Jadi Tersangka Perintangan Perkara Kejagung, Bos Buzzer Langsung Ditahan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Bos
buzzer
, M. Adhiya Muzakki (MAM) langsung
ditahan
usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan, penuntutan, hingga pengadilan untuk tiga kasus perkara, yaitu kasus dugaan korupsi PT Timah, kasus dugaan impor gula, dan kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO).
“Terhadap tersangka dilakukan penahanan 20 hari ke depan terhitung oleh hari ini berdasarkan Surat Perintah Penahanan No. 31 tanggal 7 Mei 2025 dan yang bersangkutan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus
Kejagung
Abdul Qohar dalam konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Selasa (7/5/2025).
Adhiya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga terlibat pemufakatan jahat bersama dengan tiga tersangka lain yang sudah lebih dahulu ditahan oleh penyidik.
Tiga tersangka lain adalah Marcella Santoso (MS) selaku advokat, Junaedi Saibih (JS) selaku advokat, dan Tian Bahtiar (TB) selaku Direktur Pemberitaan JAK TV non aktif.
Dalam komplotan ini, Adhiya berperan sebagai ketua tim
cyber army
yang bertugas untuk mengerahkan 150 buzzer.
Ia disebutkan terlibat dalam pembuatan sejumlah konten negatif yang nantinya disebarkan ke sejumlah media sosial dan media online.
Para
buzzer
ini diarahkan untuk menyebarkan dan memberikan komentar di sejumlah konten negatif yang dibuat oleh Tian Bahtiar.
Perbuatan para tersangka diduga sengaja untuk menjatuhkan Kejaksaan Agung dan jajaran Jampidsus dengan cara membentuk narasi negatif di muka umum.
Dari aksinya itu, Adhiya memperoleh total uang sebesar Rp864.500.000.
Adhiya diduga melanggar pasal 21 undang-undang tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah undang-undang nomor 21 tahun 2021 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Ia pun langsung ditahan di rumah tahanan (rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kebutuhan penyidikan.
Sebelumnya, penyidik telah menetapkan tiga orang tersangka, yaitu Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Tian Bahtiar.
Penetapan tersangka hari ini merupakan pengembangan dari penyidikan dalam kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) kepada tiga korporasi, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group yang bergulir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG), serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
Kemudian, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis, serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota.
Terbaru, Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei, ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merupakan pihak yang menyiapkan uang suap Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya untuk penanganan perkara ini.
Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp 60 miliar.
Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar. Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani kasus ekspor CPO divonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Pengadilan TIPIKOR Jakarta
-
/data/photo/2025/04/30/6811a22f9ba73.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pihak Hasto Nyatakan Rekaman yang Jadi Bukti KPK Ilegal karena Tak Berizin
Pihak Hasto Nyatakan Rekaman yang Jadi Bukti KPK Ilegal karena Tak Berizin
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Tim kuasa hukum Sekjen PDI-P
Hasto Kristiyanto
mempermasalahkan legalitas rekaman percakapan antara
Riezky Aprilia
dan
Saeful Bahri
yang diajukan sebagai alat bukti oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Protes dari kubu Hasto Kristiyanto ini disampaikan saat Riezky, yang merupakan mantan anggota DPR RI, dihadirkan sebagai saksi sidang perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan
kasus Harun Masiku
yang menjerat Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/5/2025).
Kuasa hukum Hasto, Alvon Kurnia Palma, berpandangan bahwa rekaman tersebut bersifat ilegal lantaran dilakukan tanpa seizin pihak yang direkam.
Ia menilai tindakan ini melanggar prinsip kerahasiaan sebagaimana tertuang dalam Pasal 20 Ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP).
“Apakah orang yang direkam ketika itu memberikan persetujuan atau tidak, walaupun pada saat ini dikatakan sudah memiliki alat bukti,” ujar Alvon dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, hari ini.
Adapun rekaman yang didengarkan oleh jaksa di muka persidangan memuat percakapan antara Riezky dengan Saeful saat bertemu di Singapura pada 25 September 2019.
Riezky mengeklaim bahwa rekaman tersebut merupakan bukti adanya tekanan dari Saeful kepadanya untuk mengundurkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg).
Alvon menuturkan bahwa legalitas alat bukti harus diuji sesuai ketentuan hukum.
Oleh sebab itu, mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini menilai bukti rekaman tersebut tidak sah lantaran tidak diperoleh melalui cara yang sesuai diatur dalam ketentuan perundang-undangan.
“Rekaman ini ilegal. Ini kan berdasarkan UU. Kalau ini dibolehkan, pertanyaannya seluruh aktivitas kita, termasuk CCTV, yang tidak kita setujui jadi dibolehkan. Mohon pertimbangannya, Majelis Hakim,” kata Alvon.
Sementara itu, jaksa KPK menyatakan bahwa rekaman tersebut merupakan inisiatif dari Riezky untuk menguatkan keterangannya.
Setelah diserahkan kepada jaksa, rekaman itu kemudian disita secara sah sebagai bagian dari alat bukti.
“Rekaman ini digunakan untuk menguatkan keterangan yang bersangkutan. Bukan kami yang merekam, tetapi saksi sendiri,” kata jaksa.
Menengahi perdebatan ini, Ketua Majelis Hakim, Rios Rahmanto, lantas menyatakan bahwa keberatan dari penasihat hukum akan dicatat dan dipertimbangkan dalam proses penilaian akhir.
Hakim menegaskan bahwa seluruh pihak diberikan ruang untuk menyampaikan bukti masing-masing, dan sah atau tidaknya suatu bukti diputuskan dalam pertimbangan majelis.
“Kalau menurut penasihat hukum rekaman ini tidak sah, silakan disampaikan dalam pleidoi. Kami akan mempertimbangkan,” kata hakim Rios.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/07/681ae151ba8ec.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Jaksa Bongkar Pesan Pengacara Ronald Tannur, Bahas “Lenyapkan Perkara” di Penyidikan
Jaksa Bongkar Pesan Pengacara Ronald Tannur, Bahas “Lenyapkan Perkara” di Penyidikan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Jaksa penuntut umum membongkar percakapan pengacara Gregorius Ronald Tannur,
Lisa Rachmat
, dan ibu Ronald Tannur,
Meirizka Widjaja Tannur
, yang membahas rencana melenyapkan perkara pembunuhan Ronald Tannur secara perlahan-lahan.
Jaksa mengungkap bukti percakapan ini saat memeriksa Meirizka sebagai saksi mahkota dalam dugaan suap penanganan perkara Ronald Tannur yang menjerat Lisa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
“Tolong kamu rembuk dengan papa Ronald, ini perkara harus diurus semua, harus ada isinya. Ini akan dibungkus, artinya perlahan-lahan akan dilenyapkan,” kata jaksa membacakan pesan Lisa di ruang sidang, Rabu (7/5/2025).
Menurut Lisa, dalam pesannya, dibutuhkan “isi” untuk menghapus pasal yang disangkakan penyidik kepada Ronald Tannur.
“Kemarin aku baru kasih ke penyidik berapa itu 20 atau 25 (juta),” ujar jaksa melanjutkan pesan Lisa.
Jaksa lantas meminta Meirizka menjelaskan konteks percakapannya dengan Lisa.
Namun, Meirizka mengaku tidak mengetahui maksud pesan tersebut.
“Tapi maksudnya, intinya Lisa meminta uang untuk memberi ke orang-orang itu,” tutur Meirizka.
Meirizka mengakui percakapan itu terjadi pada masa awal bergulirnya perkara dugaan pembunuhan atau penganiayaan oleh Ronald Tannur yang membuat Dini Sera Afrianti meninggal dunia.
Namun, ia mengaku tidak mengetahui maksud Lisa bahwa perkara tersebut akan dilenyapkan di tahap penyidikan.
Meragukan jawaban Meirizka, jaksa menanyakan maksud istri mantan anggota DPR RI itu menjawab pesan Lisa.
“Karena di sini jawaban dari saudara, ‘nanti aku rundingkan sama papanya Ronald’,” kata jaksa.
“Ya saya bilang, saya nanti dirundingkan dulu sama papanya Ronald. Tapi ketika saya ngomong sama papanya Ronald, dia enggak mau, dia bilang ‘jangan aneh-aneh, jangan kasih-kasih begitu. Ikuti saja jalurnya’,” ujar Meirizka.
Dalam perkara ini, Lisa Rachmat dan Meirizka didakwa bersama-sama menyuap tiga hakim PN Surabaya sebesar Rp 4,6 miliar untuk membebaskan Ronald Tannur.
Uang suap itu dibagi-bagikan di ruang hakim dan mengalir hingga Ketua PN Surabaya saat itu, Rudi Suparmono.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/07/681ad2aedff07.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
8 Diminta Hasto Mundur, Riezky Aprilia PDI-P: Anda Sekjen, Bukan Tuhan Nasional
Diminta Hasto Mundur, Riezky Aprilia PDI-P: Anda Sekjen, Bukan Tuhan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Mantan anggota DPR RI Fraksi PDI-P
Riezky Aprilia
menolak saat diminta mundur sebagai anggota DPR RI 2019–2024 terpilih oleh Sekretaris Jenderal PDI-P
Hasto Kristiyanto
.
Hal ini disampaikan Riezky saat menjadi saksi dalam sidang perkara dugaan suap dan dugaan perintangan penyidikan
kasus Harun Masiku
yang menjerat Hasto, Rabu (7/5/2025).
Awalnya, Riezky menuturkan bahwa permintaan itu disampaikan Hasto saat dirinya bertemu pada 27 September 2019.
Ia pun menanyakan kepada Hasto perihal pelantikannya sebagai anggota DPR RI terpilih menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia sebelum pencoblosan.
“Mudah-mudahan saya enggak salah, waktu itu saya hadir, Pak Sekjen, bahwa saya mempertanyakan masalah pelantikan saya. Pelantikan saya, undangan saya,” ucap Riezky dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.
“Sempat terjadi dialog pada saat itu, bahwa saya akan diberikan undangan apabila saya bersedia mundur,” kata dia menjelaskan.
Riezky merupakan caleg dengan perolehan suara terbanyak kedua di Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I pada Pemilu 2019 sehingga ia berhak menjadi caleg terpilih.
Namun, Hasto disebut memilih Harun Masiku yang ditetapkan sebagai caleg DPR terpilih, padahal perolehan suara Harun berada di urutan keenam di antara caleg-caleg PDI-P.
Riezky pun menerangkan bahwa saat itu Hasto menyampaikan permintaan mundur tersebut adalah perintah partai, tetapi ia menolaknya.
“Ini mohon maaf kalau saya agak mencoba mengingat, saya bilang, saya akan mundur apabila saya mendengar langsung dari Ibu Ketua Umum pada saat itu,” kata Riezky sambil menangis.
Riezky mengaku sempat kaget dengan respons Hasto karena Hasto membawa-bawa statusnya sebagai sekretaris jenderal partai.
Riezky lantas menegaskan bahwa Hasto memang sekjen partai, tetapi bukan Tuhan.
“Dan Pak Sekjen menjawab dan itu yang saya tidak akan pernah saya lupakan karena agak kaget untuk pertama kali saya bisa berinteraksi, ‘saya ini Sekjen partai’,” kata Riezky menirukan Hasto.
“Di situ saya, reaksi saya juga emosi, saya berdiri, (saya bilang), ‘saya tahu Anda Sekjen partai tapi Anda bukan Tuhan.’ Itu yang saya sampaikan. Waktu yang singkat Pak Sekjen tapi sangat melekat sampai sekarang di benak saya,” ucapnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/07/681aeb3bb1176.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
10 Kader PDI-P Nangis Saat Cerita Diminta Hasto Mundur demi Harun Masiku Nasional
Kader PDI-P Nangis Saat Cerita Diminta Hasto Mundur demi Harun Masiku
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Mantan anggota DPR RI dari Fraksi PDI-P
Riezky Aprilia
menangis saat menceritakan dirinya diminta mundur sebagai calon anggota legislatif (caleg) terpilih di Dapil I Sumatra Selatan (Sumsel) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.
Peristiwa ini terjadi ketika Riezky dihadirkan sebagai saksi dugaan suap pengurusan pergantian antar waktu (PAW) DPR RI yang menjerat Sekretaris Jenderal PDI-P
Hasto Kristiyanto
di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).
Riezky mengatakan, pada 27 September 2019, bertepatan dengan acara di DPP PDI-P, ia bertemu Hasto dan mempertanyakan undangan pelantikannya sebagai caleg terpilih.
“Terjadi dialog pada saat itu, bahwa saya akan diberikan undangan apabila saya bersedia mundur,” kata Riezky di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).
“Saya mempertanyakan alasannya apa, apa alasan saya disuruh mundur pada saat itu karena saya juga kader partai, saya bekerja buat partai ini juga,” ujar Riezky sambil menangis.
Riezky mengaku saat itu sudah merasa emosi dan lelah karena terus dihadapkan dengan persoalan tersebut.
Pada saat yang bersamaan, menurut dia, Hasto juga lelah dan akhirnya menyatakan bahwa ia diminta mengundurkan diri atas perintah partai.
“Ini mohon maaf kalau saya agak mencoba mengingat, saya bilang, saya akan mundur apabila saya mendengar langsung dari ibu ketua umum pada saat itu,” ujar Riezky.
Hasto menjawab ucapan Riezky ini dengan menekankan bahwa ia merupakan sekretaris jenderal partai.
Pernyataan Hasto tersebut lantas membuat emosi Riezky memuncak.
“Saya berdiri, (dan mengatakan) ‘saya tahu Anda sekjen partai tapi Anda bukan Tuhan’, itu yang saya sampaikan,” ujar Riezky.
Dalam perkara ini, Hasto didakwa menyuap anggota KPU Wahyu Setiawan agar Harun Masiku menjadi anggota DPR lewat mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Padahal, hasil pemilu menunjukkan bahwa Riezky yang berhak untuk menjadi anggota DPR karena punya perolehan suara lebih besar dibanding Harun.
Di samping kasus suap, Hasto juga didakwa merintangi penyidikan terhadap Harun Masiku yang berstatus buron sejak 2020.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/06/6819ccc55c128.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Sidang Tom Lembong Ungkap Impor untuk Koperasi TNI-Polri, Ada Nama Moeldoko dan Tomy Winata Nasional
Sidang Tom Lembong Ungkap Impor untuk Koperasi TNI-Polri, Ada Nama Moeldoko dan Tomy Winata
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sidang dugaan kasus korupsi importasi gula yang menjerat Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias
Tom Lembong
mengungkap izin impor yang diterbitkan untuk koperasi TNI-Polri.
Kepala Bagian Hukum dan Pengamanan (Kabag Kumpam) Induk Koperasi Angkatan Darat (Inkopad) Letkol CHK Sipayung mengungkapkan, pihaknya mendapat perintah dari Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) untuk mengajukan permohonan impor pada 2015.
Koperasi TNI Angkatan Darat itu kemudian mendapatkan kuota izin impor 100.000 ton gula kristal mentah (GKM).
Menurut Sipayung, keterlibatan Inkopad (saat itu Induk Koperasi Kartika) berdasar pada
memorandum of understanding
(MoU) antara KSAD Jenderal TNI
Moeldoko
dengan Mendag Gita Wirjawan pada 2013.
“MoU-nya di 2013 itu antara Pak Gita Wirjawan dengan Pak Moeldoko,” tutur Sipayung, saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perkara Tom Lembong, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (7/5/2025).
Pada persidangan itu, jaksa meminta Sipayung menjelaskan sumber gula yang kemudian dijual Inkopad ke pasar-pasar untuk mengendalikan harga.
Menurut Sipayung, Inkopad sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk melakukan
impor gula
seperti memiliki pabrik pengolahan.
Namun, koperasi itu bekerja dengan PT Angels Products, perusahaan milik pengusaha Tomy Winata.
Selain tidak memiliki pabrik, Inkopad juga tidak memiliki cukup dana untuk membeli gula dari luar negeri dan mendistribusikan ke masyarakat.
Biaya impor gula bersumber dari PT Angels Product. Sementara, untuk mendistribusikan gula pasir Inkopad, menjalin kontrak dengan distributor swasta.
“Nanti (distributor) bayarnya ke Angels, setelah itu ambil gulanya di pabrik Angels, kemudian baru kita distribusikan,” kata Sipayung.
Pada penghujung sidang, saat mendapat giliran dicecar Tom Lembong, Sipayung mengakui PT Angels Products milik Tomy Winata.
Pengusaha itu memang memiliki hubungan bisnis dengan TNI Angkatan Darat.
“Kalau Angels itu yang saya tangkap punya Tomy Winata Pak. Nah, kita punya hubungan dengan Tomy Winata masalah Hotel Kartika Discovery itu punya Inkopkar, yang ngelola itu anak perusahaannya Tomy Winata, PTK Pak,” ujar Sipayung.
Mendengar penjelasan Sipayung, hakim anggota Alfis Setiawan merasa heran karena Inkopad sebenarnya tidak dalam kapasitas mampu mengimpor gula dan melakukan operasi pasar.
Alfis mempertanyakan Inkopad yang mendistribusikan gula melalui distributor swasta. Padahal, mereka memiliki banyak cabang.
“Kenapa enggak koperasi saja yang melakukannya? Tadi Bapak sampaikan koperasi ini punya cabang di seluruh Indonesia?” tanya Alfis.
“Punya, kita punya 1.000 lebih prim, punya 22 pos,” ujar Sipayung.
Merasa pertanyaannya belum terjawab, Hakim ad hoc itu pun mengulik alasan mengapa Inkopad mengambil gula dari PT Angels Products dan mengirimnya melalui cabang sendiri.
Menurut Sipayung, Inkopad tidak mampu mendistribusikan sendiri komoditas gula tersebut.
Alfis juga mempersoalkan Inkopad yang secara keuangan anggaran tidak cukup mampu untuk melakukan operasi pasar dan mendistribusikannya ke pasar.
“Bapak tadi jawab anggaran enggak ada, dana kami kurang koperasi. Kan begitu jawabannya. Kalau tahu dana kurang, anggaran minim, ngapain dahulu mengajukan permohonan kepada Kementerian Perdagangan untuk mendapatkan penugasan?” cecar Hakim.
Sementara itu, Sipayung mengaku hanya menjalankan perintah KSAD. Sebagai prajurit, pihaknya akan melaksanakan apapun perintah atasan.
Menurut Sipayung, dari kegiatan operasi pasar itu membuat Inkopad meraup keuntungan Rp 7,5 miliar.
Inkopad menjual gula dari PT Angels ke distributor atau pedagang seharga Rp 9.500.
“Nah, dia jual maksimal, lupa saya kalau enggak salah antara Rp 11.500,” ujar Sipayung.
Uang dibayarkan para distributor ke pihak PT Angels Products. Dari transaksi ini, Inkopad menerima keuntungan Rp 75 per kilogram.
“Tadi Bapak sampaikan bahwa koperasi ini dapat untung Rp 75 per kilogram. Dikalikan 100.000 ton berapa?” tanya hakim anggota Alfis Setiawan.
“Rp 7,5 M,” jawab Sipayung.
“Rp 7,5 M keuntungan yang diperoleh?” timpal Alfis memastikan.
“Iya,” ujar Sipayung
Sementara Inkopad mendapatkan 100.000 ton kuota impor pada 2015, Induk Koperasi Polri (Inkoppol) mendapatkan kuota impor 200.000 ton gula kristal mentah pada 2016.
Mantan Kepala Divisi Perdagangan Inkoppol, Irjen Pol (Purn) Mudji Waluyo mengatakan, pada April 2016, pihaknya mengajukan permohonan kuota impor 300.000 ton dan meminta izin untuk melakukan operasi pasar.
Selain itu, Inkoppol juga meminta Tom Lembong menerbitkan izin impor 300.000 ton raw sugar kepada produsen gula nasional yang menjadi mitra koperasi Korps Bhayangkara tersebut.
“Mohon dapat kiranya Bapak Menteri memberikan tugas pada Inkoppol memberikan izin serta penugasan untuk melakukan operasi pasar melalui pendistribusian gula sebanyak 300.000 ton sampai dengan akhir bulan Desember 2016,” ujar Waluyo, membacakan surat permohonan ke Tom Lembong.
Tom Lembong kemudian merespons permohonan tersebut dengan menerbitkan Surat Nomor 634 tertanggal 3 Mei 2916.
Pada surat itu, Tom Lembong mengabulkan sebagian permohonan Inkoppol.
“Pada prinsipnya kami juga dapat menyetujui permohonan saudara, untuk pengadaan gula mentah guna kebutuhan pendistribusian gula tersebut di atas sebesar 200.000 ton,” ujar Waluyo, membaca surat tersebut.
Menurut dia, surat itu ditembuskan ke Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Menteri Perindustrian, Kapolri, Kepala Staf Kepresidenan, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).
Pada persidangan itu, Waluyo mengakui, salah satu alasan Inkoppol mengikuti operasi pasar adalah karena persoalan harga gula berkaitan dengan keamanan dan ketertiban.
Mulanya, pengacara Tom Lembong mengonfirmasi keterangan Waluyo kepada penyidik terkait keberadaan preman yang menjadi beking para pedagang.
“Coba saudara saksi jelaskan, dalam BAP nomor 10 saksi menerangkan bahwa pertimbangan Inkoppol mengajukan operasi pasar dikarenakan di lapangan terdapat penolakan keras operasi pasar penjual gula yang mendapat beking preman. Mohon saksi jelaskan,” kata pengacara, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (6/5/2025).
Waluyo kemudian menceritakan pengalamannya saat melakukan operasi pasar di Cipinang. Saat itu, Inkoppol membawa dua truk bertuliskan “operasi pasar gula”.
Namun, kehadiran Inkoppol yang hendak menurunkan harga gula ditolak para pedagang di pasar.
“Ditolak oleh kelompok kartel di situ. Akhirnya kita panggil Kapolsek, kita dudukkan bersama, ini perintah negara. Baru kita bisa masuk. Itu salah satu bukti,” ujar Waluyo.
Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara Rp 578 miliar.
Jaksa dalam surat dakwaannya mempersoalkan tindakan Tom Lembong menunjuk sejumlah koperasi TNI-Polri untuk mengendalikan harga gula, alih-alih perusahaan BUMN.
“Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak menunjuk perusahaan BUMN untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan Inkopkar, Inkoppol, Puskopol, SKKP TNI-Polri,” kata jaksa, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Jaksa KPK Hadirkan Riezky Aprilia dan Saeful Bahri di Sidang Hasto Kristiyanto Hari Ini – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Persidangan perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto kembali bergulir hari ini, Rabu (7/5/2025)
Dalam sidang beragendakan pemeriksaan saksi kali ini, jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana menghadirkan dua pihak.
“Saksi untuk sidang terdakwa Hasto Kristiyanto, Rabu, eks anggota DPR dari Fraksi PDIP Riezky Aprilia dan kader PDIP Saeful Bahri,” kata Jaksa Budi Sarumpaet dalam keterangannya, Rabu (7/5/2025).
Terungkap sebelumnya bahwa Hasto berjanji akan merekomendasikan Riezky Aprilia untuk posisi Komisioner Komnas HAM atau komisaris BUMN, bila bersedia menyerahkan kursi DPR kepada Harun Masiku.
Riezky dan Harun merupakan kader PDIP yang bersaing untuk memperebutkan kursi di Dapil I Sumatera Selatan pada pemilihan legislatif 2019.
Riezky berhasil meraih suara terbanyak kedua, berhak menggantikan posisi Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia, sementara Harun meraih suara terbanyak keenam tetapi mendapat dukungan dari Hasto untuk menggantikan Nazaruddin.
Pernyataan ini disampaikan oleh Tim Biro Hukum KPK saat membacakan tanggapan atas dalil dan permohonan Hasto dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (6/2/2025).
“Pada tanggal 31 Agustus 2019, KPU menetapkan bahwa untuk Dapil DPR Sumsel I, DPP PDI Perjuangan memperoleh 1 kursi dengan calon terpilih atas nama Riezky Aprilia,” kata Tim Biro Hukum KPK.
Pada 23 September 2019, pengacara PDIP Donny Tri Istiqomah menghubungi Riezky untuk bertemu di kantor DPP PDIP. Namun, Riezky sedang berada di Singapura.
Hasto kemudian mengutus kader PDIP, Saeful Bahri, untuk menemui Riezky di Shangri-La Orchard Hotel Singapore pada 25 September 2019.
Saeful menyampaikan pesan dari Hasto kepada Riezky.
“Diutus dan diperintah oleh pemohon [Hasto] dan meminta kepadanya untuk mengundurkan diri dari caleg terpilih dan akan diberikan rekomendasi menjadi Komisioner Komnas HAM atau Komisaris BUMN,” ujat Tim Biro Hukum KPK.
Dr. Riezky Aprilia, S.H., M.H. (Kolase Tribunnews/Wikipedia)
Pengunduran diri Riezky dimaksudkan agar Harun dapat menjadi caleg terpilih dari Dapil I Sumsel, namun Riezky menolak dan menyatakan akan melawan.
“Mengetahui hal tersebut, pemohon selaku Sekjen PDI Perjuangan tetap mengupayakan agar Harun Masiku menjadi anggota DPR RI dari Dapil I Sumatera Selatan,” kata Tim Biro Hukum KPK.
Hasto Kristiyanto didakwa menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai caleg pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019–2024.
Jaksa KPK Wawan Yunarwanto menyebut, Hasto secara bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku, menyuap Wahyu Setiawan.
Dalam pembacaan dakwaan, jaksa membeberkan nominal suap ini berjumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta.
Selain pasal penyuapan, jaksa juga mendakwa Hasto menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi Harun Masiku sebagai tersangka.
Perintangan penyidikan ini dengan cara memerintahkan Harun Masiku, melalui penjaga Rumah Aspirasi bernama Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah Wahyu Setiawan ditangkap KPK.
“Hasto juga memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK,” kata Jaksa Wawan dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (14/3/2025).
Hasto Kristiyanto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
-

Kasus Ronald Tannur, Berkas Perkara Eks Ketua PN Surabaya Dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakpus – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan pelimpahan berkas perkara eks Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Rudi Suparmono ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Rudi Suparmono disangka terlibat dalam suap yang dilakukan kepada hakim terkait kasus dugaan suap dalam penanganan perkara pembebasan Gregorius Ronald Tannur.
Pelimpahan berkas perkara Rudi Suparmono dilakukan, pada Selasa, 6 Mei 2025.
“Jaksa Penuntut Umum pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus dan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat telah melakukan pelimpahan berkas perkara terhadap terdakwa Rudi Suparmono, selaku eks Ketua Pengadilan Negeri Surabaya dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan/atau gratifikasi terkait penanganan perkara Terpidana Ronald Tannur,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar, dalam keterangan tertulis, Selasa (6/5/2025).
Selanjutnya, Harli mengatakan, Tim Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Pusat menunggu jadwal pelaksanaan sidang yang akan ditetapkan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Lebih lanjut, Harli memastikan, jaksa penuntut umum akan menghadiri agenda sidang pembacaan surat dakwaan setelah hari sidang ditetapkan.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan eks Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rudi Suparmono (RS) sebagai tersangka kasus dugaan suap dalam penanganan perkara pembebasan Gregorius Ronald Tannur.
Rudi Suparmono disangka terlibat dalam suap yang dilakukan kepada hakim.
Rudi Suparmono ditangkap di Palembang, Sumatera Selatan.
Hal itu disampaikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, Selasa (14/1/2025).
“Selanjutnya RS karena ditemukan bukti yang cukup karena tindak pidana korupsi maka RS ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Abdul Qohar dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.
Abdul mengatakan, Rudi diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap dan gratifikasi ketika masih menjabat sebagai Kepala PN Surabaya.
Rudi Suparmono diduga turut menerima suap dan/atau gratifikasi yang diberikan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat (LR).
-
/data/photo/2025/05/06/6819ccc55c128.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
8 Saksi Sebut Laba Operasi Gula Tom Lembong Dipakai untuk Kesejahteraan Prajurit TNI-Polri Nasional
Saksi Sebut Laba Operasi Gula Tom Lembong Dipakai untuk Kesejahteraan Prajurit TNI-Polri
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Eks Kepala Bidang Hukum dan Pengamanan (Kumpam) Induk Koperasi Angkatan Darat (Inkopad), Letkol CHK Sipayung mengatakan, keuntungan
operasi pasar gula
digunakan untuk mensejahterakan anggota
TNI
.
Saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi importasi gula yang menjerat eks Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias
Tom Lembong
, Sipayung sempat ditanya pengacara Lembong, Ari Yusuf Amir, apakah operasi pasar itu berhasil atau tidak.
“Berhasil Pak,” jawab Sipayung di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (6/5/2025).
Ari kemudian ditanya tujuan pembentukan Inkopad yang pada saat itu masih bernama Induk Koperasi Kartika (Inkopkar).
“Apakah keuntungan yang didapatkan juga digunakan dalam mensejahterakan prajurit, Pak?” tanya Ari.
“Digunakan, Pak,” jawab Sipayung lagi.
Setelah itu, Ari beralih menanyakan hal yang sama kepada mantan Kepala Divisi Perdagangan Induk Koperasi
Polri
(Inkoppol) Irjen Pol (Purn) Muji Waluyo.
Pensiunan jenderal polisi bintang tiga itupun menyebut, operasi Inkoppol pada 2016 yang mendapat tugas dari Tom Lembong berhasil.
“hasil yang diuntungkan, didapatkan pihak Bapak, apakah digunakan untuk kesejahteraan anggota Polri Pak?” tanya Ari.
“Digunakan, terbukti dengan meningkatnya SHU (sisa hasil usaha),” jawab Waluyo.
Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara Rp 578 miliar.
Jaksa dalam surat dakwaannya mempersoalkan tindakan Tom Lembong menunjuk sejumlah koperasi TNI-Polri untuk mengendalikan harga gula, alih-alih perusahaan BUMN.
“Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak menunjuk Perusahaan BUMN untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan Inkopkar, Inkoppol, Puskopol, SKKP TNI-Polri,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/06/6819eaebc79b1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Alasan Inkoppol Ikut Operasi Gula Tom Lembong: Pasar Dikuasai Preman
Alasan Inkoppol Ikut Operasi Gula Tom Lembong: Pasar Dikuasai Preman
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Induk Koperasi Polri (
Inkoppol
) disebut terlibat dalam
operasi pasar
pengendalian harga gula pada 2016 karena terdapat pedagang-pedagang dengan beking
preman
.
Informasi ini terungkap ketika kuasa hukum Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong mencecar Irjen Pol (Purn) Muji Waluyo.
Ia merupakan mantan Kepala Divisi Perdagangan Inkoppol yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi importasi gula yang menjerat Tom Lembong.
“Coba saudara saksi jelaskan, dalam BAP nomor 10 saksi menerangkan bahwa pertimbangan Inkoppol mengajukan operasi pasar dikarenakan di lapangan terdapat penolakan keras operasi pasar penjual gula yang mendapat beking preman. Mohon saksi jelaskan,” kata pengacara di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (6/5/2025).
Waluyo mengatakan, harga gula yang melambung tinggi pada 2016 meresahkan masyarakat. Fenomena itu dinilai menjadi salah satu indikator terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas).
Ia lantas menceritakan pengalamannya sendiri ketika melakukan operasi pasar di Cipinang. Saat itu, ia dan petugas Inkoppol membawa dua truk berisi tulisan “operasi pasar gula”.
“Ditolak oleh kelompok
kartel
di situ. Akhirnya kita panggil Kapolsek, kita dudukkan bersama, ini perintah negara. Baru kita bisa masuk. Itu salah satu bukti,” ujar Waluyo.
Selain di Cipinang, hal serupa juga terjadi ketika Inkoppol melakukan operasi pasar di Pasar Beringharjo, Yogyakarta.
Saat itu, pihaknya memanggil Kapolrestabes setempat untuk mengawal operasi pasar.
“Karena Inkoppol memiliki jaringan kesamaan dari Mabes, Polda, dan Polres itulah salah satu indikator bahwa pimpinan memerintahkan Inkoppol, bukan Polri-nya untuk bekerja karena ini di bidang usaha pastinya koperasi,” tutur Waluyo.
Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara Rp 578 miliar.
Jaksa dalam surat dakwaannya mempersoalkan tindakan Tom Lembong menunjuk sejumlah koperasi TNI-Polri untuk mengendalikan harga gula, alih-alih perusahaan BUMN.
“Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak menunjuk Perusahaan BUMN untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan Inkopkar, Inkoppol, Puskopol, SKKP TNI-Polri,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/05/08/681b98789cd53.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)