Kementrian Lembaga: Pengadilan TIPIKOR Jakarta

  • Polisi kerahkan 511 personel amankan sidang Hasto

    Polisi kerahkan 511 personel amankan sidang Hasto

    Titik-titik krusial seperti kedatangan massa, kehadiran terdakwa, serta proses keluar-masuk ruang sidang menjadi fokus pengamanan kami

    Jakarta (ANTARA) – Sebanyak 511 personel gabungan dari Polda Metro Jaya dan Polres Metro Jakpus dikerahkan untuk mengamankan jalannya sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi dengan terdakwa Hasto Kristiyanto di Pengadilan Negeri/Tipikor Jakarta Pusat.

    Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro menjelaskan pola pengamanan kali ini merupakan kelanjutan dari strategi minggu sebelumnya, dengan beberapa penyesuaian berdasarkan dinamika lapangan.

    “Titik-titik krusial seperti kedatangan massa, kehadiran terdakwa, serta proses keluar-masuk ruang sidang menjadi fokus pengamanan kami,” kata Susatyo di Jakarta, Jumat.

    Ia menekankan sidang ini bersifat terbuka untuk umum, namun dengan pengawasan ketat untuk mencegah tindakan provokatif.

    Polisi kata Susatyo, telah menyiapkan area pemisahan bagi massa pro dan kontra agar tidak terjadi gesekan, dengan pendekatan persuasif kepada seluruh pengunjung.

    “Kami imbau massa untuk menempati areal masing-masing secara tertib. Setelah terdakwa tiba, Jalan Bungur Besar akan kami alihkan sementara demi kelancaran sidang,” ujarnya.

    Kapolres Jakarta Pusat berharap seluruh rangkaian sidang dapat berjalan aman, tertib, dan damai.

    “Kami jalankan tugas ini dengan penuh tanggung jawab dan kehormatan. Semoga pengamanan hari ini berjalan lancar tanpa gangguan,” ujarnya.

    Diketahui, sidang kasus Hasto kali ini mengagendakan pemeriksaan saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum. Saksi dimaksud, yakni anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2016-2024 Hasyim Asyari dan penyelidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Arif Budi Raharjo.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi, yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka, pada rentang waktu 2019–2024.

    Sekjen DPP PDI Perjuangan itu diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun Masiku, melalui penjaga Rumah Aspirasi Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh KPK terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Periode 2017–2022 Wahyu Setiawan.

    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebut memerintahkan ajudannya bernama Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggam untuk mengantisipasi adanya upaya paksa dari penyidik KPK.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

  • Hasto Sebut Penyidik Rossa Bukan Saksi Fakta: Dia Berimajinasi

    Hasto Sebut Penyidik Rossa Bukan Saksi Fakta: Dia Berimajinasi

    Hasto Sebut Penyidik Rossa Bukan Saksi Fakta: Dia Berimajinasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P),
    Hasto Kristiyanto
    menilai, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ),
    Rossa Purbo Bekti
    , bukan
    saksi
    fakta.
    Hal ini disampaikan Hasto usai mendengar keterangan Rossa yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK sebagai saksi perkara dugaan perintangan penyidikan tersangka suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI yang menjerat dirinya sebagai terdakwa.
    “Hari ini saya menegaskan bahwa saudara Rossa ternyata bukan saksi fakta,” kata Hasto saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (9/5/2025).
    Hasto menilai, keterangan yang disampaikan Rossa di dalam persidangan bukan fakta atas peristiwa yang dilihat, didengar, dan dialami sendiri.
    Menurutnya,
    penyidik KPK
    dari Polri itu hanya memberikan asumsi atas peristiwa yang ditanganinya tersebut.
    “Dia mengkonstruksikan (peristiwa) berdasarkan imajinasi dan asumsi dari saudara Rossa,” kata Hasto.
    Dalam perkara ini, Hasto didakwa memberikan uang sejumlah 57.350 dollar Singapura atau setara Rp 600 juta kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan pada rentang waktu 2019-2020.
    Tindakan ini disebut dilakukan bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, kader PDI-P, Saeful Bahri, dan
    Harun Masiku
    .
    Uang ini diduga diberikan dengan tujuan supaya Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui PAW Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
    Selain itu, Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun untuk merendam telepon genggam ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh KPK terhadap Wahyu Setiawan.
    Perintah kepada Harun dilakukan Hasto melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan.
    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebut memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
    Atas tindakannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kubu Hasto Protes Penyidik KPK Rossa Purbo Jadi Saksi Sidang Kasus Suap PAW Harun Masiku – Halaman all

    Kubu Hasto Protes Penyidik KPK Rossa Purbo Jadi Saksi Sidang Kasus Suap PAW Harun Masiku – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kubu terdakwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto protes saat penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus suap dan perintangan penyidikan pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku.

    Dalam sidang hari ini, Jaksa KPK menghadirkan tiga penyidik sebagai saksi, salah satunya AKBP Rossa Purbo Bekti.

    Protes itu diungkapkan kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail diawal jalannya sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jum’at (9/5/2025).

    Awalnya Maqdir mempertanyakan alasan Jaksa menghadirkan Rossa dan dua penyidik lainnya sebagai saksi dalam sidang kliennya.

    Pasalnya menurut dia, ketiga orang itu tidak tepat jika dihadirkan sebagai saksi dalam sidang tersebut.

    “Yang Mulia, sebelum dilakukan permintaan identitas ketiga saksi, kedudukan saksi ini sebagai saksi apa? Karena mereka adalah penyidik. Kalau mereka menjadi saksi verbal lisan, keterangan mana yang akan mereka bantah? Menurut hemat kami, mereka tidak tepat dijadikan saksi dalam perkara ini,” kata Maqdir di ruang sidang.

    Lebih lanjut Maqdir menyatakan apabila Rossa Purbo dan dua penyidik KPK itu tetap menjadi saksi maka keterangan mereka hanya berdasarkan pernyataan orang lain atau testimoni de auditu.

    Maqdir pun menolak apabila ketiga penyidik itu sebagai saksi lantaran tidak sesuai dengan aturan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    “Kami tidak ingin persidangan kita ini melanggar ketentuan-ketentuan dalam KUHAP,” katanya.

    Minta Majelis Hakim Keberatan

    Sementara itu kuasa hukum Hasto lainnya, Ronny Talapessy menilai dengan dihadirkannya penyidik KPK dalam sidang kliennya, jaksa hanya ingin membuktikan hasil dari penyidikan kasus tersebut.

    Sehingga Ronny meminta agar majelis hakim mencatat keberatan daripada pihaknya atas dihadirkannya penyidik KPK sebagai saksi.

    “Jadi menurut kami ini dimasukkan saja yang mulia mohon dicatat. Tidak perlu dihadirkan penyidik ini, ini kan sebenarnya penyidik sudah diwakili oleh berkas-berkas yang mereka periksa bukti bukti yang mereka periksa,” kata Ronny.

    Penjelasan Jaksa

    Menanggapi hal tersebut, Jaksa KPK mengatakan bahwa ketiga penyidik itu bakal dijadikan sebagai saksi fakta.

    Sehingga mereka memandang perlu ketiga orang itu dihadirkan sebagai saksi lantaran berkaitan langsung dengan kasus yang menjerat Harun Masiku.

    “Sehingga perlu kami hadirkan di persidangan, saksi yang merupakan penyidik di perkara Harun Masiku dan juga penyelidik pada waktu OTT (operasi tangkap tangan) untuk menjelaskan fakta kejadian pada waktu itu dan juga fakta terintanginya atau terhalanginya penyidikan perkara Harun Masiku,” jelas Jaksa.

    Seperti diketahui Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum’at (14/3/2025).

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.

    Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

    Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

    Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

    Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

    Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

    “Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa.

    Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

    Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

    Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

    “Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya.

    Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

    Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.

    Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.

    Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

     

     

  • Sidang Hasto Tegang, Penyidik KPK yang Buru Harun Masiku Jadi Saksi

    Sidang Hasto Tegang, Penyidik KPK yang Buru Harun Masiku Jadi Saksi

    Sidang Hasto Tegang, Penyidik KPK yang Buru Harun Masiku Jadi Saksi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sidang dugaan suap dan perintangan penyidikan yang menjerat Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P,
    Hasto Kristiyanto
    , dimulai dengan ketegangan, pada Jumat (9/5/2025).
    Ketegangan itu timbul ketika jaksa penuntut umum
    Komisi Pemberantasan Korupsi
    (KPK) menghadirkan tiga penyidik dan penyelidik yang memburu eks kader PDI-P, Harun Masiku, dan Hasto pada 2020.
    Ketiga penyidik itu adalah Rossa Purbo Bekti, Rizka Anungnata, dan Arif Budi Raharjo.
    Mulanya, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rios Rahmanto, akan memeriksa identitas para saksi.
    Namun, pengacara Hasto, Maqdir Ismail, mempertanyakan keabsahan para saksi.
    “Ketiga saksi kedudukan saksi ini sebagai saksi apa? Karena mereka adalah penyidik. Kalau mereka akan menjadi verbal lisan, keterangan mana yang akan mereka bantah?” kata Maqdir, di ruang sidang.
    Maqdir menilai, keberadaan ketiga penyidik itu tidak sesuai dengan Pasal 153 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan bahwa keterangan saksi adalah keterangan karena melihat sendiri dan mendengar sendiri.
    “Jadi, menurut hemat kami, kami keberatan karena kami ini tidak diatur sedemikian rupa di dalam KUHAP. Kami tidak ingin persidangan kita ini melanggar ketentuan-ketentuan dalam KUHAP,” tutur Maqdir.
    Menanggapi ini, jaksa KPK kemudian menyebut ketiga penyidik itu merupakan saksi fakta karena pihaknya mendakwakan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait perintangan penyidikan.
    Jaksa mengatakan, ketiga saksi itu merupakan penyidik yang mengusut perkara suap Harun Masiku saat menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada 2020.
    “Juga fakta terintanginya atau terhalanginya penyidikan perkara Harun Masiku,” kata jaksa.
    Maqdir kemudian mencoba menyela, namun dicegah oleh Hakim Rios.
    “Cukup, cukup, saya rasa cukup, kami sudah paham poin saudara,” kata Hakim Rios.
    “Karena begini, Yang Mulia, kami juga punya hak,” ujar Maqdir.
    Pengacara senior itu kemudian mengatakan, di antara ketiga saksi tersebut, ada yang menyalahkan orang lain terkait perintangan penyidikan, sementara orang-orang tersebut tidak pernah diperiksa.
    “Kami tidak ingin lembaga persidangan Yang Mulia ini dijadikan ajang untuk mengatakan sesuatu yang orang tidak bisa membela diri. Ini pokok persoalannya,” kata Maqdir.
    Hakim Rios kemudian mengatakan pihaknya memahami keberatan penasehat hukum Hasto.
    Ia meminta agar keberatan mereka dituangkan dalam nota pembelaan.
    Ia juga menegaskan bahwa hakim tidak terikat dengan saksi dan meminta sidang untuk terus dilanjutkan.
    “Ini adalah proses pembuktian sehingga kita dengarkan saja proses pembuktian,” tutur Hakim Rios.
    Mendengar ini, pengacara Hasto lainnya, Patra M Zen, pun menimpali dan memastikan para penyidik diperiksa untuk pasal perintangan penyidikan.
    Namun, Hakim Rios marah dan menjawab dengan nada tinggi.
    “Jadi, di sinilah kita buktikan, alat bukti semua dari penuntut umum maupun dari penasehat hukum. Hakim yang menilai, ya,” tegas Hakim Rios.
    “Hakim juga tidak ada alasan untuk menolaknya, tapi hakim yang akan mempertimbangkan bagaimana relevansi pembuktian,” lanjut dia.
    Setelah itu, kuasa hukum Hasto lainnya, Ronny Talapessy, mengatakan bahwa Rossa dan kawan-kawan merupakan saksi yang menyusun berkas perkara Hasto.
    Mereka kemudian memeriksa berkas yang disusun sendiri dan kini menjadi saksi terkait berkas yang dibuat.
    “Saksi fakta kami melihat bahwa ini seperti sudah membenarkan hasil penyidikan dari para penyidik,” kata Ronny.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tanggapi Staf Hasto, KPK Tegaskan Penyitaan HP Sah secara Formil

    Tanggapi Staf Hasto, KPK Tegaskan Penyitaan HP Sah secara Formil

    Tanggapi Staf Hasto, KPK Tegaskan Penyitaan HP Sah secara Formil
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menegaskan bahwa penyitaan barang bukti berupa ponsel (HP) dari staf Sekretaris Jenderal PDI-P
    Hasto Kristiyanto
    ,
    Kusnadi
    , dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.
    Hal tersebut disampaikan KPK menanggapi pernyataan Kusnadi yang merasa ditipu oleh
    penyidik KPK
    , AKBP Rossa Purbo Bekti, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), pada Kamis (8/5/2025).
    “Penyitaan yang dilakukan penyidik KPK telah sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Jumat (9/5/2025).
    Budi mengatakan, penyitaan sudah dilakukan sesuai hukum acara dan didasarkan pada surat penyitaan, sprint geledah, serta dibuatkan berita acara penyitaan dan penggeledahan sehingga hukum acaranya terpenuhi.
    Dia juga mengatakan bahwa penyitaan dalam proses penyidikan tersebut telah menjadi substansi pemeriksaan klarifikasi di Dewan Pengawas KPK dan dinyatakan tidak terbukti melanggar etik.
    “Demikian halnya, penyitaan pada penyidikan ini juga sudah menjadi fakta hukum pada perkara praperadilan atas nama saudara HK (Hasto Kristiyanto). Fakta tersebut telah dipertimbangkan dan tidak pernah dinyatakan terbukti ada pelanggaran hukum acara,” ujar dia.
    “Dengan demikian, penyitaan yang dilakukan KPK adalah sah secara formal,” ucap dia.
    Sebelumnya, Staf Kesekretariatan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Kusnadi mengaku ditipu oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rossa Purbo Bekti.
    Pengakuan ini disampaikan Kusnadi saat dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK sebagai saksi dalam sidang dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku yang menjerat Hasto Kristiyanto.
    Mulanya, jaksa mempertanyakan insiden
    penyitaan ponsel
    milik Hasto Kristiyanto pada 10 Juni, saat Kusnadi mendampingi Sekjen PDI-P menjalani pemeriksaan di KPK.
    “Apa kejadiannya?” tanya jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/5/2025).
    “Kejadian saya ditipu itu, Pak, ditipu,” sahut Kusnadi.
    “Ditipu, siapa yang menipu?” tanya jaksa.
    Kepada jaksa, Kusnadi yang juga staf dari Hasto Kristiyanto menyebut bahwa Rossa Purbo Bekti yang telah menipunya.
    “Pak Rossa, Pak, Pak Rossa,” kata Kusnadi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 2 Penyidik KPK Jadi Saksi di Sidang Hasto Kristiyanto Hari Ini

    2 Penyidik KPK Jadi Saksi di Sidang Hasto Kristiyanto Hari Ini

    Jakarta

    Penyidik KPK akan dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk Harun Masiku dan perintangan penyidikan, terdakwa Hasto Kristiyanto. Ada dua penyidik yang akan menjadi saksi dalam sidang hari ini.

    “Rossa Purbo Bekti, Rizka Anungnata,” kata Jaksa KPK, Wawan Yunarwanto kepada wartawan, Jumat (9/5/2025).

    Sidang akan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat. Rencanannya sidang dimulai pukul 09.00 WIB.

    KPK sebelumnya mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku, yang jadi buron sejak 2020.

    “Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap Tersangka Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.

    Selain itu, Hasto didakwa menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu Setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.

    “Memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu kepada Wahyu Setiawan selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode 2017-2022,” kata jaksa, Jumat (14/3).

    (mib/zap)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • 2 Terdakwa Vonis Bebas Ronald Tannur Minta Jalani Masa Tahanan di Daerah, Ini Respons Hakim – Page 3

    2 Terdakwa Vonis Bebas Ronald Tannur Minta Jalani Masa Tahanan di Daerah, Ini Respons Hakim – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menanggapi permintaan dari Erintuah Damanik dan Mangapul terdakwa vonis bebas Gregorius Ronald Tannur yang meminta agar menjalani masa hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedungpane, Semarang Jawa Tengah, serta Mangapul yang memohon agar ditempatkan di Lapas Kelas I Medan, Sumatera Utara.

    Ketua Majelis Hakim, Teguh Santoso mengatakan, pertimbangan untuk menjalani masa tahanan di daerah terdapat syarat dan ketentuan yang berlaku sebagaimana dalam pasal Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan.

    Sehingga dengan demikian majelis hakim tidak memiliki kewenangan untuk mengamini permintaan dari terdakwa.

    “Majelis hakim mempertimbangkan bahwa jika terdakwa ingin pindah untuk menjalani pidananya ke LP semarang, ada syarat dan ketentuan yang berlaku, harus diikuti untuk pemindahan pelaksanaan pidana yaitu sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan yaitu melalui direktur Jenderal pemasyarakatan dalam hal pemindahan antar wilayah kerja kantor wilayah,” kata Teguh di ruang sidang PN Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025).

    “Sehingga penahanan terdakwa untuk dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan kelas 1 Semarang atau lapas Kedung Pane bukan menjadi kewenangan majelis hakim dalam perkara,” Teguh menambahkan.

    Diberitakan sebelumnya, Erintuah dan Mangapul meminta untuk melaksanakan pidana penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedungpane, Semarang Jawa Tengah, serta Mangapul yang memohon agar ditempatkan di Lapas Kelas I Medan, Sumatera Utara.

    “Kalau Majelis Hakim memperkenankan, saya ingin melaksanakan pidana di Lapas Kedungpane, Semarang,” ujar Erintuah dalam sidang pembacaan replik atau tanggapan jaksa penuntut umum terhadap nota pembelaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (2/5).

    Hal senada turut diutarakan oleh Mangapul melalui penasihat hukumnya, Philipus Sitepu.

    Philipus menyebutkan kliennya ingin dekat dengan keluarga, sehingga ingin ditempatkan di Lapas Kelas I Medan.

     

  • Hamparan Ratusan Miliar Disita Jaksa dari Kasus Duta Palma

    Hamparan Ratusan Miliar Disita Jaksa dari Kasus Duta Palma

    Jakarta

    Ratusan miliar uang disita Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) PT Duta Palma Grup. Uang Rp 479 miliar itu dihamparkan untuk ditunjukkan kepada publik.

    Tumpukan uang pecahan seratusribu itu dijejerkan saat konferensi pers di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (8/5/2025). Uang itu dijejerkan sampai panjangnya sekitar 5 meter.

    Direktur Penuntutan Jampidsus Sutikno menjelaskan tumpukan uang itu terkait kasus TPPU dalam kegiatan usaha perkebunan sawit PT Duta Palma Group. Kasus tersebut sudah dalam tahap penuntutan.

    Uang tersebut rencananya akan dikirim oleh anak usaha PT Darmex Plantations yaitu PT Delimuda Perkasa dan PT Taluk Kuanta Perkasa ke Hong Kong. Pengiriman disebut dilakukan melalui jasa perbankan.

    “Yang diduga sebagai hasil kejahatan, ini akan dikirimkan ke Hong Kong melalui jasa perbankan,” kata Sutikno saat konferensi pers di Kejagung, Jaksel, Kamis (8/5).

    Penyidik kemudian memblokir uang tersebut dan berkoordinasi dengan penuntut umum. Setelahnya, uang disita sebagai barang bukti untuk didalami lebih lanjut.

    “Kemudian penyidik melakukan koordinasi dengan penuntut umum, dan selanjutnya penyidik melakukan pemblokiran terhadap jumlah uang tersebut sebesar Rp 479.175.079.148,” ucapnya.

    “Dan setelah dilakukan pemblokiran, kemudian dari penyidik meminta kepada penuntut umum agar uang yang telah dilakukan blokir tersebut dilakukan penyitaan dan dijadikan barang bukti dalam perkara atas nama terdakwa korporasi PT Darmex Plantations,” tuturnya.

    Setelah dilakukan penyitaan dan barang bukti, sebanyak 99% pemegang saham milik PT TKP dan PT Delimuda Perkasa adalah PT Dalmex Plantation.

    “Sedangkan sisanya 1% pemegang saham dari PT Delimuda Perkasa dan PT Taluk Kuantan Perkasa adalah PT Palma Lestari,” ucapnya.

    Uang Dititipkan ke Bank

    Foto: Kejagung menyita Rp 479 miliar terkait kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) PT Duta Palma Grup. Uang tersebut ditunjukkan ke publik. (Devi P/detikcom)

    Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengatakan uang sitaan akan langsung dititipkan ke bank. Dia menyebut uang tersebut dititipkan di Bank Persepsi.

    “Nah, jadi kalau kita lihat selalu kita konpers terkait uang sebanyak ini, ini tidak dibawa ke rumah atau disimpan di kantor. Tetapi langsung berpindah dititipkan di rekening penitipan lainnya di Bank Persepsi,” kata Harli saat konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Kamis (8/5/2025).

    Harli menyampaikan uang hasil sitaan ini ditunjukkan agar publik bisa memahami upaya-upaya keras dan serius jajaran Jampidsus Kejagung dalam rangka pemulihan kerugian keuangan negara.

    “Mengapa hal ini penting kami sampaikan pada kesempatan yang baik ini, supaya masyarakat juga bisa memahami, bagaimana upaya-upaya yang secara keras dan serius dilakukan oleh Kejaksaan, khususnya jajaran Jampidsus, dalam rangka pemulihan kerugian keuangan negara,” kata Harli.

    PT Duta Palma Group diketahui didakwa merugikan keuangan negara Rp 4,79 triliun dan 7,88 juta dolar Amerika Serikat (AS) terkait kasus dugaan korupsi dan TPPU dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit ilegal di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Perbuatan ini dilakukan dalam periode 2004-2022.

    “Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp 4.798.706.951.640,00 dan USD7.885.857,36 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut,” ujar jaksa Bertinus Haryadi Nugroho saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (15/4).

    Jaksa mengatakan kerugian negara disebabkan oleh perbuatan melawan hukum berupa korupsi dan pencucian uang yang dilakukan Duta Palma Group, yang meliputi PT Palma Satu, PT Seberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Kencana Amal Tani, PT Darmex Plantations, dan PT Asset Pacific. Sementara TPPU dilakukan dengan cara mengirimkan uang hasil korupsi ke PT Darmex Plantations sebagai holding perusahaan perkebunan di Riau milik Surya Darmadi.

    Dana tersebut selanjutnya dipergunakan oleh PT Darmex Plantations antara lain untuk penempatan dana dalam bentuk pembagian dividen, pembayaran utang pemegang saham, penyetoran modal. Kemudian, transfer dana ke PT Asset Pacific, PT Monterado Mas, PT Alfa Ledo, dan perusahaan afiliasi lainnya.

    Halaman 2 dari 2

    (dek/dek)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Satpam DPP PDIP Bantah Hasto Kristiyanto Perintahkan Kontak Harun Masiku – Page 3

    Satpam DPP PDIP Bantah Hasto Kristiyanto Perintahkan Kontak Harun Masiku – Page 3

    Mantan Gubernur Jawa Tengah yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo, hari ini Kamis (8/5/2024), memantau langsung sidang Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (8/5/2025).

    Selain Ganjar, hadir dalam persidangan antara lain Anggota Komisi III DPR RI Dewi Juliani, Anggota Komisi III DPR RI Pulung Agustanto, Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Tengah, Arton S. Dohong serta Ketua DPRD NTT Emelia Julia Nomleni.

    Terlihat pula, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Solo, Fransiskus Xaverius Hadi Rudyatmo (FX Rudy), hadir memberikan dukungan kepada Hasto.

    Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan dua orang saksi dalam perkara Hasto Kristiyanto.

    Keduanya adalah staf pribadi Hasto, Kusnadi, dan satpam kantor DPP PDIP, Nur Hasan. Mereka akan memberikan keterangan terkait dugaan suap dan perintangan penyidikan dalam kasus Harun Masiku yang menjerat Hasto.

    Melalui surat yang dibacakan oleh politisi PDIP Guntur Romli, Hasto menyampaikan rasa terima kasih kepada sejumlah pihak yang terus memberikan dukungan moril kepadanya.

    “Ada dari struktural partai, baik dari jajaran DPP, kemudian DPD seperti tadi kita lihat ada perwakilan dari Sumatera Utara, Kalimantan Tengah dan NTT juga dari DPC-DPC, seperti Pekanbaru, Bekasi, dan lain sebagainya,” kata Hasto melalui suratnya.

    “Selain itu, pada persidangan kali ini, hadir pula anggota DPR RI Komisi III yang ikut memantau, yaitu Mas Pulung dan Mbak Dewi,” tambahnya.

     

  • Jaksa Kejari Jakbar Didakwa Tilap Uang Korban Investasi Bodong Rp 11,7 Miliar

    Jaksa Kejari Jakbar Didakwa Tilap Uang Korban Investasi Bodong Rp 11,7 Miliar

    Jaksa Kejari Jakbar Didakwa Tilap Uang Korban Investasi Bodong Rp 11,7 Miliar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Jaksa pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat, Azam Akhmad Akhsya, didakwa dengan pasal berlapis karena menilap uang pengembalian kasus
    investasi bodong

    Robot Trading Fahrenheit
    sebesar Rp 11.700.000.000 (Rp 11,7 miliar).
    Jaksa penuntut umum mengatakan, uang itu diambil secara paksa dari barang bukti kasus investasi bodong Robot Trading Fahrenheit yang dikembalikan kepada korban.
    Azam, yang ditugaskan menjadi jaksa pada perkara tersebut, menyalahgunakan wewenang (memeras) untuk menguntungkan diri sendiri hingga menerima suap dan berkongsi dengan pengacara untuk menilap uang korban.
    “Bahwa uang yang diterima oleh terdakwa dari saksi Oktavianus Setiawan, saksi Bonifasius Gunung, dan saksi Brian Erik First Anggitya melalui Rekening BNI Cabang Dukuh Bawah atas nama Andi Rianto dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 11.700.000.000,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025).
    Jaksa menuturkan, Azam menangani perkara investasi bodong yang menjerat Jendry Susanto tersebut pada 15 Juli 2022.
    Sebanyak 30 barang bukti dalam perkara tersebut berbentuk uang dalam pecahan dollar Singapura, ringgit Malaysia, Baht Thailand, dan rupiah senilai puluhan miliar rupiah.
    Di sisi lain, terdapat sejumlah pengacara yang mewakili beberapa kelompok korban investasi bodong.
    Bonifasius Gunung, misalnya, menjadi pengacara dari Wahyu selaku koordinator 68 korban dengan nilai kerugian sekitar Rp 39.350.000.000.
    “Bonifasius Gunung mendapat janji dari Wahyu apabila penanganan perkaranya berhasil, maka saksi Bonifasius Gunung dari KHBG akan memperoleh fee sebesar 50 persen dari hasil yang diterima,” tutur jaksa.
    Kemudian, terdapat pengacara bernama Oktavianus Setiawan yang mewakili 761 korban.
    Mereka tergabung dalam kelompok Solidaritas Investor Fahrenheit dengan nilai kerugian Rp 261.833.507.840.
    Ia juga dijanjikan fee 50 persen dari hasil penanganan perkara (pengembalian uang) yang diterima.
    Namun, di luar pendampingan hukum resmi itu, Oktavianus diduga bermain culas.
    Ia bertindak seakan-akan pengacara dari 137 korban lainnya yang tergabung dalam paguyuban Bali.
    “Nilai kerugian sekitar Rp 80.000.000.000,” ujar jaksa.
    Kemudian, terdapat pengacara Brian Erik First Anggitya yang menerima kuasa dari 60 korban.
    Mereka berdomisili di Jawa Timur dengan nilai kerugian Rp 8.366.894.005.
    Menurut jaksa, Azam mendesak Gunung memanipulasi pengembalian uang milik korban yang menjadi barang bukti dari Rp 39.350.000.000 menjadi Rp 49.350.000.000.
    Azam kemudian meminta jatah Rp 3 miliar dari kelebihan Rp 10 miliar tersebut.
    “Bonifasius Gunung terpaksa memberikan bagian kepada terdakwa karena timbul rasa kekhawatiran terhadap korban investasi
    robot trading Fahrenheit
    yang diwakili oleh saksi Bonifasius Gunung tidak akan memperoleh uang pengembalian,” kata jaksa.
    Sementara, Oktavianus sepakat memanipulasi pengembalian bukti kelompok Bali yang seolah-olah diwakili sebesar Rp 17.801.259.966.
    Dari manipulasi ini, Azam meminta uang panas itu dibagi dua dengan bagiannya Rp 8,5 miliar.
    Sebagaimana Gunung, Oktavianus juga merasa khawatir uang korban yang ia wakili tidak berhasil dikembalikan.
    Kepada Brian, Azam meminta fee sebesar 15 persen dari nilai uang korban yang dikembalikan, yakni Rp 250 juta.
    Brian kemudian meminta uang itu diturunkan menjadi Rp 200 juta.
    Ia juga memiliki kekhawatiran yang sama dan terpaksa memberikan uang yang diminta Azam.
    Putusan pengadilan kemudian menyatakan Hendry terbukti bersalah menyebarkan berita bohong yang merugikan korban dalam transaksi elektronik dan pencucian uang.
    Ia dihukum 6 tahun bui di pengadilan tingkat pertama dan denda Rp 3 miliar.
    Hakim memerintahkan 34 barang bukti dikembalikan kepada 1.449 korban melalui paguyuban.
    Hukuman Hendry lalu diperberat menjadi 10 tahun penjara pada pengadilan tingkat banding hingga akhirnya inkracht di Mahkamah Agung (MA).
    Setelah putusan dieksekusi dan barang bukti berupa uang ditransfer ke pengacara, para pengacara itu terpaksa menyerahkan uang yang diperas Azam.
    Gunung menyerahkan uang Rp 3 miliar, Oktavianus menyerahkan Rp 8,5 miliar, dan Brian menyerahkan Rp 200 juta.
    Karena perbuatannya, Azam didakwa dengan pasal berlapis.
    Jaksa menjeratnya dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12B ayat (1) atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.