Kementrian Lembaga: Pengadilan TIPIKOR Jakarta

  • Jerat Kasus Proyek e-KTP Setya Novanto hingga Bebas Bersyarat dari Lapas Sukamiskin

    Jerat Kasus Proyek e-KTP Setya Novanto hingga Bebas Bersyarat dari Lapas Sukamiskin

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Ketua DPR sekaligus terpidana kasus korupsi proyek e-KTP Setya Novanto resmi bebas bersyarat menjelang HUT ke-80 RI.

    Bebasnya Setnov sapaan akrabnya itu berdasarkan surat Keputusan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan tanggal 15 Agustus 2025 No. PAS-1423 PK.05.03 Tahun 2025.

    “Yang bersangkutan [bebas] berdasarkan hasil pemeriksaan PK itu sudah melampaui waktunya. Harusnya tanggal 25 [Juli] yang lalu,” ujar Menteri Imipas Agus Andrianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Minggu (17/8/2025).

    Adapun, salah satu alasan Setnov bebas lantaran berkelakuan baik selama di lapas. Misalnya, aktif dalam program pertanian dan perkebunan, serta menjadi inisiator klinik hukum. Selain itu, Setnov juga sudah menjalani hukuman 2/3 penjara.

    Selain itu, Setnov sejatinya dihukum 15 tahun penjara. Namun, hukuman itu disunat setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali (PK) dari Setnov. Dengan begitu, total Setnov dihukum selama 12,5 tahun penjara.

    Di samping itu, secara total mantan Ketua Umum Golkar itu mendapatkan remisi atau pengurangan hukuman pidana sebanyak 28 bulan dan 15 hari.

    Lantas, bagaimana perjalanan kasus Setnov?

    Setya Novanto merupakan eks Ketua DPR RI yang terjerat kasus korupsi proyek e-KTP senilai Rp5,9 triliun. Adapun, total uang korupsi yang dinikmati Setnov dalam kasus ini sebesar US$7,3 juta.

    Kemudian, dalam proses penetapantersangka hingga penahanan Setnov ini dinilai penuh “drama”. Pasalnya, kala itu meski sudah ditetapkan tersangka oleh KPK, namun Setnov berhasil menggugurkan status hukumnya itu lewat praperadilan.

    Namun, upaya hukumnya itu terkesan sia-sia usai KPK kembali menetapkan tersangka pada September 2017.

    Tak hanya itu, drama berlanjut saat Setnov penangkapan oleh komisi antirasuah. Penangkapan itu dilakukan setelah Setnov mangkir dari panggilan KPK.

    Mulanya, penyidik KPK mendatangi rumah Setnov di Jalan Wijaya XIII Kebayoran Baru Jakarta Selatan pada (15/11/2017). Namun, Setnov tidak ditemukan di kediamannya.

    Seharu berselang, muncul kabar Setnov akan beranjak menuju KPK. Hanya saja, mobil yang ditumpangi eks Ketua DPR ini mengalami kecelakaan dan dirawat di RS Medika Permata Hijau.

    Peristiwa inilah yang membuat kondisi kesehatan Setnov menjadi viral. Lantaran kuasa hukum Setnov, Fredrich Yunadi menyebutkan bahwa akibat kecelakaan itu membuat kliennya memiliki benjolan sebesar bakpao.

    Adapun, kecelakaan ini akhirnya terungkap merupakan rekayasa yang dilakukan Fredrich untuk merintangi penyidikan KPK terhadap kliennya. Alhasil, Fredrich juya ditetapkan sebagai tersangka perintangan.

    Persidangan dan Sel Mewah

    Selanjutnya, Setnov menjalani sidang di PN Tipikor Jakarta Pusat. Sidang perdana bergulir pada (13/12/2017). Kala itu, Setnov kembali menjadi sorotan usai tidak mau berbicara di awal persidangan lantaran kondisi kesehatannya.

    Singkatnya, Setnov divonis selama 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta pada (24/4/2018). Selain pidana badan, Setya Novanto juga dihukum membayar uang pengganti US$7,3 juta dan hak politiknya dicabut selama lima tahun.

    Di tengah menjalani hukumannya, Setnov kembali viral usai Ombudsman melakukan sidak di Lapas Sukamiskin pada September 2018. Dalam temuannya, sel Setnov disebut lebih mewah dibandingkan dengan sel tahanan lainnya.

    Setelah adanya laporan itu, Ditjenpas bersama Najwa Shihab untuk melakukan inspeksi ke Lapas Sukamiskin pada Juli 2018.

    MA Pangkas Hukuman Setnov

    Selang tujuh tahun kemudian, Mahkamah Agung (MA) PK Setnov. Hukuman pidananya dipangkas dari 15 tahun penjara menjadi 12,5 tahun.

    Berdasarkan salinan putusan perkara No.32 PK/Pid. Sus/2020, PK yang dimohonkan oleh pria akrab disapa Setnov itu diputus oleh Majelis Hakim sejak 4 Juni 2025.

    Kemudian, Setnov dijatuhi pidana denda Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan serta uang pengganti US$7,3 juta yang telah dikompensasi sebesar Rp5 miliar. Kompensasi uang pengganti itu telah dititipkan Setnov ke penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk setoran pengganti kerugian keuangan negara.

    Dengan demikian, uang pengganti kerugian keuangan negara yang masih harua dibayarkan yakni Rp49 miliar subsidair 2 tahun penjara.

    Setnov juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk menduduki jabatan publik selama 2,5 tahun terhitung sejak selesainya pemidanaan.

    Bebas Bersyarat

    Setnov resmi bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin pada 16 Agustus 2025.

    Bebasnya mantan Ketua DPR RI itu berdasarkan surat Keputusan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan tanggal 15 Agustus 2025 No. PAS-1423 PK.05.03 Tahun 2025. Status Setnov berubah dari narapidana menjadi klien pemasyarakatan  pada Balai Pemasyarakatan Bandung.

    Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Rika Aprianti menjabarkan bahwa salah satu alasan Setnov dapat menghirup udara bebas di luar penjara adalah menjadi inisiator klinik hukum.

    “Aktif dalam program kemandirian di bidang pertanian dan perkebunan, dan inisiator program klinik hukum di Lapas Sukamiskin,” jelasnya kepada wartawan di Lapas Kelas IIA Salemba, Minggu (17/8/2025).

    Setnov juga telah menjalani 2/3 dari masa tahanan. Diketahui, masa penahanan Setnov telah dipotong dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan.

    Di sisi lain, Setnov telah membayar denda sebesar Rp500 juta dan membayar uang pidana pengganti Rp43 miliar dengan sisa Rp5,3 miliar subsider 2 bulan 15 hari.

    Rika menekankan bahwa pemberian keringanan hukum berlaku untuk seluruh narapidana jika dirasa memenuhi syarat sesuai ketentuan yang berlaku.

    “Itu jadi pertimbangan dan semua warga binaan yang diberikan program kebebasan bersyarat. Itu juga dicek pertimbangan-pertimbangannya seperti itu. Jadi bukan hanya Setnov,” paparnya. 

  • Puan sebut Hasto belum mendapat tugas khusus dari Megawati

    Puan sebut Hasto belum mendapat tugas khusus dari Megawati

    “Belum, ya, ini baru pertama kali rapat, belum ada tugas khusus ataupun bagaimana,”

    Jakarta (ANTARA) – Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani mengatakan Hasto Kristiyanto belum mendapat tugas khusus dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri usai yang bersangkutan ditunjuk kembali menjadi sekretaris jenderal.

    “Belum, ya, ini baru pertama kali rapat, belum ada tugas khusus ataupun bagaimana,” kata Puan saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat.

    Menurut Puan, penunjukan kembali Hasto Kristiyanto sebagai Sekjen PDIP untuk ketiga kalinya merupakan hak prerogatif Megawati. Ia menyebut hal itu sudah menjadi pertimbangan pascakongres partai di Bali pada awal Agustus lalu.

    Kendati demikian, Puan enggan membeberkan pertimbangan Megawati kembali menunjuk Hasto. “Ya, rahasialah,” ujarnya.

    Dengan penunjukan Hasto tersebut, PDIP berharap akan menjadi semakin solid dan dapat memperbaiki kesalahan sebelumnya.

    “Yang kami harapkan adalah partai ke depan, PDI Perjuangan, tentu akan menjadi lebih baik, semakin solid, kemudian bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan yang kemarin-kemarin mungkin menjadi satu hal yang kami lakukan terhadap rakyat, autokritik ke dalam, evaluasi ke dalam sehingga partai ke depan memang kemudian bisa dipercaya kembali oleh rakyat,” katanya.

    Hasto Kristiyanto ditunjuk kembali menjadi Sekjen PDIP untuk periode 2025–2030 setelah partai itu melaksanakan kongres pada awal Agustus 2025.

    Dia kembali ditunjuk melalui rapat DPP PDIP yang digelar pada Kamis (14/8) siang. Setelah resmi ditunjuk, Hasto pun langsung dilantik dalam rapat pleno tersebut.

    Setelah Kongres ke-6 PDIP di Bali, Megawati sejatinya telah menetapkan susunan pengurus Dewan Pimpinan Pusat atau DPP PDIP. Namun, saat itu Megawati masih merangkap sebagai Sekjen PDIP.

    Hasto diketahui sempat mendekam di tahanan karena terjerat kasus rasuah.

    Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Hasto tidak terbukti melakukan perintangan penyidikan, tetapi terbukti terlibat dalam pemberian suap terkait pengganti antarwaktu (PAW) Harun Masiku.

    Oleh sebab itu, Hasto divonis 3 tahun dan 6 bulan penjara serta denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.

    Namun, Hasto termasuk salah satu terpidana yang menerima amnesti dari Presiden Prabowo Subianto sehingga ia dibebaskan dari segala hukuman.

    Pewarta: Fath Putra Mulya
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Bupati Pati Kembalikan Uang Kasus DJKA, KPK: Tapi Tidak Menghapus Pidana

    Bupati Pati Kembalikan Uang Kasus DJKA, KPK: Tapi Tidak Menghapus Pidana

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut bahwa pengembalian uang terkait kasus dugaan suap pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan yang melibatkan Bupati Pati Sadewo tidak menghapus unsur pidananya.

    “Pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidananya,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (14/8), dikutip dari Antaranews.

    Meskipun uang terkait kasus dikembalikan, namun unsur pidana tetap akan berlanjut sesuai Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

    Dalam Pasal 4 dalam UU tersebut berbunyi, “Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3”.

    Oleh sebab itu, Asep meminta semua pihak untuk menunggu, terutama terkait pemanggilan mantan anggota DPR RI tersebut oleh KPK.

    “Kemudian kapan dipanggil? Ya ditunggu saja ya,” katanya.

    Diketahui, Bupati Sadewo disebut oleh KPK sebagai salah satu terduga yang menerima aliran dana korupsi proyek kereta Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.

    “Saudara SDW merupakan salah satu pihak yang diduga juga menerima aliran commitment fee terkait dengan proyek pembangunan jalur kereta,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dikutip dari Antara, Rabu (13/8).

    Hal ini pun membuat KPK membuka peluang untuk memanggil Sadewo sebagai saksi kasus tersebut.

    Sebelumnya, nama Sadewo sempat muncul dalam sidang kasus tersebut dengan terdakwa selaku Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah Putu Sumarjaya, dan pejabat pembuat komitmen BTP Jawa Bagian Tengah Bernard Hasibuan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jateng, 9 November 2023.

    Dalam sidang itu, KPK disebut menyita uang dari Sudewo sekitar Rp3 miliar. Jaksa Penuntut Umum KPK menunjukkan barang bukti foto uang tunai dalam pecahan rupiah dan mata uang asing yang disita dari rumah Sudewo.

    Namun Sadewo membantah hal tersebut. Dia juga membantah menerima uang sebanyak Rp720 juta yang diserahkan pegawai PT Istana Putra Agung, serta Rp500 juta dari Bernard Hasibuan melalui stafnya yang bernama Nur Widayat.

    Sementara itu, KPK pada 12 Agustus 2025, menahan tersangka ke-15 kasus tersebut, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenhub atas nama Risna Sutriyanto (RS).

    Kasus tersebut terkuak berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 11 April 2023 di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah DJKA Kemenhub. Saat ini BTP Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah telah berganti nama menjadi BTP Kelas I Semarang.

    KPK lantas menetapkan 10 orang tersangka yang langsung ditahan terkait dengan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta api di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.

    Setelah beberapa waktu, atau hingga November 2024, KPK telah menetapkan sebanyak 14 tersangka. KPK juga telah menetapkan dua korporasi sebagai tersangka kasus tersebut.

    Kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut terjadi pada proyek pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso; proyek pembangunan jalur kereta api di Makassar, Sulawesi Selatan; empat proyek konstruksi jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampegan Cianjur, Jawa Barat; dan proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatera.

    Dalam pembangunan dan pemeliharaan proyek tersebut, diduga telah terjadi pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh pihak-pihak tertentu melalui rekayasa sejak proses administrasi sampai penentuan pemenang tender.

  • PDIP: Penunjukan Hasto sebagai sekjen kewenangan penuh Megawati

    PDIP: Penunjukan Hasto sebagai sekjen kewenangan penuh Megawati

    Jakarta (ANTARA) – Ketua DPP PDI Perjuangan Ganjar Pranowo mengatakan penunjukan kembali Hasto Kristiyanto sebagai Sekretaris Jenderal partai merupakan kewenangan penuh Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri.

    “Ketua umum punya kewenangan penuh untuk menentukan dan Ibu tidak menyampaikan cerita itu. Hanya memang, ada satu yang menarik sebelum pelantikan dilakukan, Ibu bercerita panjang tentang situasi politik Indonesia,” kata Ganjar di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis.

    Megawati, ungkap Ganjar, memberikan pembekalan sebelum pelantikan dilakukan. Adapun pelantikan Hasto bersamaan dengan pelantikan jajaran pengurus PDIP lainnya yang belum sempat dilantik saat kongres partai di Bali pada awal Agustus lalu.

    “Jadi, semua sudah berdiri di sana, belum dilantik, tapi Ibu bercerita dulu. Jadi, pembekalannya justru sebelum dilakukan pelantikan. Itu Ibu cerita situasi politik Indonesia-lah, begitu,” ujarnya.

    Hasto Kristiyanto ditunjuk kembali untuk menjabat sebagai Sekjen PDIP periode 2025–2030 setelah partai berlambang banteng moncong putih itu melaksanakan kongres pada awal Agustus 2025.

    “Betul Mas Hasto kembali menjabat Sekjen PDI Perjuangan,” kata Ketua DPP PDIP Ronny Talapessy saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Kamis.

    Hasto kembali ditunjuk melalui rapat DPP PDIP yang digelar pada Kamis siang. Setelah resmi ditunjuk, Hasto pun langsung dilantik dalam rapat pleno tersebut.

    “Sudah diputuskan dan pelantikan tadi jam 14.00, lanjut rapat DPP,” kata Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira.

    Sebelumnya, setelah Kongres Ke-6 PDIP di Bali, Megawati sejatinya telah menetapkan susunan pengurus Dewan Pimpinan Pusat atau DPP PDIP. Namun, saat itu Megawati masih merangkap sebagai Sekjen PDIP.

    Hasto diketahui sempat mendekam di tahanan karena terjerat kasus rasuah.

    Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Hasto tidak terbukti melakukan perintangan penyidikan, tetapi terbukti terlibat dalam pemberian suap terkait pengganti antarwaktu (PAW) Harun Masiku.

    Oleh sebab itu, Hasto divonis 3 tahun dan 6 bulan penjara serta denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.

    Namun, Hasto termasuk salah satu terpidana yang menerima amnesti dari Presiden Prabowo Subianto sehingga ia dibebaskan dari segala hukuman.

    Pewarta: Fath Putra Mulya
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Duduk Perkara Bupati Pati Sadewo Diduga Terima Dana Korupsi DJKA

    Duduk Perkara Bupati Pati Sadewo Diduga Terima Dana Korupsi DJKA

    Bisnis.com, JAKARTA – Bupati Pati Sadewo saat ini tengah menghadapi sejumlah kasus imbas kebijakan menaikkan pajak hingga 250 persen.

    Kebijakannya itu kemudian memunculkan amarah publik hingga terjadinya demo besar yang terjadi di Alun-alun Pati pada Rabu (13/8/2025).

    Masyarakat pun menuntut Sadewo untuk mundur dari jabatannya. Hal tersebut langsung ditanggapi oleh DPRD Pati yang sigap melakukan rapat membentuk panitia khusus (pansus).

    Ketua DPRD Pati Ali Badrudin membenarkan bahwa pada Rabu (13/8) digelar rapat paripurna DPRD membentuk pansus hak angket.

    Apabila ditemukan adanya pelanggaran, maka usulan pemakzulan Bupati Pati Sadewo akan diajukan melalui mekanisme resmi untuk dikirim ke Mahkamah Agung (MA).

    Ternyata, terdapat kasus lain yang menyeret Bupati Sadewo. Setelah namanya viral karena kebijakan pajak, ia justru disebut oleh KPK sebagai salah satu terduga yang menerima aliran dana korupsi proyek kereta Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.

    “Saudara SDW merupakan salah satu pihak yang diduga juga menerima aliran commitment fee terkait dengan proyek pembangunan jalur kereta,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dikutip dari Antara, Rabu (13/8).

    Hal ini pun membuat KPK membuka peluang untuk memanggil Sadewo sebagai saksi kasus tersebut.

    Sebelumnya, nama Sudewo sempat muncul dalam sidang kasus tersebut dengan terdakwa selaku Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah Putu Sumarjaya, dan pejabat pembuat komitmen BTP Jawa Bagian Tengah Bernard Hasibuan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jateng, 9 November 2023.

    Dalam sidang itu, KPK disebut menyita uang dari Sudewo sekitar Rp3 miliar. Jaksa Penuntut Umum KPK menunjukkan barang bukti foto uang tunai dalam pecahan rupiah dan mata uang asing yang disita dari rumah Sudewo.

    Namun Sudewo membantah hal tersebut. Dia juga membantah menerima uang sebanyak Rp720 juta yang diserahkan pegawai PT Istana Putra Agung, serta Rp500 juta dari Bernard Hasibuan melalui stafnya yang bernama Nur Widayat.

    Sementara itu, KPK pada 12 Agustus 2025, menahan tersangka ke-15 kasus tersebut, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenhub atas nama Risna Sutriyanto (RS).

    Diketahui, kasus tersebut terkuak berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 11 April 2023 di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah DJKA Kemenhub. Saat ini BTP Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah telah berganti nama menjadi BTP Kelas I Semarang.

    KPK lantas menetapkan 10 orang tersangka yang langsung ditahan terkait dengan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta api di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.

    Setelah beberapa waktu, atau hingga November 2024, KPK telah menetapkan sebanyak 14 tersangka. KPK juga telah menetapkan dua korporasi sebagai tersangka kasus tersebut.

    Kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut terjadi pada proyek pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso; proyek pembangunan jalur kereta api di Makassar, Sulawesi Selatan; empat proyek konstruksi jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampegan Cianjur, Jawa Barat; dan proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatera.

    Dalam pembangunan dan pemeliharaan proyek tersebut, diduga telah terjadi pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh pihak-pihak tertentu melalui rekayasa sejak proses administrasi sampai penentuan pemenang tender.

  • Manuver Hasto Gugat Pasal Perintangan Penyidikan yang Menyeretnya Ke Dalam Bui
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        14 Agustus 2025

    Manuver Hasto Gugat Pasal Perintangan Penyidikan yang Menyeretnya Ke Dalam Bui Nasional 14 Agustus 2025

    Manuver Hasto Gugat Pasal Perintangan Penyidikan yang Menyeretnya Ke Dalam Bui
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah norma Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang dinilai telah merugikan dirinya secara konstitusional.
    Pasal 21 itu mengatur ketentuan pidana bagi pelaku perintangan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan perkara korupsi.
    Hasto pernah dijerat menjadi tersangka dan dibawa ke pengadilan dengan tuduhan merintangi penyidikan kasus suap eks kader PDI-P, Harun Masiku, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
    Namun, pada Jumat (25/7/2025), Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyatakan dakwaan jaksa terkait pasal perintangan itu tidak terbukti.
    Berselang tiga hari setelah pembacaan putusan, Hasto menggugat Pasal 21 itu ke MK, didampingi 32 pengacara, termasuk eks Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, dan eks peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana.
    Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, menyebut ancaman pidana yang termuat dalam Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor itu tidak proporsional.
    Menurut Maqdir, lamanya masa pidana yang bisa dijatuhkan pengadilan menggunakan pasal itu lebih besar dari pidana pokok.
    “Pada pokoknya adalah kami menghendaki agar supaya hukuman berdasarkan obstruction of justice ini proporsional dalam arti bahwa hukuman terhadap perkara ini sepatutnya tidak boleh melebihi dari perkara pokok,” kata Maqdir saat ditemui di Gedung MK, Jakarta, Rabu (13/8/2025).
    Untuk diketahui,
    obstruction of justice
    mensyaratkan adanya tindak pidana pokok yang menjadi obyek perintangan.
    Maqdir mencontohkan, pada kasus suap, pelaku pemberi suap diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara.
    Sementara, pelaku yang merintangi kasus suap itu, misalnya dengan merusak barang bukti suap, diancam hukuman minimal 3 tahun dan maksimal 12 tahun penjara.
    “Nah ini yang menurut kami tidak proporsional, hukuman seperti ini,” tutur Maqdir.
    Dalam persidangan, kuasa hukum Hasto lainnya, Illian Deta Arta Sari, meminta mahkamah menyatakan bahwa Pasal 21 itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali ketentuan ancaman pidana penjara diubah menjadi maksimal 3 tahun.
    “Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000 dan paling banyak Rp 600.000.000,” kata Deta dalam sidang di Gedung MK.
    Selain itu, ia juga meminta norma Pasal 21 itu diperjelas dengan menyatakan bahwa perintangan dimaksud dilakukan secara melawan hukum, di antaranya dengan kekerasan fisik, intimidasi, intervensi, dan suap.
    Hasto juga meminta perintangan pada Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor bersifat kumulatif, dalam arti tindakan dilakukan di semua tahapan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan.
    Pada sidang tersebut, dua hakim konstitusi, Guntur Hamzah dan Daniel Yusmic Foekh, memuji permohonan yang diajukan Hasto.
    Guntur menyebut,
    legal standing
    Hasto sebagai penggugat Pasal 21 itu sangat kuat karena bertolak dari peristiwa nyata yang menimpa dirinya sendiri.
    “Kedudukan hukum sudah bagus sekali, karena ini berangkat dari kasus konkret jelas, dia (Hasto) punya kedudukan hukum,” kata Guntur.
    Dalam uraian
    legal standing
    -nya, Hasto memang menjelaskan bagaimana dirinya ditetapkan menjadi tersangka perintangan penyidikan.
    Ia dituduh menghalangi operasi tangkap tangan (OTT) KPK dalam kasus suap Harun Masiku pada 8 Januari 2020, sementara Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) baru terbit 9 Januari 2020.
    “Jadi, kewenangan mahkamah, kedudukan hukum, enggak ada masalah,” ujar Guntur.
    Selain itu, Guntur juga memuji aspek konseptual dan filosofis dalam permohonan Hasto yang memudahkan pihak-pihak terkait perkara ini untuk memberikan keterangan.
    “Memudahkan ini, baik sekali sampai original intent-nya pasal ini dikemukakan di sini,” tutur Guntur.
    Sementara itu, Daniel memuji kualitas permohonan uji materiil Hasto.
    Menurutnya, substansi permohonan itu memuat asas doktrin yurisprudensi sejumlah putusan pengadilan terkait kasus Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor.
    Sebagaimana Guntur, ia juga mengakui
    legal standing
    Hasto jelas karena terdampak Pasal 21 tersebut.
    “Jadi, saya lihat dari segi kualitas ini sudah sangat bagus,” ujar Daniel.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Sebut Bupati Pati Sudewo Termasuk Terduga Penerima Dana Kasus Korupsi DJKA

    KPK Sebut Bupati Pati Sudewo Termasuk Terduga Penerima Dana Kasus Korupsi DJKA

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan Bupati Pati, Jawa Tengah, Sudewo (SDW), termasuk salah satu pihak yang diduga menerima dana kasus dugaan suap pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.

    “Ya, benar. Saudara SDW merupakan salah satu pihak yang diduga juga menerima aliran commitment fee terkait dengan proyek pembangunan jalur kereta,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dikutip dari Antara, Rabu (13/8/2025).

    Oleh sebab itu, Budi mengatakan KPK membuka peluang untuk memanggil mantan anggota DPR tersebut sebagai saksi kasus tersebut.

    “Nanti ya kami lihat kebutuhan dari penyidik. Tentu jika memang dibutuhkan keterangan dari yang bersangkutan, maka akan dilakukan pemanggilan untuk dimintai keterangan tersebut,” katanya.

    Sebelumnya, nama Sudewo sempat muncul dalam sidang kasus tersebut dengan terdakwa selaku Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah Putu Sumarjaya, dan pejabat pembuat komitmen BTP Jawa Bagian Tengah Bernard Hasibuan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jateng, 9 November 2023.

    Dalam sidang itu, KPK disebut menyita uang dari Sudewo sekitar Rp3 miliar. Jaksa Penuntut Umum KPK menunjukkan barang bukti foto uang tunai dalam pecahan rupiah dan mata uang asing yang disita dari rumah Sudewo.

    Namun, Sudewo membantah hal tersebut. Dia juga membantah menerima uang sebanyak Rp720 juta yang diserahkan pegawai PT Istana Putra Agung, serta Rp500 juta dari Bernard Hasibuan melalui stafnya yang bernama Nur Widayat.

    Sementara itu, KPK pada 12 Agustus 2025, menahan tersangka ke-15 kasus tersebut, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenhub atas nama Risna Sutriyanto (RS).

    Diketahui, kasus tersebut terkuak berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 11 April 2023 di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah DJKA Kemenhub. Saat ini BTP Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah telah berganti nama menjadi BTP Kelas I Semarang.

    KPK lantas menetapkan 10 orang tersangka yang langsung ditahan terkait dengan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta api di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.

    Setelah beberapa waktu, atau hingga November 2024, KPK telah menetapkan sebanyak 14 tersangka. KPK juga telah menetapkan dua korporasi sebagai tersangka kasus tersebut.

    Kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut terjadi pada proyek pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso; proyek pembangunan jalur kereta api di Makassar, Sulawesi Selatan; empat proyek konstruksi jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampegan Cianjur, Jawa Barat; dan proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatera.

    Dalam pembangunan dan pemeliharaan proyek tersebut, diduga telah terjadi pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh pihak-pihak tertentu melalui rekayasa sejak proses administrasi sampai penentuan pemenang tender.

  • Kata Tom Lembong soal Proses Hukum 9 Terdakwa Lain di Kasus Impor Gula
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        12 Agustus 2025

    Kata Tom Lembong soal Proses Hukum 9 Terdakwa Lain di Kasus Impor Gula Nasional 12 Agustus 2025

    Kata Tom Lembong soal Proses Hukum 9 Terdakwa Lain di Kasus Impor Gula
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Perdagangan (Mendag) era pemerintahan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong enggan berkomentar soal proses hukum yang tetap dijalani sembilan terdakwa lain dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2015-2016.
    Diketahui, Tom Lembong yang sempat divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus impor gula, akhirnya dibebaskan karena mendapat pengampunan atau abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.
    “Itu rasanya belum waktunya saya mengomentari,” jawab Tom Lembong saat ditanya soal proses hukum yang tetap berlanjut terhadap sembilan terdakwa lainnya, ketika mendatangi Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Selasa (12/8/2025).
    Menurut Tom, pihak yang berwenang berbicara mengenai proses hukum itu adalah pejabat atau penegak hukum yang berwenang.
    “Eloknya, etikanya mungkin saya mau beri ruang dulu kepada pemerintah, kepada pejabat yang terkait untuk mengomentari hal itu pada saat ini ya,” ujar Tom Lembong.
    Diketahui, ada 10 terdakwa lain dalam kasus importasi gula, selain Tom Lembong. Salah satunya, telah divonis bersalah oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, yakni mantan Direktur PT PPI, Charles Sitorus yang dihukum 4 tahun penjara.
    Kemudian, sembilan terdakwa dari pihak korporasi yang masih menjalani proses persidangan.
    Mereka adalah Direktur Utama (Dirut) PT Angels Products, Tony Wijaya NG; Direktur PT Makassar Tene, Then Surianto Eka Prasetyo; Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya, Hansen Setiawan; Direktur Utama PT Medan Sugar Industry, Indra Suryaningrat.
    Lalu, Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama, Eka Sapanca; Presiden Direktur PT Andalan Furnindo, Wisnu Hendraningrat; kuasa Direksi PT Duta Sugar International, Hendrogiarto A Tiwow; Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur, Hans Falita Hutama; dan Direktur PT Kebun Tebu Mas, Ali Sandjaja Boedidarmo.
    Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengatakan, proses hukum terhadap para terdakwa kasus dugaan korupsi importasi gula tetap berjalan, kecuali terhadap Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
    Prasetyo menegaskan bahwa pemberian abolisi bersifat personal dan hanya berlaku untuk individu tertentu, dalam hal ini Tom Lembong.
    Oleh karena itu, Mensesneg menyebut, proses hukum terhadap sembilan terdakwa lain dalam kasus importasi gula akan tetap berjalan.
    “Lho iya (proses hukum terdakwa lain tetap berjalan). Kan memang abolisinya ini kepada beliau (Tom Lembong), kepada orang,” kata Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta pada 5 Agustus 2025, dikutip dari Antaranews.
    Dia mengatakan permohonan permintaan abolisi dari para terdakwa lain akan dikaji lebih lanjut oleh Kementerian Hukum apabila telah diajukan secara resmi.
    “Nanti kita serahkan ke Kementerian Hukum untuk mengkaji kalau memang ada permohonan,” kata Prasetyo
    Namun, Prasetyo menegaskan bahwa belum ada pembahasan terkait pemberian abolisi bagi terdakwa lain dalam kasus tersebut.
    “Belum ada,” ucapnya.
    Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusulkan agar sidang untuk terdakwa lainnya tetap dilanjutkan.
    Salah seorang JPU mengingatkan, dalam Keputusan Presiden (Keppres) yang diteken Presiden Prabowo Subianto, hanya Tom Lembong yang mendapatkan abolisi.
    “Di dalam Keppres tersebut, kan tidak implisit menyebutkan para terdakwa. Cuma di situ hanya untuk satu orang, saudara Thomas Trikasih Lembong di keppres nomor 18 tahun 2025,” kata JPU dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta pada 5 Agustus 2025.
    Hal itu disampaikan jaksa karena para kuasa hukum terdakwa menyampaikan sebuah surat permohonan pencabutan dakwaan terhadap klien mereka karena Tom, sebagai pelaku utama dalam kasus ini, sudah bebas dan ditiadakan proses serta akibat hukumnya.
    “Kami mohon kepada Kejaksaan agar Kejaksaan menarik mencabut surat dakwaan,” ujar kuasa hukum dari Direktur PT Angels Products Tony Wijaya, Hotman Paris, yang mewakili para terdakwa.
    Sebelumnya, Direktur Penuntutan (Dirtut) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Sutikno menegaskan bahwa abolisi yang diberikan kepada Tom Lembong bersifat personal sebagaimana diatur dalam Keppres.
    Abolisi untuk Tom Lembong juga sudah disebutkan tidak menghentikan proses pidana bagi terdakwa lainnya.
    “Jadi, proses (penegakan hukum) ini kan bukan berarti diberhentikan, terus bebas gitu untuk yang lainnya. Enggak, enggak. Ini hanya yang bersangkutan, Pak Tom Lembong, diberikan abolisi. Secara perseorangan, sendirian, di perkara ini,” kata Sutikno pada 1 Agustus 2025.
    Diketahui, Tom Lembong bebas usai mendapatkan abolisi dari Presiden Prabowo Subianto pada 1 Agustus 2025.
    Pantauan
    Kompas.com
    , Tom Lembong keluar dari Rutan Cipinang, Jakarta Timur, sekitar pukul 22.06 WIB.
    Tom Lembong terlihat langsung disambut oleh sang istri dan juga didampingi oleh Anies Baswedan dan sejumlah kuasa hukumnya.
    Sebelumnya, Tom Lembong diputus bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan dijatuhi hukuman pidana 4,5 tahun penjara dan denda Rp 750 miliar subsidair enam bulan kurungan.
    Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Tom Lembong terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait kebijakan importasi Gula di Kemendag, sebagaimana dakwaan primair jaksa penuntut umum, yakni Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Hanya saja, dalam putusannya, majelis hakim tidak menjatuhkan pidana uang pengganti karena Tom Lembong dinilai menikmati hasil tindak pidana korupsi dari kebijakan importasi gula di Kemendag tahun 2015-2016.
    “Kepada terdakwa tidak dikenakan ketentuan Pasal 18 Ayat 1 Huruf b UU Tipikor karena faktanya terdakwa tidak memeroleh harta benda dari tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa,” kata hakim anggota Alfis Setiawan dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta pada 18 Juli 2025.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kata Tom Lembong soal Proses Hukum 9 Terdakwa Lain di Kasus Impor Gula
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        12 Agustus 2025

    Tak Akan Laporkan Hakim ke Polisi, Tom Lembong: Rasanya Tidak Tepat Nasional 12 Agustus 2025

    Tak Akan Laporkan Hakim ke Polisi, Tom Lembong: Rasanya Tidak Tepat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Perdagangan (Mendag) era pemerintahan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong memastikan, tidak akan melaporkan majelis hakim yang menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara kepadanya ke polisi.
    Diketahui, Tom Lembong sempat dijatuhi vonis 4,5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2015-2016.
    Hingga akhirnya, pada 1 Agustus 2025, Tom Lembong dibebaskan karena mendapatkan abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.
    Tom Lembong menilai, tindakan melaporkan hakim ke polisi bukanlah langkah hukum yang tepat.
    “Misalnya, kita tidak mempolisikan hakim. Itu rasanya sangat tidak tepat, ya, kalau umpanya kita sampai mempolisikan hakim, rasanya sangat-sangat tidak tepat,” kata Tom Lembong saat ditemui di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Selasa (12/8/2025).
    Menurut dia, langkah yang tepat adalah melaporkan hakim kepada lembaga yang menaunginya, yakni Mahkamah Agung (MA), serta lembaga yang bertugas mengawasi hakim yaitu Komisi Yudisial (KY).
    Untuk itu, Tom mengungkapkan, sudah melakukan kedua langkah tersebut, yakni melaporkan tiga hakim yang menyidangkan perkaranya ke Badan Penngawas (Baswas) MA dan KY.
    “Tapi kan kita melaporkan hakim kepada atasannya, ke MA yang salah satu tugas dan fungsinya adalah soal pengawasan. Kami melaporkan hakim ke Komisi Yudisial yang memang ditugaskan untuk melakukan pengawasan terhadap hakim dan proses-proses peradilan,” ujarnya.
    Tom Lembong juga menjelaskan bahwa dia akan mengikuti peraturan yang berlaku terkait pelaporan-pelaporan yang dilakukannya.
    “Kami sejauh mungkin menjalankan pelaporan itu sesuai jalurnya. Jadi, kami tidak serta-merta melaporkan yang kami laporkan kepada aparat yang tidak sesuai undang-undang peraturan ketentuan,” katanya.
    Atas dasar itu, Tom Lembong dan kuasa hukumnya juga melaporkan dugaan malaadministrasi dalam proses audit perhitungan kerugian negara dalam kasus importasi gula yang dilakukan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ke Ombudsman RI.
    Sebagaimana diberitakan, usai bebas dari penjara karena mendapatkan abolisi dari Presiden Prabowo Subianto, Tom Lembong mengadukan majelis hakim yang menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara ke Mahkamah Agung (MA) pada 4 Agustus 2025.
    Kemudian, Tom Lembong melaporkan tiga majelis hakim yang memutus perkaranya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu ke Komisi Yudisial (KY) pada Senin, 11 Agustus 2025.
    Ketiga hakim yang dilaporkan Tom Lembong itu adalah:
    Tom mengatakan, pelaporannya ke KY sebagai bentuk komitmen dan keseriusan untuk menggugah nurani para pejabat Komisi Yudisial untuk perbaikan sistem peradilan.
    “Ya supaya bersama sama kita bisa memanfaatkan momentum dari abolisi ini untuk mendorong perbaikan yang dapat kita dorong. Sayang kan kalau momentum ini tidak dimanfaatkan untuk kebaikan bersama ya,” kata Tom saat tiba di Gedung KY, Jakarta Pusat, saat itu.
    Kemudian, Tom memastikan bahwa tidak ada niat destruktif dalam laporannya terhadap hakim yang memvonisnya ke KY.
    “Kami menyampaikan bahwa tujuan kami dalam mengajukan laporan termasuk para hakim Komisi Yudisial itu 100 persen motivasi kami adalah konstruktif. Tidak ada 0,1 persen pun niat destruktif,” ujarnya.
    Tom juga menegaskan bahwa tidak ada niatnya untuk merusak karir seseorang, kelompok, atau institusi dalam laporan tersebut.
    Selanjutnya, Tom melaporkan tim auditor BPKP ke Ombudsman RI atas dugaan malaadministasi dalam proses perhitungan kerugian negara dalam kasus importasi gula di Kemendag tahun 2015-2016.
    Hingga akhirnya, pada Selasa (12/8/2025), Tom Lembong didampingi kuasa hukumnya, mendatangi kantor Ombudsman untuk melakukan audiensi terkait pelaporannya.
    Pasalnya, Tom menilai, hasil audit BPKP itu membuat dirinya dibawa sampai ke persidangan dan sempat divonis 4,5 tahun penjara.
    Diketahui, Tom Lembong bebas usai mendapatkan abolisi dari Presiden Prabowo Subianto pada 1 Agustus 2025.
    Pantauan
    Kompas.com
    , Tom Lembong keluar dari Rutan Cipinang, Jakarta Timur, sekitar pukul 22.06 WIB.
    Tom Lembong terlihat langsung disambut oleh sang istri dan juga didampingi oleh Anies Baswedan dan sejumlah kuasa hukumnya.
    Sebelumnya, Tom Lembong diputus bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan dijatuhi hukuman pidana 4,5 tahun penjara dan denda Rp 750 miliar subsidair enam bulan kurungan.
    Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Tom Lembong terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait kebijakan importasi Gula di Kemendag, sebagaimana dakwaan primair jaksa penuntut umum, yakni Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Hanya saja, dalam putusannya, majelis hakim tidak menjatuhkan pidana uang pengganti karena Tom Lembong dinilai menikmati hasil tindak pidana korupsi dari kebijakan importasi gula di Kemendag tahun 2015-2016.
    “Kepada terdakwa tidak dikenakan ketentuan Pasal 18 Ayat 1 Huruf b UU Tipikor karena faktanya terdakwa tidak memeroleh harta benda dari tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa,” kata hakim anggota Alfis Setiawan dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta pada 18 Juli 2025.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Telah Kembalikan MacBook dan Ipad Tom Lembong yang Disita
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        12 Agustus 2025

    Kejagung Telah Kembalikan MacBook dan Ipad Tom Lembong yang Disita Nasional 12 Agustus 2025

    Kejagung Telah Kembalikan MacBook dan Ipad Tom Lembong yang Disita
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengembalikan sejumlah barang pribadi milik mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, pada Senin (4/8/2025) lalu.
    Barang elektronik seperti MacBook dan iPad pribadi Tom Lembong sempat disita dalam proses hukum kasus dugaan korupsi impor gula yang menjerat eks Menteri Perdagangan tersebut.
    “Sudah dikembalikan, Senin 4 Agustus 2025, satu minggu yang lalu,” kata Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Sutikno, saat dikonfirmasi, Selasa (12/8/2025).
    Sutikno menambahkan, barang-barang yang dikembalikan oleh jaksa melalui tim hukum eks Menteri Perdagangan itu merupakan barang yang memang harus dikembalikan sebagaimana putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
    Sementara itu, barang bukti (BB) lain yang disita oleh jaksa dalam proses hukum kasus impor gula masih digunakan untuk terdakwa lain dalam perkara tersebut.
    “Untuk BB yang berdasarkan putusan dikembalikan kepada Tom Lembong sudah dikembalikan, dan yang berdasarkan putusan pengadilan dipergunakan untuk perkara lain ya digunakan untuk perkara lain,” kata Sutikno.
    Tom Lembong sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi impor gula.
    Namun, ia mendapatkan abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.
    Abolisi adalah hak yang dimiliki kepala negara untuk menghapuskan tuntutan pidana terhadap seseorang atau sekelompok orang, serta menghentikan proses hukum yang sedang berjalan.
    Dengan abolisi tersebut, seluruh proses hukum terhadap Tom Lembong dihentikan.
    Tom pun telah bebas dari Rumah Tahanan Cipinang pada Jumat (1/8/2025) malam.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.