Kementrian Lembaga: Pengadilan TIPIKOR Jakarta

  • Eks Dirut ASDP Cs Bakal Disidang, Dugaan Kerugian Negara Mencapai Rp1,2 Triliun

    Eks Dirut ASDP Cs Bakal Disidang, Dugaan Kerugian Negara Mencapai Rp1,2 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA – Perkara korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) memasuki tahap persidangan.

    Mantan Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi dan terdakwa lainnya akan didakwa merugikan keuangan negara akibat akuisisi tersebut senilai Rp1,2 triliun. 

    Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyelesaikan proses pelimpahan surat dakwaan dan berkas perkara terhadap Ira Puspadewi Cs ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. 

    Ira merupakan mantan direktur utama ASDP periode 2017-2024. Selain Ira, KPK sebelumnya juga telah melimpahkan berkas perkara untuk dua tersangka lain yaitu mantan Direktur Komersial dan Pelayaran ASDP Muhammad Yusuf Hadi serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono. 

    “Besaran nilai kerugian keuangan negaranya sebesar Rp1,2 triliun lebih dan pada saat agenda pembacaan surat dakwaan, akan kami buka secara utuh perbuatan dari para Terdakwa tersebut,” ujar Jaksa KPK Zaenurofiq melalui keterangan tertulis, dikutip Sabtu (5/7/2025). 

    Sebelumnya, KPK telah menetapkan total empat orang tersangka. Namun, baru tiga orang tersangka dari kalangan ASDP yang sudah dilimpahkan berkas perkaranya dari penyidik ke tim JPU.

    Sementara itu, satu orang tersangka lain yakni pemilik PT JN, Adjie, pada Juni 2025 lalu masih batal ditahan oleh penyidik. KPK memutuskan untuk membantarkan penahanan tersangka akibat kondisi kesehatannya. 

    Adapun nilai kerugian keuangan negara pada perkara di BUMN transportasi itu awalnya ditaksir sekitar Rp893 miliar, dari total biaya akuisisi yang dikeluarkan ASDP sebesar Rp1,27 triliun. 

    Biaya akuisisi ASDP terhadap PT JN itu disepakati oleh para pihak pada 20 Oktober 2021. Nilai itu meliputi pembelian saham PT JN termasuk 42 kapal milik perusahaan senilai Rp892 miliar, serta Rp380 miliar untul 11 kapal dari perusahaan terafiliasi PT JN.

    Dengan demikian, berdasarkan surat dakwaan yang akan dibacakan JPU, maka keseluruhan biaya akuisisi yang dikeluarkan ASDP dianggap sebagai kerugian keuangan negara.

    Berdasarkan catatan Bisnis, Ira, Yusuf dan Harry telah ditahan oleh penyidik KPK sejak Februari 2025 lalu. Para tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Tom Lembong dan Hasto Kompak Dituntut 7 Tahun Penjara

    Tom Lembong dan Hasto Kompak Dituntut 7 Tahun Penjara

    Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong dan Sekretarits PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto kompak mendapatkan tuntutan kurungan penjara 7 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

    JPU telah menuntut Tom Lembong selama tujuh tahun pidana dalam perkara dugaan korupsi importasi gula periode 2015-2016. Jaksa menilai bahwa Tom Lembong telah dinyatakan secara sah dan bersalah karena terlibat dalam perkara korupsi impor gula saat menjabat sebagai Mendag periode 2015-2016.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Thomas Trikasih Lembong dengan pidana penjara selama 7 tahun,” ujar jaksa di ruang sidang PN Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025).

    Selain itu, Tom Lembong juga dituntut agar membayar denda Rp750 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

    “Menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa sebesar Rp750 juta,” pungkas JPU.

    JPU menjelaskan faktor yang memberatkan tuntutan Mendag Tom Lembong selama tujuh tahun pidana. JPU menjelaskan hal yang memberatkan tuntutan itu adalah Tom Lembong dinilai tidak merasa bersalah dan menyesali perbuatannya dalam perkara importasi gula ini.

    “Terdakwa tidak merasa bersalah dan tidak menyesali perbuatannya,” ujar JPU.

    Jaksa menambahkan, faktor yang memberatkan lainnya karena Tom Lembong tidak mendukung program pemberantasan korupsi dari pemerintah.

    Di samping itu, jaksa juga mengungkap bahwa hal yang meringankan pejabat menteri di era Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) ini adalah tidak pernah dihukum.

    “Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum,” pungkasnya.

    Hasto Dituntut 7 Tahun Penjara

    Sementara itu, pada kasus yang lain Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto dituntut hukuman penjara selama 7 tahun dalam perkara perintangan kasus suap Harun Masiku.

    Surat tuntutan dibacakan pada Kamis (3/7/2025), dalam persidangan perkara suap dan perintangan penyidikan kasus buron Harun Masiku, yang mana Hasto merupakan terdakwa.

    Berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan itu, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor r jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Adapun, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024 yang menjerat buron Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.

    Pada dakwaan sekunder, Hasto turut didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta.

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun.

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum.

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.

     Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menguraikan alasan yang memberatkan sekaligus meringankan tuntutan pidana terhadap Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.

    Pada sidang pembacaan surat tuntutan, Kamis (3/7/2025), Hasto dituntut pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp600 juta subsidair 6 bulan kurungan. 

    Tim JPU menyebut terdapat sejumlah hal yang memberatkan maupun meringankan tuntutan itu. 

    “Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025). 

    Sementara itu, alasan dari pertimbangan JPU yang meringankan tuntutan kepada Hasto adalah perilakunya yang sopan selama persidangan, mempunyai tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum. 

  • Tom Lembong Akui Sakit Gigi Usai Konsumsi Gula Rafinasi di Persidangan

    Tom Lembong Akui Sakit Gigi Usai Konsumsi Gula Rafinasi di Persidangan

    JAKARTA – Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong mengaku sakit gigi usai mengonsumsi satu sendok gula rafinasi.

    Aksi mengonsumsi gula rafinasi itu dilakukan Tom Lembong di hadapan majelis hakim ketika persidangan kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan periode 2015–2016, pada Selasa, 1 Juli.

    “Ya tentunya kurang sehat, malamnya sakit gigi. Tapi setelah kumur sudah baikan. Jadi itu aja dampak dari langsung minum satu sendok gula,” ujar Tom Lembong usai persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 4 Juli.

    Karenanya, Tom Lembong meminta masyarakat untuk tidak meniru tindakan mengonsumsi gula rafinasi. Sebab, cukup berbahaya untuk kesehatan.

    “Jadi saya tidak rekomen, saya imbau jangan diulang,” kata Tom Lembong.

    Dalam perkara ini, Tom Lembong dituntut dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.

    Dalam membuat tuntutan tersebut, tim jaksa tentunya mempertimbangkan beberapa hal. Untuk yang memberatkan, Tom Lembong dianggap tak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

    “Terdakwa tidak merasa bersalah dan tidak menyesali perbuatannya,” kata jaksa.

    Sementara untuk hal meringankan, jaksa mempertimbangkan Tom Lembong yang belum pernah dihukum.

    Thomas Lembong diketahui didakwa bertanggung jawab atas kerugian negara sebesar Rp515 miliar dari total kerugian negara sebesar Rp578 miliar dalam kegiatan impor gula tersebut.

  • Dituntut 7 Tahun, Tom Lembong Tuding JPU Abaikan Fakta Persidangan

    Dituntut 7 Tahun, Tom Lembong Tuding JPU Abaikan Fakta Persidangan

    Bisnis.com, JAKARTA — Eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong menilai jaksa penuntut umum telah mengabaikan fakta hukum dalam sidang importasi gula.

    Tom menuding, surat dakwaan yang telah dibacakan oleh JPU pada Kejaksaan Agung (Kejagung) RI hampir mirip dengan surat dakwaan.

    “Ya, hampir kayak copy paste ya. Surat dakwaan langsung plek ke surat tuntutan,” ujarnya usai sidang tuntutan di PN Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025).

    Dia menambahkan, tuntutan tujuh tahun yang diminta jaksa ini telah merefleksikan bahwa jalannya sidang seperti pemeriksaan saksi hingga ahli itu telah dikesampingkan.

    “Dan seolah-olah 20 kali persidangan dalam kurang lebih 4 bulan, menghadirkan puluhan saksi dan ahli itu tidak pernah terjadi,” imbuhnya.

    Namun demikian, mantan timses Capres Anies Baswedan ini menyatakan bakal ‘melawan balik’ pada sidang selanjutnya dengan agenda pledoi atau sidang pembelaan diri.

    Pada intinya, dirinya mengklaim bakal konsisten memberikan pembelaan bahwa dirinya bakal mengungkap pembelaan sesuai data dan realita yang ada.

    “Dan itu akan terus kami terapkan secara konsisten sampai akhir proses. Sampai akhir kepada proses hukum yang harus saya jalankan. Tidak lebih tidak kurang dari itu. Hanya fakta-fakta apa adanya, realita, tentunya data dan angka,” pungkasnya.

    Diberitakan sebelumnya, jaksa menilai bahwa Tom telah meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Dalam hal ini, jaksa telah meminta majelis hakim agar Tom Lembong dapat dihukum 7 tahun. Selain itu, Tom Lembong juga dituntut agar membayar denda Rp750 juta dengan subsider 6 bulan.

  • Diungkap Anggota Dewan Sumut, Proyek Jalan yang Terjerat OTT Belum Pernah Dibahas di DPRD

    Diungkap Anggota Dewan Sumut, Proyek Jalan yang Terjerat OTT Belum Pernah Dibahas di DPRD

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Politikus PDI Perjuangan, Ferdinand Hutahaean, mengungkapkan pertemuannya dengan seorang anggota DPRD Sumatera Utara.

    Dikatakan Ferdinand, pertemuan itu berlangsung di sela persidangan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, kemarin.

    Dalam pertemuan itu, Ferdinand mendapatkan informasi mengejutkan terkait proyek jalan yang menjadi objek Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus dugaan korupsi di Sumatera Utara.

    “Di sela persidangan Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, saya bertemu dengan seorang anggota DPRD Sumut,” ujar Ferdinand di X @ferdinand_mpu (4/7/2025).

    Menurut pengakuan anggota dewan tersebut, kata Ferdinand, proyek jalan yang menjadi sasaran OTT itu ternyata belum pernah dibahas secara resmi di DPRD Sumut, termasuk soal lokasi proyek.

    “Anggota DPRD Sumut ini mengatakan bahwa jalan yang di OTT korupsi itu belum dibahas di Dewan terkait lokasi proyek,” Ferdinand menuturkan.

    Ferdinand bilang, kemungkinan ada indikasi penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan proyek tersebut. Ia menyoroti kemungkinan adanya tindakan sepihak dari Gubernur Sumut.

    “Tampaknya Gubernur menggunakan kewenangan yang sewenang-wenang,” tandasnya.

    Sebelumnya, KPK mengungkapkan kronologi dugaan suap proyek jalan milik Dinas PUPR Sumut dan Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah 1 BBPJN Sumut Kementerian Pekerjaan Umum (PU).

    Hal ini terkait informasi dari masyarakat terkait infrastruktur di Sumut yang tak memadai sejak beberapa bulan lalu.

  • Ini Penyebab Hukuman Tom Lembong Berat, Hingga 7 Tahun Pidana

    Ini Penyebab Hukuman Tom Lembong Berat, Hingga 7 Tahun Pidana

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa penuntut umum (JPU) menjelaskan faktor yang memberatkan tuntutan eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong selama tujuh tahun pidana.

    JPU menjelaskan hal yang memberatkan tuntutan itu adalah Tom Lembong dinilai tidak merasa bersalah dan menyesali perbuatannya dalam perkara importasi gula ini.

    “Terdakwa tidak merasa bersalah dan tidak menyesali perbuatannya,” ujar JPU di PN Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025).

    Jaksa menambahkan, faktor yang memberatkan lainnya karena Tom Lembong tidak mendukung program pemberantasan korupsi dari pemerintah.

    Di samping itu, jaksa juga mengungkap bahwa hal yang meringankan pejabat menteri di era Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) ini adalah tidak pernah dihukum.

    “Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, jaksa menilai bahwa Tom telah meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Selain itu, Tom lembong juga dituntut agar membayar denda Rp750 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

  • Dituntut 7 Tahun Penjara, Tom Lembong: Apakah Ini Dunia Khayalan?

    Dituntut 7 Tahun Penjara, Tom Lembong: Apakah Ini Dunia Khayalan?

    Bisnis.com, JAKARTA — Eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong buka suara terkait tuntutan 7 tahun penjara dari jaksa penuntut umum (JPU) dalam perkara importasi gula.

    Tom menyatakan bahwa dirinya merasa kecewa dengan tuntutan dari jaksa. Pasalnya, proses persidangan yang telah berlangsung mulai dari pemeriksaan saksi hingga menghadirkan ahli seakan-akan tidak dianggap.

    “Saya terheran-heran dan kecewa. Karena tuntutan yang dibacakan sepenuhnya mengabaikan 100% dari fakta-fakta persidangan,” ujarnya di PN Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025).

    Dia menambahkan, sejauh ini dirinya sudah berupaya semaksimal mungkin untuk kooperatif baik itu di masa persidangan maupun penyidikan. Namun, hal tersebut tidak dipandang JPU.

    Oleh karena itu, Tom mendeskripsikan soal tuntutan yang dilayangkan oleh JPU ini merupakan hal yang berada di luar nalar atau khayalan.

    “Jadi saya masih sedikit seperti, kalau bahasa inggrisnya surreal. Apakah ini dunia khayalan, dunia imajinasi atau apakah ini kejaksaan agung negeri Indonesia,” pungkasnya.

    Sebelumnya, jaksa menilai bahwa Tom telah meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Dalam hal ini, jaksa telah meminta majelis hakim agar Tom Lembong dapat dihukum tujuh tahun. Selain itu, Tom lembong juga dituntut agar membayar denda Rp750 juta dengan subsider 6 bulan.

  • Tom Lembong Dituntut 7 Tahun Pidana di Kasus Impor Gula

    Tom Lembong Dituntut 7 Tahun Pidana di Kasus Impor Gula

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa penuntut umum (JPU) telah menuntut eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong selama tujuh tahun pidana dalam perkara dugaan korupsi importasi gula periode 2015-2016.

    Jaksa menilai bahwa Tom Lembong telah dinyatakan secara sah dan bersalah karena terlibat dalam perkara korupsi impor gula saat menjabat sebagai Mendag periode 2015-2016.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Thomas Trikasih Lembong dengan pidana penjara selama 7 tahun,” ujar jaksa di ruang sidang PN Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025).

    Selain itu, Tom Lembong juga dituntut agar membayar denda Rp750 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

    “Menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa sebesar Rp750 juta,” pungkas JPU.

    Sebelumnya, Tom Lembong telah didakwa terlibat dalam praktik korupsi dalam perkara importasi gula. Perannya, yaitu memberikan persetujuan impor gula terhadap sejumlah pihak swasta dalam rangka pengendalian ketersediaan gula dan stabilisasi harga gula dalam negeri.

    Namun dalam pelaksanaannya, Tom Lembong diduga telah melanggar sejumlah aturan seperti persetujuan impor itu dilakukan tanpa rapat koordinasi antar kementerian. 

    Alhasil, perbuatan itu diduga telah memperkaya 10 pihak swasta sebesar Rp515 miliar. Adapun, kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp578 miliar.

  • Jaksa Ungkap Tebal Surat Tuntutan Tom Lembong 1.091 Halaman

    Jaksa Ungkap Tebal Surat Tuntutan Tom Lembong 1.091 Halaman

    Jaksa Ungkap Tebal Surat Tuntutan Tom Lembong 1.091 Halaman
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Jaksa penuntut umum dari
    Kejaksaan Agung
    (Kejagung) menyiapkan surat tuntutan terhadap Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias
    Tom Lembong
    setebal 1.091 halaman.
    Informasi ini jaksa sampaikan saat membahas teknis pembacaan surat tuntutan dugaan korupsi importasi gula yang menjerat Tom Lembong di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025).
    Setelah membuka sidang, Ketua Majelis Hakim Tipikor Jakarta Pusat, Dennie Arsan Fatrika melihat tebalnya surat tuntutan dan menanyakan apakah jaksa akan membacakan seluruh berkas tersebut.
    “Ada berapa halaman?” tanya Hakim Dennie.
    “Total untuk kami hari ini 1.091 halaman,” jawab jaksa.
    Penuntut lalu menjelaskan, pihaknya tidak akan membacakan seluruh surat tuntutan.
    Bagian dakwaan, keterangan saksi, keterangan ahli, dan keterangan terdakwa, misalnya, tidak akan dibaca jaksa.
    Lalu, analisis fakta dan berbagai tabel dalam berkas tersebut juga tidak akan dibacakan.
    “Kami langsung analisis yuridis kemudian dengan amar tuntutan,” tutur jaksa.
    Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara Rp 578 miliar.
    Jaksa dalam surat dakwaannya mempersoalkan tindakan Tom Lembong menunjuk sejumlah koperasi TNI-Polri untuk mengendalikan harga gula, alih-alih perusahaan BUMN.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sidang Pleidoi Hasto Kristiyanto Dijadwalkan Digelar 10 Juli 2025 – Page 3

    Sidang Pleidoi Hasto Kristiyanto Dijadwalkan Digelar 10 Juli 2025 – Page 3

    Hasto Kristiyanto pun mengaku telah memperkirakan tuntutan jaksa terhadapnya. Dia meminta seluruh kader PDIP untuk tetap tenang.

    “Jadi kita sudah mendengarkan bahwa saya dituntut 7 tahun dan apa yang terjadi ini sudah saya perkirakan sejak awal,” kata Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Dia menyebut, sikap politiknya untuk memperjuangkan nilai-nilai demokrasi, hak kedaulatan rakyat, pemilu yang jujur dan adil, serta supremasi hukum agar hukum tidak digunakan sebagai alat kekuasaan, berujung pada kriminalisasi.

    “Ketika pertama kali saya datang dan mendengar informasi bahwa ada suatu kriminalisasi melalui proses daur ulang yang ditujukan atas perkara yang sudah inkrah ini terhadap saya, maka sejak awal saya mengatakan bahwa saya akan menghadapi segala sesuatunya dengan kepala tegak,” ungkapnya.

    Hasto mengatakan, kebenaran adalah kebenaran dan tidak ada motif. Sejak awal, dirinya tidak terlibat, dan hal itu terbukti dari keterangan-keterangan saksi di persidangan saat ini maupun tahun 2020 lalu.

    Kembali dia meminta para kader dan simpatisan PDIP untuk tetap tenang dan percaya pada hukum, meski seringkali terjadi intervensi oleh kekuasaan.

    “Percayalah bahwa kebenaran akan menang dan sikap yang saya lakukan sejak awal sudah saya kalkulasi risiko-risiko politiknya,” ujar Hasto.

    Adapun penyusunan nota pembelaan atau pleidoi pribadinya telah mencapai 80 persen, dan nantinya akan siap untuk disampaikan ke majelis hakim pada sidang selanjutnya, Kamis 10 Juli 2025.

    “Tinggal menyesuaikan dengan tuntutan JPU hari ini,” Hasto menandaskan