Bacakan Pleidoi, Harvey Moeis Bantah Nikmati Uang Korupsi Rp 300 Triliun
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah
Harvey Moeis
mengatakan bahwa dia, keluarganya, maupun terdakwa lainnya dalam
kasus timah
tidak pernah punya, melihat, bahkan menikmati uang korupsi senilai Rp 300 triliun.
Diketahui, dalam surat tuntutan, Harvey Moeis bersama Direktur Utama PT RBT Suparta dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Andriansyah disebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun dalam tuntutan jaksa.
“Angka itu 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita mungkin, jadi saya mohon izin klarifikasi kepada masyarakat Indonesia bahwa kami tidak pernah menikmati uang sebesar itu,” kata Harvey saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (18/12/2024), dikutip dari
Antaranews
.
Dalam pembelaannya, suami aktris Sandra Dewi ini juga mengaku janggal dengan perhitungan ahli Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait dengan kerugian negara dalam kasus dugaan
korupsi timah
.
Apalagi, menurut dia, ahli yang menghitung kerugian negara tersebut tidak profesional saat dihadirkan dalam sidang pemeriksaan beberapa waktu lalu.
Harvey menyebut, ahli malas menjawab saat dirinya, penasihat hukum, masyarakat, hingga majelis hakim ingin menggali keterangannya di persidangan.
Demikian juga, dia mengatakan, ketika pihaknya memohon hasil perhitungan ahli untuk lebih diteliti. Saat itu permohonan tersebut ditolak mentah-mentah.
Oleh karena itu, Harvey mengaku, dia masih sangat bingung asal dari perhitungan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun dalam kasus timah.
Bahkan, Harvey berani menilai bahwa auditor, jaksa, maupun masyarakat Indonesia sudah terkena
prank
oleh ahli tersebut.
“Saya yakin majelis hakim tidak akan bisa di-
prank
oleh ahli,” tutur Harvey.
Sebagaimana diketahui, Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut Harvey dipenjara selama 12 tahun dan dijatuhi denda sebesar Rp 1 miliar subsidair 1 tahun bui.
Jaksa menilai, suami Sandra Dewi itu terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara sah dan meyakinkan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan kesatu primair.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin, 9 Desember 2024.
Tidak hanya itu, jaksa juga menuntut Harvey untuk membayar uang pengganti senilai Rp 210 miliar dikurangi nilai aset yang telah disita penyidik.
Namun, jika harta benda milik Harvey tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka diganti pidana kurungan selama enam tahun.
Dalam perkara pengelolaan tata niaga komoditas timah ini negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
Berdasarkan surat tuntutan, Harvey yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) bersama eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Stanindo Inti Perkasa, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, dan PT Tinindo Internusa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim.
Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.
Atas perbuatannya, Harvey Moeis dianggap telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Pengadilan TIPIKOR Jakarta
-
/data/photo/2024/12/09/6756f8c613863.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Bacakan Pleidoi, Harvey Moeis Bantah Nikmati Uang Korupsi Rp 300 Triliun
-

Harvey Moeis di Sidang Pleidoi: Anak-anakku, Papa Bukan Koruptor
Jakarta, CNN Indonesia —
Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin (RBT) memberi pesan kepada anak-anaknya yakni Raphael Moeis dan Mikhael Moeis saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi. Dia menyatakan dirinya bukan koruptor.
“Anak-anakku Rapha dan Mikha, papa bukan koruptor. Papa bukan pejabat yang bisa menyalahgunakan wewenang, papa tidak pernah dituduh dan terbukti mencuri apa pun apalagi uang negara dan papa tidak pernah dituduh dan terbukti melakukan suap atau gratifikasi,” ujar Harvey di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (18/12).
“Apa pun yang orang katakan, tuliskan sekarang atau nanti. Tuhan, sejarah dan waktu yang akan membuktikan,” sambungnya.
Dalam kesempatan itu, Harvey menyampaikan permohonan maaf kepada anak-anaknya karena tidak bisa terus menemani dan memberikan kasih sayang.
“Malaikat-malaikatku, maafkan papa karena harus tiba-tiba hilang dari hidup kalian yang baru saja dimulai. Hak kalian untuk memiliki sosok ayah dirampas begitu saja,” ucap dia.
Ia berharap kedua anaknya tetap kuat dan kelak dapat mengerti situasi yang saat ini sedang dihadapi.
“Nanti kalau kalian sudah bertambah besar, papa harap kalian bisa mengerti bahwa dunia memang tidak selalu berjalan sesuai dengan kehendak dan ekspektasi kita, dan kadang-kadang kalian akan merasa bahwa dunia itu tidak adil,” tutur Harvey.
“Namun, satu hal yang papa tekankan, jangan jadi orang jahat. Tetaplah menjadi orang baik tanpa kepahitan, jangan menjadi serupa dengan mereka yang menghakimi kalian atau keluarga kita. Tetap peduli sesama dan menjadi berkat bagi semua orang di mana pun kalian berada,” sambungnya.
Bantah rugikan negara
Harvey membantah tudingan jaksa yang menyebut dirinya bersama sejumlah terdakwa lain telah merugikan negara sejumlah Rp300,003 triliun. Ia menyesalkan permohonannya akan perhitungan kerugian ditolak mentah-mentah.
“Sampai dengan detik pembacaan pleidoi ini, saya masih sangat bingung Rp300 triliun ini datangnya dari mana Yang Mulia. Saya yakin Yang Mulia juga sama (bingung),” kata Harvey.
Menurut dia, masyarakat Indonesia dikerjai atas perhitungan kerugian negara yang mencapai triliunan tersebut. Ia berharap majelis hakim tidak terpengaruh dengan gaung kerugian negara yang belum pasti dan nyata dimaksud.
“Faktanya, kita semua sudah kena prank sama ahli yang mulia. Auditor kena prank, jaksa kena prank, masyarakat Indonesia kena prank, tapi saya yakin majelis tidak akan bisa di-prank oleh ahli,” ujar Harvey.
“Cukup saya saja yang terakhir Yang Mulia yang menjadi korban kemalasan dan kesembarangan penghitungan ahli seperti ini, yang bisa saya lakukan hanyalah mendoakan semoga saudara ahli jadi rajin dan tidak malas lagi,” ucapnya.
Harvey dituntut dengan pidana 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan. Ia juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah Rp210 miliar subsider enam tahun penjara.
Harvey dinilai jaksa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Harvey bersama sejumlah pihak lain disebut merugikan keuangan negara sejumlah Rp300,003 triliun berdasarkan perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI).
Harvey dan crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim disebut menerima Rp420 miliar. Masing-masing Rp210 miliar.
Adapun Helena telah dituntut dengan pidana delapan tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan ditambah uang pengganti Rp210 miliar subsider empat tahun penjara.
(ryn/tsa)
[Gambas:Video CNN]
-

Pleidoi Harvey Moeis Banyak Memuji Sandra Dewi: Tanpa Kamu, Aku Runtuh
Jakarta, CNN Indonesia —
Terdakwa kasus korupsi timah Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin (RBT) menangis saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi setiap kali membahas istrinya, Sandra Dewi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Rabu (18/12).
Harvey mengatakan Sandra Dewi sangat berperan penting bagi dirinya selama menghadapi kasus hukum. Kepribadian yang kuat memotivasi Harvey untuk menjalani setiap prosesnya.
“Saya hanya terpikir bagaimana hebatnya dan pentingnya peranan seorang istri, Yang Mulia. Khususnya istri saya, Sandra Dewi,” ucap Harvey dengan suara bergetar.
Menurut Harvey, istrinya telah dimanfaatkan untuk pencitraan dan mengalami kerugian. Namun, sikap Sandra Dewi dalam merespons itu membuat Harvey kagum.
“Sebagai pihak yang paling dimanfaatkan untuk pencitraan, pada saat yang sama paling dirugikan dalam kasus ini, dia tidak pernah bimbang, tidak pernah kenal lelah, selalu tabah dan setia, bersinar memberi harapan dan kekuatan bagi saya,” kata dia.
Dalam kesempatan tersebut, Harvey menyempatkan diri untuk memberi pesan kepada Sandra Dewi.
“Ketika senang kita menikah, dapat anak-anak lucu yang sempurna, kamu juga ada di sampingku. Sekarang kita susah lagi, kamu tidak pernah bersungut-sungut, tidak pernah mengeluh, tidak pernah menyalahkan keadaan. Bahkan, menjadi pilar penyangga keluarga kita. Tanpa kamu aku runtuh. Terima kasih Sandra Dewi,” ucap Harvey.
“Sekarang kita tinggal tunggu senangnya saja. Masa, susah terus. Titip anak-anak. Jangan lupa berdoa setiap hari biar papa wamilnya cepat selesai,” lanjut dia.
Wamil dimaksud Harvey adalah wajib militer. Sandra Dewi selalu menggunakan kata istilah wamil ketika anak-anaknya bertanya soal keberadaan Harvey. Hal ini disampaikan Sandra Dewi saat dihadirkan jaksa sebagai saksi dalam persidangan beberapa waktu lalu.
Harvey dituntut dengan pidana 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan. Ia juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah Rp210 miliar subsider enam tahun penjara.
Harvey dinilai jaksa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Harvey bersama sejumlah pihak lain disebut merugikan keuangan negara sejumlah Rp300,003 triliun berdasarkan perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI).
Harvey dan crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim disebut menerima Rp420 miliar. Masing-masing Rp210 miliar.
Adapun Helena telah dituntut dengan pidana delapan tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan ditambah uang pengganti Rp210 miliar subsider empat tahun penjara.
(ryn/wis)
[Gambas:Video CNN]
-
/data/photo/2024/12/09/6756f8c613863.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Harvey Moeis Menangis: Bapak-bapak di Luar Sana Bersyukurlah kalau Ditelfon Istri…
Harvey Moeis Menangis: Bapak-bapak di Luar Sana Bersyukurlah kalau Ditelfon Istri…
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Suami aktris Sandra Dewi,
Harvey Moeis
menangis saat mengingat dirinya tidak lagi bisa pulang ke rumah, lantaran tengah terjerat kasus dugaan korupsi.
Harvey
merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Momen Harvey meneteskan air mata terjadi saat dirinya membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2024).
“Suami-suami, bapak-bapak di luar sana, bersyukurlah kalau ditelfon istri dicariin,” kata Harvey dengan suara bergetar.
Ia pun sempat berhenti sejenak lantaran menahan rasa sedih.
“Suruh pulang ke rumah,” lanjut Harvey sambil terlihat menangis.
Dalam kesempatan ini, Harvey juga memberikan pesan kepada sang istri, untuk tetap bertahan atas masalah yang sedang dihadapi.
“Istriku kita sudah pernah melewati masa susah ketika papa sakit, kamu selalu di sampingku, lalu ketika senang kita menikah, dapat anak-anak lucu dan sempurna kamu juga ada di sampingku,” kata Harvey.
Harvey lantas mengingatkan bahwa Sandra Dewi merupakan sosok yang kuat dan selalu bertahan dalam berbagi kondisi.
“Sekarang kita susah lagi, kamu tidak pernah bersungut-sungut, tidak pernah mengeluh, tidak pernah menyalahkan keadaan bahkan menjadi pilar penyanga keluarga kita,” ucapnya.
Di hadapan majelis hakim, Harvey pun mengaku bisa runtuh jika pendamping hidupnya bukan Sandra Dewi.
“Tanpa kamu aku runtuh, terima kasih Sandra Dewi, Yang namanya Dewi, Dewi itu biasanya hebat Yang Mulia,” ucapnya.
Dalam kesempatan ini, Harvey meminta Sandra Dewi untuk bertahan. Pasalnya, ia meyakini setelah ditimpa kesulitan pasti akan mendapatkan kebahagiaan.
“Tapi tenang, kita dari susah, senang sekarang susah lagi, sekarang kita tinggal tunggu senangnya saja, masa susah terus,” ucapnya.
Dalam perkara ini, Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut Harvey dipenjara selama 12 tahun dan dijatuhi denda sebesar Rp 1 miliar subsidair 1 tahun bui.
Jaksa menilai, suami Sandra Dewi itu terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara sah dan meyakinkan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan kesatu primair.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin 9 Desember 2024.
Tidak hanya itu, jaksa juga menuntut Harvey untuk membayar uang pengganti senilai Rp 210 miliar dikurangi nilai aset yang telah disita penyidik.
Namun, jika harta benda milik Harvey tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka diganti pidana kurungan selama 6 tahun.
Dalam perkara pengelolaan tata niaga komoditas timah ini negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
Berdasarkan surat tuntutan, Harvey yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) bersama eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Stanindo Inti Perkasa, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, dan PT Tinindo Internusa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim.
Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.
Atas perbuatannya, Harvey dianggap telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/12/09/6756f8c613863.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
1 Harvey Moeis Menangis: Bapak-bapak di Luar Sana Bersyukurlah kalau Ditelepon Istri… Nasional
Harvey Moeis Menangis: Bapak-bapak di Luar Sana Bersyukurlah kalau Ditelepon Istri…
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Suami aktris Sandra Dewi,
Harvey Moeis
, menangis saat mengingat dirinya tidak lagi bisa pulang ke rumah lantaran tengah terjerat kasus dugaan korupsi.
Harvey
merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Momen Harvey meneteskan air mata terjadi saat dirinya membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2024).
“Suami-suami, bapak-bapak di luar sana, bersyukurlah kalau ditelepon istri dicariin,” kata Harvey dengan suara bergetar.
Ia pun sempat berhenti sejenak lantaran menahan rasa sedih.
“Suruh pulang ke rumah,” lanjut Harvey sambil terlihat menangis.
Dalam kesempatan ini, Harvey juga memberikan pesan kepada sang istri untuk tetap bertahan atas masalah yang sedang dihadapi.
“Istriku kita sudah pernah melewati masa susah ketika papa sakit, kamu selalu di sampingku, lalu ketika senang kita menikah, dapat anak-anak lucu dan sempurna kamu juga ada di sampingku,” kata Harvey.
Harvey lantas mengingatkan bahwa Sandra Dewi merupakan sosok yang kuat dan selalu bertahan dalam berbagi kondisi.
“Sekarang kita susah lagi, kamu tidak pernah bersungut-sungut, tidak pernah mengeluh, tidak pernah menyalahkan keadaan bahkan menjadi pilar penyanga keluarga kita,” ucapnya.
Di hadapan majelis hakim, Harvey pun mengaku bisa runtuh jika pendamping hidupnya bukan Sandra Dewi.
“Tanpa kamu aku runtuh, terima kasih Sandra Dewi. Yang namanya Dewi, Dewi itu biasanya hebat, Yang Mulia,” ucapnya.
Dalam kesempatan ini, Harvey meminta Sandra Dewi untuk bertahan. Pasalnya, ia meyakini setelah ditimpa kesulitan pasti akan mendapatkan kebahagiaan.
“Tapi tenang, kita dari susah, senang sekarang susah lagi, sekarang kita tinggal tunggu senangnya saja, masa susah terus,” ucapnya.
Dalam perkara ini, jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut Harvey dipenjara selama 12 tahun dan dijatuhi denda sebesar Rp 1 miliar subsidair 1 tahun bui.
Jaksa menilai, suami Sandra Dewi itu terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara sah dan meyakinkan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan kesatu primair.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin 9 Desember 2024.
Tidak hanya itu, jaksa juga menuntut Harvey untuk membayar uang pengganti senilai Rp 210 miliar dikurangi nilai aset yang telah disita penyidik.
Namun, jika harta benda milik Harvey tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka diganti pidana kurungan selama 6 tahun.
Dalam perkara pengelolaan tata niaga komoditas timah ini negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
Berdasarkan surat tuntutan, Harvey yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) bersama eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Stanindo Inti Perkasa, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, dan PT Tinindo Internusa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim.
Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.
Atas perbuatannya, Harvey dianggap telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Berkas Kasus Tiga Hakim Vonis Bebas Ronald Tannur Dilimpahkan ke PN Jakpus
ERA.id – Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat melimpahkan berkas perkara terdakwa tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang terlibat kasus dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur ke Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Selasa, mengatakan bahwa berkas itu diberikan pada hari Senin (16/12/2024) dan telah terdaftar di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat atas nama terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
Dikatakan oleh Harli bahwa posisi kasus ini adalah ketiga terdakwa tersebut diduga menerima suap senilai 140.000 dolar Singapura dari Lisa Rahmat yang merupakan pengacara dari terpidana Ronald Tannur untuk memengaruhi putusan bebas terhadap Ronald.
“Suap tersebut didistribusikan melalui beberapa tahap, termasuk amplop berisi uang di Bandara Ahmad Yani Semarang dan pembagian uang di ruang hakim,” ujarnya dikutip dari Antara.
Selain itu, dalam penggeledahan yang dilakukan berkaitan dengan Lisa Rahmat, di rumah ketiga terdakwa tersebut ditemukan sejumlah uang dalam mata uang rupiah maupun mata uang asing yang diduga merupakan barang bukti yang berkaitan dengan dugaan tindak pidana suap atas perkara Ronald Tannur.
Setelah berkas ketiga terdakwa dilimpahkan, langkah selanjutnya adalah menunggu jadwal persidangan.
“Tim JPU selanjutnya akan menunggu jadwal pelaksanaan sidang yang akan ditetapkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap ketiga terdakwa,” ucap Harli.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan bahwa terungkapnya kasus ini berawal ketika penyidik menemukan kecurigaan dalam putusan bebas Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti, oleh ketiga hakim tersebut.
“Penyidik menemukan adanya indikasi yang kuat bahwa pembebasan atas terdakwa Ronald Tannur tersebut diduga ED (Erintuah Damanik), HH (Heru Hanindyo), dan M (Mangapul) menerima suap atau gratifikasi dari pengacara LR,” kata dia.
Penyidik lantas melakukan penggeledahan pada enam lokasi yang merupakan rumah ketiga hakim tersebut dan Lisa Rahmat. Dalam penggeledahan itu, penyidik menemukan dan menyita barang bukti berupa uang tunai bernilai miliaran rupiah dan beberapa barang bukti elektronik.
Setelah pemeriksaan, keempatnya resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap atau gratifikasi.
-

3 Hakim Pemvonis Bebas Ronald Tannur Segera Disidang, Berkas Perkaranya Setebal Ini
loading…
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melimpahkan berkas perkara ketiganya ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Foto/Dok Kejagung
JAKARTA – Tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur segera disidang. Kejaksaan Agung ( Kejagung ) telah melimpahkan berkas perkara ketiganya ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
“Jaksa Penuntut Umum pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat telah melakukan pelimpahan berkas perkara terhadap 3 terdakwa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan atau gratifikasi terkait penanganan perkara terpidana Ronald Tannur,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya, Senin (16/12/2024).
Selanjutnya, kata Harli, jaksa kini tengah menunggu jadwal persidangan untuk ketiga hakim tersebut. “Tim Jaksa Penuntut Umum selanjutnya akan menunggu jadwal pelaksanaan sidang yang akan ditetapkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap ketiga terdakwa,” ujar dia.
Baca Juga
Dalam perkara ini, Kejagung menetapkan Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul sebagai tersangka lantaran diduga menerima suap saat menjatuhkan vonis bebas Ronald Tannur dalam kasus penganiayaan berujung kematian terhadap kekasihnya Dini Sera Afriyanti.
Dalam perkara ini juga, Kejagung juga menetapkan tiga orang lainnya yakni seorang pengacara Lisa Rahmat, ibu Ronald Tannur serta mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar.
(rca)
-

Berkasnya Dilimpahkan ke Kejari, 3 Hakim yang Vonis Bebas Ronald Tannur Segera Diadili
Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) melimpahkan berkas perkara suap tiga hakim kasus Gregorius Ronald Tannur ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat, Senin (16/12/2024). Ketiganya akan segera diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Ketiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang menjadi tersangka suap vonis bebas Ronald Tannur itu adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
“Pelimpahan tersebut telah terdaftar di pengadilan tindak pidana korupsi,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar.
Kejagung bakal menunggu jadwal persidangan ketiga hakim Ronald Tannur tersebut, yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
“Selanjutnya akan menunggu jadwal pelaksanaan sidang yang akan ditetapkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” katanya terkait pelimpahan berkas tiga hakim Ronald Tannur tersebut.
-

3 Hakim PN Surabaya yang Terlibat Kasus Suap Ronald Tannur Bakal Segera Disidang – Halaman all
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat melimpahkan berkas perkara tiga Hakim Pengadilan Negeri Surabaya ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (16/12/2024).
Berkas perkara milik ketiga Hakim PN Surabaya yang kini telah resmi berstatus sebagai terdakwa itu yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
Mereka diketahui sebelumnya terlibat dalam kasus suap vonis bebas terpidana Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya yang ditangani Kejaksaan Agung.
“Penuntut umum melimpahkan berkas perkara tiga terdakwa perkara suap atau grarifikasi Ronald Tannur ke Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapupenkum) Kejagung RI, Harli Siregar, Senin (16/12/2024).
Lebih jauh Harli menerangkan, ketiga terdakwa telah didakwa oleh Jaksa dengan beberapa pasal dakwaan yakni Pasal 12 huruf c jo Pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain dakwaan primer, ketiga Hakim itu juga didakwa dengan dakwaan subsider yakni Pasal 12 B Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tak hanya disitu, Jaksa juga mendakwa para terdakwa dengan dakwaan lebih-lebih subsider Pasal 6 ayat (2) Jo Pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan dakwaan lebih-lebih subsider Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Tim Jaksa Penuntut Umum selanjutnya akan menunggu jadwal pelaksanaan sidang yang akan ditetapkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap ketiga Terdakwa,” pungkasnya.
Sebelumnya diketahui, penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur di PN Surabaya sebagai tersangka.
Ketiga hakim itu yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap atau gratifikasi.
Penyidik Jampidsus Kejagung juga menangkap satu pengacara berinisial LR setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus dugaan suap dan gratifikasi terungkap berawal ketika penyidik menemukan kecurigaan dalam putusan bebas Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afriyanti, oleh ketiga hakim tersebut.
“Penyidik menemukan adanya indikasi yang kuat bahwa pembebasan atas terdakwa Ronald Tannur tersebut, diduga ED, AH, dan M menerima suap atau gratifikasi dari pengacara LR,” kata Direktur Penyidikan pada Jampidsus Abdul Qohar dalam keterangan di kantornya beberapa waktu lalu.
Kemudian, penyidik melakukan penggeledahan pada enam lokasi, yaitu di rumah milik tersangka LR di kawasan Rungkut, Surabaya, apartemen milik tersangka LR di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, apartemen milik tersangka ED di Gunawangsa Surabaya, apartemen milik tersangka HH di Ketintang, Gayungan, Surabaya, dan rumah tersangka ED di Perumahan BSB Village Semarang.
Dalam penggeledahan itu, penyidik Jampidsus menemukan dan menyita barang bukti berupa uang tunai bernilai miliaran rupiah dan beberapa barang bukti elektronik.
Tiga hakim tersebut pun kemudian ditangkap di Surabaya, Jawa Timur.
Usai dilakukan pemeriksaan, ketiga hakim PN Surabaya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap atau gratifikasi.
Atas perbuatan para tersangka, hakim ED, M, dan HH selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2 Juncto Pasal 6 Ayat 2 Juncto Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 12B Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
-
/data/photo/2024/12/16/676030232b191.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Terdakwa Kasus Timah Menangis Ceritakan Nasib Anak: Hidup Mereka Terombang-Ambing
Terdakwa Kasus Timah Menangis Ceritakan Nasib Anak: Hidup Mereka Terombang-Ambing
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– General Manager Operasional PT Tinindo Internusa, Rosalina menangis saat menceritakan nasib kedua anaknya yang kini ia tinggal karena menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pada tata niaga komoditas
timah
.
Peristiwa ini terjadi ketika Rosalina membacakan nota pembelaan atau pleidoi guna menanggapi tuntutan jaksa penuntut umum.
Rosalina mengatakan, setelah dirinya ditahan penyidik kejaksaan, kehidupan dua anaknya yang berusia 12 dan 8 tahun berubah drastis.
“Kehidupan mereka ikut terombang-ambing oleh ketidakpastian,” kata Rosalina di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (16/12/2024).
Menurut Rosalina, kedua anaknya kehilangan sosok ibu yang selama ini menjadi tumpuan hidup. Sebab, mereka telah ditinggal oleh ayahnya.
Ketidakhadiran sosok ibu, kata Rosalina, menjadi lubang besar dalam dalam kehidupan dua anak itu.
“Hal ini terus menerus menghantui pikiran saya sebagai seorang ibu,” ujar Rosalina.
“Kedua anak saya kini hidup dalam kekosongan dan kehilangan sosok ibu, bahkan sekaligus ayah,” tambahnya.
Belum memahami situasi saat ini, kedua anak itu bertanya kepada bibi mereka kenapa ibunya tidak pulang, tidak mengantar ke sekolah seperti biasa, dan tidak menemani persiapan ujian.
“Pertanyaan-pertanyaan ini mengganggu saya setiap waktu karena saya tahu mereka masih kecil untuk memahami situasi ini,” kata Rosalina.
Sebagai informasi, Rosalina merupakan salah satu petinggi smelter swasta yang tidak dituntut membayar uang pengganti. Sebab, tidak ada dana korupsi yang mengalir ke kantong Rosalina.
Jaksa hanya menuntut Rosalina dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Meski demikian, Rosalina dituntut bersalah melakukan perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.