Kementrian Lembaga: Pengadilan TIPIKOR Jakarta

  • Korupsi Timah, Harvey Moeis Sebut Imbalan Rp 100 Juta Per Bulan Dari Bos Smelter Sebagai Uang Jajan – Halaman all

    Korupsi Timah, Harvey Moeis Sebut Imbalan Rp 100 Juta Per Bulan Dari Bos Smelter Sebagai Uang Jajan – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Suami artis Sandra Dewi sekaligus terdakwa kasus korupsi timah, Harvey Moies menganggap imbalan Rp 100 juta yang didapat dari Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta sebagai uang jajan.

    Hal itu diungkapkan Harvey saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa dalam sidang kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (6/12/2024).

    Awalnya Hakim Anggota Jaini Basir bertanya kepada Harvey Moeis perihal alasannya kerap bekerja dan membantu Suparta hingga mendapatkan imbalan saat menjalankan bisnis pertambangan timah di PT RBT.

    Menyikapi pertanyaan Hakim, Harvey Moeis membantah jika dirinya selama ini bekerja dengan Suparta melainkan hanya sekadar membantu bos PT RBT tersebut.

    “Izin Yang Mulia saya tidak pernah bekerja di Pak Suparta. Saya juga tidak diminta membantu, saya diminta belajar kalau bantu saya tolak Yang Mulia,” kata Harvey.

    Kendati demikian, Hakim Jaini Basir tak meyakini begitu saja pernyataan dari Harvey Moeis.

    Pasalnya menurut Hakim terdakwa mendapat imbalan cukup besar yakni Rp 50 hingga 100 juta dari Suparta setiap bulannya.

    “Bahasannya seperti itu, tapi kan kenyataannya diberikan uang, ada diberi uang, atau saudara Rp 50 juta atau Rp 100 juta dikasih sebulan itu menganggapnya sebagai uang jajan saja bukan sebagai apa?” tanya Hakim.

    Harvey kemudian menyebut bahwa uang puluhan hingga ratusan juta tersebut ia anggap hanya sebagai uang jajan lantaran Suparta dirinya anggap seperti paman sendiri.

    “Beliau saya anggap paman sendiri, jadi saya dikasih uang jajan saja Yang Mulia, saya anggapnya itu, itu pun beliau gak kasih tau ke saya, main kirim-kirim saja,” katanya.

    Sebagai informasi, Harvey Moeis dalam perkara korupsi tata niaga timah didakwa atas perbuatannya mengkoordinir uang pengamanan penambangan timah ilegal.

    Atas perbuatannya, dia dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.

    Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Terkait perkara ini, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. 

    Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.

    Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah. 

    Tak hanya itu, jaksa juga mengungkapkan, kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun.

    Hal itu sebagaimana hasil hitungan ahli lingkungan hidup.

  • Harvey Moeis Beli Rolls Royce Rp 15 M Cash untuk Hadiah Ulang Tahun Sandra Dewi

    Harvey Moeis Beli Rolls Royce Rp 15 M Cash untuk Hadiah Ulang Tahun Sandra Dewi

    Harvey Moeis Beli Rolls Royce Rp 15 M Cash untuk Hadiah Ulang Tahun Sandra Dewi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Terdakwa dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah,
    Harvey Moeis
    mengaku membeli mobil mewah
    Rolls Royce
    seharga Rp 15 miliar secara tunai.
    Harvey membenarkan mobil mewah itu dibeli sebagai hadiah ke 40 tahun untuk istrinya,
    Sandra Dewi
    .
    Keterangan ini terungkap ketika Harvey dicecar sebagai terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum.
    “Kemudian satu unit mobil Royce, warna hitam. Di tahun 2024, ini juga untuk hadiah ulang tahun istri saudara ya, yang ke-40. Betul?” tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (6/12/2024).
    “Betul,” jawab Harvey.
    Jaksa lantas menanyakan bagaimana teknis pembayaran mobil tersebut. Pengusaha batubara itu pun mengaku membayarnya secara tunai.
    “Berapa?” tanya jaksa.
    “Rp 15 miliar. Sekitar Rp 15 miliar,” ujar Harvey.
    Jaksa juga mengkonfirmasi pembelian mobil mewah Mini Cooper seharga Rp 1 miliar sebagai hadiah ulang tahun Sandra Dewi ke 39.
    Hal ini juga dibenarkan oleh Harvey. Ia mengaku membeli mobil itu secara tunai. Dokumen kepemilikan kendaraan bermotor menggunakan namanya sendiri.
    “Berapa total pembeliannya? Masih ingat enggak?” tanya jaksa.
    “Sekitar Rp 1 miliar,” jawab Harvey.
    Ia juga mengaku membeli mobil Lexus RX300 pada 2023 seharga Rp 1,5 miliar yang digunakan sebagai kendaraan operasional Sandra Dewi.
    Kemudian, satu unit mobil Ferrari tipe 458 Special Edition, model sedan berwarna merah pada kurun 2017-2018.
    “Berapa total pembeliannya?” tanya jaksa.
    “Rp 12 miliar,” jawab Harvey.
    Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
    Harvey Moeis didakwa telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari penerimaan uang Rp 420 miliar dari hasil tindak pidana korupsi.
    Harvey yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) bersama dengan eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
    Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
    Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
    Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
    Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.
    Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana CSR yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim.
    Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar “Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
    Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pihak Duta Palma Grup Minta Kejagung Kembalikan Rp 1,4 Triliun yang Disita, untuk Bayar Gaji Karyawan

    Pihak Duta Palma Grup Minta Kejagung Kembalikan Rp 1,4 Triliun yang Disita, untuk Bayar Gaji Karyawan

    Pihak Duta Palma Grup Minta Kejagung Kembalikan Rp 1,4 Triliun yang Disita, untuk Bayar Gaji Karyawan
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta untuk mengembalikan uang sebesar Rp 1,4 triliun yang disita dari 7 perusahaan Duta Palma Grup.
    Sebab, uang tersebut seharusnya bisa digunakan untuk membayar gaji karyawan perusahaan Duta Palma Grup.
    Kuasa hukum Duta Palma Grup, Handika Honggowongso mengatakan, ketujuh perusahaan Duta Palma Grup itu hingga kini belum bisa membayar gaji dan tunjangan ribuan karyawan karena uang perusahaan disita dan rekening bank di blokir oleh penyidik Kejaksaan Agung.
    “Perusahaan tidak sanggup lagi membayar gaji, tunjangan beras dan tunjangan kesehatan ribuan karyawan Duta Palma Grup, bahkan guru anak anak karyawan di kebun sawit juga ikut terlantar,” kata Handika di Jakarta, Kamis (5/12/2024).
    Handika mengatakan bahwa uang Rp 1,4 triliun tersebut tidak terkait dengan kasus korupsi Duta Palma Grup di Kejaksaan Agung.
    Handika menyayangkan bahwa uang yang rencananya akan digunakan untuk bayar gaji hingga tunjangan ribuan karyawan malah disita.
    “Uang itu sebenarnya berasal dari usaha bisnis yang clear dan tidak mengandung anasir korupsi, uang itu akan digunakan untuk membayar gaji dan tunjangan ribuan karyawan,” katanya.
    Handika menjelaskan uang tersebut disita tim penyidik Kejaksaan Agung sebanyak 4 kali.
    Pertama, penyitaan sebesar Rp 450 miliar, kedua Rp 372 miliar, ketiga Rp 301 miliar dan terakhir Rp 288 miliar.
    Sehingga jika ditotal mencapai Rp 1,4 triliun. Sedangkan terkait penyitaan Rp 5,1 triliun dinilai merupakan duplikasi penyitaan.
    “Terjadi duplikasi penyitaan, sebab uang Rp 5,1 triliun itu sudah disita dan dirampas termasuk aset 7 perusahaan yang dijadikan tersangka untuk diperhitungkan dengan uang pengganti Surya Darmadi senilai Rp 2,2 triliun,” jelasnya.
    “Namun oleh Jaksa belum disetor ke PNBP negara, harus jika sudah cukup sisanya di kembalikan, e sekarang malah di sita lagi,” tambahnya.
    Adapun Mahkamah Agung telah menjatuhkan pidana badan selama 16 tahun penjara kepada Surya Darmadi, bos
    PT Duta Palma Group
    .
    Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Surya Darmadi terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait penyerobotan lahan di Kabupaten Indragiri Hulu.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ahli di Sidang Timah Sebut Ada Putusan yang Adopsi BUMN Bukan Bagian Keuangan Negara – Halaman all

    Ahli di Sidang Timah Sebut Ada Putusan yang Adopsi BUMN Bukan Bagian Keuangan Negara – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ahli Hukum Keuangan Negara, Dian Puji N Simatupang mengatakan BUMN bukan jadi bagian dari keuangan negara.

    Pernyataan ini disampaikan Dian saat dihadirkan sebagai saksi ahli dengan terdakwa Harvey Moeis, Direktur Utama PT RBT Suparta, dan Direktur Pengembangan Bisnis PT RBT Reza Ardiansyah, dalam sidang lanjutan dugaan korupsi timah, di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (4/12/2024).

    Mulanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya mengenai pernyataannya yang menyebutkan perusaahaan BUMN bukan termasuk keuangan negara.

    “Selama saudara memberikan keterangan, pernah ada tidak putusan pengadilan yang mengadopsi keterangan saudara bahwa putusan keuangan negara itu memang bukan bagian dari BUMN,” tanya jaksa.

    Dian menjawab, hal tersebut pernah diterapkan dalam putusan di PN Pangkalpinang pada kasus PT Timah yang berlanjut sampai ke putusan Mahkamah Agung (MA).

    Selain itu, ada juga putusan di PN Palembang karena mengacu pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10 Tahun 2020.

    “Kalau di putusan PT Timah ada, dari PN, PT, Mahkamah Agung. Kemudian yang Bukit Asam baru-baru ini, Yang Mulia, tahun lalu itu juga di Pengadilan Negeri Palembang mengatakan, karena mengacu pada SEMA Nomor 10 Tahun 2020,” jawab Dian.

    Dian mengungkap jika MA memiliki pendapat yang sama dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 4862, maka MA tidak akan menerbitkan SEMA 10/2020.

    “Kalau misalnya MA juga sependapat dengan putusan MK 4862, nggak mungkin MA mengeluarkan SEMA yang mengatakan dua kriteria anak perusahaan BUMN itu rugi, kalau dua itu. Kalau MA sependapat dengan MK, ya sudah, bahwa anak perusahaan BUMN merugikan keuangan negara karena mendapat penyertaan modal dari BUMN. Kalau begitu ya berarti similar. Tapi kan ternyata tidak juga,” jelas Dian.

    Selain itu lanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2014, tertuang bahwa penyertaan modal tidak mengalihkan kepemilikan kepada pemerintah.

    Di sisi lain menurutnya negara tidak seharusnya mengurus perusahaan BUMN.

    Sebab ada hal yang lebih penting untuk diurusi untuk dapat memberikan dampak kepada masyarakat atas pajak yang dibayarkan oleh rakyat.

    Tapi lanjutnya, meskipun BUMN dan anak usahanya bukan jadi bagian dari keuangan negara, bukan berarti pemerintah bisa lepas tangan untuk mengontrol.

    “Awasi itu BUMN dan anak perusahaan BUMN. Bahwa bukan berarti tidak menjadikan dia keuangan negara itu negara tidak mengendalikan. Itu keliru. Kita itu lebih mementingkan soal kepemilikan. Tapi melemahkan pengendalian. Itu yang keliru yang selalu kita lakukan selama ini,” kata Dian.

    Sebagai informasi, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. 

    Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.

    Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah. 

    Tak hanya itu, jaksa juga mengungkapkan, kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun. Hal itu sebagaimana hasil hitungan ahli lingkungan hidup.

     

  • Hakim Akan Bacakan Vonis Eks Dirut PT Timah dan Helena Lim 30 Desember
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        5 Desember 2024

    Hakim Akan Bacakan Vonis Eks Dirut PT Timah dan Helena Lim 30 Desember Nasional 5 Desember 2024

    Hakim Akan Bacakan Vonis Eks Dirut PT Timah dan Helena Lim 30 Desember
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat akan membacakan vonis perkara dugaan rasuah yang menjerat eks Direktur Utama PT
    Timah
    Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani pada 30 Desember mendatang.
    Vonis juga akan dibacakan untuk tiga terdakwa dugaan korupsi pada tata niaga komoditas
    timah
    lainnya, yakni eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra, pemilik
    money changer
    PT Quantum Skyline Exchange (QSE)
    Helena Lim
    , dan Direktur PT Stanindo Inti Perkasa, M.B. Gunawan.
    Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat Rianto Adam Pontoh mengatakan, pihaknya menetapkan jadwal pembacaan vonis itu dengan mempertimbangkan cuti Natal dan tahun baru.
    “Oleh karena ini akan menghadapi cuti natal dan tahun baru, jadi sebelum tahun baru kami akan putus perkara ini.
    Insya Allah
    hari Senin tanggal 30 Desember,” ujar Hakim Pontoh di ruang sidang, Kamis (5/12/2024).
    Ia juga menyebut, Riza, Helena, dan terdakwa lainnya mendapat kesempatan untuk membacakan nota pembelaan atau pleidoi pekan depan, Kamis (12/12/2024).
    Hakim Pontoh mempersilakan para terdakwa menyiapkan naskah pleidoi itu baik pembelaan pribadi maupun melalui kuasa hukumnya.
    “Saudara juga bisa mengajukan pembelaan secara pribadi ya. Dalam waktu sama, semua satu Minggu,” tutur Hakim Pontoh.
    Dalam perkara ini, jaksa menuntut Riza dan Emil dihukum 12 tahun penjara serta Helena dan Gunawan 8 tahun penjara.
    Selain Gunawan, ketiga terdakwa dituntut membayar denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan. Sementara itu, Gunawan dituntut denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
    Sebelumnya, Riza, Emil, dan kawan-kawannya didakwa melakukan korupsi ini bersama-sama dengan pengusaha Helena Lim.
    Perkara ini juga turut menyeret Harvey Moeis yang menjadi perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT).
    Bersama Mochtar, Harvey diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
    Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
    Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-
    cover
    dengan sewa menyewa peralatan
    processing
    peleburan timah.
    Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Sariwiguna Binasentosa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
    Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana
    corporate social responsibility
    (CSR) yang difasilitasi oleh Helena selaku Manager PT QSE.
    Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.
    “Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
    Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dua Eks Petinggi PT Timah Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 493 Miliar
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        5 Desember 2024

    Dua Eks Petinggi PT Timah Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 493 Miliar Nasional 5 Desember 2024

    Dua Eks Petinggi PT Timah Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 493 Miliar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra dituntut membayar uang pengganti masing-masing Rp 493.399.704.345 atau Rp 493 miliar.
    Uang pengganti ini merupakan tuntutan pidana tambahan yang dimohonkan jaksa kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
    Jaksa menilai, dua petinggi anak perusahaan BUMN itu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah.
    “Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 493.399.704.345 dengan memperhitungkan barang bukti aset milik terdakwa yang telah dilakukan penyitaan,” kata jaksa di ruang sidang, Kamis (5/12/2024).
    Jaksa menyebut, Emil Riza dan Emil harus melunasi uang pengganti itu paling lama satu bulan setelah terbit keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
    Jika ia tidak sanggup membayar uang pengganti itu, maka harta bendanya akan dirampas dan dilelang untuk negara.
    “Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 6 tahun,” tutur jaksa.
    Adapun dalam pidana pokoknya, Riza dan Emil sama-sama dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
    Mereka dinilai terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor juncto 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum.
    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani oleh karena itu dengan pidana penjara selama 12 tahun, dikurangi selama terdakwa dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” kata jaksa.
    Reza, Emil dan dan kawan-kawannya didakwa melakukan korupsi ini bersama-sama dengan crazy rich Helena Lim.
    Perkara ini juga turut menyeret Harvey Moeis yang menjadi perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT).
    Bersama Mochtar, Harvey diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
    Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
    Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
    Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Sariwiguna Binasentosa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
    Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Helena selaku Manager PT QSE.
    Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.
    “Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
    Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Terdakwa Pungli Rutan KPK Rela Pacar Cari Pria Lain: Bahagiamu, Bahagiaku

    Terdakwa Pungli Rutan KPK Rela Pacar Cari Pria Lain: Bahagiamu, Bahagiaku

    Jakarta

    Mantan Petugas Rutan KPK Ari Rahman Hakim menyampaikan permintaan maaf kepada sang kekasih karena harus menunda rencana bahagia. Ari mengaku rela kekasih bersanding dengan pria lain jika menunggunya terlalu lama.

    Hal itu disampaikan Ari saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi pribadi terdakwa terkait kasus pungutan liar (pungli) Rutan KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Jakpus, Senin (2/12/2024).

    Mulanya. Ari meminta maaf kepada kedua orang tuanya karena harus banting tulang menjadi kuli bangunan untuk menggantikan dirinya yang saat ini tidak bisa membiayai kebutuhan.

    “Kepada kedua orang tua saya, emak dan bapak. Izinkan saya menyampaikan pesan permintaan maaf, Emak, Pak, maafkan Ari atas apa yang menimpa Ari sampai hari ini. Maafkan karena Ari di usia senja Bapak harus mencari nafkah sebagai kuli bangunan dan berjualan serabutan di pinggir jalan,” kata Ari.

    Ari juga meminta maaf kepada kekasihnya, Dewi Ratnasari, karena harus menunda rencana. Ari mengucapkan terima kasih kepada kekasihnya yang setia membesuk selama 9 bulan di penjara.

    “Kepada Dewi Ratnasari kekasih saya, maafkan saya karena kekhilafan saya, rencana indah kita jadi harus tertunda. Terima kasih selama 9 bulan telah menjadi satu-satunya orang yang selalu membesuk saya. Semoga Allah SWT memberikan kebaikan serta kesehatan dan selalu kepadamu,” kata Ari.

    “Dan apabila nanti menungguku terlalu lama lebih baik kau bersanding dengan yang lain, karena bahagiamu juga bahagiaku,” katanya.

    15 Terdakwa Dituntut Hukuman Penjara

    Hal memberatkan tuntutan adalah perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam dalam pemberantasan tindak pidana korupsi serta merusak kepercayaan masyarakat terhadap KPK. Sementara hal meringankan tuntutan adalah para terdakwa belum pernah dihukum, mengakui dan menyesali perbuatannya kecuali terdakwa VI Achmad Fauzi.

    Berikut tuntutan lengkap 15 terdakwa kasus dugaan pungli di Rutan KPK:

    1. Deden Rochendi, dituntut 6 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 398 juta subsider 1,5 tahun

    2. Hengki, dituntut 6 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 419 juta subsider 1,5 tahun

    3. Ristanta, dituntut 5 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 136 juta subsider 1 tahun

    4. Eri Angga Permana, dituntut 4 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 94.300.000 subsider 6 bulan

    5. Sopian Hadi, dituntut 4,5 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 317 juta subsider 1,5 tahun

    6. Achmad Fauzi, dituntut 5 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 34 juta subsider 1 tahun

    7. Agung Nugroho, dituntut 4 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 56 juta subsider 6 bulan

    8. Ari Rahman Hakim, dituntut 4 tahun penjara, denda 250 juta subsider 6 bulan

    9. Muhammad Ridwan, dituntut 4 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 159.500.000 subsider 8 bulan

    10. Mahdi Aris, dituntut 4 tahun penjara, denda Rp 250 subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 96.200.000 subsider 6 bulan

    11. Suharlan, dituntut 4 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 103.400.000 subsider 8 bulan

    12. Ricky Rachmawanto, dituntut 4 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 116.450.000 subsider 8 bulan

    13. Wardoyo, dituntut 4 tahun penjara, denda Rp 250 subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 71.150.000 subsider 6 bulan

    14. Muhammad Abduh, dituntut 4 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 93.950.000 subsider 6 bulan

    15. Ramadhan Ubaidillah, dituntut 4 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp 135.200.000 subsider 8 bulan

    Seperti diketahui, sebanyak 15 mantan pegawai KPK didakwa melakukan pungli di lingkungan Rutan KPK. Praktik pungli terhadap para narapidana di Rutan KPK itu disebut mencapai Rp 6,3 miliar.

    Perbuatan itu dilakukan pada Mei 2019 hingga Mei 2023 terhadap para narapidana di lingkungan Rutan KPK. Para tahanan yang menyetor duit mendapat fasilitas tambahan seperti boleh memakai HP dan lainnya. Sementara tahanan yang tak membayar akan dikucilkan dan mendapat pekerjaan lebih banyak.

    (whn/dnu)

  • 3 Terdakwa Pungli Rutan KPK Tolak Bayar Uang Pengganti

    3 Terdakwa Pungli Rutan KPK Tolak Bayar Uang Pengganti

    3 Terdakwa Pungli Rutan KPK Tolak Bayar Uang Pengganti
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Tiga terdakwa kasus dugaan pungutan liar (Pungli) di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (
    Rutan KPK
    ) menolak tuntutan jaksa yang meminta meminta mereka membayar uang pengganti.
    Ketiga terdakwa itu yakni Suharlan, Ricky Rachmawanto, dan Ramadhan Ubaidillah yang berperan mengambil uang dari tahanan pengepul uang pungli.
    Penolakan ini disampaikan tim kuasa hukum ketika membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    “Kami menolak secara tegas tuntutan berupa uang pengganti tersebut tidak masuk dalam surat dakwaan jaksa KPK,” kata pengacara di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (2/12/2024).
    Pengacara menyebut, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur, surat tuntutan jaksa tidak boleh menyimpang dari surat dakwaan.
    Pasal 182 undang-undang tersebut menyatakan bahwa surat tuntutan harus sesuai fakta persidangan dan materi yang termuat dalam surat dakwaan.
    Menurut pengacara, surat tuntutan yang tidak sesuai dakwaan berpeluang menimbulkan ketidakadilan bagi terdakwa.
    “Jaksa wajib menjaga konsistensi antara dakwaan dan Tuntutan, kecuali jika ada perubahan dakwaan yang disetujui dalam persidangan,” ujar pengacara.
    Pengacara lantas menyebut bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat mengabaikan surat tuntutan jaksa KPK.
    “Mempertimbangkan putusan yang relevan dengan dakwaan,” tutur pengacara.
    Dalam perkara ini, Suharlan dituntut membayar uang pengganti Rp 103.400.000, Ricky Rachmawanto Rp 116.450.000, dan Ramadhan Ubaidillah, Rp 135.200.000
    Pada tuntutan pidana pokoknya, jaksa meminta Suharlan, Ricky, dan Ubaidillah dituntut empat tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.

    Dalam perkara ini, Jaksa KPK mendakwa 15 orang eks petugas Rutan KPK melakukan pungutan liar kepada para tahanan KPK mencapai Rp 6,3 miliar.
    Mereka adalah eks Kepala Rutan (Karutan) KPK Achmad Fauzi, eks Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Rutan KPK Deden Rohendi; dan eks Plt Kepala Cabang Rutan KPK Ristanta dan eks Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) KPK, Hengki.
    Kemudian eks petugas di
    rutan KPK
    , yaitu Erlangga Permana, Sopian Hadi, Ari Rahman Hakim, Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, Ramadhan Ubaidillah A.
    Berdasarkan surat dakwaan, para terdakwa disebut menagih pungli kepada tahanan dengan iming-iming mendapatkan berbagai fasilitas, seperti percepatan masa isolasi, layanan menggunakan ponsel dan powerbank,  serta bocoran informasi soal inspeksi mendadak. 
    Tarif pungli itu dipatok dari kisaran Rp 300.000 sampai Rp 20 juta.

    Uang itu disetorkan secara tunai dalam rekening bank penampung, serta dikendalikan oleh petugas Rutan yang ditunjuk sebagai “Lurah” dan koordinator di antara tahanan.
    Uang yang terkumpul nantinya akan dibagi-bagikan ke kepala rutan dan petugas rutan. Jaksa KPK mengungkapkan, Fauzi dan Ristanta selaku kepala rutan memperoleh Rp 10 juta per bulan dari hasil pemerasan tersebut.
    Sedangkan, para mantan kepala keamanan dan ketertiban mendapatkan jatah kisaran Rp 3-10 juta per bulan.
    Para tahanan yang diperas antara lain, Yoory Corneles Pinontoan, Firjan Taufan, Sahat Tua P Simanjuntak, Nurhadi, Emirsyah Satar, Dodi Reza, Muhammad Aziz Syamsuddin, Adi Jumal Widodo, Apri Sujadi, Abdul Gafur Mas’ud, Dono Purwoko dan Rahmat Effendi.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Momen Harvey Moeis Nyoblos Pilkada Meski Jadi Tahanan Kejari, Pakaian Disorot, ‘Beda sama Rakjel’

    Momen Harvey Moeis Nyoblos Pilkada Meski Jadi Tahanan Kejari, Pakaian Disorot, ‘Beda sama Rakjel’

    TRIBUNJATIM.COM – Pilkada serentak dilakukan pada Rabu, 27 November 2024, oleh seluruh warga Indonesia.

    Tak terkecuali Harvey Moeis yang kini menjadi tahanan Kejaksaan Negeri atau Kejari.

    Dalam momen coblosan ini, penampilan suami Sandra Dewi ini menjadi sorotan.

    Seperti diketahui, dia ditetapkan sebagai tersangka korupsi timah beberapa waktu lalu

    Kini dia menjalani rangkaian persidangan.

    Informasi berita menarik lainnya di Google News TribunJatim.com

    Diketahui, proses pencoblosan bagi tahanan difasilitasi oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mulai pukul 11.30 WIB.

    Meski tidak menggunakan bilik suara seperti di TPS pada umumnya, pemungutan suara berlangsung dengan lancar di bawah pengawasan petugas yang bertugas.

    Momen itu terekam melalui tayangan di akun Instagram @rumpi_gosip, Jumat (29/11/2024).

    Dalam video yang beredar, Harvey Moeis tampak tersenyum saat memberikan suaranya.

    Netizen justru salah fokus pada penampilan Harvey Moeis.

    Banyak yang beramai-ramai memberikan tanggapan tentang Harvey yang tetap terlihat tampan dan terawat meski berada di balik jeruji.

    “Iya makin ganteng apa lah kira kira resep nya di sana,” tulis akun @gusni_fazilla

    “Emang bedaa kalau banyak duit,” tulis akun @ridhasukma14.

    “Tahanannya beda ygy ma rakjel .. ini mah ekslusip wkwk masih bs mandi pake sabun mwahal dan skincare,” tulis akun @khoirunnisadp

    “Tidak terlihat bau2 kemiskinan di raut wajahnya haduuhh haduuuhh,” tulis akun @nannisaica

    “Emang dr sana uda gen ganteng. Pada iri banget heran,” tulis akun @vie.idris

    Melansir dari Kompas.com, Suami Sandra Dewi sekaligus terdakwa dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah, Harvey Moeis, diperkirakan akan menerima vonis sebelum Hari Raya Natal 2024.

    Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Eko Aryanto, mengungkapkan bahwa pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dijadwalkan pada 9 Desember mendatang.

    “Kita jadwalkan tanggal 9 (Desember) itu tuntutan sudah, tuntutan,” kata Hakim Eko di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2024).

    Harvey, bersama dengan terdakwa lainnya yang disidangkan bersamaan, akan diberi kesempatan untuk membacakan nota pembelaan (pleidoi) pada 16 Desember.

    Sidang selanjutnya akan dilanjutkan dengan pembacaan replik (tanggapan jaksa atas pleidoi) dan duplik (tanggapan terdakwa atas replik).

    “Kita sebelum Natal, kita putus (vonis), seperti itu,” ujar Hakim Eko.

    Kejaksaan Agung mulai menahan Harvey Moeis pada 20 April 2024, dan setelah proses penyidikan selesai, perkara ini diserahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Sidang perdana dimulai pada 14 Agustus 2024, yang berarti jika putusan diberikan sebelum Natal, maka persidangan ini berlangsung kurang dari lima bulan.

    Dalam kasus korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp 300 triliun.

    Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Reza Pahlevi, mantan Direktur Keuangan PT Timah, Emil Ermindra, dan beberapa pihak lainnya juga terlibat dalam kasus ini bersama dengan Helena Lim, seorang pebisnis kaya.

    Kasus ini juga menyeret Harvey Moeis yang diduga menjadi perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) dalam kegiatan pertambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.

    Bersama Mochtar, Harvey diduga ikut mengakomodasi kegiatan pertambangan ilegal demi meraih keuntungan.

    Setelah beberapa kali pertemuan, mereka menyepakati untuk menutupi kegiatan ilegal tersebut dengan menyewa peralatan pengolahan timah.

    Harvey kemudian menghubungi beberapa smelter, seperti PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Sariwiguna Binasentosa untuk terlibat dalam kegiatan tersebut.

    Harvey meminta smelter untuk menyisihkan sebagian keuntungan yang dihasilkan, yang kemudian diberikan kepadanya dengan dalih dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Helena Lim.

    Dari perbuatan ilegal ini, Harvey Moeis dan Helena Lim dilaporkan menikmati uang negara senilai Rp 420 miliar.

    “Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.

    Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

    Sosok Harvey Moeis

    Harvey Moeis adalah pengusaha batubara yang sukses sekaligus suami dari selebritis Sandra Dewi.

    Harvey Moeis dan Sandra Dewi menikah pada tanggal 8 September 2016 di Gereja Katedral Jakarta.

    Mereka berdua telah dikaruniai 2 orang anak laki-laki bernama Raphael Moeis dan Mikhael Moeis.

    Harvey merupakan pria berdarah campuran Papua-Makassar-Ambon.

    Dia lahir pada tahun 1985.

    Sandra Dewi, Raphael Moeis dan Harvey Moeis (Instagram/@sandradewi88)

    Harvey Moeis menganut agama Katolik, begitu juga dengan Sandra Dewi.

    Harvey mempunyai kepribadian yang tenang dan tidak suka hal yang ribet.

    Bahkan, ia juga memaklumi istrinya, Sandra Dewi, yang tidak bisa memasak.

    Ayah Harvey bernama Hayong Moeis dan telah meninggal dunia karena sakit kanker.

    Sementara itu, ibu Harvey Moeis bernama Irma Silviani dan hingga saat ini masih sehat walafiat.

    Harvey Moeis berkarier sebagi seorang pengusaha yang berbisnis di bidang batubara.

    Harvey menjabat sebagai Presiden Komisaris di PT Multi Harapan Utama yang beroperasi di Bangka Belitung.

    Selain itu, Harvey Moeis juga mempunyai saham di lima perusahaan batubara, di antaranya:

    – PT Refined Bangka Tin

    – CV Venus Inti Perkasa

    – PT Tinindo Inter Nusa

    – PT Sariwiguna Bina Sentosa

    – PT Stanindo Inti Perkasa

    —– 

    Berita Jatim dan berita viral lainnya.

  • 6
                    
                        Hakim Sebut Uang Dugaan Korupsi Timah Nyaris Rp 1 Triliun Mengalir ke CV Salsabila Utama, tetapi Direkturnya Buron
                        Nasional

    6 Hakim Sebut Uang Dugaan Korupsi Timah Nyaris Rp 1 Triliun Mengalir ke CV Salsabila Utama, tetapi Direkturnya Buron Nasional

    Hakim Sebut Uang Dugaan Korupsi Timah Nyaris Rp 1 Triliun Mengalir ke CV Salsabila Utama, tetapi Direkturnya Buron
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rianto Adam Pontoh menyebut, aliran dana dalam dugaan korupsi
    timah
    ke CV Salsabila Utama nyaris Rp 1 triliun tetapi sampai saat ini direktur perusahaan itu, Tetian Wahyudi menghilang.
    Pernyataan tersebut Pontoh sampaikan ketika mencecar eks Direktur Keuangan PT
    Timah
    Tbk Emil Ermindra sebagai saksi mahkota untuk terdakwa Helena Lim.
    Dalam dakwaan jaksa disebutkan, CV Salsabila Utama merupakan perusahaan yang didirikan Emil bersama Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani untuk membeli bijih timah dari penambang ilegal.
    “Ada perlakuan khusus enggak ke CV Salsabila?” tanya Hakim Pontoh di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2024).
    Emil kemudian mengeklaim tidak ada perlakuan khusus kepada CV Salsabila. Menurut Emil, semua pembayaran hanya dilakukan setelah syaratnya terpenuhi.
    Ketika terdapat perusahaan yang tidak memenuhi
    standard operating procedure
    (SOP) maka tidak akan dibayar PT Timah.
    “Kalau secara SOP tidak terpenuhi tidak dibayar Yang Mulia,” jawab Emil.
    Hakim Pontoh lantas menyinggung lebih lanjut aliran dana dugaan korupsi ke CV Salsabila Utama yang nilainya cukup besar.
    “Ini pembayaran kepada Salsabila hampir Rp 1 triliun kalau saya lihat di yang sesuai surat dakwaan penuntut umum Rp 186 miliar lebih,” ujar Hakim Pontoh.
    “Sementara Saudara Tetian Wahyudi sampai hari tidak bisa ditemukan, kemana keberadaan dia. Jadi tidak bisa ditangkap dia, ya kan? Supaya bisa jelas,” kata dia.
    Mendengar pernyataan ini, Emil mengaku dirinya lebih senang jika Tetian tertangkap. Sebab, keberadaan Tetian itu akan membuat persoalan yang didakwakan jaksa menjadi jelas.
    “iya, jadi bisa
    clear
    buat saya,” kata Emil.
    Dalam dakwaan jaksa disebutkan, kasus korupsi di PT Timah Tbk diduga memperkaya Emil melalui CV Salsabila Utama sebesar Rp 986.799.408.690.
    Namun, sampai saat ini Tetian yang tercatat sebagai direktur perusahaan itu menjadi buron dan belum tertangkap.
    Sejumlah saksi dalam persidangan menyebut Tetian merupakan wartawan dan tangan panjang petinggi PT Timah untuk mengatasi protes-protes masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
    Sementara itu, dalam persidangan Emil membantah dirinya mendirikan dan terkait dengan CV Salsabila Utama.
    Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
    Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Reza Pahlevi, eks Direktur Keuangan PT Timah Emil Ermindra, dan kawan-kawannya didakwa melakukan korupsi ini bersama-sama dengan crazy rich Helena Lim.

    Perkara ini juga turut menyeret Harvey Moeis yang menjadi perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT).
    Bersama Mochtar, Harvey diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
    Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
    Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di
    -cover
    dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
    Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Sariwiguna Binasentosa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
    Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana
    corporate social responsibilit
    y (CSR) yang difasilitasi oleh Helena selaku Manager PT QSE.
    Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.
    “Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
    Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.