Kementrian Lembaga: Pengadilan TIPIKOR Jakarta

  • Kronologi Kasus Hendry Lie yang Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara Kasus Timah
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        11 Agustus 2025

    Kronologi Kasus Hendry Lie yang Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara Kasus Timah Nasional 11 Agustus 2025

    Kronologi Kasus Hendry Lie yang Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara Kasus Timah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pendiri Sriwijaya Air, Hendry Lie, tetap dihukum pidana penjara 14 tahun meski telah menyatakan banding dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah.
    Hendry diyakini melakukan korupsi hingga merugikan negara hingga Rp 300 triliun.
    “Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 14 tahun dan denda sebesar Rp 1.000.000.000,00 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” tulis amar putusan yang dikutip dari SIPP PN Jakarta Pusat pada Senin (11/8/2025).
    Majelis hakim di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (PT DKI) juga menjatuhkan hukuman pidana pengganti sebesar Rp 1,05 triliun.
    “Menjatuhkan pidana tambahan kepada Terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 1.052.577.589.599,19,” lanjut amar putusan.
    Angka Rp 1,05 triliun ini sama seperti yang didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU).
    Dalam dakwaan yang dibacakan pada 30 Januari 2025, para terdakwa dinilai memperkaya perusahaan Hendry hingga lebih dari Rp 1 triliun.
    Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, JPU mengungkap bahwa Hendry Lie menggunakan PT Tinindo Internusa (TIN) untuk menjalankan akal bulusnya meraup keuntungan di kasus timah.
    PT TIN ini merupakan salah satu perusahaan smelter timah swasta.
    Hendry merupakan pemegang saham terbesar di sana.
    Untuk menjalankan aksinya, Hendry tidak bekerja sendiri.
    General Manager Operasional PT TIN, Rosalina, dan Marketing PT TIN tahun 2008-2018, Fandy Lingga, ikut dikerahkan.
    Salah satu tugas mereka adalah menyusun surat penawaran kerja sama sewa smelter dengan PT Timah Tbk.
    Selain itu, Hendry Lie juga disebut menyetujui hingga memerintahkan dua bawahannya itu mengikuti pertemuan dengan eks Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk, Emil Ermindra, dan eks Direktur Operasi PT Timah Tbk, Alwin Albar, di Pangkalpinang.
    Dalam pertemuan itu dibahas permintaan Riza dan koleganya agar puluhan smelter timah swasta di Babel menyerahkan lima persen kuota ekspor mereka kepada PT Timah Tbk.
    “Karena biji timah yang diekspor oleh smelter-smelter swasta tersebut merupakan hasil produksi yang bersumber dari penambangan di wilayah IUP PT Timah,” ujar jaksa saat itu.
    Dalam kasus ini, Hendry juga menerima pembayaran bijih timah hingga biaya kerja sama sewa smelter yang terlalu mahal.
    Padahal, bijih timah bersumber dari penambang ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.
    Jaksa mengungkap bahwa Hendry saat itu pernah menyetorkan sejumlah uang kepada suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, sebagai biaya pengamanan.
    Hendry disebut membayar sebesar 500-750 dollar Amerika Serikat (AS) per metrik ton timah kepada Harvey yang dalam kasus ini merupakan perwakilan dari PT Refined Bangka Tin (RBT).
    Biaya pengamanan ini dikumpulkan dari smelter swasta lainnya yang turut meneken perjanjian kerja sama sewa alat pengolahan dengan PT Timah Tbk.
    Perusahaan yang turut menyetor adalah CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, dan PT Stanindo Inti Perkasa.
    Biaya pengamanan ini disetorkan dengan kedok dana CSR yang dikelola Harvey Moeis atas nama PT RBT.
    Sebelum menghadapi proses persidangan, Hendry lebih dahulu ditetapkan sebagai buronan karena tidak kunjung memenuhi panggilan penyidik yang hendak memeriksanya.
    Setelah berkali-kali dipanggil penyidik, Hendry akhirnya ditangkap pada 18 November 2024 malam.
    Saat itu, Hendry baru saja tiba di Bandara Soekarno-Hatta usai izin menetapnya di Singapura habis.
    Berdasarkan informasi dari Imigrasi, Hendry berada di Singapura sejak 25 Maret 2024.
    Saat itu, ia mengaku hendak berobat.
    Kemudian, pada 15 April 2024, ia ditetapkan sebagai salah satu tersangka.
    Proses hukum terus berjalan dan Hendry beberapa kali dipanggil untuk memberikan kesaksian.
    Namun, karena tidak kunjung mengindahkan panggilan penyidik, ia menjadi target untuk segera dipulangkan.
    Sebelum ditangkap, Hendry yang masa izin tinggalnya habis pada tanggal 27 November 2024 ini hendak masuk ke Indonesia secara diam-diam.
    Namun, usaha tersebut gagal hingga ia pun diborgol dan dikenakan rompi tahanan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Eks Pejabat KONI Makassar Divonis 1,5 Tahun Penjara di Kasus Korupsi Dana Hibah

    Eks Pejabat KONI Makassar Divonis 1,5 Tahun Penjara di Kasus Korupsi Dana Hibah

    Liputan6.com, Jakarta- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar menjatuhkan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara kepada mantan Kepala Sekretariat KONI Makassar, Ratno Nur Suryadi, dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan dana hibah tahun anggaran 2022-2023.

    Putusan itu dibacakan Ketua Majelis Hakim Djainuddin Karanggusi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Makassar, Senin (11/8/2025). Hakim menyatakan Ratno terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.

    “Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Ratno Nur Suryadi selama 1 tahun 6 bulan,” ucap Djainuddin di ruang sidang.

    Selain hukuman badan, Ratno juga diwajibkan membayar denda Rp50 juta. Jika tidak dibayar, denda itu diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan.

  • Sidang Banding, Pendiri Sriwijaya Air Hendry Lie Tetap Dihukum 14 Tahun Pidana

    Sidang Banding, Pendiri Sriwijaya Air Hendry Lie Tetap Dihukum 14 Tahun Pidana

    Bisnis.com, JAKARTA — Pendiri Sriwijaya Air, Hendry Lie tetap divonis 14 tahun penjara dan denda Rp1 miliar pada sidang banding di Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta.

    Berdasarkan sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, majelis hakim PT Jakarta telah menjatuhkan hukuman pidana yang sama dengan pengadilan tingkat pertama.

    “Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 14 tahun dan denda sebesar Rp1.000.000.000,00 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” dalam amar putusan banding oleh PT Jakarta, dikutip Senin (11/8/2025).

    Selain pidana badan, Majelis Hakim PT Jakarta juga menetapkan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti Rp1,05 triliun untuk Beneficial Ownership PT Tinindo Inter Nusa itu.

    Adapun, apabila Hendry Lie tak bisa membayar uang pengganti itu selama satu bulan setelah berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh jaksa untuk dilelang.

    Sementara itu, jika harta benda Hendry Lie masih tidak menutupi uang pengganti maka kewajiban itu bakal diganti dengan pidana penjara selama delapan tahun dengan dikurangi masa tahanan sebelumnya.

    “Menjatuhkan pidana tambahan kepada Terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp1.052.577.589.599,19,” tambah hakim.

    Selain itu, hakim juga menyatakan sejumlah aset tanah dan bangunan di Badung, Bali agar dirampas negara untuk diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti atas perkara Hendry Lie.

    Sekadar informasi, sidang di tingkat banding ini diadili oleh ketua majelis Albertina Ho dengan hakim anggota Tahsin dan Agung Iswanto. Sementara, Panitera Pengganti Rina Rosanawati. Adapun, perkara ini diputus pada Jumat (8/8/2025).

    Sekadar informasi, Hendry Lie telah dinyatakan secara sah dan bersalah dalam kasus korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS).

    Dari kasus dengan kerugian negara Rp300 triliun itu, Hendry Lie divonis 14 tahun penjara dan denda Rp1 miliar di pengadilan negeri Tipikor Jakarta Pusat. Selain itu, eks Bos Sriwijaya Air ini juga diminta untuk membayar uang pengganti Rp1,05 triliun.

  • KY Bentuk Tim Investigasi untuk Dalami Laporan Pelanggaran Etik Hakim Tom Lembong

    KY Bentuk Tim Investigasi untuk Dalami Laporan Pelanggaran Etik Hakim Tom Lembong

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Yudisial (KY) telah membentuk tim investigasi untuk mengusut dugaan pelanggaran hakim atas laporan Tom Lembong.

    Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY, Joko Sasmito mengatakan saat ini pihaknya telah membentuk tim investigasi untuk menentukan ada atau tidaknya pelanggaran etik majelis hakim yang dilaporkan Tom Lembong.

    “Tim sudah dibentuk, nanti dipelajari dugaan pelanggarannya ada atau tidak,” kata Joko di kantor KY, Jakarta, Senin (11/8/2025).

    Dia menambahkan, mulanya tim KY bakal menganalisis laporan dari Tom Lembong. Setelah itu, KY bakal memanggil pelapor terlebih dahulu untuk dimintai keterangan.

    Setelah itu, baru hakim terlapor dimintai keterangan oleh tim investigasi untuk menyelidiki dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

    “Dari tim laporkan ke kita putusannya [memiliki] tebal seribuan lebih, masih dianalisis ada ga dugaan pelanggaran majelis hakim. Itu melalui forum konsultasi tidak melalui panel lagi, [menentukan] adanya dugaan pelanggaran etik atau tidak. Setelah itu periksa terlapor,” pungkas Joko.

    Sekadar informasi, Tom Lembong telah melaporkan majelis hakim yang menangani kasus impor gula dirinya di PN Tipikor Jakarta Pusat. Tiga hakim yang menangani kasus impor gula itu yakni Hakim Dennie Arsan Fatrika selaku hakim ketua.

    Sementara dua hakim anggotanya, yakni Alfis Setyawan dan Purwanto S Abdullah. Adapun, tiga hakim itu juga telah dilaporkan ke Bawas Mahkamah Agung (MA).

  • Hakim Djuyamto dkk Segera Disidang, Perkara Dilimpahkan ke Pengadilan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        11 Agustus 2025

    Hakim Djuyamto dkk Segera Disidang, Perkara Dilimpahkan ke Pengadilan Nasional 11 Agustus 2025

    Hakim Djuyamto dkk Segera Disidang, Perkara Dilimpahkan ke Pengadilan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Lima orang hakim terdakwa kasus dugaan suap terkait penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng segera disidang.
    Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melimpakan berkas perkara kelima hakim tersebut ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (11/8/2025).
    Lima terdakwa itu adalah eks Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan, dan hakim nonaktif PN Jakarta Pusat Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtaro, dan Djuyamto.
    “Ali Muhtarom, Agam Syarief Baharudin, Wahyu Gunawan, Djuyamto, dan Muhammad Arif Nuryanta yang limpah hari ini,” kata Direktur Penuntutan (Dirtut) Kejaksaan Agung, Sutikno, Senin.
    Dalam perkara ini, para hakim diduga menerima suap untuk menjatuhkan vonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging terhadap terdakwa tiga korporasi dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.
    Tiga korporasi tersebut adalah Permata Hijau Group yang terdiri dari PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Permata Hijau Sawit.
    Kemudian, Wilmar Group yang terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
    Lalu, Musim Mas Group yang terdiri dari PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas.
    Majelis akim yang menjatuhkan vonis lepas itu diketuai oleh hakim Djuyamto dengan anggota hakim Agam Syarif Baharudin dan hakim Ali Muhtarom.
    Putusan diketok di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025.
    Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan bahwa perbuatan ekspor CPO yang dilakukan para terdakwa bukan permufakatan jahat, melainkan hanya melaksanakan kebijakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI.
    Setelah putusan lepas tersebut, Kejagung menemukan bukti adanya kongkalikong putusan lepas yang menyeret berbagai unsur penegak hukum, mulai dari hakim, panitera, hingga advokat.
    Mereka terdiri dari Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanto serta panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan.
    Selain itu, Kejagung turut menetapkan tiga hakim aktif yaitu Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtaro, dan Djuyamto, serta dua orang pengacara yakni Marcella Santoso dan Ariyanto sebagai tersangka.
    “Dan terkait dengan putusan ontslag tersebut, penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS (Marcella Santoso) dan AR (Ariyanto) melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN (Muhammad Arif Nuryanta) sebanyak Rp 60 miliar,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejgung Abdul Qoha, 12 pril 2025.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tom Lembong Sebut Pelaporan Hakim ke Komisi Yudisial Bersifat Konstruktif

    Tom Lembong Sebut Pelaporan Hakim ke Komisi Yudisial Bersifat Konstruktif

    Bisnis.com, JAKARTA — Eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong menyatakan laporan dirinya terhadap majelis hakim ke Komisi Yudisial (KY) bersifat membangun.

    Tom menekankan bahwa dirinya tidak memiliki niat melaporkan hakim dengan sifat destruktif. Oleh karena itu, dia mengklaim bahwa laporannya itu memiliki niat konstruktif 100%.

    “Kami menyampaikan bahwa tujuan kami dalam mengajukan laporan termasuk para hakim Komisi Yudisial itu 100% motivasi kami adalah konstruktif. Tidak ada 0,1% pun niat destruktif,” ujar Tom di KY, Jakarta, Senin (11/8/2025).

    Dia menambahkan, laporan ini juga merupakan momentum yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin lantaran telah mendapatkan atensi dari masyarakat.

    Terlebih, Presiden Prabowo Subianto juga telah memberikan atensi melalui pemberian abolisi-nya. Oleh sebab itu, pelaporan terhadap majelis hakim ini diharapkan dapat memperbaiki sistem hukum di Indonesia.

    “Kalau bisa dijadikan momentum untuk berbenah dan memperbaiki, seperti yang disampaikan, bagi saya tidak ada [niat menjatuhkan]. Justru berbenah itu sesuatu yang patut dibanggakan dan patut kita pandang sebagai sesuatu yang mulia,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Tom Lembong telah melakukan majelis hakim yang menangani kasus impor gula dirinya di PN Tipikor Jakarta Pusat. Tiga hakim yang menangani kasus impor gula itu yakni Hakim Dennie Arsan Fatrika selaku hakim ketua.

    Sementara dua hakim anggotanya, yakni Alfis Setyawan dan Purwanto S Abdullah. Tiga hakim itu juga telah dilaporkan ke Bawas Mahkamah Agung (MA).

    Dalam hal ini, Ketua KY, Amzulian Rifai menyatakan siap menindaklanjuti laporan dari menteri kabinet di era Presiden ke-7 Joko Widodo ini.

    “Tentu saya Komisi Yudisial sebagaimana pelapor-pelapor yang lain, kami menaruh perhatian, apalagi khusus kasus Pak Tom ini ya, karena ini menjadi atensi kita semua,” ujar Amzulian di KY, Senin (11/8/2025).

  • Ketua Komisi Yudisial Beri Atensi Laporan Pelanggaran Etik Hakim Tom Lembong

    Ketua Komisi Yudisial Beri Atensi Laporan Pelanggaran Etik Hakim Tom Lembong

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Yudisial (KY) memastikan bakal menindaklanjuti pelaporan ini dari eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong soal dugaan pelanggaran etik majelis hakim.

    Ketua KY, Amzulian Rifai mengatakan kasus Tom Lembong ini telah mendapatkan atensi dari masyarakat. Apalagi, pada kasus Tom juga merupakan momen bersejarah lantaran mendapatkan pemberian abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.

    “Tentu saya Komisi Yudisial sebagaimana pelapor-pelapor yang lain, kami menaruh perhatian, apalagi khusus kasus Pak Tom ini ya, karena ini menjadi atensi kita semua,” ujar Amzulian di KY, Jakarta, Senin (11/8/2025).

    Dia menambahkan, tindak lanjut itu berbatas pada kewenangan KY dalam tugasnya mengawasi perilaku hakim. Mulanya, KY bakal melakukan analisis terlebih dahulu terhadap laporan Tom Lembong.

    Selanjutnya, apabila nanti menemukan dugaan pelanggaran maka KY bakal membentuk tim untuk melakukan penyelidikan terkait dengan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

    “Jadi, KY tentu akan menindaklanjuti laporan ini sesuai dengan kewenangan yang ada pada kami,”

    Di samping itu, Amzulian juga menekankan bahwa pihaknya tidak akan membeda-bedakan pelaporan masyarakat. Khusus, pelaporan dari Tom Lembong menjadi atensi lantaran menarik perhatian masyarakat.

    “Tidak ada pembedaan, sama dengan laporan-laporan yang lain, hanya kebetulan karena ini menarik perhatian masyarakat, tentu nanti masyarakat juga akan bertanya bagaimana tindak lanjutnya,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Tom Lembong telah melakukan majelis hakim yang menangani kasus impor gula dirinya di PN Tipikor Jakarta Pusat. Tiga hakim yang menangani kasus impor gula itu yakni Hakim Dennie Arsan Fatrika selaku hakim ketua. 

    Sementara dua hakim anggotanya, yakni Alfis Setyawan dan Purwanto S Abdullah. Tiga hakim itu juga telah dilaporkan ke Bawas Mahkamah Agung (MA).

  • 5
                    
                        Kejagung Tegaskan Tom Lembong Tak Divonis Bebas, Sidang 9 Terdakwa Lain Tetap Jalan
                        Nasional

    5 Kejagung Tegaskan Tom Lembong Tak Divonis Bebas, Sidang 9 Terdakwa Lain Tetap Jalan Nasional

    Kejagung Tegaskan Tom Lembong Tak Divonis Bebas, Sidang 9 Terdakwa Lain Tetap Jalan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Agung menegaskan eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong tidak divonis bebas, sehingga perkara sembilan terdakwa kasus korupsi impor gula lainnya tetap lanjut.
    Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Sutikno mengatakan, penuntutan dan akibat hukum dalam kasus yang menjerat Tom Lembong memang dihapus, namun perkara terdakwa lainnya tetap ada.
    “Dia tidak bebas, dia itu kan mendapatkan abolisi, yaitu seluruh proses hukum dan segala akibatnya ditiadakan, khusus untuk Pak Tom Lembong, yang lainnya ya berjalan,” kata Sutikno, saat ditemui di Kantor Kejagung, Jakarta, Jumat (8/8/2025).
    Sutikno meminta, kondisi bahwa Tom Lembong tidak divonis bebas oleh pengadilan penting untuk dicermati.
    Abolisi, kata dia, merupakan tindakan ketatanegaraan yang menjadi hak prerogatif presiden.
    Sementara, penanganan perkara pidana tetap menjadi wilayah aparat penegak hukum (APH).
    “Makanya penyelesaian itu juga berbeda, perkara ya sampai kita nunggu perkara inkracht, meski presiden punya hak prerogatif seperti itu,” ujar Sutikno.
    “Makanya keluarnya bukan putusan Mahkamah Agung (vonis) ‘bebas’, bukan, keluarnya adalah mendapatkan abolisi melalui penerbitan Keppres,” tambah dia.
    Sebelumnya, kuasa hukum Direktur Utama PT Angels Products Tony Wijaya, Hotman Paris, meminta Kejaksaan Agung dan majelis hakim menghentikan perkara kliennya.
    Hotman mendalilkan, perkara itu tidak bisa dilanjutkan karena Tom Lembong, yang dalam konstruksi perkara kasus impor gula disebut sebagai pelaku utama, mendapat abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.
    “Ya hari ini kami dari kuasa hukum sembilan importir swasta akan memohon kepada Kejaksaan Agung cq (casu quo atau dalam hal ini) JPU agar surat dakwaan terhadap sembilan importir swasta ini ditarik, dicabut dari pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat,” kata Hotman, dalam konferensi pers di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (5/8/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mantan Pejabat Barantan Hingga Ajudan Syahrul Yasin Limpo Dipanggil KPK

    Mantan Pejabat Barantan Hingga Ajudan Syahrul Yasin Limpo Dipanggil KPK

    GELORA.CO -Mantan Sekretaris Badan Karantina Pertanian (Barantan), Kementerian Pertanian, Wisnu Haryana kembali dipanggil tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo.

    Jurubicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan, hari ini, Rabu, 6 Agustus 2025, tim penyidik memanggil Wisnu Haryana selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Barantan sebagai saksi.

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” kata Budi kepada wartawan, Rabu siang, 6 Agustus 2025.

    Selain itu kata Budi, tim penyidik juga memanggil dua orang saksi lainnya, yakni Panji Harjanto selaku PNS Kementan yang juga mantan ajudan SYL, dan Ubaidah Nabhan selaku mantan honorer Kementan.

    Wisnu Haryana sebelumnya juga telah diperiksa tim penyidik pada Jumat, 28 Februari 2025, dan pada Selasa, 17 September 2024.

    Dalam kasus TPPU ini, KPK sudah melakukan penyitaan berbagai aset yang terkait dengan SYL. Pada Senin, 13 Mei 2024, KPK menyita 1 unit mobil merk Mercedes Benz Sprinter 315 CD warna hitam beserta 1 buah kunci remote mobil. Mobil milik SYL itu disembunyikan di wilayah Kelurahan Jatipadang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

    Selanjutnya pada Rabu, 15 Mei 2024, KPK menyita rumah SYL yang berada wilayah Kelurahan Pandang, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar. Diperkirakan nilai dari rumah tersebut sekitar Rp4,5 miliar dan sumber uangnya dari Hatta.

    Kemudian pada Kamis, 16 Mei 2024, tim penyidik menyita rumah adik SYL, Andi Tenri Angka Yasin Limpo di Jalan Letjen Hertasning Kelurahan Tidung, Kecamatan Rapppocini, Kota Makassar.

    Lalu pada Minggu, 19 Mei 2024, KPK sudah menyita rumah yang beralamat di Jalan Jalur Dua, Kelurahan Bumi Harapan, Kecamatan Bacukiki Barat, Pare-pare, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel). Rumah itu diduga memiliki hubungan dengan dugaan TPPU dari SYL yang mana Hatta sebagai salah satu orang kepercayaan dari SYL melakukan pembelian aset dari hasil pengumpulan sejumlah uang dari para pejabat di Kementan. Aset tersebut kemudian diduga disamarkan dengan ditempati orang terdekat dari Hatta.

    Lalu pada Selasa, 21 Mei 2024, tim penyidik mengamankan 1 unit Mobil merek Mercedes Benz Sprinter Warna Putih beserta 1 buah kunci remote mobil milik SYL yang disembunyikan di Perumahan Bumi Permata Hijau, Kelurahan Rappocini, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar.

    Di tempat terpisah yang beralamat di Perum The Orchid jalan Orchid Indah Kelurahan Tanjung Merdeka, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, juga dilakukan penyitaan 1 unit mobil New Jimny Warna Ivory beserta 1 buah kunci, dan 1 unit motor Honda X-ADV 750 CC warna silver dominan beserta 3 buah kunci.

    Di hari yang sama pada Selasa, 21 Mei 2024, KPK kembali menyita 1 unit mobil Merk Mitsubishi Pajero Sport Dakar warna putih beserta 1  buah kunci remote mobil yang disembunyikan di sebuah lahan kosong di lingkungan Perumahan Bumi Permata Hijau, Kelurahan Rappocini, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar.

    Sedangkan dalam kasus dugaan pemerasan terhadap pejabat di Kementan dan gratifikasi, SYL divonis pidana penjara selama 10 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan, serta uang pengganti sebesar Rp14.147.144.786 (Rp14 miliar) dan 30 ribu dolar AS subsider 2 tahun kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Hukuman SYL diperberat oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta pada tingkat banding. Di mana, hukuman SYL menjadi 12 tahun penjara dan dendam Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp44.269.777.204 dan 30 ribu dolar AS subsider 5 tahun kurungan.

  • Nasib Terdakwa Kasus Impor Gula, Tetap Diproses Hukum Saat Tom Lembong Dapat Abolisi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        6 Agustus 2025

    Nasib Terdakwa Kasus Impor Gula, Tetap Diproses Hukum Saat Tom Lembong Dapat Abolisi Nasional 6 Agustus 2025

    Nasib Terdakwa Kasus Impor Gula, Tetap Diproses Hukum Saat Tom Lembong Dapat Abolisi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Abolisi yang diterima eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menimbulkan perdebatan baru dalam kasus importasi gula di tahun 2015-2016.
    Para terdakwa yang berasal dari kalangan korporasi menuntut agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencabut dakwaan terhadap mereka karena Tom, sebagai pelaku utama dalam kasus ini, sudah bebas dan ditiadakan proses serta akibat hukumnya.
    Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Selasa (5/8/2025) para kuasa hukum terdakwa menyampaikan sebuah surat permohonan tersebut kepada majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU).
     “Kami mohon kepada Kejaksaan agar Kejaksaan menarik mencabut surat dakwaan,” ujar kuasa hukum dari Direktur PT Angels Products Tony Wijaya, Hotman Paris, yang mewakili para terdakwa.
    Hotman mengatakan, dengan terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 18 Tahun 2025 tentang abolisi kepada Tom Lembong, proses hukum importasi gula dinilai sudah sepatutnya ditiadakan.
    “Intinya majelis, terkait dengan adanya Keppres tentang abolisi yang tegas-tegas menyatakan semua proses hukum dan akibat hukumnya terkait kasus gula impor ditiadakan,” kata Hotman.
    Ia menyinggung posisi Tom selaku eks Mendag yang dulu duduk sebagai terdakwa dan diduga memperkaya pihak korporasi.
    Tom dinilai sebagai pelaku utama tindak pidana, sementara pihak korporasi merupakan pihak yang turut serta.
    Karena Tom Lembong sudah menerima abolisi alias proses dan akibat hukumnya sudah ditiadakan, pihak korporasi meminta agar kasus mereka juga dicabut.
    “Tom Lembong dituduh melakukan pelanggaran hukum untuk memperkaya klien kami. Padahal, Tom Lembong sudah tidak lagi diproses akibat hukum,” kata Hotman.
    Dalam sidang kemarin, pihak Kejagung yang diwakili JPU mengusulkan agar sidang untuk terdakwa lainnya tetap dilanjutkan.
    Salah seorang JPU mengingatkan, dalam keputusan presiden yang diteken Presiden Prabowo Subianto, hanya Tom Lembong yang mendapatkan abolisi.
    “Di dalam keppres tersebut, kan tidak implisit menyebutkan para terdakwa. Cuma di situ hanya untuk satu orang, saudara Thomas Trikasih Lembong di keppres nomor 18 tahun 2025,” kata JPU itu.
    Menilik ke belakang, Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung Sutikno juga pernah menegaskan bahwa keppres itu mengaturr abolisi yang diberikan Presiden Prabowo bersifat personal untuk Tom Lembong.
    Abolisi untuk Tom juga sudah disebutkan tidak menghentikan proses pidana bagi terdakwa lainnya.
    “Jadi, proses (penegakan hukum) ini kan bukan berarti diberhentikan, terus bebas gitu untuk yang lainnya. Enggak, enggak. Ini hanya yang bersangkutan, Pak Tom Lembong, diberikan abolisi. Secara perseorangan, sendirian, di perkara ini,” kata Sutikno, Jumat (1/8/2025) lalu.
    Sutikno menjelaskan, penyidik punya banyak cara untuk melakukan penyidikan.
    Selain kesaksian dari Tom, ada barang bukti lain yang mendukung untuk membuktikan adanya korupsi impor gula.
    “Kita menangani perkara kan pakai alat bukti yang ada. Alat bukti kan banyak. Itu perkara lain tetap berjalan,” ujar dia menegaskan.
    Kendati para terdakwa mengajukan keberatan, majelis hakim memutuskan untuk tetap melanjutkan sidang.
    “Majelis mengambil sikap untuk tetap dilanjutkan. Sementara kalau nanti ada perkembangan terbaru, ya majelis juga akan menentukan sikapnya lagi,” kata ketua majelis hakim Dennie Arsan Fatika di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
    Dennie menegaskan, majelis hakim tidak mengesampingkan permohonan yang diajukan terdakwa, tetapi hakim sepakat dengan jaksa bahwa hanya Tom Lembong yang mendapatkan abolisi dari Prabowo.
    “Kami tetap bersikap, karena memang keppres berupa abolisi yang ditujukan hanya kepada satu orang. Satu orang terdakwa, tidak menunjuk kepada terdakwa lainnya walaupun perkara atau kasusnya adalah bersamaan,” kata Dennie.
    Hakim berpendapat, kehadiran JPU hari ini juga menunjukkan sikap Jaksa Agung terhadap kasus importasi gula.
    “Adanya penuntut umum tetap hadir di persidangan hari ini, kehadiran penuntut umum di sini, kami rasa ya secara tidak langsung tetap merupakan perintah dari Jaksa Agung untuk meneruskan perkara ini,” lanjut Dennie.
    Namun, jika memang nanti ada perubahan sikap, majelis hakim juga akan menyingkap lagi.
    Dennie meminta semua pihak memaklumi dan mengerti keputusan yang diambil oleh majelis hakim.
    Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, permintaan para terdakwa ini masuk akal karena usai abolisi, Tom dianggap tidak berbuat salah dalam kasus impor gula.
    “Secara logika bisa ya, karena keputusan importasi gula dianggap tidak ada dan tidak bermasalah,” kata Fickar saat dihubungi, Rabu (6/8/2025).
    Ia mengatakan, jika melihat konstruksi kasus yang ada, abolisi yang diterima Tom bisa berdampak pada kasus yang tengah dijalani terdakwa dari pihak korporasi ini.
     
    “Dampaknya seharusnya berlaku juga pada mereka yang didakwa soal kasus (impor gula),” ujar dia.
    Selain Tom Lembong, ada 10 terdakwa lain yang juga diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi importasi gula.
    Satu terdakwa telah divonis bersalah oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    Ia adalah Mantan Direktur PT PPI, Charles Sitorus, yang dihukum 4 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi importasi gula.
    Sementara, ada sembilan terdakwa dari pihak korporasi yang masih menjalani proses persidangan.
    Para terdakwa ini adalah, Direktur Utama (Dirut) PT Angels Products, Tony Wijaya NG; Direktur PT Makassar Tene, Then Surianto Eka Prasetyo; Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya, Hansen Setiawan; Direktur Utama PT Medan Sugar Industry, Indra Suryaningrat,
    Kemudian, Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama, Eka Sapanca; Presiden Direktur PT Andalan Furnindo, Wisnu Hendraningrat; kuasa Direksi PT Duta Sugar International, Hendrogiarto A Tiwow; Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur, Hans Falita Hutama; dan Direktur PT Kebun Tebu Mas, Ali Sandjaja Boedidarmo.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.