
. Dan kontrak saya di Rusia, sampai 26 Februari 2028,” jelasnya.
Pada 30 Desember 2024 lalu, politikus PDI-P Guntur Romli pernah membenarkan bahwa Hasto memiliki dokumen dan video terkait
skandal korupsi
, penyalahgunaan kekuasaan, serta penggunaan alat negara untuk kepentingan politik pribadi para petinggi negara.
Guntur saat itu mengungkap dokumen tersebut dititipkan ke Connie agar diamankan di Rusia. Alasannya, Connie sedang menjalankan tugasnya sebagai Guru Besar di Saint Petersburg State University.
“Jadi membunuh karakter lawan politik dengan kasus hukum, kemudian penyalahgunaan petinggi penegak hukum untuk menyelesaikan masalah pribadi anak penguasa. Kemudian bukti-bukti perpanjangan tiga periode, pengambilalihan partai-partai politik dengan kasus-kasus hukum dan lain-lain,” kata Guntur saat dikonfirmasi, akhir tahun lalu.
Menurut Guntur, langkah Hasto menitipkan dokumen-dokumen tersebut kepada Connie adalah untuk mengamankan informasi penting terkait dugaan skandal.
Ia juga menambahkan bahwa politikus PDIP dan mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Andi Widjayanto, turut memberikan data-data tambahan untuk melengkapi informasi yang dimiliki Hasto.
“Banyak dokumen dari video-video itu sudah dibawa oleh Connie Bakrie ke Rusia untuk diselamatkan dan sudah dinotariskan di sana. Mas Andi Widjajanto (AW) juga memberikan tambahan-tambahan data dan analisis. Semuanya sumber dari internal. Karena baik saudara Sekjen dan Mas AW sebelumnya ada di dalam kekuasaan,” ujarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Pengadilan TIPIKOR Jakarta
-

Ada ‘Perintah Ibu’ di Kasus Harun Masiku, Nama Megawati Terseret
PIKIRAN RAKYAT – Persidangan kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi yang melibatkan buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Harun Masiku, dengan terdakwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, kembali menyita perhatian publik.
Sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis lalu menghadirkan kesaksian yang membuka tabir baru sekaligus memunculkan spekulasi liar terkait adanya “perintah ibu” dalam upaya penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR.
Dalam kesaksiannya di hadapan majelis hakim, mantan anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Agustiani Tio Fridelina, membenarkan adanya rekaman percakapan telepon antara dirinya dengan mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri.
Rekaman tersebut diputar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan mengungkapkan sebuah pernyataan yang cukup menghebohkan.
Dalam percakapan itu, Saeful menyebutkan bahwa permohonan PAW calon legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan I, Riezky Aprilia, kepada Harun Masiku, mendapatkan garansi dari Hasto Kristiyanto setelah adanya “perintah dari ibu”.
Sosok “ibu” yang dimaksud dalam percakapan tersebut tidak disebutkan secara eksplisit, sehingga memicu berbagai interpretasi dan spekulasi di kalangan pengamat politik dan masyarakat luas.
Agustiani Tio sendiri membenarkan isi rekaman tersebut saat memberikan keterangan sebagai saksi.
“Iya, kan ada rekamannya,” ujarnya singkat dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara.
Lebih lanjut, dalam rekaman itu terungkap bahwa Hasto Kristiyanto diduga telah menyampaikan perihal “perintah ibu” ini kepada Saeful Bahri melalui sambungan telepon sebelum Saeful menghubungi Agustiani Tio.
Setelah itu, Saeful menanyakan kepada Tio mengenai mekanisme agar permohonan PAW tersebut dapat terealisasi.
“Ya, Saeful berbicara begitu,” imbuh Tio.
Kesaksian Agustiani Tio ini menjadi krusial dalam mengurai dugaan keterlibatan Hasto Kristiyanto dalam upaya memuluskan jalan Harun Masiku untuk menggantikan Riezky Aprilia di kursi parlemen.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan, terkait dugaan suap dalam proses PAW anggota DPR.
‘Perintah Ibu’ Tak Berkaitan dengan Megawati
Menyikapi mencuatnya frasa “perintah ibu” dalam persidangan yang sontak menimbulkan spekulasi mengarah kepada Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, tim penasihat hukum Hasto Kristiyanto dengan cepat memberikan klarifikasi.
Ronny Talapessy, salah satu anggota tim kuasa hukum, dengan tegas membantah bahwa “perintah ibu” yang disebut dalam persidangan memiliki kaitan dengan mantan Presiden Republik Indonesia tersebut.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.
“Bukan Bu Mega,” ujar Ronny kepada awak media di sela-sela persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.
Bantahan ini bertujuan untuk meredam spekulasi yang berkembang dan meluruskan informasi yang berpotensi menimbulkan kesalahpahaman di publik.
Lebih lanjut, Ronny Talapessy menjelaskan bahwa Saeful Bahri, yang merupakan mantan kader PDIP dan juga terpidana dalam kasus yang sama, memiliki kecenderungan untuk mencatut nama-nama pimpinan partai, termasuk Hasto Kristiyanto, demi mendapatkan keuntungan finansial secara cepat. Menurut Ronny, Agustiani Tio juga telah menyampaikan fakta serupa dalam kesaksiannya.
“Jadi jangan lah kita framing-framing bahwa seolah-olah ini sudah terkait dengan pimpinan-pimpinan PDIP dan merupakan perintah dari partai,” tegas Ronny.
Pernyataan ini mengindikasikan bahwa tim kuasa hukum Hasto Kristiyanto berupaya membangun argumen bahwa penyebutan “perintah ibu” oleh Saeful Bahri lebih bersifat personal dan tidak memiliki legitimasi dari struktural partai.
Dakwaan Berlapis
Dalam kasus ini, Hasto Kristiyanto didakwa dengan dua pasal sekaligus, yaitu menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi yang menjerat Harun Masiku sebagai tersangka, yang terjadi dalam rentang waktu 2019 hingga 2024.
Selain itu, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku (yang saat ini masih buron) memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara dengan Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan pada periode 2019-2020.
Menurut dakwaan JPU, Hasto diduga kuat memerintahkan Harun Masiku, melalui perantara penjaga Rumah Aspirasi Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah terjadinya OTT terhadap Wahyu Setiawan oleh KPK.
Tindakan ini diduga dilakukan untuk menghilangkan barang bukti dan menghambat proses penyidikan.
Tidak hanya itu, Hasto juga disebut-sebut memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai langkah antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Tindakan ini semakin memperkuat dugaan adanya upaya sistematis untuk menghalang-halangi proses hukum yang sedang berjalan.
Lebih lanjut, terkait dugaan suap, uang senilai ratusan juta rupiah tersebut diduga diberikan kepada Wahyu Setiawan dengan tujuan agar ia mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan PAW dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Dugaan suap ini menjadi inti dari skandal yang menyeret sejumlah nama penting dan mengungkap praktik transaksional dalam proses politik.
Atas perbuatannya tersebut, Hasto Kristiyanto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Ancaman pidana ini menunjukkan keseriusan kasus yang dihadapi oleh Sekjen PDIP tersebut.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News
-

Cerita di Balik OTT KPK di Pesawat Bikin Eks Komisioner KPU Terjerat
Jakarta –
Cerita penangkapan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2020 silam terungkap. Wahyu yang sudah menjalani masa hukumannya ditangkap saat itu karena terlibat kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR Fraksi PDIP Harun Masiku.
Cerita itu diungkap mantan ajudan Wahyu, Rahmat Setiawan Tonidaya, saat dihadirkan sebagai saksi kasus perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Toni mengatakan OTT terhadap Wahyu terjadi di dalam pesawat hendak terbang ke Bangka Belitung.
“Kemudian, pada 8 Januari pas kejadian OTT, masih ingat Saudara?” tanya jaksa kepada Toni di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/4).
“Masih,” jawab Toni.
Dalam kasus ini, KPK mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku, yang jadi buron sejak 2020.
Hasto disebut memerintahkan Harun Masiku merendam handphone agar tak terlacak KPK saat OTT pada 8 Januari 2020. Hasto juga disebut memerintahkan Harun Masiku stand by di kantor DPP PDIP agar tak terlacak KPK.
Perbuatan Hasto itu disebut membuat Harun Masiku bisa kabur. Harun Masiku pun masih menjadi buron KPK.
Selain itu, Hasto didakwa menyuap Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu Setiawan mengurus penetapan PAW anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.
Hasto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buron.
Wahyu Setiawan ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan setelah terjaring OTT tersebut. Wahyu kemudian diadili dan divonis 7 tahun penjara. Wahyu kini telah bebas dari penjara.
Momen Wahyu Kena OTT KPK
Harun Masiku. (Dok. KPK)
Kembali ke persidangan Hasto dengan saksi Toni, jaksa mendalami momen OTT di pesawat tersebut. Toni mengatakan saat itu bersama Wahyu menunggu boarding pesawat sekitar pukul 12.00 WIB.
“Bisa diceritakan bagaimana awal mulanya?” tanya jaksa.
“Jadi seperti tadi yang saya sampaikan, setengah 12.00, kalau tidak salah sekitar jam 12.00, kita ketemu di bandara. Pak Wahyu menceritakan sedikit pertemuan dengan teman-teman semalam. Seperti biasa, kami menunggu panggilan dari pesawat. Setelah dipanggil masuk, Pak Wahyu di kelas bisnis, saya di belakang, di ekonomi, tapi di belakang bisnis,” ujar Toni.
Toni mengatakan jam sudah menunjukkan waktu terbang. Namun, saat Toni membuka gorden kelas bisnis, Wahyu sudah tak ada di kursinya.
“Setelah itu harusnya jam sudah mulai terbang, tapi kok ada kayak sesuatu yang ditunda. Setelah saya tengok di gorden bisnis, Pak Wahyu sudah nggak ada,” ujarnya.
Toni mengatakan Wahyu memintanya ikut menemani. Lalu, Toni ternyata ikut penyidik KPK, mengikuti perintah Wahyu tersebut.
“Sudah ada tim yang saya tidak tahu tim dari mana, terus saya ditanya, ini ada perintah dari Pak Wahyu untuk Pak Toni ikut Pak Wahyu,” kata Toni.
“Karena ada perintah dari Pak Wahyu, saya konfirmasi, ‘Ton, kamu ikut saya’ (dijawab) ‘Oh, siap’, tapi ditanya kalau memang ikut karena sudah tidak ada perintah HP barang Pak Toni saya pinjam dulu, dan saya izin untuk melakukan panggilan telepon, tapi tidak boleh, sudah, saya ikut saja,” imbuhnya.
Toni mengaku baru tahu alasan Wahyu diamankan KPK gegara kasus suap PAW Harun Masiku. Toni mengatakan hal itu disampaikan Wahyu di sela jam istirahat pemeriksaan oleh penyidik di KPK.
“Di BAP nomor 16 halaman 5, itu disebutkan, Saudara menjelaskan. Coba Saudara jelaskan awalnya tidak mengetahui, ‘Mengapa Wahyu Setiawan bersama dengan saya ikut diamankan petugas KPK pada tanggal Januari 2020 pada saat itu pas di KPK itu, saya berjumpa dengan Wahyu Setiawan bisa sambil merokok di dekat musala lantai 2 pada ruang riksa. Pada saat itu Wahyu Setiawan baru menceritakan jika kita diamankan KPK gara-gara kasus anggota caleg PDIP bernama Harun Masiku’. Ini disampaikan ke Saudara?” tanya jaksa.
“Iya. Bisa jadi itu benar, Pak, karena saya dalam posisi tidak tahu,” jawab Toni.
Toni mengatakan Wahyu sempat berbincang dengan eks narapidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri serta Agustiani Tio, dan tersangka lain di kasus ini, Donny Tri Istiqomah. Namun, dia mengaku tak mendengar obrolan tersebut.
“Kalau melihat iya, dipastikan karena beliau berempat berada di musala. Setelah saya merokok dengan Pak Wahyu, saya menunggu di ruang tunggu di tengah, di dekat menyimpan tas apa itu, jadi saya bisa melihat posisi musala dan orang-orang tersebut,” jawab Toni.
Halaman 2 dari 2
(rfs/rfs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
-

Pernyataan Perintah Ibu hingga Rp1,5 Miliar Jadikan Harun Masiku Anggota DPR
PIKIRAN RAKYAT – Pernyataan “perintah ibu” mencuat dalam kesaksian mantan anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina dalam sidang.
Kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi dengan tersangka Harun Masiku dan pemberian suap yang menyeret Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa.
Penasihat hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy membantah pernyataan “perintah ibu” menjurus ke Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
“Bukan Bu Mega,” kata Ronny saat ditemui di sela sidang pemeriksaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis, 24 April 2025 seperti dikutip dari Antara.
Fakta Persidangan Hasto Kristiyanto
Jaksa memutarkan rekaman percakapan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina dengan eks kader PDIP sekaligus mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri.
Saeful Bahri mengaku permohonan PAW digaransi Hasto usai mendapat perintah dari “ibu”. Tapi tak disebutkan siapa ibu yang dimaksud.
Hasto Kristiyanto juga menyampaikan hal tersebut pada Saeful lewat sambungan telepon sebelum Ia menelepon Agustiani Tio.
Saeful bertanya pada Tio bagaimana caranya agar permohonan dapat terwujud. Tio membenarkan rekaman percakapan lewat sambungan telepon tersebut.
Menurut Ronny, Saeful sering membawa-bawa dan menggunakan nama pimpinan Partai, termasuk salah satunya Hasto agar cepat mendapat uang. Hal ini terbukti sebab Tio juga menyampaikan fakta yang sama.
“Jadi jangan lah kita framing-framing bahwa seolah-olah ini sudah terkait dengan pimpinan-pimpinan PDIP dan merupakan perintah dari partai,” lanjutnya.
Rp1,5 Miliar Jadikan Harun Masiku Anggota DPR
Hasto Kristiyanto juga disebut menalangi uang Rp1,5 miliar untuk mengondisikan tersangka Harun Masiku agar menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024.
Hal imk terungkap dalam rekaman percakapan pengacara PDIP Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri lewat sambungan telepon.
“Benar, ini percakapan kami saat saudara Saeful yang menelepon,” ujar Donny.
Saeful mengaku pada Donny bahwa Hasto akan menalangi uang guna mengondisikan Harun Masiku agar menjadi anggota DPR dalam percakapan 13 Desember 2019.
Donny mengaku tak mengetahui apakah memang benar Hasto yang menalangi uang suap untuk mengondisikan Harun Masiku.
“Itu Saeful yang ngomong. Apakah Saeful mengarang indah atau tidak, saya tidak tahu,” lanjut Donny.
Persidangan Ricuh
Sidang kembali diwarnai kericuhan akibat adanya tudingan penyusup yang diarahkan pada segerombolan pemuda yang memakai kaos putih bertuliskan #SaveKPK di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat pada Kamis, 24 April 2025.
Persidangan akan dimulai pukul 10.00 WIB, para pemuda dicegat masuk satpam, polisi dan satuan tugas (satgas) PDIP berbaret merah ke ruang sidang.
Salah satu pemuda berhasil masuk ke ruang sidang dan duduk di ruangan menyaksikan persidangan.
Sidang diskors untuk waktu shalat dan makan siang pukul 12.00 WIB. Hakim Ketua Rios Rahmanto mengetuk palu sebagai tanda skors sidang, para pendukung Hasto di ruang sidang meneriakkan pemuda berkaos putih sebagai penyusup.
Petugas keamanan mengeluarkan pemuda itu dari ruang sidang. Satgas PDIP, satpam dan polisi juga mengeluarkan segerombolan pemuda lain dengan kaos putih itu dari pengadilan.
Para pemuda disoraki pendukung Hasto hingga dilempar botol saat dikeluarkan dari ruangan. Sidang kembali dilanjutkan pukul 13.30 WIB.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News
-

2 Terdakwa Korupsi Pengelolaan BUMDes Berjo, Kejari Karanganyar: Masih Pikir-pikir Ajukan Banding
TRIBUNJATENG.COM, KARANGANYAR – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Karanganyar masih pikir-pikir mengajukan banding atas hukuman yang dijatuhkan majelis hakim terhadap dua terdakwa kasus korupsi pengelolaan BUMDes Berjo periode 2019-2024.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang telah menggelar sidang dua perkara untuk terdakwa Agung Sutrisno yang merupakan mantan dewan pengawas BUMDes dan penjaga loket wisata, Margono pada Kamis (24/4/2025) kemarin.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Karanganyar, Robert Jimmy Lambila melalui Kasi Pidsus, Hartanto menyampaikan, Agung Sutrisno terbukti bersalah dalam kasus korupsi pengelolaan BUMDes dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Atas dua kasus tersebut, terdakwa dituntut oleh majelis hakim pidana penjara 6 tahun dan denda Rp 3,5 miliar.
“Karena kemarin itu kita melakukan penyitaan uang sehingga yang dibebankan uang penggantinya Rp 2,4 miliar,” katanya saat dihubungi Tribunjateng.com, Jumat (25/4/2025).
Dia menuturkan, ada perbedaan antara tuntutan JPU dengan tuntutan hakim mengenai hukuman penjara dan uang pengganti sebagai bentuk kerugian negara.
“Tuntutan JPU 9 tahun penjara, uang penggantinya kita tuntut Rp 5,4 miliar tapi menurut putusan hakim yang terbukti Rp 3,5 miliar,” terangnya.
Sedangkan terdakwa Margono terbukti bersalah melakukan korupsi dan dijatuhi hukuman penjara 2 tahun dan membayar uang pengganti Rp 250 juta.
Apabila terdakwa tidak bisa membayar uang pengganti akan diganti dengan hukuman 6 bulan penjara.
“Tuntutan JPU sama 2 tahun tapi uang pengganti kemarin itu kita tuntut Rp 36 juta. Tapi hakim berpendapat lain, ditinggikan menjadi Rp 250 juta. Lebih tinggi lah, alhamdulillah saja, lebih tinggi lebih bagus,” ungkapnya.
Mengenai putusan hakim terhadap kedua terdakwa tersebut, terang Hartanto, pihaknya masih pikir-pikir untuk mengajukan banding atau tidak.
“Kita masih pertimbangkan 7 hari untuk pikir-pikir, ” pungkasnya. (Ais)
-

Di Depan Hasto, Saksi Ceritakan Detik-detik OTT KPK Kasus Harun Masiku
Bisnis.com, JAKARTA — Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor Jakarta Pusat melanjutkan sidang kasus dugaan perintangan penyidikan dan suap yang menjerat Sekretaris Jenderal alias Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.
Pada hari ini, Jumat (25/4/2025), majelis hakim mendengarkan keterangan dari 3 saksi yang dihadirkan oleh kubu penyidik KPK. Salah satu saksi yang hadir adalah bekas ajudan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Rahmat Setiawan Tonidaya.
Rahmat dalam persidangan itu menjelaskan tentang situasi saat proses operasi tangkap tangan (OTT) berlangsung terhadap Wahyu. Awalnya, jaksa penuntut umum (JPU) menanyakan kepada Rahmat soal situasi saat OTT komisi rasuah terhadap Wahyu.
“Di 8 Januari pas kejadian OTT, masih ingat saudara?” tanya jaksa di ruang sidang PN Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (25/4/2025).
“Masih,” jawab Rahmat.
Rahmat kemudian menceritakan situasi OTT terhadap atasannya Wahyu. Kala itu, dirinya dan Wahyu tengah berada di pesawat untuk menghadiri agenda di Bangka Belitung.
Wahyu duduk di kelas bisnis, dan Rahmat di kelas ekonomi. Hanya saja, saat hendak lepas landas, pihak penerbangan mengumumkan adanya penundaan.
Kemudian, Rahmat mengecek ajudannya yang berada di kelas bisnis. Namun, usut punya usut ternyata Wahyu sudah tidak ada di tempat dan telah diringkus oleh penyidik KPK.
“Setelah itu harusnya jam sudah mulai terbang tapi kok ada kaya sesuatu yang ditunda, setelah saya tengok di gorden bisnis Pak Wahyu sudah tidak ada,” ujaf Rahmat.
Selanjutnya, dia mengaku didatangi oleh sejumlah orang dan diminta untuk menemui atasannya itu di KPK. Kemudian, keduanya bertemu di KPK.
Tak sendiri, Wahyu juga tengah bersama dengan orang kepercayaan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Donny Tri Istiqomah, eks Kader PDIP Saeful Bahri dan eks Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.
“Setelah salat terus kami sempat merokok sebentar di sela ruang wudlu di depan Musala di sudut itu, saya tanya ‘ini permasalahan apa pak?’,” tambah Rahmat.
Setelah itu, Wahyu Setiawan menjelaskan bahwa perkara yang membuat dirinya diringkus yaitu berkaitan dengan kasus suap penetapan anggota DPR Harun Masiku.
Perintah Ibu
Sementara itu, persidangan Hasto sebelumnya, mengungkap tentang ‘perintah ibu’ dalam perkara suap pergantian anggota DPR antar waktu (PAW) yang melibatkan Harun Masiku.
Harun Masiku adalah politikus PDIP yang keberadaannya hilang bak ditelan rimba. Saat ini dia berstatus sebagai buronan paling dicari oleh penyidik KPK.
Adapun pernyataan tentang ‘perintah ibu’ terbongkar saat kesaksian mantan anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina.
Saat itu, jaksa KPK memutarkan rekaman percakapan Tio dengan mantan kader PDI Perjuangan sekaligus mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri.
Saeful, dalam rekaman itu, menyebutkan bahwa permohonan PAW digaransi oleh Hasto usai mendapat perintah dari “ibu”. Namun tidak disebutkan siapa “ibu” yang dimaksud. Hasto juga menyampaikan hal tersebut kepada Saeful melalui sambungan telepon sebelum Saeful menelepon Tio.
Setelah itu dalam pembicaraan, Saeful pun bertanya kepada Tio bagaimana caranya agar permohonan itu bisa terwujud. Tio pun membenarkan rekaman percakapan melalui sambungan telepon itu.
Merujuk ke Megawati?
Sementara itu, penasihat hukum Hasto, Ronny Talapessy membantah jika pernyataan “perintah ibu” yang mencuat dalam persidangan merujuk ke Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
“Bukan Bu Mega,” ujar Ronny dilansir dari Antara.Ronny menuding Saeful memang kerap membawa-bawa dan menggunakan nama pimpinan Partai, termasuk salah satunya Hasto, agar cepat mendapatkan uang. Hal itu, kata dia, sudah terbukti lantaran Tio juga menyampaikan fakta yang sama.
“Jadi jangan lah kita framing-framing bahwa seolah-olah ini sudah terkait dengan pimpinan-pimpinan PDIP dan merupakan perintah dari partai,” ungkapnya.
-

Politikus PDIP soal Sadapan ‘Perintah Ibu’ di Sidang Hasto: Bohong Itu
Jakarta –
Hasil sadapan terkait perkara suap diputar jaksa KPK dalam sidang lanjutan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang memunculkan ucapan ‘perintah ibu’ hingga ‘garansi saya’. Politikus PDIP Guntur Romli menyebut isi sadapan itu klaim dan kebohongan.
“Itu hanya klaim, itu bohong dengan mengatasnamakan Sekjen PDI Perjuangan, dalam sidang kemarin Agustiani Tio juga menjelaskan bahwa Saeful Bahri memang sering menyebut nama Sekjen,” kata Guntur Romli saat dikonfirmasi, Jumat (25/4/2025).
Ucapan itu muncul dari sadapan rekaman telepon antara mantan anggota Bawaslu RI, Agustiani Tio Fridelina, dengan mantan kader PDIP Saeful Bahri. Kedua orang itu sudah diadili dalam perkara ini sebelumnya dan kasusnya sudah berkekuatan hukum tetap.
Guntur lantas membahas terkait persidangan kasus suap Harun Masiku pada 2020 lalu. Dia menyebut, saat itu, Saeful Bahri, telah divonis bersalah sebagai perantara suap Harun Masiku.
“Apalagi dalam persidangan No 18 tahun 2020 Saeful Bahri sudah divonis bersalah dan sudah menjalani hukumannya, sudah terbukti uang suap semuanya dari Harun Masiku dan Saeful Bahri sebagai perantaranya,” ucapnya.
Ia pun menegaskan kembali Hasto Kristiyanto dan PDIP tidak terlibat kasus suap tersebut. “Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan Partai tidak terlibat dengan kasus suap, itu semuanya inisiatif Harun Masiku yang memanfaatkan Saeful Bahri,” imbuh dia.
Sebagai informasi, permohonan yang diajukan PDIP itu berisikan permintaan agar mengalihkan calon yang telah meninggal dunia atas nama Nazarudin Kiemas, nomor urut 1, Sumatera Selatan I, kepada calon atas nama Harun Masiku, SH, nomor urut 6, Sumatera Selatan I.
“Yang Partai lakukan itu sah dan legal dengan memohon uji materi ke MA, keluar putusan No No.57.P/HUM/2019 dan Fatwa MA Nomor 37/Tuaka/TUN/2019 sayangnya KPU saat itu membangkang Putusan dan Fatwa MA,” ujar dia.
‘Perintah Ibu’ dan ‘Garansi Saya’
Diketahui, Agustiani menjadi saksi dalam kasus dugaan suap pengurusan penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Hasto. Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (24/4).
Dalam rekaman suara tersebut, Saeful menyampaikan adanya pesan dari Hasto yang siap menjadi garansi dalam proses PAW tersebut.
“Tadi Mas Hasto telepon lagi bilang ke (eks komisioner KPU) Wahyu (Setiawan) ini garansi saya, ini perintah dari ibu dan garansi saya. Jadi bagaimana caranya supaya ini terjadi,” kata Saeful dalam rekaman yang diputar jaksa.
Kemudian, Saeful juga menyampaikan pesan Hasto agar Wahyu Setiawan bertemu dengan pengacara PDIP Donny Tri Istiqomah. Saeful mengatakan Hasto meminta pertemuan itu dilakukan sebelum rapat pleno KPU diselenggarakan.
“Sebelum pleno itu ketemu Donny dulu biar dipaparin hukumnya. Terus kemudian yang kedua mbak Tio udah ketemu belum sama tim hukumnya,” ucap Saeful dalam rekaman itu.
(maa/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5162788/original/088096400_1741934719-20250314-Sidang_Hasto-HER_3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Sidang Hasto Kristiyanto, Jaksa KPK Hadirkan 3 Saksi – Page 3
Liputan6.com, Jakarta – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan kasus suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Hasto Kristiyanto selaku Sekretaris Jendral DPP PDIP, Jumat (25/4/2025). Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan dua saksi dalam persidangan tersebut.
Ruang persidangan sendiri dihadiri sejumlah tokoh, seperti istri dari Hasto Kristiyanto yakni Maria Stefani Ekowati, Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus, hingga kader dan simpatisan PDIP.
Adapun agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Mereka adalah Ilham Yulianto selaku sopir kader PDIP Saeful Bahri, Rahmat Setiawan selaku ajudan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, dan Patrick Gerrard Masoko (swasta).
Dalam kasus ini, Hasto Kristiyanto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi, yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka pada rentang waktu 2019-2024.
Hasto diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, mantan terpidana kasus suap PAW Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu pada rentang waktu 2019-2020.
Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih asal daerah pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5175766/original/050040100_1743048031-WhatsApp_Image_2025-03-27_at_09.55.51.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
4 Fakta Sidang Hasto: Muncul Rekaman ‘Perintah Ibu’ hingga Tenggelamkan Ponsel – Page 3
Mantan Komisioner Bawaslu Agustiani Tio hadir menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan suap dan perintangan dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Jaksa pun sempat memutar rekaman percakapan telepon hasil penyadapan, antara Agustiani dan kader PDIP Saeful Bahri
Terungkap, bahwa Hasto Kristiyanto disebut pasang badan alias menjadi garansi dalam pengurusan Pergantian Antar Waktu (PAW) Caleg DPR RI Harun Masiku. Kemudian, ada pula istilah “perintah ibu” dalam rekaman tersebut.
“Tadi Mas Hasto telepon lagi bilang ke Wahyu ini garansi saya, ini perintah dari ibu, dan garansi saya. Jadi bagaimana caranya supaya ini terjadi,” tutur Saeful dalam rekaman yang diputar jaksa di persidangan, Kamis 24 April 2025.
Saeful juga menyampaikan pesan dari Hasto Kristiyanto, agar Wahyu Setiawan selaku mantan Komisioner KPU bertemu dengan pengacara PDIP Donny Tri Istiqomah. Pertemuan itu diminta dilakukan sebelum diselenggarakannya rapat pleno KPU.
“Sebelum pleno itu ketemu Donny dulu biar dipaparin hukumnya. Terus kemudian yang kedua mbak Tio udah ketemu belum sama tim hukumnya,” kata Saeful dalam rekaman.
Agustiani pun mengakui percakapan dalam sambungan telepon itu, yang terjadi pada 6 Januari 2020.
“Saudara Saiful mengatakan tadi Mas Hasto telepon lagi, bilang ke Wahyu ini garansinya saya. Ini perintah dari Ibu, jadi bagaimana caranya agar ini terjadi. Benar saudara Saiful mengatakan seperti itu?,” tanya jaksa.
“Iya, kan ada rekamannya,” jawab Agustiani.
“Jadi di situ, Saiful mengatakan bahwa ini garansinya adalah terdakwa Pak Hasto begitu?,”tanya jaksa lagi.
“Iya Saiful yang berkata seperti itu,” sahutnya.
Agustiani pun meneruskan pesan dari Saeful kepada terpidana Wahyu Setiawan selaku mantan Komisioner KPU, pada 8 Januari 2020.
“Saya berkata, kayaknya memang sekjen ikut di dalam ini, mungkin ibu minta. Maksudnya adalah saya berpendapat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ikut dalam persoalan pergantian dalam penetapan caleg dari Harun Masiku ini?,” kata jaksa membacakan BAP.
“Iya, sebelumnya kan sudah ada instruksi dari Saeful. Karena dimintanya begitu,” jawab Agustiani.
Dalam kasus ini, Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi, yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka pada rentang waktu 2019-2024.
Hasto diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, mantan terpidana kasus suap PAW Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu pada rentang waktu 2019-2020.
Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih asal daerah pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
/data/photo/2022/11/10/636c70b53332a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/04/24/6809c2cc4eb05.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)