Kementrian Lembaga: Pengadilan TIPIKOR Jakarta

  • 8 ASN Kemnaker Didakwa Peras Agen Tenaga Kerja Asing Rp 135 Miliar

    8 ASN Kemnaker Didakwa Peras Agen Tenaga Kerja Asing Rp 135 Miliar

    Liputan6.com, Jakarta – Sebanyak delapan aparatur sipil negara (ASN) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) didakwa memeras agen perusahaan pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) sebesar Rp 135,29 miliar terkait kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan RPTKA di lingkungan Kemenaker pada kurun waktu 2017-2025.

    Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi Nur Haris Arhadi menyebutkan kedelapan terdakwa juga meminta para agen untuk memberikan barang berupa satu unit sepeda motor Vespa tipe Primavera 150 ABS A/T dan satu unit mobil Innova Reborn.

    “Para terdakwa memaksa para pemberi kerja serta agen pengurusan RPTKA yang mengajukan permohonan untuk memberikan sejumlah uang atau barang dan apabila tidak dipenuhi maka pengajuan RPTKA tidak akan diproses,” kata JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (12/12) seperti dilansir Antara.

    Kedelapan terdakwa dimaksud, yakni Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, Alfa Eshad, Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, dan Gatot Widiartono.

    JPU menjelaskan pemerasan dilakukan bertujuan untuk memperkaya para ASN Kemenaker tersebut, yaitu memperkaya Putri sebesar Rp 6,39 miliar; Jamal Rp 551,16 juta; Alfa Rp 5,24 miliar; Suhartono Rp 460 juta; Haryanto Rp 84,72 miliar dan satu unit mobil Innova Reborn; Wisnu Rp 25,2 miliar dan satu unit sepeda motor Vespa tipe Primavera 150 ABS A/T; Devi Rp 3,25 miliar; serta Gatot Rp 9,48 miliar.

    Atas perbuatannya, para terdakwa terancam pidana yang diatur dalam Pasal 12e atau Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    JPU membeberkan RPTKA adalah rencana penggunaan tenaga kerja asing pada jabatan tertentu dan jangka waktu tertentu yang diterbitkan oleh Kemenaker kepada pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA di Indonesia.

    Adapun proses permohonan RPTKA dilakukan secara daring dengan cara pihak pemohon mengajukan pengesahan RPTKA melalui laman resmi tka-online.kemnaker.go.id.

    “Pada proses itu, pihak pemohon diwajibkan untuk mengunggah seluruh berkas kelengkapan yang dipersyaratkan pada laman tersebut,” ungkap JPU.

     

  • Kejagung Sebut Vonis Hukuman Pidana Zarof Ricar Sudah Dieksekusi

    Kejagung Sebut Vonis Hukuman Pidana Zarof Ricar Sudah Dieksekusi

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan hukuman eks pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar dalam perkara suap vonis bebas Ronald Tannur sudah dieksekusi.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Anang Supriatna mengatakan proses eksekusi pidana telah dilakukan sejak Senin (8/12/2025).

    “Sudah dieksekusi, hari Senin kemarin,” ujar Anang saat dikonfirmasi, Kamis (11/12/2025).

    Dia menambahkan, Zarof Ricar dieksekusi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Salemba Jakarta Pusat.

    “Di Salemba ya,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Zarof Ricar telah divonis selama 18 tahun penjara dengan kewajiban membayar denda Rp1 miliar. Awalnya, Zarof divonis selama 16 tahun penjara pada pengadilan di tingkat pertama atau di PN Tipikor Jakarta Pusat.

    Kemudian, vonis Zarof di tingkat banding diperberat menjadi 18 tahun. Adapun, Zarof juga sempat mengajukan upaya hukum kasasi. Namun, hakim Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk menolak kasasi yang diajukan oleh Zarof Ricar pada (12/11/2025).

    Sidang kasasi ini diadili oleh ketua majelis hakim Yohanes Priyana dengan anggota Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono.

    “Amar putusan: tolak kasasi penuntut umum dan terdakwa,” dalam vonis kasasi yang dilihat dalam situs MA.

  • Putusan Banding, PT Jakarta Tetap Hukum Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih 10 Tahun Penjara

    Putusan Banding, PT Jakarta Tetap Hukum Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih 10 Tahun Penjara

    Putusan Banding, PT Jakarta Tetap Hukum Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih 10 Tahun Penjara
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menolak upaya hukum banding yang diajukan eks Direktur Utama PT Taspen (Persero) Antonius NS Kosasih.
    Dengan demikian,
    Antonius NS Kosasih
    tetap dihukum 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
    “Mengadili, menyatakan terdakwa Antonius Nicholas Stephanus Kosasih telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
    korupsi
    secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan pertama dari Penuntut Umum,” demikian keterangan yang dilansir dari laman Direktori Putusan PT DKI Jakarta, Kamis (11/12/2025).
    Putusan banding tersebut dibacakan Ketua Majelis Hakim, Teguh Harianto, dengan hakim anggota Budi Susilo dan Hotma Maya Marbun dengan nomor putusan banding 60/PID.SUS-TPK/2025/PT DKI, pada Selasa (9/12/2025).
    Majelis Hakim mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 53/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt Pst tanggal 6 Oktober 2025, yang dimintakan banding tersebut sekadar mengenai lamanya pidana pengganti apabila terdakwa tidak memenuhi kewajibannya membayar uang pengganti dan status barang bukti.
    Di pengadilan tingkat pertama, Antonius Kosasih dihukum untuk membayar uang pengganti sejumlah yang dinikmatinya subsider 3 tahun penjara.
    Sementara itu, di tingkat banding, lamanya pidana pengganti lebih berat menjadi 5 tahun penjara.
    “Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” ujar hakim.
    “Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan,” sambung dia.
    Sebelumnya, Eks Direktur Utama
    PT Taspen
    , Antonius NS Kosasih, divonis 10 tahun penjara karena terbukti bersalah melakukan korupsi dalam kasus pengelolaan investasi fiktif.
    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara,” ujar Hakim Ketua Purwanto S Abdullah, saat membacakan amar vonis dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/10/2025).
    Selain pidana penjara, Kosasih juga divonis untuk membayarkan uang pengganti senilai Rp 29,152 miliar, 127.057 Dollar Amerika Serikat (AS), 283.002 Dollar Singapura, 10.000 Euro, 1.470 Baht Thailand, 30 Poundsterling, 128.000 Yen Jepang, 500 Dollar Hong Kong, dan 1,262 juta Won Korea, serta Rp 2.877.000.
    Jika uang pengganti ini tidak dibayarkan dalam waktu satu bulan setelah keputusan berkekuatan hukum tetap, harta dan aset Kosasih akan dirampas untuk negara dan dilelang untuk menutupi kerugian keuangan negara.
    “Dan, dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama tiga tahun,” kata Hakim Purwanto.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sidang Suap Perintangan Penyidikan Korupsi CPO Ungkap Aliran Dana Ratusan Juta ke Bareskrim Polri

    Sidang Suap Perintangan Penyidikan Korupsi CPO Ungkap Aliran Dana Ratusan Juta ke Bareskrim Polri

    GELORA.CO –  Sidang perkara dugaan suap perintangan penyidikan terkait kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah dengan terdakwa pengacara Marcella Santoso dan sejumlah pihak lainnya kembali mengungkap fakta mengejutkan.

    Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat, pada Rabu (10/12/2025) hari ini, seorang saksi membeberkan adanya aliran dana ratusan juta rupiah ke Bareskrim Polri yang disebut-sebut sebagai jatah tunjangan hari raya (THR).

    Fakta mengejutkan tersebut terungkap saat seorang saksi bernama Rizki yang merupakan pegawai di Ariyanto Arnaldo Law Firm (AALF), memberikan kesaksiannya. Pernyataan Rizki disampaikan setelah Ketua Majelis Hakim Effendi membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) miliknya.

    Dalam BAP milik Rizki yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Effendi, Rizki disebut pernah diminta staf kantor bernama Titin untuk mengantarkan dana senilai Rp500 juta kepada seseorang bernama Victor di lantai 17 Mabes Polri.

    “Saat itu saya pernah diminta oleh ibu Titin untuk mengantarkan uang sebanyak Rp500 juta kepada Pak Victor di Mabes Polri lantai 17. Selain THR tersebut saya juga pernah sebanyak dua kali kepada Pak Rizki di lantai 17 Bareskrim Polri, namun berapa jumlah besarnya saya tidak tahu dan bulan apa penyerahan itu saya juga tidak tahu,” kata Ketua Majelis Hakim Effendi saat membacakan BAP milik Rizki.

    “Bagaimana dengan keterangan ini?” tanya Hakim Effendi usai membacakan BAP. 

    “Benar Pak,” kata Rizki saat ditanya Hakim Effendi mengenai kebenaran BAP tersebut.

    Selain itu, Saksi tersebut juga mengaku pernah dua kali menyerahkan uang kepada seorang bernama Rizki di lantai 17 Bareskrim Polri. Meski demikian, ia mengaku tidak mengetahui jumlah uang yang diserahakan dan waktu pasti penyerahan uang tersebut.

    Selain Rizki, Jaksa Penuntun Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) juga menghadirkan empat saksi lainnya, yakni Melinda selaku Legal dan Litigasi Musim Mas Group, Feynita Susilo selaku mantan pegawai AALF, Anissa Saviranda Rury dan Tasya Caroline Uli selaku Junior Associate AALF. 

    Kesaksian para saksi tersebut dihadirkan untuk memperkuat dakwaan terkait upaya perintangan penyidikan dalam kasus dugaan korupsi ekspor CPO. 

    Sementara, para terdakwa dalam sidang perkara perintangan penyidkan kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) adalah advokat Marcella Santoso, Ariyanto, dan Junaedi Saibih.

    Lalu, terdakwa lainnya ialah Head of Social Security Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, Tian Bahtiar selaku Direktur JakTV, serta M. Adhiya Muzakki. 

  • Inkrah Sudah Hukuman untuk Para Hakim yang Disuap Bebaskan Ronald Tannur

    Inkrah Sudah Hukuman untuk Para Hakim yang Disuap Bebaskan Ronald Tannur

    Inkrah Sudah Hukuman untuk Para Hakim yang Disuap Bebaskan Ronald Tannur
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Dua tahun telah berlalu sejak Dini Sera Afrianti tewas dianiaya Gregorius Ronald Tannur.
    Dini mengembuskan napas terakhir di RS National Hospital Surabaya usai dianiaya hingga dilindas dengan menggunakan mobil oleh anak Edward Tannur, yang dulu merupakan anggota DPR RI dari PKB.
    Bukti-bukti memperlihatkan secara jelas penganiayaan terhadap Dini, tetapi
    Ronald Tannur
    justru divonis bebas oleh majelis hakim
    Pengadilan Negeri Surabaya
    pada 24 Juli 2024.
    Keputusan para hakim tidak hanya mengejutkan publik, tetapi juga membuat aparat penegak hukum ikut bertindak.
    Tiga hakim pembebas Ronald Tannur pun ditangkap.
    Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, yang dulu diyakini, sekarang terbukti menerima suap untuk membebaskan pembunuh itu.
    Pengusutan berlanjut, dan sejumlah pihak lain ikut ditangkap karena menerima suap dari pihak Ronald Tannur.
    Eks Ketua PN Surabaya, Rudi Suparmono, Eks Pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar, Pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, hingga ibunda Ronald, Meirizka Widjaja, ikut ditetapkan sebagai pihak yang bersalah dalam kasus suap ini.
    Tiga hakim pembebas Ronald Tannur telah dinyatakan bersalah dan akan segera mendekam di penjara untuk menjalani hukuman mereka.
    Perkara atas nama Heru Hanindyo menjadi yang paling terakhir inkrah karena ia melakukan perlawanan hingga ke MA.
    Namun, kasasinya resmi ditolak MA pada Rabu (3/12/2025) lalu.
    “Amar putusan, tolak,” bunyi amar putusan perkara nomor 10230 K/PID.SUS/2025 dikutip dari laman resmi Mahkamah Agung.
    Majelis hakim agung tidak memberikan putusan baru untuk perkara ini.
    Artinya, putusan yang digunakan adalah putusan pengadilan tingkat pertama yang dikuatkan di tingkat banding.
    Heru divonis 10 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsidair 3 bulan kurungan.
    Ia diyakini menerima suap senilai 156.000 dollar Singapura dan Rp 1 miliar.
    Sementara itu, Erintuah Damanik dan Mangapul sama-sama tidak mengajukan banding usai divonis masing-masing 7 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara.
    Erintuah Damanik diyakini menerima suap senilai 116.000 dollar Singapura, sementara Mangapul 36.000 dollar Singapura.
    Secara bersama-sama, tiga hakim ini menerima uang suap sebesar Rp 4,6 miliar.
    Mereka terbukti melanggar Pasal 6 Ayat (2) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
    Selain itu, mereka dinilai menerima gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 B UU yang sama.
    Selaku Ketua PN Surabaya, Rudi Suparmono berwenang untuk menentukan majelis hakim yang akan memeriksa dan mengadili perkara.
    Dalam kasus ini, Rudi diyakini telah mempengaruhi majelis hakim agar memberikan vonis bebas sesuai permintaan Lisa Rachmat, pengacara Ronald Tannur.
    Rudi dihukum 7 tahun penjara dengan denda sebesar Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.
    Ia terbukti menerima suap senilai Rp 21,9 miliar.
    Sama seperti Erintuah dan Mangapul, Rudi tidak mengajukan banding sehingga putusannya sudah inkrah satu minggu sejak vonis dibacakan pada 22 Agustus 2025.
    Eks Penjabat MA, Zarof Ricar, yang belakangan terungkap menjadi makelar kasus, bakal mendekam di penjara untuk waktu yang lama.
    Kasasi Zarof resmi ditolak MA pada 12 November 2025.
    Ia pun akan segera dijebloskan ke penjara untuk menjalani hukuman 18 tahun.
    Dalam prosesnya, Zarof terbukti menerima gratifikasi dalam jumlah yang sangat besar, mencapai lebih dari Rp 920 miliar dan 51 kg emas.
    Namun, ini bukan hanya untuk kasus Ronald Tannur saja, melainkan penerimaan selama periode 2012 hingga 2022.
    Hingga saat ini, penyidik masih mendalami kasus-kasus yang diperdagangkan oleh Zarof selama ia menjabat sebagai pegawai di MA.
    Meirizka Widjaja lebih dahulu dieksekusi ke penjara setelah ia divonis bersalah dan terlibat dalam proses
    suap hakim
    PN Surabaya.
    Dalam kasus ini, Meirizka divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
    Vonis ini dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 18 Juni 2025 lalu.
    Kini, Meirizka sudah dijebloskan ke Lapas Pondok Bambu, Jakarta Timur, untuk menjalani hukumannya.
    Pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, masih melakukan perlawanan.
    Berkas kasasinya kini tengah diperiksa Mahkamah Agung.
    Pada tingkat banding, putusan Lisa diperberat menjadi 14 tahun penjara.
    Ia juga dihukum membayar denda Rp 750 juta subsider 6 bulan penjara.
    Lisa terbukti menyuap para hakim untuk memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur.
    Lisa dinyatakan bersalah dan melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 18 dan Pasal 15 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan pertama alternatif kedua.
    Ronald Tannur yang dulu bebas juga telah dijebloskan ke penjara.
    Pada Desember 2024, Mahkamah Agung menganulir keputusan hakim PN Surabaya dan menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara bagi pembunuh Dini Sera ini.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tawa Penyuap Ditanya Hakim soal Rubicon untuk Eks Bos BUMN Kehutanan

    Tawa Penyuap Ditanya Hakim soal Rubicon untuk Eks Bos BUMN Kehutanan

    Jakarta

    Sidang kasus suap pengelolaan lahan melibatkan mantan Direktur Utama Industri Hutan (Dirut Inhutani) V Dicky Yuana Rady kembali digelar. Terdakwa penyuap, Djunaidi Nur, tertawa saat ditanya hakim soal suap yang diberikan kepada Dicky.

    Djunaidi dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (8/12/2025). Dia mengaku memberikan uang SGD 199 ribu atau setara Rp 2,5 miliar ke Dicky yang kemudian dipakai Dicky untuk membeli stik golf dan mobil Rubicon.

    Djunaidi tertawa saat ditanya hakim soal keuntungan yang diperoleh Djunaidi. Awalnya, hakim mendalami keuntungan yang diperoleh Djunaidi. Djunaidi mengaku belum mendapatkan keuntungan.

    Hakim heran karena Djunaidi mengaku belum menerima keuntungan tapi rela memberikan uang SGD 189 ribu ke Dicky. Djunaidi mengatakan pemberian uang itu sebagai peluang bisnis atau business opportunity.

    “Lah kalau belum menghasilkan keuntungan kenapa sampai mengeluarkan supporting unit Rubicon buat Direktur Utama, kenapa?” tanya hakim heran.

    “Itu yang tadi business opportunity-nya,” jawab Djunaidi.

    Djunaidi Nur tertawa saat ditanya apa untungnya membelikan Rubicon ke eks Dirut Inhutani V (Mulia/detikcom)

    Penyuap Tertawa saat Ditanya Keuntungan

    Hakim lantas mencecar Djunaidi terkait perkiraan keuntungan. Djunaidi tertawa saat ditanya hakim apakah perkiraan keuntungan yang diperoleh melebihi harga Rubicon untuk Dicky.

    “Kalau proyeksinya Saudara akan mendapatkan keuntungan sampai berapa banyak? Berapa simulasinya?” cecar hakim.

    “Belum dapat bayangan,” jawab Djunaidi.

    “Tapi sekitar 200 persen itu?” tanya hakim.

    “Belum juga,” jawab Djunaidi.

    “Berarti lebih dari harga Rubicon?” tanya hakim.

    “Mudah-mudahan lebih hahaha,” jawab Djunaidi sambil tertawa.

    Djunaidi mengatakan pembelian Rubicon itu sebagai investasi jangka panjang. Dia mengatakan Rubicon itu akan terus dipakai Dicky.

    Mantan Direktur Utama Industri Hutan V atau Inhutani V, Dicky Yuana Rady (Mulia/detikcom)

    Alasan Suap Dirut Inhutani V

    Djunaidi beralasan membelikan mobil Rubicon berwarna merah agar Dicky semangat. Djunaidi juga terdakwa dalam kasus ini.

    “Apakah pemberian sejumlah uang kepada Direktur Inhutani V itu ada kaitannya dengan upaya Saudara untuk menjaga bahwa ini tetap bisa bermitra dengan Inhutani V?” tanya hakim.

    “Tanpa memberikan Rubicon itu, perjanjian kerja samanya jalan,” jawab Djunaidi.

    Hakim lalu kembali bertanya ke Djunaidi terkait kerja sama tetap berjalan karena perjanjian kemitraan itu tertulis hingga 2039. Hakim meminta Djunaidi jujur.

    Djunaidi mengaku tak masalah memberikan uang kepada Dicky untuk membeli Rubicon berwarna merah. Djunaidi menilai Rubicon merah akan membuat Dicky lebih semangat.

    “Saya berpikiran kalau begitu, Rubicon nggak apa-apa lah, jadi termotivasi, jadi semangat dianya waktu itu. Semangat itu kadang-kadang yang mahal, Yang Mulia, saya berpikir kalau dikasih ini, mungkin dia semangat gitu. Apalagi kalau mobilnya merah itu kan ada, kelihatan. Inhutani itu kadang-kadang susah, kenapa dipilih merah? banyak yang perkebunan-perkebunan sawit, lahan-lahan sawit banyak juga yang menggunakan mobil-mobil double ganda itu warnanya merah gitu,” ujar Djunaidi.

    “Jadi maksud Saudara pemberian itu sebagai bentuk support begitu ya dalam tugasnya sebagai Direktur Utama Inhutani, mungkin lebih rajin keliling lapangan begitu?” tanya hakim.

    “Betul Yang Mulia,” jawab Djunaidi.

    Duduk Perkara Suap

    Djunaidi dan Aditya Simaputra didakwa memberikan suap total SGD 199 ribu atau setara Rp 2,5 miliar ke mantan Direktur Utama Industri Hutan V atau Inhutani V Dicky Yuana Rady. Suap itu diberikan agar dua terdakwa bisa bekerja sama dengan Inhutani dalam memanfaatkan kawasan hutan.

    “Yaitu memberikan uang sebesar SGD 10 ribu dan bersama Aditya Simaputra memberikan uang sebesar SGD 189 ribu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu kepada Dicky Yuana Rady,” ujar Jaksa KPK Tonny F Pangaribuan saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (11/11).

    Jaksa mengatakan dugaan tindak pidana tersebut dilakukan pada 21 Agustus 2024 dan 1 Agustus 2025 di kantor Inhutani V serta di salah satu lokasi di Kembangan, Jakarta Barat. Jaksa mengatakan suap tersebut dimaksudkan agar Dicky mengkondisikan PT PML tetap dapat bekerja sama dengan Inhutani V. Jaksa menuturkan kerja sama tersebut dalam memanfaatkan kawasan hutan pada register 42, 44 dan 46 di wilayah Lampung.

    Halaman 2 dari 3

    (jbr/lir)

  • Ancang-ancang Kejagung Buktikan Semua Kejahatan Nadiem Makarim dkk di Kasus Chromebook

    Ancang-ancang Kejagung Buktikan Semua Kejahatan Nadiem Makarim dkk di Kasus Chromebook

    Ancang-ancang Kejagung Buktikan Semua Kejahatan Nadiem Makarim dkk di Kasus Chromebook
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memastikan bahwa penyidikan terhadap eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, terkait dugaan korupsi dalam pengadaan laptop berbasis Chromebook, sudah didasarkan pada bukti yang kuat.
    Kasus ini, yang telah mencuat sejak beberapa bulan lalu, kini memasuki babak baru dengan berkas perkara yang telah resmi dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana
    Korupsi
    (Tipikor) Jakarta Pusat.
    Direktur Penuntutan (Dirtut) Jampidsus
    Kejaksaan Agung
    Riono Budisantoso mengungkapkan, proses penyidikan dan penuntutan telah dilakukan secara cermat dan profesional.
    Menurut Riono, Kejaksaan telah bekerja keras untuk memastikan bahwa setiap tahapan hukum dilakukan dengan berlandaskan pada bukti yang valid dan kuat.
    “Proses penyidikan dan penuntutan telah dilakukan secara cermat, profesional, dan berdasarkan bukti yang kuat,” kata Riono,  dalam konferensi pers, pada Senin (8/12/2025).
    Dalam kesempatan tersebut, Riono mengonfirmasi bahwa berkas perkara dan surat dakwaan kasus ini sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, pada tanggal yang sama, yaitu 8 Desember 2025.
    Ini berarti,
    Nadiem Makarim
    dan tiga tersangka lainnya, yang terlibat dalam
    kasus Chromebook
    , akan segera menjalani persidangan.
    “Senin, tanggal 8 Desember 2025, Jaksa Penuntut Umum secara resmi telah melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ucap dia.
    Selain Nadiem Makarim, terdapat tiga tersangka lainnya yang juga telah dilimpahkan berkas perkaranya.
    Mereka adalah eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief; Direktur SMP pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021 sekaligus KPA di Lingkungan Direktorat Sekolah Menengah Pertama Tahun Anggaran 2020-2021, Mulyatsyah; serta Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020-2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020-2021, Sri Wahyuningsih.
    Keempatnya disangka menyebabkan kerugian negara hingga Rp 1,98 triliun.
    Kejaksaan menduga Nadiem telah membahas pengadaan Chromebook sejak belum menjabat sebagai menteri.
    Setelah Nadiem menjabat, produk Google dimenangkan dalam pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di lingkungan Kemendikbud Ristek.
    Mulyatsyah dan Sri Wahyuningsih disebutkan mengarahkan sejumlah pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk memastikan produk Chromebook dipilih dalam pengadaan TIK ini.
    Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Meskipun satu tersangka dalam perkara ini, yaitu
    Jurist Tan
    , masih berstatus buron, Kejagung memastikan bahwa proses persidangan terhadap Nadiem Makarim dan tersangka lainnya tidak akan terganggu.
    Riono Budisantoso menegaskan bahwa pihaknya telah siap menghadapi persidangan meskipun salah satu pelaku belum berhasil ditemukan.
    “Tidak akan terpengaruh dengan ketiadaan satu orang pelaku yang berstatus buron tersebut,” ujar dia.
    Setelah pelimpahan berkas perkara, Kejagung kini menunggu jadwal penetapan sidang dari majelis hakim yang akan mengadili perkara ini.
    Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin oleh Roy Riady menyatakan, akan membuka seluruh fakta dalam persidangan dan menguraikan kejahatan yang telah dilakukan oleh Nadiem Makarim dan para tersangka lainnya.
    “Nanti kita buka dan dakwaan kita uraikan semua kejahatan Nadiem Makarim dan kawan-kawan,” kata Roy Riady, di lobi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin.
    Ia menambahkan, setelah ini mereka tinggal menunggu penetapan sidang dan majelis hakim yang akan memeriksa serta mengadili perkara ini.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung: Buronnya Jurist Tan Tak Ganggu Persidangan Kasus Chromebook

    Kejagung: Buronnya Jurist Tan Tak Ganggu Persidangan Kasus Chromebook

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan proses persidangan kasus dugaan korupsi laptop Chromebook di Kemendikbudristek tetap berjalan meski satu tersangka, mantan Staf Khusus Mendikbudristek Jurist Tan, masih berstatus buron dan masuk daftar pencarian orang (DPO).

    Sementara itu, berkas perkara empat tersangka lainnya telah resmi dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Keempat tersangka tersebut adalah mantan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, konsultan teknologi Kemendikbudristek Ibrahim Arief, mantan Direktur SMP Ditjen PAUD Dikdasmen Mulyatsah, serta mantan Direktur SD Ditjen PAUD Dikdasmen Sri Wahyuningsih.

    “Memang satu pelaku yang tidak kami limpahkan hari ini masih berstatus buron,” ujar Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung, Riono Budisantoso, di Jakarta, Senin (8/12/2025).

    Riono mengakui penyidik masih belum menemukan keberadaan Jurist Tan sehingga penyidikan terhadapnya belum dapat dirampungkan. Namun, ia menegaskan, absennya satu tersangka tidak akan memengaruhi pembuktian di persidangan.

    “Tidak terpengaruh dengan ketiadaan satu orang pelaku yang berstatus buron tersebut,” tegasnya.

    Riono menambahkan, berkas empat terdakwa yang sudah dilimpahkan dinilai cukup kuat dan telah disusun secara cermat serta profesional sehingga siap diuji dalam proses persidangan.

    Dalam perkara ini, Kejagung menduga adanya tindakan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi secara melawan hukum. Berdasarkan perhitungan, dugaan kerugian negara mencapai sekitar Rp 2,1 triliun.

    Proses pencarian Jurist Tan masih dilakukan, sementara persidangan terhadap empat terdakwa dipastikan segera bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta.

  • Jurist Tan Masih Buron, Kejagung Jamin Tak Ganggu Sidang Nadiem Dkk

    Jurist Tan Masih Buron, Kejagung Jamin Tak Ganggu Sidang Nadiem Dkk

    Jurist Tan Masih Buron, Kejagung Jamin Tak Ganggu Sidang Nadiem Dkk
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktur Penuntutan (Dirtut) Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung), Riono Budisantoso, mengatakan proses persidangan eks Mendikbudristek Nadiem Makarim tidak akan terganggu meski ada satu tersangka lain yang berstatus buron yakni Jurist Tan.
    “Tidak akan terpengaruh dengan ketiadaan satu orang pelaku yang berstatus buron tersebut,” kata Riono di Kejagung, Jakarta, Senin (8/12/2025).
    Nadiem akan segera disidangkan usai
    Kejaksaan Agung
    menyerahkan berkas perkara yang menjerat Nadiem dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook.
    Adapun Kejagung melimpahkan empat berkas perkara dalam kasus dugaan
    korupsi pengadaan Chromebook
    ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada sore tadi.
    Selain Nadiem, tiga pelaku lain yang berkas perkaranya dilimpahkan adalah Ibrahim Arief, Mulyatsyah, dan Sri Wahyuningsih.
    Sisa satu pelaku lain masih kabur ke luar negeri.
    “Memang satu pelaku di luar yang kami limpahkan hari ini itu masih berstatus buron, ya. Belum kami temukan. Penyidik belum menemukan yang bersangkutan sehingga belum bisa dilakukan penyelesaian penyidikan,” ujar Riono.
    Meski begitu, ia memastikan empat tersangka yang hari ini dilimpahkan berkasnya sudah diusut berdasarkan bukti kuat.
    “Sudah memenuhi alat bukti dan dapat dibuktikan secara meyakinkan nanti di pengadilan,” tegas dia.
    Senada, Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Syarief Sulaeman Nahdi mengatakan penyidik masih terus mencari
    Jurist Tan
    .
    Ia juga menegaskan, ketidakhadiran Jurist Tan tidak akan mengganggu proses hukum keempat pelaku lainnya.
    “Sementara ini kami masih mencari yang bersangkutan dan tadi seperti yang disampaikan, ketidakhadiran Jurist Tan tidak mengganggu pembuktian yang akan kita sampaikan di pengadilan,” ucap Syarief.
    Diketahui, kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp2,1 triliun.
    Kejaksaan Agung menduga Nadiem telah membahas pengadaan Chromebook sejak sebelum menjabat sebagai menteri.
    Setelah Nadiem menjadi menteri, produk Google dimenangkan dalam pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di lingkungan Kemendikbudristek.
    Mulyatsyah dan Sri Wahyuningsih, selaku pejabat di Kemendikbudristek, disebut mengarahkan sejumlah pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk memastikan produk Chromebook dipilih dalam pengadaan TIK ini.
    Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Segera Sidang, Kejagung Limpahkan Nadiem Dkk ke PN Tipikor Jakarta Pusat

    Segera Sidang, Kejagung Limpahkan Nadiem Dkk ke PN Tipikor Jakarta Pusat

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa penuntut umum (JPU) telah melimpahkan eks Mendikbudristek Nadiem Makarim ke PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

    Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung RI, Riono Budisantoso mengatakan melalui pelimpahan ini Nadiem Makarim akan segera menjalani persidangan terkait kasus Chromebook.

    “Pada hari ini, Senin tanggal 8 Desember 2025, Jaksa Penuntut Umum secara resmi telah melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ujar Riono di Kejagung, Senin (8/12/2025).

    Selain Nadiem, JPU juga turut melimpahkan eks Direktur SD Dirjen di Kemendikbudristek, Sri Wahyuningsih; mantan Direktur SMP di Kemendikbudristek Mulyatsyah; dan Konsultan Teknologi Ibrahim Arief.

    Riono menjelaskan, perkara dugaan korupsi ini Nadiem diduga telah memerintahkan tim teknis untuk merubah hasil kajian terkait spesifikasi pengadaan peralatan teknologi informasi dan komunikasi tahun 2020.

    “Namun, kajian tersebut kemudian diperintahkan untuk diubah agar merekomendasikan khusus penggunaan Chrome OS, sehingga mengarah langsung pada pengadaan Chromebook,” imbuhnya.

    Singkatnya, proses pengadaan alat TIK untuk program di Kemendikbudristek ini dianggap melawan hukum dan menguntungkan berbagai pihak, baik di lingkungan Kementerian maupun penyedia barang dan jasa.

    Atas perbuatan itu, Nadiem Cs dikenai dakwaan primer melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1

    Selanjutnya, dakwaan subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Pada Juli 2025, Penyidik Kejaksaan Agung membeberkan peran 4 tersangka kasus korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek. Direktur Penyidikan JAMpidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar membeberkan untuk tersangka eks staf khusus Nadiem Makarim atas nama Jurist Tan, pada Agustus 2019 lalu bersama Fiona Handayani membuat grup Whatsapp bernama Mas Menteri Core Team.

    Qohar menjelaskan bahwa grup tersebut membahas mengenai rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek apabila Nadiem terpilih sebagai menteri.

    Selanjutnya, ketika Nadiem resmi ditunjuk menjadi menteri era Presiden Jokowi, Qohar menjelaskan grup tersebut mulai membahas pengadaan TIK menggunakan Chrome OS antara Jurist Tan dengan Yeti Khim dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan. 

    “Kemudian, dilakukan penunjukan jabatan konsultan untuk Ibrahim Arief agar membantu pengadaan TIK ini,” tuturnya di Jakarta, Rabu (16/7/2025).

    Qohar menjelaskan bahwa Jurist Tan juga menindaklanjuti pengadaan TIK tersebut dengan cara mempimpin sejumlah rapat melalui zoom meeting dan meminta agar rencananya itu diberi dukungan.