Namanya Disebut Mbak Ita di Sidang, Eks Wali Kota Hendi: Saya Siap Dipanggil KPK
Tim Redaksi
MAGELANG, KOMPAS.com –
Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)
Hendrar Prihadi
atau Hendi siap dipanggil menjadi saksi jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membutuhkan keterangannya terkait kasus dugaan pungli di Bapenda Kota Semarang.
Pasalnya, namanya disebut dalam sidang terdakwa Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita.
“Siap (dipanggil jadi saksi). Saya pernah dipanggil oleh KPK dan sampaikan keterangan,” ucapnya saat ditemui di Gedung Wanita, Kota
Magelang
, Jawa Tengah, Jumat (25/7/2025).
“Pokoknya kalau itu sesuai dengan ketentuan hukum, sebagai warga negara, saya siap.”
Nama Hendi disebut oleh Heverita Gunaryati Rahayu alias Mbak Ita, terdakwa kasus korupsi, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Rabu (23/7/2025).
Mantan Wali Kota Semarang itu menyebutkan iuran yang diberikan Bapenda Kota Semarang telah berlangsung sejak kepemimpinan Hendi.
Dia membantah adanya setoran “iuran kebersamaan” sejak dirinya menjabat Wali Kota Semarang pada 2016 hingga 2022.
“Setoran saya pastikan tidak ada pada zaman saya,” tegas saya.
Hendi mengaku tidak mengetahui terkait setoran setiap triwulanan dari pegawai Bapenda itu.
“Mungkin iuran, seperti yang dikatakan Kepala Bapenda, sudah dari zaman wali kota sebelumnya. Tidak hanya dari zaman saya,” cetusnya.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Hakim Gatot Sarwandi pada 23 Juli lalu, Mbak Ita mengaku menerima uang senilai Rp 300 juta setiap triwulan.
“Dia (Kepala Bapenda Kota Semarang, Indriyasari) menyampaikan, ibu ini mohon izin dari Bapenda ini akan ada tambahan operasional wali kota sebesar Rp 300 juta dan ini sama dengan Pak Hendi,” ungkapnya
Mbak Ita kemudian menanyakan kepada Kepala Bapenda mengenai keperuntukan uang tersebut.
“Ini sudah biasa ibuk,” jawabnya menirukan perkataan Indriyasari.
Terdakwa juga menjelaskan bahwa saat itu ia belum mengetahui gambaran mengenai uang tersebut.
“Karena saat itu, pelantikan Pak Hendi sebagai Kepala LKPP saya ditinggal sendiri. Sehingga saya tak tahu kondisinya,” jelasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Pengadilan TIPIKOR Jakarta
-
/data/photo/2025/07/10/686f7d8c42873.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
8 Kompak Harapan PDIP-Mahfud agar Hasto Tak Bernasib Seperti Tom Lembong Nasional
Kompak Harapan PDIP-Mahfud agar Hasto Tak Bernasib Seperti Tom Lembong
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P),
Hasto Kristiyanto
akan menjalani sidang vonis perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan kasus
Harun Masiku
pada Jumat (25/7/2025).
Ketua DPP PDI-P Bidang Kehormatan, Komarudin Watubun menyinggung vonis mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias
Tom Lembong
,dan meminta hakim melihat fakta-fakta persidangan.
“Kita berharap
kasus Hasto
kan sudah terbuka semua di pengadilan dan publik sudah tahu bahwa itu kasus hukum yang direkayasa. Jangan bernasib seperti Tom Lembong itu,” ujar Komarudin saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (24/7/2025).
Fakta persidangan yang tersaji selama ini, kata Komarudin, sudah membuktikan bahwa terjeratnya Hasto dalam perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku syarat kepentingan politik.
Namun, ia berpesan kepada majelis hakim untuk tidak terpengaruh dan merekayasa hukum.
“Saya lihat banyak para ahli, pakar menyampaikan pendapat. Tidak memengaruhi hakim sih, tapi minta hakim ya negara hukum yang adil, jangan negara hukum yang direkayasa aja,” ujar Komarudin.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
Mahfud MD
juga menyinggung nasib Tom Lembong ketika ditanya soal
vonis Hasto
.
Ia berharap Sekretaris Jenderal PDI-P itu mendapatkan keadilan dalam sidang pembacaan putusan pada Jumat (25/7/2025) siang.
“Saya tidak boleh meramal, tetapi saya berharap keadilan akan turun, tidak seperti Tom Lembong yang di mana itu putusannya memang mempunyai masalah-masalah yang sangat prinsipil,” ujar Mahfud di Kantor DPP Golkar, Jakarta Barat, Kamis (24/7/2025).
Mahfud berpandangan, hakim yang menangani perkara Tom Lembong tidak mengerti konsep antara norma dan asas, serta syarat dan unsur. Dia mengatakan, hakim yang tidak paham hal-hal seperti itu sangatlah berbahaya.
“Mudah-mudahan besok (Jumat) Mas Hasto juga mendapat keadilan. Seperti apa? Saya tidak tahu, karena itu hakim,” ujar Mahfud.
KOMPAS.com/Syakirun Ni’am Eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alis Thom Lembong mengangkat borgolnya setelah divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi importasi gula. Mantan calon presiden Anies Baswedan lalu menepuk dadanya untuk menguatkan. Peristiwa ini terjadi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025).
Adapun jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Hasto selama tujuh tahun penjara.
Dalam pertimbangannya, jaksa menilai Hasto tidak mengakui perbuatan perintangan penyidikan kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku.
Menurut jaksa, perbuatan Hasto telah memenuhi seluruh unsur Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Adapun Tom Lembong diketahui telah divonis hukuman 4 tahun dan 6 bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi importasi gula.
Berdasarkan fakta persidangan, Majelis Hakim menilai perbuatan Tom Lembong menerbitkan 21 persetujuan impor (PI) gula kristal mentah untuk perusahaan gula swasta dan melibatkan koperasi dalam operasinpasar memenuhi unsur pasal yang didakwakan jaksa.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Vonis Hasto Dibacakan Hari Ini, KPK: Kami Serahkan kepada Hakim
Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan sepenuhnya putusan akhir terhadap Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Vonis akan dibacakan pada Jumat (25/7/2025) pukul 13.30 WIB.
“Terkait putusan, kami serahkan kepada majelis hakim. Kita tunggu hasilnya,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, Jumat (25/7/2025).
Hasto didakwa melakukan suap dalam pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR 2019-2024 dan menghalangi penyidikan (obstruction of justice) dalam kasus Harun Masiku. Jaksa KPK menuntut hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 600 juta.
Asep memastikan KPK telah menyampaikan semua alat bukti yang relevan, termasuk keterangan saksi, ahli, dan dokumen selama rangkaian persidangan yang sudah berlangsung lebih dari 4 bulan. “Bukti-bukti sudah kita bawa ke persidangan, saksi-saksi juga sudah dihadirkan. Sekarang tinggal kita tunggu putusan,” ujar Asep.
Vonis akan dibacakan Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto bersama dua hakim anggota, Sunoto dan Sigit Herman Binaji. Dalam dakwaannya, Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku dituding menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp 600 juta untuk memuluskan PAW dari Riezky Aprilia ke Harun Masiku.
Hasto juga disebut memerintahkan perusakan barang bukti berupa ponsel milik Harun dan ajudan pribadinya dengan cara direndam dalam air, sebagai bentuk penghalangan penyidikan KPK.
Tim hukum Hasto membantah dakwaan jaksa dan menyebut tuntutan KPK mengabaikan fakta-fakta sidang. Namun jaksa tetap kukuh pada dakwaan awal, menyebut pembelaan Hasto sebagai bentuk penyelundupan hukum.
Kini, nasib hukum Hasto sepenuhnya berada di tangan majelis hakim Tipikor. Putusan mereka akan menjadi penentu masa depan politik tokoh sentral PDIP tersebut.
-

Vonis Hasto Kristiyanto Dibacakan Siang Ini, 7 Tahun Penjara?
Jakarta, Beritasatu.com – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto akan menghadapi sidang pembacaan vonis dalam kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR 2019-2024 dan obstruction of justice (OOJ) dalam penyidikan kasus Harun Masiku. Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025) pukul 13.30 WIB.
“Putusan akan dibacakan setelah Salat Jumat,” kata Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto dalam sidang sebelumnya. Ia akan memimpin sidang bersama dua hakim anggota, Sunoto dan Sigit Herman Binaji.
Hasto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 24 Desember 2024 dan sempat dua kali mengajukan praperadilan di PN Jakarta Selatan, tetapi semuanya ditolak. Ia akhirnya ditahan KPK sejak 20 Februari 2025.
Sejak sidang perdana pada 14 Maret 2025, proses hukum Hasto telah berlangsung lebih dari belasan kali. Sebanyak enam ahli dan 16 saksi, termasuk mantan Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan penyidik KPK telah dihadirkan.
Jaksa KPK menuntut Hasto dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 600 juta. Ia dinilai terbukti menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp 600 juta demi memuluskan PAW caleg Harun Masiku. Tak hanya itu, Hasto juga disebut menghalangi penyidikan dengan menyuruh ajudan dan stafnya menenggelamkan ponsel agar tak disita penyidik.
Hasto didakwa melanggar Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor, serta pasal-pasal dalam KUHP terkait perbuatan berlanjut dan penyertaan.
Dalam pledoi, Hasto membantah semua dakwaan dan menyebut jaksa KPK mengabaikan fakta persidangan. Namun, jaksa tetap pada tuntutan awal dan menyebut bantahan Hasto sebagai bentuk pengaburan hukum.
Sidang vonis yang digelar siang ini akan menjadi penentu nasib politikus senior PDIP tersebut. Akankah hakim mengabulkan tuntutan jaksa atau justru meringankan hukumannya?
-

Hasto Kristiyanto Hadapi Sidang Vonis Kasus Harun Masiku Hari Ini
Jakarta –
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menghadapi sidang vonis hari ini. Hakim akan menjatuhkan putusan terhadap Hasto dalam kasus dugaan suap pengurusan PAW anggota DPR Harun Masiku.
Sidang vonis Hasto akan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025). Rencananya, sidang digelar pukul 13.30 WIB.
“Putusan akan kita lakukan pada hari Jumat, 25 Juli 2025,” kata ketua majelis hakim Rios Rahmanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (18/7).
Dalam kasus ini, Hasto dituntut hukuman 7 tahun penjara. Jaksa meyakini Hasto bersalah merintangi penyidikan dan menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait pengurusan penetapan PAW anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.
“Menuntut agar supaya majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan menyatakan Terdakwa Hasto Kristiyanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana mencegah atau merintangi secara langsung atau tidak langsung penyidikan perkara korupsi dan melakukan korupsi,” ujar jaksa KPK saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (3/7).
Hasto juga dituntut membayar denda Rp 600 juta. Apabila tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp 600 juta subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan,” kata jaksa.
Jaksa meyakini Hasto bersalah melanggar Pasal 21 UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(dek/dek)
-

PDIP Yakin Hasto Divonis Bebas Besok
GELORA.CO -DPP PDIP meyakini Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat akan memvonis bebas Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto pada Jumat besok, 25 Juli 2025.
Keyakinan itu didasari dari sejumlah fakta persidangan kasus yang menjerat Hasto Kristiyanto dalam beberapa kesempatan.
“Kalau urusan besok kami optimis bahwa Pak Hasto Insya Allah, kalau membaca dari setiap babak persidangan akan bebas,” kata Ketua DPP PDIP Said Abdullah kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 24 Juli 2025.
Sementara itu, Ketua DPP PDIP sekaligus Ketua DPR Puan Maharani tidak bicara banyak.
Ia hanya mendoakan yang terbaik untuk Hasto Kristiyanto.
“Yang terbaik,” ucap Puan singkat.
Diberitakan RMOL sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat akan menggelar sidang pembacaan vonis terhadap Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto pada Jumat, 25 Juli 2025.
Hasto menjadi terdakwa dalam kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku dan perintangan penyidikan. Jaksa menuntut Hasto dengan pidana penjara selama tujuh tahun
-
/data/photo/2025/07/24/68821228e5844.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mahfud Harap Hasto Dapat Keadilan, Tak Bernasib Seperti Tom Lembong Nasional 24 Juli 2025
Mahfud Harap Hasto Dapat Keadilan, Tak Bernasib Seperti Tom Lembong
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
Mahfud MD
berharap, Sekretaris Jenderal PDI-P
Hasto Kristiyanto
mendapatkan keadilan pada sidang vonis
kasus Harun Masiku
, Jumat (24/7/2025).
Mahfud tidak mau Hasto bernasib sama seperti eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias
Tom Lembong
yang menurutnya mendapatkan vonis tidak adil dalam kasus korupsi impor gula.
“Saya tidak boleh meramal, tetapi saya berharap keadilan akan turun, tidak seperti Tom Lembong yang di mana itu putusannya memang mempunyai masalah-masalah yang sangat prinsipil,” ujar Mahfud di kantor DPP Golkar, Jakarta Barat, Kamis (24/7/2025).
Mahfud berpandangan, hakim yang menangani perkara Tom Lembong tidak mengerti konsep antara norma dan asas, serta syarat dan unsur.
Dia mengatakan, hakim yang tidak paham hal-hal seperti itu sangatlah berbahaya.
Maka dari itu, Mahfud berharap Hasto bisa mendapat keadilan pada vonis besok.
“Mudah-mudahan besok Mas Hasto juga mendapat keadilan. Seperti apa? Saya tidak tahu, karena itu hakim,” ujar dia.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta akan menggelar sidang pembacaan putusan terhadap Hasto pada Jumat besok.
Diketahui, jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Hasto selama tujuh tahun penjara.
Dalam pertimbangannya, jaksa menilai Hasto tidak mengakui perbuatan perintangan penyidikan kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku.
“Terdakwa tidak mengakui perbuatannya,” kata jaksa KPK Wawan Yunarwanto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (3/7/2025).
Tak hanya itu, jaksa menilai tindakan Hasto tersebut tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Selain pidana badan, jaksa juga menuntut Hasto dihukum membayar denda Rp 650 juta subsidair enam bulan kurungan.
Dalam perkara ini, Hasto dinilai terbukti menyuap anggota KPU Wahyu Setiawan agar Harun Masiku menjadi anggota DPR lewat mekanisme PAW.
Hasto juga dianggap telah menrintangi penyidikan terhadap Harun Masiku yang berstatus buron sejak 2020.
Menurut jaksa, perbuatan Hasto telah memenuhi seluruh unsur Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Jangan Sampai Bernasib Seperti Tom Lembong
GELORA.CO – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto bakal menghadapi vonis hakim terkait kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dan perintangan penyidikan. Sidang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025) besok.
Ketua DPP Bidang Kehormatan PDIP Komaruddin Watubun berharap, Hasto tak bernasib seperti Tom Lembong yang divonis bersalah dan dihukum 4,5 tahun penjara terkait kasus impor gula.
“(Harapannya) jangan bernasib seperti Tom Lembong,” kata Komaruddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/7/2025).
Komar mengaku sudah mendengar banyak ahli atau pakar yang menyampaikan analisis terkait kasus yang menimpa Hasto tersebut. Oleh karena itu, dia berharap hakim bisa adil memberikan putusannya.
Menurutnya, yang terpenting di negara hukum ini tidak boleh ada kasus yang direkayasa.
“Kita berharap kasus Hasto kan sudah terbuka semua di pengadilan, dan publik sudah tahu bahwa itu kasus hukum yang direkayasa,” ujarnya.
Sebelumnya, Hasto meyakini tuntutan tujuh tahun penjara dan denda Rp600 juta terhadapnya tidak murni berasal dari pertimbangan jaksa. Menurutnya, tuntutan tersebut merupakan orderan dari pihak tertentu.
Akan tetapi, dia tidak mengungkap secara jelas pihak tertentu yang dimaksud.
“Saya bersama tim penasihat hukum meyakini bahwa putusan untuk mengajukan tuntutan tujuh tahun tersebut tidak dari penuntut umum ini, melainkan sebagai suatu order kekuatan di luar kehendak penuntut umum,” kata Hasto saat membacakan duplik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (18/7/2025).
-
/data/photo/2025/07/24/6881ce9a01426.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Cerita Corsec Diminta Dirut ASDP Antar Emas ke Pejabat BUMN Nasional 24 Juli 2025
Cerita Corsec Diminta Dirut ASDP Antar Emas ke Pejabat BUMN
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Eks Corporate Secretary (Corsec) PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry, Imelda Aldini Pohan mengaku pernah diminta
Ira Puspadewi
mengantarkan emas ke asisten Deputi di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Ira merupakan Direktur Utama (Dirut) PT ASDP 2017-2024 yang menjadi terdakwa dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh perusahaan negara tersebut.
Pada persidangan perkara itu, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi, apakah Imelda pernah diminta menyerahkan emas ke pihak BUMN.
“Apakah saudara pernah mengumpulkan uang untuk pembelian emas yang ditujukan untuk asisten deputi di Kementerian BUMN?” tanya jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (24/7/2025).
Imelda membantah mengumpulkan uang dari jajaran direksi untuk membeli emas guna diserahkan pada asisten deputi di Kementerian BUMN.
Imelda menjelaskan, saat itu ia baru bergabung menjadi Corsec di PT ASDP pada awal 2018. Sebelumnya, ia bekerja di perusahaan swasta.
Pada satu waktu, kata Imelda, Ira menghubunginya melalui sambungan telepon dan memintanya untuk mengantar bingkisan ke asisten deputi di perusahaan BUMN.
“Saya diminta untuk mengantar, saya by phone oleh Bu Ira, saya telepon tapi saya tolak karena pada saat itu saya masih baru,” kata Imelda.
“Mengantar apa?” tanya jaksa KPK.
“Mengantarkan bingkisan,” jawab Imelda.
“Bingkisan apa?” timpal jaksa KPK.
“Emas,” jawab Imelda.
Menurut Imelda, ia menerima penjelasan bahwa penyerahan bingkisan berisi emas itu merupakan cara PT ASDP untuk menjaga hubungan dengan pihak ketiga.
Namun, Imelda tetap pada pendiriannya dan menolak melaksanakan perintah tersebut karena takut terjerat korupsi.
Ia juga menyampaikan penolakannya pada tim Corsec.
Imelda bahkan menyampaikan pada Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) 2017-2019 yang merekrutnya, Wing Antariksa, ingin mengundurkan diri.
“Setelah itu, saya, karena Pak Wing yang merekrut saya waktu interview, saya sampaikan saya hampir mau resign pada saat itu,” jelas Imelda.
Sebelumnya, saat dicecar jaksa KPK, Wing menyebut jajaran direksi dimintai uang Rp 50 juta hingga Rp 100 juta oleh Ira yang baru menjabat Dirut PT ASDP.
Saat itu disebutkan, uang yang dikumpulkan akan digunakan untuk membeli emas dan diserahkan kepada pihak Kementerian BUMN.
“Seingat saya itu di awal periode Ibu Ira sebagai direktur utama. Sempat ada diskusi bahwa yang bersangkutan ingin menyampaikan terima kasih kepada kementerian BUMN karena telah diangkat di PT ASDP,” jawab Wing.
“Saat itu yang bersangkutan menyampaikan akan memberikan emas,” ujar Wing.
Keterangan ini kemudian dibantah oleh kuasa hukum Ira, Soesilo Aribowo. Menurutnya, tidak ada pungutan uang Rp 50 juta hingga Rp 100 juta.
Soesilo juga mengeklaim, pemberian itu bukan gratifikasi maupun suap dan tidak terkait KSU PT ASDP dengan PT JN.
“Fakta yang ada, tidak ada pengumpulan uang sampai Rp 50 juta per orang. Setahu saya seperti itu,” kata Soesilo.
“Itu bukan bagian dari gratifikasi atau penyuapan, saya kira karena waktu itu empati saja kepada orang yang waktu itu sakit, dan beliau (pejabat deputi BUMN) itu sudah meninggal,” tambahnya.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa tiga mantan direktur PT ASDP melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 1,25 triliun.
Mereka adalah eks Direktur Utama PT ASDP Ferry, Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono.
Korupsi dilakukan dengan mengakuisisi PT JN, termasuk kapal-kapal perusahaan itu yang sudah rusak dan karam.
“Berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI menyebut, terdapat 2 unit kapal yang belum siap beroperasi, yaitu KMP Marisa Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku, dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa.
Akibat perbuatan mereka, negara mengalami kerugian Rp 1,25 triliun dan memperkaya pemilik PT JN, Adjie Rp 1,25 triliun.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/24/6881ce9a01426.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
1 Saksi Sebut Dirut BUMN Minta Direksi Patungan Beli Emas, Diserahkan ke Kementerian BUMN Nasional
Saksi Sebut Dirut BUMN Minta Direksi Patungan Beli Emas, Diserahkan ke Kementerian BUMN
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Jajaran direksi PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry disebut diminta patungan membeli
emas
dan diserahkan kepada pihak Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Informasi ini disampaikan mantan Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) dan Layanan Korporasi
PT ASDP
, Wing Antariksa.
Ia dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan
korupsi
kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP.
“Pernah enggak saudara diminta untuk, direksi itu (diminta) patungan dimintain uang. Itu untuk dibelikan emas, dan itu akan diberikan kepada pejabat di Kementerian BUMN. Pernah enggak seperti itu?” tanya jaksa Komisi Pemberantasan
Korupsi
(KPK) Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (24/7/2025).
Wing lalu menjelaskan, di awal periode
Ira Puspadewi
menjabat Direktur Utama PT ASDP pada 2017, jajaran direksi diminta patungan.
“Seingat saya itu di awal periode Ibu Ira sebagai direktur utama. Sempat ada diskusi bahwa yang bersangkutan ingin menyampaikan terima kasih kepada kementerian BUMN karena telah diangkat di PT ASDP,” jawab Wing.
Jaksa Wawan pun mendalami motif Ira, terdakwa pertama dalam kasus korupsi ini, ingin menyampaikan ucapan terima kasih dalam bentuk pemberian.
“Saat itu yang bersangkutan menyampaikan akan memberikan emas,” ujar Wing.
Jaksa Wawan lalu meminta Wing menjelaskan bagaimana pengumpulan uang tersebut.
Menurut Wing, pihak yang pertama kali diminta mengumpulkan uang adalah dirinya dan Direktur Keuangan PT ASDP.
Kemudian, Direktur Komersial dan Direktur Operasi juga diminta patungan.
“Jadi kami diminta mengumpulkan uang. Seingat saya jumlahnya 50 sampai dengan 100 juta untuk dibelikan emas,” kata Wing.
Saat itu, Wing mengaku menolak ikut patungan.
Ia juga meminta direksi lain, Yusuf Hadi, untuk tidak memenuhi permintaan Ira karena merupakan bentuk gratifikasi.
Akhirnya, terdapat tiga direksi yang menolak ikut patungan, yakni Wing, Yusuf, dan Direktur Perencanaan dan Pembangunan, Christin Hutabarat.
Meski demikian, Wing mengaku tidak tahu kepada siapa nantinya emas itu akan diberikan di lingkungan Kementerian BUMN.
“Saya menyampaikan per telepon pada hari libur kepada saudara Yusuf Hadi untuk tidak ikut menyetorkan uang karena itu merupakan gratifikasi,” tutur Wing.
Menurutnya, saat itu pihak yang aktif bergerak mengumpulkan uang adalah Direktur Keuangan PT ASDP, DS.
Wing lalu menerima laporan dari Corporate Secretary (Corsec) saat itu bahwa dirinya diminta untuk membeli emas.
Namun, beberapa waktu kemudian, pemberian emas itu terendus Kementerian BUMN.
Jajaran direksi dikumpulkan pada suatu hotel setelah buka bersama pada bulan Ramadhan 2018.
“Dirut menyampaikan bahwa laporan dari Kementerian BUMN terendus ada pemberian emas oleh ASDP kepada Kementerian BUMN. Dan kementerian BUMN meminta kepada, menurut pengakuan Bu Ira, itu untuk bisa merapikan,” tutur Wing.
Kompas.com telah meminta konfirmasi perihal pungutan pada direksi dan penyerahan emas ini kepada Ira.
Namun, ia memilih bungkam.
Kuasa hukum Ira, Seosilo Aribowo, membantah kliennya memungut uang dengan jumlah Rp 50 juta per orang kepada para direksi.
Selain itu, kata dia, saat itu pungutan dilakukan bukan untuk menyuap atau gratifikasi kepada pihak BUMN, melainkan uang empati.
“Itu bukan bagian dari gratifikasi atau penyuapan saya kira karena itu empati saja pada orang yang waktu itu sakit, dan sekarang beliaunya meninggal, yang dari BUMN,” kata Ari di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa tiga mantan direktur PT ASDP melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 1,25 triliun.
Mereka adalah eks Direktur Utama PT ASDP Ferry, Ira Puspadewi; mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Yusuf Hadi; dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono.
Korupsi dilakukan dengan mengakuisisi PT JN, termasuk kapal-kapal perusahaan itu yang sudah rusak dan karam.
“Berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI menyebut, terdapat 2 unit kapal yang belum siap beroperasi, yaitu KMP Marisa Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku, dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa.
Akibat perbuatan mereka, negara mengalami kerugian Rp 1,25 triliun dan memperkaya pemilik PT JN, Adjie, Rp 1,25 triliun.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/07/25/6882f13e5a48d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)