Abolisi-Amnesti untuk Tom dan Hasto: Kala Politik Mengatasi Hukum
Sejak 2006 berkecimpung di dunia broadcast journalism, dari Liputan6 SCTV, ANTV dan Beritasatu TV. Terakhir menjadi produser eksekutif untuk program Indepth, NewsBuzz, Green Talk dan Fakta Data
TIGA BELAS
hari setelah putusan terhadap Thomas Lembong dan enam hari selepas putusan kepada Hasto Kristiyanto, Presiden Prabowo Subianto bikin usulan mengejutkan.
Tak pernah diduga, mengagetkan dan menerbitkan tempik sorak serta kecurigaan sekaligus. Agak seperti kado 80 tahun Republik Indonesia, sekalipun itu tadi tak mungkin direspons dengan nada yang sama.
Prabowo mengusulkan pemberian abolisi kepada Tom serta amnesti pada Hasto. Dua hak yang melekat pada presiden sesuai dengan pasal 14 ayat 2 UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Pasal ini menyatakan, “Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”
Presiden mengirim surat permohonan ke DPR untuk mendapat pertimbangan wakil rakyat. Kamis malam, 31 Juli 2025, DPR menyetujui surat yang dikirim presiden itu.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan sikap DPR kepada khalayak. Artinya tak ada lagi yang menghalangi pemberian abolisi dan amnesti itu.
Dengan begitu, dua kasus bernuansa politik ini bermuara ke pengadilan (proses hukum) dan diselesaikan dengan keputusan ‘politik’ oleh presiden.
Nama Hasto termasuk dari 1.116 terpidana yang dimintakan amnesti atau pengampunan hukum. Awalnya ada 44.000, tapi setelah diverifikasi, yang memenuhi syarat sebanyak 1.116 orang.
Sementara Tom Lembong dimintakan abolisi atau penghapusan tindak pidana. Setelah disetujui DPR, Presiden Prabowo akan segera meneken keputusan presiden soal abolisi untuk Lembong.
Konsekuensinya kasus hukum Tom harus tutup buku. Ia tak perlu menunggu hasil banding di pengadilan tinggi untuk mendapatkan keadilan, atau setidak-tidaknya pengurangan hukuman.
Adapun Hasto serta Komisi Pemberantasan Korupsi belum mengajukan banding atas putusan hakim pengadilan tindak pidana korupsi yang dibacakan pada 25 Juli lalu.
Menurut Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, abolisi untuk Tom Lembong dan amnesti untuk Hasto Kristiyanto diberikan demi kepentingan bangsa dan negara.
Pertimbangan ini bisa sepenuhnya berdasarkan subjektivitas presiden dan absah karena ia memiliki hak prerogatif untuk memberikan abolisi dan amnesti.
Bukan itu saja, pemberian abolisi dan amnesti ini, “mempertimbangkan untuk membangun bangsa ini secara bersama dengan seluruh elemen politik, kekuatan politik yang ada di Indonesia,” jelas Supratman (
Kompas.com
, 31 Juli 2025).
Sejauh ini kalimat membangun bangsa bersama-sama telah menjadi ciri kental Presiden Prabowo dalam mengemudikan republik. Ia terobsesi dengan persatuan, khususnya persatuan elite nasional.
Dalam kasus Lembong dan Hasto, keduanya berada di luar barisan Prabowo-Gibran di pemilihan presiden dan wakil presiden. Tom menyokong Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Adapun Hasto adalah pentolan PDIP yang mengajukan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Di akhir tahun 2024, Presiden Prabowo sempat mengembuskan diskursus mengampuni koruptor dengan syarat mengembalikan uang hasil korupsi ke negara. Ide ini memantik kontroversi.
Walhasil komitmen Prabowo untuk memerangi korupsi dan mengganyang koruptor dipertanyakan. Ia digugat cuma sedang beretorika ketika menyatakan bakal mengejar koruptor, bahkan jika mereka melarikan diri ke antartika (kutub selatan bumi).
Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menjelaskan, ide presiden itu tidak melanggar undang-undang. Yusril merujuk pada konstitusi (UUD 1945), yakni hak prerogatif presiden untuk memberikan amnesti.
Amnesti untuk Hasto berbeda dengan ide “mengampuni koruptor dengan syarat mengembalikan uang hasil korupsi ke negara”.
Dalam kasus yang menjerat Hasto, negara tidak mengalami kerugian. Hasto diputus bersalah dan diganjar hukuman 3,5 tahun karena terbukti terlibat menyiapkan uang senilai Rp 400 juta untuk menyuap anggota Komisi Pemilihan Umum saat kasus pidana ini mencuat tahun 2020, Wahyu Setiawan.
Adapun kasus yang melilit Tom Lembong lebih kontroversial. Ia divonis 4,5 tahun karena melakukan perbuatan melawan hukum serta memperkaya korporasi (8 perusahaan).
Menteri Perdagangan 2015-2016 ini tidak terbukti menerima aliran dana, alias uang sogok. Dan yang diungkit banyak kalangan, Tom disebut tak memiliki niat jahat (
mens rea
).
Bagaimana mungkin orang yang tidak memiliki niat jahat, dikenai hukum pidana?
Bahkan jika perbuatan atau kebijakan (
policy
) yang diterbitkan tanpa niat jahat itu berakibat merugikan negara.
Dalam putusan perkara Tom, angka kerugian yang disebut majelis hakim berbeda kontras dengan nilai kerugian negara yang dipaparkan jaksa dalam persidangan. Adapun jaksa mengacu pada audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Presiden Prabowo sedang mengirim pesan apa dengan kejutan pemberian abolisi untuk Tom dan amnesti kepada Hasto ini?
Setidaknya ada dua cara membacanya. Pertama, pemberian abolisi dan amnesti kepada tokoh yang terjerat kasus korupsi ini sebagai kasus khusus atau spesifik. Ia harus diletakkan di luar kotak atau tanpa kotak.
Kasus yang melilit Tom dan Hasto menyedot perhatian besar dari sejumlah pihak dari akademisi, aktivis antikorupsi, masyarakat luas hingga media asing.
Presiden dapat menakar aspek objektivitasnya dengan memperhatikan suara mereka serta masukan dari pembantunya di kabinet yang mengikuti jalannya persidangan Tom dan Hasto.
Dari timbangan itu, Presiden memutuskan dari kacamata objektif dan subjektif sekaligus. Soal ini tak dapat didebat sebab ia memiliki hak prerogatif.
Kedua, pemberian abolisi dan amnesti itu tak bisa tidak mesti dibaca dalam perspektif lebih luas, yakni masa depan pemberantasan korupsi di Tanah Air.
Kejaksaan Agung menggunakan “gigi tiga” sejak pemerintahan dipiloti Prabowo. Mereka mengejar terduga pelaku dugaan korupsi yang merugikan negara dalam jumlah “wah”.
Sedangkan KPK, meski tak setrengginas di masa jayanya, komisi ini mengejar mereka yang diduga telah mencuri atau menggasak duit negara.
Akhir Juni lalu, KPK mencokok orang dekat Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Sumut Topan Obaja Putra Ginting. Topan dijerat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan proyek infrastruktur jalan.
Jangan sampai pemberian abolisi dan amnesti ini memberi sinyal dan pesan keliru kepada tersangka dan mereka yang berencana melakukan patgulipat menggarong uang negara.
Di sini komunikasi dari pemerintah kepada publik mesti jelas. Kalau bisa mengedepankan aspek-aspek objektif yang memiliki kesinambungan dengan nalar publik.
Sanggupkah pemerintah menjelaskan ke publik bahwa pemberian abolisi dan amnesti bukan “perlakuan khusus” kepada tokoh politik?
Saya kira ini preseden baru. Dan Presiden Prabowo sedang meniti buih. Di satu sisi keputusannya itu mengoreksi pengadilan, terutama dalam kasus Tom Lembong, yang oleh sebagian pakar hukum disebut “incorrect”–sebuah keputusan yang salah dan mengundang perdebatan, termasuk dimasalahkannya kapitalisme di balik putusan Tom mengimpor gula.
Di sisi lain, pemberian abolisi dan amnesti itu, mengungkap hal yang tak terbantah: Keputusan politik (oleh presiden dan diperkuat DPR) telah mengatasi hukum.
Mungkin orang seperti Tom lebih senang ia dibebaskan alias menang di pengadilan. Tapi mungkin juga ia mensyukurinya karena pasal 2 ayat 1 UU Tipikor terus mengirim terdakwa kasus dugaan korupsi ke penjara.
Rasanya Presiden Prabowo harus selektif dalam memberikan abolisi dan amnesti pada terdakwa/terpidana tindak pidana korupsi. Alasan di belakangnya harus kuat, terukur serta rasional.
Setelah kasus Tom dan Hasto seyogyanya tak ada “obral” penghentian, penghapusan, dan pengampunan hukum terhadap mereka yang tersangkut kasus dugaan korupsi.
Terakhir, agaknya sorotan “The Straits Times” (25 Juli 2025) patut dicermati dengan seksama. Koran berpengaruh di Singapura itu menulis, “kasus ini (Hasto) telah menghidupkan kembali kekhawatiran lama tentang independensi peradilan dalam demokrasi Asia Tenggara, terutama karena tokoh-tokoh lain yang terkait dengan oposisi berada di bawah pengawasan hukum.”
Apakah dengan pemberian amnesti kepada Hasto serta abolisi untuk Tom Lembong berarti oposisi di DPR bakal tegak?
Tom bukan tokoh partai politik, tapi Hasto orang nomor dua di PDI Perjuangan. Apakah PDIP yang memiliki 110 kursi (hampir 19 persen) bakal menjalankan fungsi sebagai kekuatan penyeimbang di Senayan?
Sehari sebelum DPR menyetujui amnesti untuk Hasto, dari Bali, ketua umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyuratkan tugas politik partainya, yakni mendukung pemerintah. Ini isyarat bahwa partai tadi menyokong Prabowo Subianto.
Dan jika itu yang benar-benar terbentuk di DPR, artinya 100 persen partai politik men-support eksekutif, demokrasi kita sedang dalam bahaya besar. Tanpa pengawasan yang cukup, partai politik tidak sedang benar-benar cinta pada republik ini.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Pengadilan TIPIKOR Jakarta
-
/data/photo/2025/08/01/688bfd99c7942.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Abolisi-Amnesti untuk Tom dan Hasto: Kala Politik Mengatasi Hukum Nasional 1 Agustus 2025
-
/data/photo/2025/07/24/68821228e5844.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
9 Mahfud MD Puji Prabowo yang Beri Amnesti ke Hasto dan Abolisi ke Tom Lembong Nasional
Mahfud MD Puji Prabowo yang Beri Amnesti ke Hasto dan Abolisi ke Tom Lembong
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam)
Mahfud MD
menilai pemberian amnesti kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto dan abolisi untuk eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong sebagai langkah strategis Presiden
Prabowo Subianto
dalam penegakan keadilan.
Menurut Mahfud, kebijakan ini bukan sekadar pengampunan hukum, melainkan juga sinyal tegas bahwa praktik penyanderaan politik melalui rekayasa hukum tidak lagi bisa dibiarkan.
“Presiden Prabowo mengambil langkah strategis dalam penegakan keadilan dengan memberi amnesti kepada Hasto dan abolisi kepada Tom Lembong,”
tulis Mahfud dalam akun X pribadinya, Rabu (1/8/2025).
Kompas.com
sudah mendapatkan izin untuk mengutip pernyataan Mahfud. Dia menekankan bahwa ke depan, politik tidak boleh lagi dijadikan alat untuk menekan atau merekayasa proses hukum.
Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu bilang, bila praktik semacam itu masih dilakukan, Presiden kini memiliki posisi untuk mengadangnya.
“Ke depan tak boleh ada lagi yang menggunakan politik untuk merekayasa hukum melalui penyanderaan politik. Sebab kalau itu dilakukan, bisa dihadang oleh Presiden,”
ujarnya.
Hanya beberapa hari setelah palu vonis diketukkan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, dua nama yang sempat mendominasi pemberitaan politik dan hukum nasional kini kembali muncul, tetapi dalam babak yang tak terduga.
Hasto dan Tom Lembong menjadi dua dari ratusan nama yang tercantum dalam surat Presiden Prabowo Subianto kepada DPR.
Sementara, Hasto termasuk dalam gelombang pertama penerima amnesti menjelang peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia.
Presiden mengajukan dua surat resmi pada 30 Juli 2025.
Keesokan harinya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengumumkan bahwa parlemen telah memberikan persetujuan.
“DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Surat Presiden Nomor R43/Pres tanggal 30 Juli 2025 tentang permintaan pertimbangan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap Saudara Tom Lembong,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Kamis (31/7/2025) malam.
Tak hanya itu, Dasco juga mengumumkan pemberian amnesti kepada lebih dari 1.000 terpidana, termasuk Hasto Kristiyanto.
“Pemberian persetujuan dan pertimbangan atas Surat Presiden Nomor R42/PRES/07/2025 tanggal 30 Juli 2025 tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, diberikan amnesti, termasuk saudara Hasto Kristiyanto,” ucapnya.
Langkah ini bersandar pada Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 yang mengatur bahwa presiden berhak memberikan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
Ketentuan serupa juga tertuang dalam Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi.
Di balik dua surat presiden tersebut, ada tangan Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas yang menyusun dan menandatangani usulan resmi kepada Presiden Prabowo.
“Semuanya yang mengusulkan kepada Bapak Presiden adalah Menteri Hukum. Jadi surat permohonan dari hukum kepada Bapak Presiden untuk pemberian amnesti dan abolisi saya yang tanda tangan,” kata Supratman dalam konferensi pers yang sama.
Ia menyebutkan, pertimbangan utama dari kebijakan ini adalah upaya merajut kembali persatuan nasional menjelang 17 Agustus.
“Pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara, berpikirnya tentang NKRI. Jadi itu yang paling utama. Yang kedua adalah kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan di antara semua anak bangsa,” kata politikus Partai Gerindra itu.
“Langkah ini tidak hanya simbolis, tetapi strategis untuk memperkuat harmoni politik nasional,” tambahnya.
Supratman juga menyebutkan bahwa dari total 44.000 permohonan amnesti yang masuk, hanya 1.116 yang telah lolos verifikasi tahap pertama.
Sisanya akan diproses bertahap.
“Amnesti ada 1.116, salah satu yang menjadi dasar pertimbangan kepada dua orang yang saya sebutkan tadi yang disebutkan oleh Pak Ketua adalah salah satunya itu kita ingin menjadi ada persatuan dan dalam rangka untuk perayaan 17 Agustus,” imbuhnya.
Sebelum wacana pengampunan muncul, keduanya sudah lebih dulu divonis bersalah oleh pengadilan.
Tom Lembong dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta, karena terbukti merugikan negara dalam perkara impor gula kristal mentah.
Majelis hakim menyebut negara mengalami kerugian sebesar Rp 194,7 miliar akibat kebijakan Tom yang memberikan izin impor kepada perusahaan swasta, yang kemudian menjual gula dengan harga lebih mahal kepada BUMN PT PPI.
Namun, hakim juga mempertimbangkan sejumlah hal meringankan.
“Terdakwa tidak menikmati hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan. Terdakwa bersikap sopan di persidangan, tidak mempersulit dalam persidangan,” kata hakim anggota Alfis Setiawan.
Sementara itu, Hasto Kristiyanto divonis 3 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025), dalam perkara suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR Fraksi PDIP.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto.
Hasto juga dikenai denda sebesar Rp 250 juta, dengan ketentuan subsider 3 bulan kurungan apabila tidak dibayar.
Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang sebelumnya menuntut 7 tahun penjara.
Hakim menyatakan Hasto terbukti menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp 400 juta.
Namun, dakwaan jaksa bahwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku tidak terbukti menurut majelis hakim.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/28/6886b016ea233.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Babak Baru Kasus Tom Lembong dan Hasto: Habis Vonis, Terbitlah "Ampunan" Nasional 1 Agustus 2025
Babak Baru Kasus Tom Lembong dan Hasto: Habis Vonis, Terbitlah “Ampunan”
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Hanya beberapa hari setelah palu vonis diketukkan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, dua nama yang sempat mendominasi pemberitaan politik dan hukum nasional kini kembali muncul, tetapi dalam babak yang tak terduga.
Eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias
Tom Lembong
dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
Hasto Kristiyanto
menjadi dua dari ratusan nama yang tercantum dalam surat Presiden Prabowo Subianto kepada DPR.
Tom mendapat
abolisi
. Sementara itu, Hasto termasuk dalam gelombang pertama penerima
amnesti
menjelang peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia.
Presiden mengajukan dua surat resmi pada 30 Juli 2025.
Keesokan harinya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengumumkan bahwa parlemen telah memberikan persetujuan.
“DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Surat Presiden Nomor R43/Pres tanggal 30 Juli 2025 tentang permintaan pertimbangan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap Saudara Tom Lembong,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Kamis (31/7/2025) malam.
Tak hanya itu, Dasco juga mengumumkan pemberian amnesti kepada lebih dari 1.000 terpidana, termasuk Hasto Kristiyanto.
“Pemberian persetujuan dan pertimbangan atas Surat Presiden Nomor R42/PRES/07/2025 tanggal 30 Juli 2025 tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, diberikan amnesti, termasuk saudara Hasto Kristiyanto,” ucapnya.
Langkah ini bersandar pada Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 yang mengatur bahwa presiden berhak memberikan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
Ketentuan serupa juga tertuang dalam Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang
Amnesti dan Abolisi
.
Di balik dua surat presiden tersebut, ada tangan Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas yang menyusun dan menandatangani usulan resmi kepada Presiden Prabowo.
“Semuanya yang mengusulkan kepada Bapak Presiden adalah Menteri Hukum. Jadi surat permohonan dari hukum kepada Bapak Presiden untuk pemberian
amnesti dan abolisi
saya yang tanda tangan,” kata Supratman dalam konferensi pers yang sama.
Ia menyebut pertimbangan utama dari kebijakan ini adalah upaya merajut kembali persatuan nasional menjelang 17 Agustus.
“Pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara, berpikirnya tentang NKRI. Jadi itu yang paling utama. Yang kedua adalah kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan di antara semua anak bangsa,” kata politikus Partai Gerindra itu.
“Langkah ini tidak hanya simbolis tetapi strategis untuk memperkuat harmoni politik nasional,” tambahnya.
Supratman juga menyebutkan bahwa dari total 44.000 permohonan amnesti yang masuk, hanya 1.116 yang telah lolos verifikasi tahap pertama.
Sisanya akan diproses bertahap.
“
Amnesti
ada 1.116, salah satu yang menjadi dasar pertimbangan kepada dua orang yang saya sebutkan tadi yang disebutkan oleh Pak Ketua adalah salah satunya itu kita ingin menjadi ada persatuan dan dalam rangka untuk perayaan 17 Agustus,” imbuhnya.
Pemberian abolisi kepada Tom Lembong disambut positif oleh tim kuasa hukumnya.
Ari Yusuf Amir, pengacara Tom, menyampaikan terima kasih kepada pemerintah dan DPR atas atensinya.
“Kita satu, mengucapkan terima kasih atas atensinya para anggota DPR, politisi terhadap permasalahan ini,” kata Ari saat dihubungi wartawan, Kamis.
Namun demikian, ia menegaskan bahwa pihaknya belum mengambil sikap resmi dan masih akan membahas dampak hukum dari abolisi tersebut.
“Karena ada akibat-akibat hukumnya apa, dari abolisi itu kita harus membahas dulu. Tapi upaya mereka itu harus kita hargai sebagai sikap untuk perbaikan, kan gitu,” ujar dia.
Respons serupa datang dari kuasa hukum Hasto Kristiyanto.
Maqdir Ismail menyambut baik usulan amnesti tersebut dan menganggapnya sebagai bentuk keseriusan pemerintah untuk tidak mempolitisasi proses hukum.
“Kita hargai keputusan pemerintah, itu artinya memang pemerintah tidak ingin apa ya melakukan politisasi terhadap kasusnya Mas Hasto ini,” kata Maqdir.
Meski keputusan politik telah diumumkan, proses hukum belum sepenuhnya selesai.
Kejaksaan Agung menyatakan masih akan mempelajari keputusan abolisi terhadap Tom Lembong, terutama karena jaksa baru saja menyatakan banding.
“Kita kan baru menyatakan upaya hukum banding. Kita akan fokus itu dulu. Apabila ada kebijakan (abolisi), kita akan pelajari dulu seperti apa,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, Kamis.
“Saya enggak komentar dulu ya. Saya kan belum mendengar langsung, tapi akan kami pelajari dulu. Nanti ada masukan dari tim JPU,” tambahnya.
Dari sisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketua KPK Setyo Budiyanto menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada Presiden sebagai pemegang hak prerogatif.
“Itu kewenangan Presiden sesuai Pasal 14 UUD 1945,” kata Setyo.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyatakan pihaknya masih akan mempelajari perkembangan tersebut, mengingat perkara Hasto masih dalam proses banding.
“Kami pelajari terlebih dulu informasi tersebut. Sementara proses hukumnya juga masih berjalan, proses pengajuan banding,” kata Budi.
Sebelum wacana pengampunan muncul, keduanya sudah lebih dulu divonis bersalah oleh pengadilan.
Tom Lembong dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta, karena terbukti merugikan negara dalam perkara impor gula kristal mentah.
Majelis hakim menyebut negara mengalami kerugian sebesar Rp 194,7 miliar akibat kebijakan Tom yang memberikan izin impor kepada perusahaan swasta, yang kemudian menjual gula dengan harga lebih mahal kepada BUMN PT PPI.
Namun, hakim juga mempertimbangkan sejumlah hal meringankan.
“Terdakwa tidak menikmati hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan. Terdakwa bersikap sopan di persidangan, tidak mempersulit dalam persidangan,” kata hakim anggota Alfis Setiawan.
Sementara itu, Hasto Kristiyanto divonis 3 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025), dalam perkara suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR Fraksi PDIP.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto.
Hasto juga dikenai denda sebesar Rp 250 juta, dengan ketentuan subsider 3 bulan kurungan apabila tidak dibayar.
Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang sebelumnya menuntut 7 tahun penjara.
Hakim menyatakan Hasto terbukti menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp 400 juta.
Namun, dakwaan jaksa bahwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku tidak terbukti menurut majelis hakim.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/06/12/684a721fb6d53.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
10 Pengacara: Dapat Abolisi, Tom Lembong Dibebaskan Besok Nasional
Pengacara: Dapat Abolisi, Tom Lembong Dibebaskan Besok
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kuasa hukum eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias
Tom Lembong
, Zaid Mushafi menyebut, kliennya yang bakal mendapat abolisi akan dibebaskan dari Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang, Jakarta Timur, Jumat (1/8/2025) besok.
“Betul, insyaallah jika tidak ada halangan besok Pak Tom akan dibebaskan,” kata Zaid saat dihubungi Kompas.com, Kamis (31/7/2025).
Zaid membenarkan, tim kuasa hukum dan keluarga akan menjemput Tom Lembong di hari kebebasannya setelah mendapat abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.
Meski demikian, saat ini tim kuasa hukum dan keluarga Tom Lembong masih menunggu surat dari presiden.
Adapun abolisi setelah disetujui DPR RI tetap harus diteken melalui Keputusan Presiden (Keppres).
“Kami dari tim hukum dan keluarga masih menunggu surat dari presiden,” tutur Zaid.
Abolisi diatur Pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945 dan menjadi hak prerogatif presiden.
Dengan abolisi, maka peristiwa pidana yang menimpa Tom Lembong dihapuskan.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco mengumumkan DPR telah menyetujui presiden yang memberikan amnesti untuk Hasto dan abolisi untuk Tom Lembong.
Adapun Tom Lembong sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Tom Lembong terbukti bersalah melakukan korupsi dalam kebijakan importasi gula 2015-2016.
Sementara, Hasto dinyatakan bersalah turut mendanai suap pergantian antar waktu (PAW) DPR RI, Harun Masiku.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/18/687a2b7c03752.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
3 Apa Itu Abolisi yang Diberikan kepada Tom Lembong dan Bagaimana Prosedurnya? Nasional
Apa Itu Abolisi yang Diberikan kepada Tom Lembong dan Bagaimana Prosedurnya?
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Perdagangan Era Presiden Joko Widodo (Jokowi), Thomas Trikasih Lembong alias
Tom Lembong
, akan mendapatkan
abolisi
setelah surat permohonan yang diajukan Presiden Prabowo Subianto disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan, permohonan abolisi itu disampaikan Presiden Prabowo ke DPR RI lewat Surat Presiden Nomor R43 tertanggal 30 Juli 2025.
“DPR RI telah memberikan pertimabgnan dan persetujuan terhadap Surat Presiden Nomor R43/Pres/072025 tanggal 30 juli tentang permintaan pertimbangan DPR RI atas pemberian abolisi atas nama Saudara Tom Lembong,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Kamis (31/7/2025).
Dengan diberikannya abolisi tersebut maka pengusutan perkara korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2015-2016 dengan terdakwa Tom Lembong dihentikan atau ditiadakan.
Meskipun, diketahui bahwa Tom Lembong sudah diputus bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan dijatuhi hukuman pidana 4,5 tahun penjara dan denda Rp 750 miliar subsidair enam bulan kurungan.
Abolisi termasuk hak prerogratif atau hak istimewa Presiden, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UUD 1945.
Namun, dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa Presiden berhak memberikan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR RI.
Selain itu, abolisi juga diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi.
Diberitakan
Kompas.com
pada 7 September 2022, abolisi bisa diartikan sebagai suatu keputusan untuk menghentikan pengusutan dan pemeriksaan suatu perkara saat pengadilan belum menjatuhkan putusan atau vonis.
Dengan pemberian abolisi oleh Presiden, maka penuntutan terhadap orang atau kelompok orang yang menerima abolisi dihentikan dan ditiadakan.
Sementara itu, menurut Marwan dan Jimmy dalam Kamus Hukum
Dictionary of Law Complete Edition
(2009),
abolisi adalah
suatu hak untuk menghapus seluruh akibat dari penjatuhan putusan pengadilan atau menghapus tuntutan pidana seseorang serta melakukan penghentian apabila putusan tersebut telah dijalankan.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, Presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR RI sebelum memberikan abolisi.
Dengan kata lain, Presiden harus mengajukan permohonan pertimbangan kepada DPR RI.
Aturan itu semakin jelas diatur dalam Pasal 71 huruf i Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 yang mengatur wewenang DPR.
Pasal itu berbunyi, ”
Memberikan pertimbangan kepada presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi
”.
Pertimbangan DPR diperlukan sebagai upaya pengawasan kebijakan eksekutif dan guna menjaga keseimbangan antarlembaga.
Sebab, DPR merupakan perwakilan rakyat yang terdiri dari partai politik. Adapun selama ini, abolisi diberikan kepada pelaku tindak pidana sengketa politik.
Dalam kasus Tom Lembong, pengusulan pemberian abolisi dilakukan Kementerian Hukum atau Menteri Hukum Supratman Andi Agtas ke Presiden Prabowo Subianto.
“Demikian pula halnya pengusulan ke Presiden juga dilakukan oleh Menteri Hukum atas pemberian abolisi kepada saudra Tom Lembong,” kata Supratman di kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Selanjutnya, Presiden Prabowo meminta pertimbangan DPR RI melalui Surat Presiden nomor R43 tertanggal 30 Juli 2025.
Kemudian, setelah mendapatkan persetujuan DPR RI, Presiden bakal menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) pemberian abolisi kepada Tom Lembong.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/25/6883409d35680.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
9 DPR Setujui Amnesti untuk Hasto Kristiyanto Nasional
DPR Setujui Amnesti untuk Hasto Kristiyanto
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
–
DPR
menyetujui amnesti untuk
Hasto Kristiyanto
yang telah divonis 3,5 tahun penjara oleh hakim di kasus suap pergantian antar waktu (PAW) Fraksi PDIP DPR.
“Pemberian persetujuan dan pertimbangan atas Surat Presiden Nomor R42/PRES/07/2025 tanggal 30 Juli 2025 tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, diberikan amnesti, termasuk saudara Hasto Kristiyanto,” kata Wakil Ketua DPR
Sufmi Dasco Ahmad
di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (31/7/2025).
Amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana.
Amnesti merupakan hak prerogatif presiden atau hak istimewa yang dimiliki kepala negara mengenai hukum dan undang-undang di luar kekuatan badan-badan perwakilan.
Hak prerogatif presiden terdapat dalam Pasal 14 UUD 1945. Adapun mengenai amnesti, diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 sebagai berikut:
Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Selain Hasto, ada Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong yang juga diberi abolisi.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas juga hadir dalam acara konferensi pers ini, menyatkaan pihaknyalah yang mengajukan
amnesti untuk Hasto
ke Presiden Prabowo Subianto.
“Khusus kepada yang disebut tadi, kepada Bapak Hasto, juga Kementerian Hukum yang mengusulkan kepada Bapak Presiden bersama-sama dengan 1.116 dengan berbagai macam pertimbangan yang kami sampaikan kepada Bapak Presiden,” kata Supratman.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto divonis 3,5 tahun penjara dalam kasus suap Harun Masiku.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat Rios Rahmanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025).
Selain pidana badan, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman denda Rp 250.000.000.
“Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti pidana kurungan selama 3 bulan,” ujar Rios.
Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni 7 tahun penjara.
Dalam perkara ini, hakim menyatakan Hasto terbukti bersalah menyuap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Hakim menyebutkan bahwa Hasto menyediakan uang suap senilai Rp 400 juta untuk menyuap Wahyu.
Sementara itu, hakim menyatakan dakwaan jaksa KPK bahwa Hasto merintangi penyidikan terhadap kasus Harun Masiku tidak terbukti.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/18/687a2b7c03752.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
4 DPR Setujui Abolisi untuk Tom Lembong Nasional
DPR Setujui Abolisi untuk Tom Lembong
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui abolisi untuk mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias
Tom Lembong
.
Wakil Ketua DPR
Sufmi Dasco
Ahmad menyatakan, permohonan abolisi itu disampaikan Presiden Prabowo Subianto ke DPR lewat Surat Presiden Nomor R43 tertanggal 30 Juli 2025.
“DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Surat Presiden Nomor R43/Pres tanggal 30 Juli 2025 tentang permintaan pertimbangan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap Saudara Tom Lembong,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Kamis (31/7/2025).
Abolisi adalah
penghapusan atau peniadaan suatu peristiwa pidana. Istilah abolisi terdapat dalam Pasal 14 UUD 1945 yang mengatur hak prerogatif atau hak istimewa presiden.
Diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, presiden berhak memberikan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Selain konstitusi, abolisi juga diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi.
Tom Lembong dihukum 4,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta karena dianggap terbukti melakukan perbuatan korupsi terkait impor gula kristal mentah.
Menurut majelis hakim, kebijakan Tom Lembong mengimpor gula kristal mentah telah merugikan negara sebesar Rp 194.718.181.818,19 atau Rp 194,7 miliar.
Kerugian itu timbul akibat kemahalan harga pembelian gula kristal putih (GKP) PT PPI kepada perusahaan gula swasta yang mengimpor gula kristal mentah (GKM) atas izin Tom Lembong.
Dalam putusan tersebut, hakim juga mempertimbangkan hal-hal meringankan dalam putusan Tom Lembong.
Salah satunya, Tom Lembong tidak menikmati hasil korupsi tersebut.
“Terdakwa tidak menikmati hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan. Terdakwa bersikap sopan di persidangan, tidak mempersulit dalam persidangan,” ujar hakim anggota Alfis Setiawan saat membacakan pertimbangan hukum putusan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/09/686e2ed9945cf.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kubu Tom Lembong Peringatkan Pengadilan, Kirim Berkas Banding dengan Utuh Nasional 30 Juli 2025
Kubu Tom Lembong Peringatkan Pengadilan, Kirim Berkas Banding dengan Utuh
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kuasa hukum eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong,
Ari Yusuf Amir
, mengingatkan agar pihak pengadilan tingkat pertama mengirimkan berkas banding kliennya dengan utuh ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Ari mengatakan, pada persidangan di tingkat banding, majelis hakim umumnya memang hanya memeriksa berkas dokumen perkara terkait.
“Makanya kami sangat mengharapkan sekali dokumen-dokumen kami itu dikirim secara utuh,” kata Ari dalam konferensi pers di Cikini, Jakarta, Rabu (30/7/2025).
Ari mengaku tidak bermaksud menuduh pihak manapun.
Namun, sebagai praktisi hukum, ia kerap mendapati penyelundupan hukum.
Kecurangan itu dilakukan di antaranya dengan mengirim berkas perkara tidak lengkap dan hanya menguntungkan pihak tertentu.
“Ketika di persidangan dikondisikan sedemikian rupa, pada waktu baik pengadilan tinggi, dokumen yang dikirim hanya yang menguntungkan saja pihak sana,” tutur Ari.
Oleh karena itu, Ari mendorong PT DKI Jakarta bersedia membuka rekaman sidang sehingga publik bisa memantau dengan jelas.
Seperti diketahui, persidangan pada pengadilan banding tidak dilakukan secara terbuka sebagaimana pengadilan tingkat pertama.
Pihaknya juga sedang mempertimbangkan untuk meminta majelis banding memerintahkan jaksa agar menghadirkan sejumlah saksi yang belum diperiksa di muka sidang pada pengadilan tingkat pertama.
“Jadi kalau hakim nanti mencoba salah memanipulasi proses persidangan, masyarakat bisa menilai,” ujar Ari.
Tom Lembong
dihukum 4,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta karena dianggap terbukti melakukan perbuatan korupsi terkait impor gula kristal mentah.
Menurut majelis hakim, kebijakan Tom Lembong mengimpor gula kristal mentah telah merugikan negara sebesar Rp 194.718.181.818,19 atau Rp 194,7 miliar.
Kerugian itu timbul akibat kemahalan harga pembelian gula kristal putih (GKP) PT PPI kepada perusahaan gula swasta yang mengimpor gula kristal mentah (GKM) atas izin Tom Lembong.
Dalam putusan tersebut, hakim juga mempertimbangkan hal-hal meringankan dalam putusan Tom Lembong.
Salah satunya, Tom Lembong tidak menikmati hasil korupsi tersebut.
“Terdakwa tidak menikmati hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan. Terdakwa bersikap sopan di persidangan, tidak mempersulit dalam persidangan,” ujar hakim anggota Alfis Setiawan saat membacakan pertimbangan hukum putusan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/07/31/688b2aaf6dfbd.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
