Kementrian Lembaga: Pengadilan TIPIKOR Jakarta

  • Harvey Moeis Jalani Sidang Putusan Terkait Kasus Korupsi Timah Hari ni

    Harvey Moeis Jalani Sidang Putusan Terkait Kasus Korupsi Timah Hari ni

    Jakarta, Beritasatu.com– Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta akan menggelar sidang putusan atau vonis pidana dengan terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) terkait kasus dugaan korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, hari ini Senin (23/12/2024).

    Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat dilansir Antara, sidang akan dimulai pukul 10.20 WIB di ruangan Muhammad Hatta Ali, yang dipimpin hakim ketua Eko Aryanto.

    Selain sidang putusan Harvey Moeis, beberapa terdakwa lainnya yang terseret kasus timah juga akan menjalani sidang pembacaan putusan hakim hari ini, yaitu Direktur Utama PT RBT Suparta, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Andriansyah, serta pemilik manfaat CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron alias Aon.

    Kemudian, General Manager Operational CV VIP dan PT MCM Achmad Albani, Direktur Utama CV VIP Hasan Tjhie, pengepul bijih timah (kolektor), Kwan Yung alias Buyung, Pemilik Manfaat PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Suwito Gunawan alias Awi, Direktur PT Sariwiguna Binasentosa (SBS) Robert Indarto, serta General Manager Operational PT Tinindo Inter Nusa (TIN) periode 2017-2020 Rosalina.

    Dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada tahun 2015–2022, Harvey dituntut penjara 12 tahun serta pidana denda sejumlah Rp 1 miliar. Apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun.

    Suami selebritas Sandra Dewi itu juga dituntut agar dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 210 miliar subsider pidana penjara selama 6 tahun.

    Harvey Moeis yang akan menjalani sidang putusan, telah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer.

    Dalam kasus itu, Harvey Moeis yang menjalani sidang putusan, didakwa menerima uang Rp 420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU), antara lain dengan membeli barang-barang mewah seperti mobil dan rumah.

    Atas perbuatannya bersama-sama dengan para terdakwa lain, Harvey diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun, meliputi Rp 2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) dengan smelter swasta, Rp 26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp 271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.

  • Bos Smelter Timah yang Dituntut Triliunan Rupiah akan Divonis Hari Ini

    Bos Smelter Timah yang Dituntut Triliunan Rupiah akan Divonis Hari Ini

    Bos Smelter Timah yang Dituntut Triliunan Rupiah akan Divonis Hari Ini
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat akan memutuskan nasib dua bos smelter
    timah
    swasta yang dituntut membayar uang pengganti triliunan rupiah hari ini, Senin (23/12/2024).
    Mereka adalah pemilik PT Stanindo Inti Perkasa, Suwito Gunawan alias Awi yang dituntut membayar uang pengganti Rp 2,2 triliun dan Direktur PT Sariwiguna Binasentosa, Robert Indarto yang dituntut Rp 1,9 triliun.
    “Untuk pembacaan putusan,” sebagaimana dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (23/12/2024).
    Selain Awi dan Robert, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang dipimpin Eko Aryanto juga akan membacakan putusan untuk perkara General Manager Operational PT Tinindo Internusa, Rosalina.
    Adapun dalam tuntutan pokoknya, jaksa meminta Awi dan Robert dihukum 14 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
    Sementara, Rosalina dittuntut 6 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
    Jaksa menilai ketiganya bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara sebagaimana dakwaan kesatu primair.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sidang Kasus Dugaan Korupsi Timah, Hitungan Luas Operasi Tambang Terkait Kerugian Lingkungan Disorot – Page 3

    Sidang Kasus Dugaan Korupsi Timah, Hitungan Luas Operasi Tambang Terkait Kerugian Lingkungan Disorot – Page 3

    Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan amar tuntutan terhadap terdakwa Helena Lim tekait kasus korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) komoditas timah. Majelis hakim diminta menjatuhkan putusan 8 tahun penjara terhadapnya.

    JPU sendiri menyatakan terdakwa Helena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah membantu melakukan tindak pidana korupsi dan TPPU, sebagaimana dalam dakwaan ke satu primer.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Helena dengan pidana penjara selama 8 tahun, dikurangi lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan,” tutur JPU di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2024).

    JPU juga menuntut terdakwa Helena Lim untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara. Termasuk juga meminta adanya uang pengganti atas kasus tersebut.

    “Membebankan terdakwa Helena membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar dengan memperhitungkan aset, dengan ketentuan apabila terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti tersebut selama satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut,” jelas dia.

    “Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun,” sambungnya.

    JPU juga membeberkan hal yang memberatkan dan meringankan untuk Helena Lim. Untuk yang memberatkan, bahwa perbuatan terdakwa dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelengaran negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme; dan dianggap turut mengakibatkan kerugian keuangan negara yang sangat besar, termasuk kerugian keuangan negara dalam bentuk kerusakan lingkungan yang sangat masif.

    Tidak ketinggalan, dia juga dinilai telah menikmati hasil tindak pidana, dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan.

    “Hal yang meringankan Helena belum pernah dihukum,” kata JPU.

    Helena Lim dikenakan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 56 ke-2 KUHP dan Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.

  • Pihak Harvey Moeis Pertanyakan Gugatan Jaksa Soal Penghitungan Kerugian Negara di Kasus Timah – Page 3

    Pihak Harvey Moeis Pertanyakan Gugatan Jaksa Soal Penghitungan Kerugian Negara di Kasus Timah – Page 3

    Dengan demikian, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat seharusnya tidak dapat mempertimbangkan terpenuhinya unsur kerugian keuangan negara yang didasarkan pada laporan PKKN, mengingat data itu tidak pernah diberikan kepada penasihat hukum terdakwa.

    “Majelis Hakim hanya dapat mempertimbangkan keterangan Ahli BPKP saja, yang mana akan kami terangkan lebih lanjut adanya cacat formil dan materiil dari keterangan Ahli,” ungkapnya.

    Junaedi mengulas, perolehan bukti yang digunakan oleh BPKP dalam menghitung kerugian keuangan negara tidak memenuhi unsur cukup, andal, relevan dan bermanfaat. Ahli BPKP juga tidak melakukan verifikasi atas dokumen dan informasi yang diterima, terutama keterangan saksi dan terdakwa, yang menurut keterangan ahli dimasukkan dalam Laporan PKKN untuk melakukan analisis dan evaluasi bukti.

    Dia menegaskan, auditor BPKP harus mengidentifikasi, mengkaji, dan membandingkan semua bukti yang relevan dengan mengutamakan hakikat bentuk atau substance over form.

    Selain itu, ahli BPKP juga menyimpulkan penyimpangan yang menjadi dasar untuk menghitung kerugian keuangan negara, hanya dengan menggunakan keterangan ahli yang didasarkan pada konstruksi perkara yang dibuat oleh penyidik, tanpa melakukan verifikasi atas informasi tersebut dan tidak menggunakan ahli yang kompeten di bidang pertambangan.

    “Bahwa konsekuensi hukum yang timbul apabila proses dan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara tidak mempedomani Standar Audit Intern Pemerintah (SAIPI) dan Peraturan Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Nomor 2 Tahun 2024 adalah proses dan hasil audit PKKN tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara profesional,” Junaedi menandaskan.

     

  • Pengacara Klaim Harvey Moeis sudah Salurkan Dana CSR 1,5 Juta Dollar AS

    Pengacara Klaim Harvey Moeis sudah Salurkan Dana CSR 1,5 Juta Dollar AS

    Pengacara Klaim Harvey Moeis sudah Salurkan Dana CSR 1,5 Juta Dollar AS
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kuasa hukum terdakwa dugaan
    korupsi
    tata niaga komoditas timah,
    Harvey Moeis
    , menyatakan bahwa kliennya telah menyalurkan seluruh
    dana sosial
    dari smelter swasta sebesar 1,5 juta dollar Amerika Serikat (AS).
    Dana tersebut disebut jaksa sebagai “dana pengamanan” yang dikemas dalam modus
    corporate social responsibility
    (
    CSR
    ).
    Dalam pembacaan dupliknya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Jumat (20/12/2024), pengacara Harvey menyebutkan bahwa dana 1,5 juta dollar AS itu disalurkan untuk menanggulangi dampak pandemi Covid-19.
    “Berdasarkan keterangan terdakwa Harvey Moeis, dana kas bersama yang bersifat sukarela dari para smelter swasta hanya sebesar 1,5 juta dollar AS, dan dana kas bersama tersebut sudah disalurkan semuanya ke masyarakat,” kata pengacara.
    Pengacara juga mengeklaim bahwa harta kekayaan Harvey Moeis bersumber dari bisnisnya di batubara dan warisan orang tua.
    Oleh karena itu, pengacara berpendapat bahwa tuntutan jaksa yang meminta Harvey membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar tidak memiliki dasar hukum.
    “Karena seharusnya penentuan uang pengganti adalah senilai yang diterima,” ujar pengacara.
    Sebelumnya, jaksa menuntut Harvey Moeis dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
    Jaksa juga membebankan biaya uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.
    Jaksa menilai Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama eks Direktur PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dan para bos perusahaan smelter swasta.
    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun, dikurangkan sepenuhnya dengan lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap dilakukan penahanan di rutan,” ujar jaksa.
    Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
    Harvey Moeis didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari penerimaan uang Rp 420 miliar hasil tindak pidana korupsi.
    Harvey, yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT), bersama eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapatkan keuntungan.
    Harvey menghubungi Mochtar untuk mengakomodasi kegiatan tersebut.
    Setelah beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar sepakat agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
    Harvey kemudian menghubungi beberapa smelter, seperti PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk berpartisipasi dalam kegiatan itu.
    Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.
    Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana CSR yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim.
    Dari perbuatan ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim diduga menikmati uang negara sebesar Rp 420 miliar.
    Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
    Korupsi
    jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Harvey Moeis Minta Hakim Lepaskan Aset-aset Sandra Dewi

    Harvey Moeis Minta Hakim Lepaskan Aset-aset Sandra Dewi

    Harvey Moeis Minta Hakim Lepaskan Aset-aset Sandra Dewi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Terdakwa dugaan korupsi pada tata niaga timah,
    Harvey Moeis
    melalui kuasa hukumnya meminta agar aset milik istrinya,
    Sandra Dewi
    yang disita Kejaksaan Agung dilepaskan.
    Permohonan ini disampaikan pengacara Harvey kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat usai membacakan duplik atau tanggapan atas replik jaksa penuntut umum.
    “Mohon pertimbangan Yang Mulia Majelis Hakim untuk melepaskan aset asetnya. Itu tadi permohonan pribadi,” kata pengacara Harvey di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (20/12/2024).
    Pengacara itu menyebut, Harvey menitipkan sejumlah permohonan lantaran tidak sempat dibacakan dalam duplik.
    Menurutnya, aset-aset yang disita itu bersumber dari hasil kerja keras Sandra Dewi sendiri yang menjadi aktris selama 25 tahun.
    Namun, kata Harvey melalui pengacaranya, Sandra Dewi menjadi pihak yang sangat dirugikan dalam kasus timah.
    “Dia sangat dirugikan di dalam perkara ini,” tuturnya.
    Adapun aset-aset yang disita itu antara lain rekening berisi puluhan miliar rupiah, perhiasan, mobil, dan puluhan tas mewah.
    Dalam, perkara ini, jaksa menuntut Harvey Moeis dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan. Ia juga dibebankan biaya uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.
    Jaksa menilai, Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama eks Direktur PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan para bos perusahaan smelter swasta.
    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun, dikurangkan sepenuhnya dengan lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap dilakukan Penahanan di rutan,” ujar jaksa.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Permohonan Praperadilan Hakim PN Surabaya Kasus Ronald Tannur Gugur

    Permohonan Praperadilan Hakim PN Surabaya Kasus Ronald Tannur Gugur

    Jakarta, CNN Indonesia

    Permohonan Praperadilan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menjadi tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara Gregorius Ronald Tannur (31), Heru Hanindyo, dinyatakan gugur.

    “Oleh hakim tunggal permohonan Praperadilan tersebut gugur,” ujar Pejabat Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto melalui keterangan video, Jumat (20/12).

    Praperadilan gugur karena perkara pokok dugaan korupsi telah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat.

    “Pertimbangan singkat yang tadi disampaikan oleh hakim tunggal tersebut adalah oleh karena perkara pokok telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, jadi sebagaimana ketentuan hukum acara terkait dengan permohonan Praperadilan, jika perkara pokoknya sudah dilimpahkan, maka perkara permohonan yang diajukan dinyatakan gugur,” kata Djuyamto.

    Heru tidak terima ditetapkan sebagai tersangka sehingga mendaftarkan permohonan Praperadilan pada Selasa, 3 Desember 2024 di kepaniteraan pidana dan teregister dengan nomor perkara: 123/Pid.Pra/2024/PN.JKT.SEL. Perkara itu diperiksa dan diadili oleh hakim tunggal Abdullah Mahrus.

    Sebelumnya, tepatnya pada Rabu (23/10), Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung menangkap majelis hakim PN Surabaya yang menangani kasus Ronald Tannur yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo.

    Tiga hakim itu diduga telah menerima suap atau gratifikasi untuk menjatuhkan putusan bebas terhadap Ronald Tannur dalam kasus penganiayaan berujung kematian Dini Sera Afriyanti.

    Erintuah Damanik dkk dilakukan pemeriksaan awal di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan kini sudah ditahan Kejaksaan Agung. Mereka dijerat dengan Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 6 ayat 2 jo Pasal 12 huruf e jo Pasal 12B jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Dalam kasus tersebut, Ronald Tannur yang merupakan anak dari mantan anggota DPR RI Fraksi PKB Edward Tannur dituntut jaksa dengan pidana 12 tahun penjara serta membayar restitusi pada keluarga korban atau ahli waris senilai Rp263,6 juta subsider 6 bulan kurungan.

    Namun, majelis hakim PN Surabaya memutus Ronald Tannur tak bersalah. Mereka menilai kematian Dini disebabkan oleh penyakit lain akibat meminum minuman beralkohol, bukan karena luka dalam atas penganiayaan yang dilakukan oleh Ronald Tannur.

    Belakangan, vonis bebas Ronald Tannur dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA). Dalam putusan kasasi, ia kini dihukum dengan pidana lima tahun penjara.

    (ryn/kid)

    [Gambas:Video CNN]

  • Pesan Harvey Moeis ke Anak-anaknya: Jangan Pernah Berpikir Kalian Dinafkahi dari Uang Hasil Korupsi – Halaman all

    Pesan Harvey Moeis ke Anak-anaknya: Jangan Pernah Berpikir Kalian Dinafkahi dari Uang Hasil Korupsi – Halaman all

     

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga timah, Harvey Moeis meminta maaf dan memberikan pesan kepada kedua anaknya saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan pribadinya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (18/12/2024).

    Harvey meminta maaf kepada anaknya, Rafa dan Mika, karena tidak bisa hadir di usia emas mereka.

    Ia memberi pesan ketika kelak keduanya sudah tumbuh besar, jangan menjadi seperti mereka yang menghakimi keluarga orang lain.

    Anak-anaknya diminta untuk tetap berbuat baik kepada siapapun dan dimanapun, sekalipun dihadapkan pada situasi ketidakadilan.

    “Namun satu hal yang papa tekankan, jangan situasi ketidakadilan mengubah karakter baik dari diri kalian. Tetaplah menjadi diri kalian, tanpa kepahitan dan jangan menjadi serupa dengan mereka yang menghakimi kalian atau keluarga kita. Tetap peduli dengan sesama, menjadi berkat bagi semua, dimanapun kalian berada,” kata Harvey.

    Suami dari aktris Sandra Dewi ini juga berharap kelak anak-anaknya bisa mengerti bahwa dunia memang tidak selalu berjalan sesuai kehendak dan ekspektasi.

    Pada kesempatan itu Harvey juga berpesan kepada kedua anaknya agar jangan pernah berpikir bahwa ayahnya memberikan nafkah dari sumber uang hasil korupsi.

    Ia meminta ketika anak-anaknya sudah tumbuh dewasa, untuk jangan pernah percaya dengan perkataan atau informasi digital yang menyebut demikian. 

    “Anak-anakku, Rafa dan Mika, papa bukan koruptor, apapun yang orang katakan dan tuliskan sekarang atau nanti, jangan pernah berpikir kalau kalian pernah menikmati uang hasil korupsi. Hanya Tuhan yang tahu dan waktu akan membuktikan bahwa tidak ada setitikpun pikiran papa untuk mengambil hal yang bukan hak papa apalagi mengorbankan rakyat demi harta,” kata Harvey.

    Sementara pesan bagi istrinya Sandra Dewi, Harvey berterima kasih karena sudah menjadi istri yang tegar dan setia dalam setiap situasi. 

     

    Terlebih ketika kasus timah ini menyeretnya dan membuat istrinya seolah diparadekan demi kepentingan publisitas kasus. Karir hilang, nama baik tercoreng, dihujat dan dicaci maki. 

     

    Harvey menyebut Sandra Dewi bisa saja melawan, tapi ajaran agama membuatnya ingat bahwa ketika ada kekuatan besar yang tengah menindas, yang perlu dilakukan hanyalah diam.

     

    “Istri saya Sandra Dewi, ketika dia difitnah, dihujat, dicaci maki, kehilangan nama baik, karir, pekerjaan, diparadekan untuk kepentingan publisitas kasus ini, dia sebetulnya punya akses langsung berbicara ke publik untuk melawan, tapi dia memilih diam, karena diajarkan di agama kami, ketika ada kekuatan besar yang sedang menindas kita, maka yang kita harus lakukan adalah diam,” kata Harvey.

     

    Menutup pleidoinya, Harvey berpesan kepada Sandra Dewi untuk selalu mengajak kedua buah hati berdoa, agar wajib militer -yang dijadikan alasan Harvey tidak di rumah karena terjerat kasus- bisa segera selesai.

     

    Ia pun baru menyadari betapa berharganya jika diminta anak-anak maupun istri untuk pulang ke rumah lebih cepat.

     

    Dirinya kemudian memberikan pesan kepada para suami dan bapak-bapak di Indonesia, bahwa jika ada permintaan pulang dari anak dan istri sudah selayaknya disyukuri. Sebab tidak ada yang tahu situasi apa yang bisa merenggut kondisi itu di hari – hari berikutnya.

     

    “Sekarang kita susah lagi, dan kamu tidak bersungut-sungut, tidak pernah mengeluh, tidak pernah menyalahkan keadaan dan bahkan menjadi pilar penyangga keluarga kita. Terima kasih Sandra Dewi, kamu istri sempurna, tanpa kamu, aku runtuh. Tapi tenang, kita tinggal tunggu senang lagi aja, masak susah terus. Titip anak anak, jangan lupa berdoa setiap hari biar Papa wamilnya cepat selesai. Suami suami, bapak-bapak diluar sana, bersyukurlah kalau ditelpon istri, ditelpon anak disuruh cepat pulang, ternyata itu priceless,” kata Harvey.

    DITUNTUT PENJARA 12 TAHUN

    Dalam sidang sebelumnya, suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis dituntut hukuman pidana penjara selama 12 atas kasus korupsi tata niaga komoditas timah yang merugikan negara sekitar Rp300 triliun.

    Dalam tuntutannya, Jaksa penuntut umum (JPU) menilai Helena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

    Hal itu diatur dan diancam dengan pasal Pasal 2 ayat 1 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHAP sebagaimana dalam dakwaan kesatu.

    Selain itu, JPU juga menilai Harvey Moeis terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dan diancam pidana dengan Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun,” ujar jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12/2024).

    Selain dituntut pidana badan, suami artis Sandra Dewi itu juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.

    Tak hanya itu, ia juga dituntut pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

    “Jika dalam waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 6 tahun,” ujar jaksa.

    Adapun terkait kasus korupsi timah ini sebelumnya Jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung membeberkan sejumlah bentuk penyamaran uang pengamanan tambang timah di Bangka Belitung yang dilakukan Harvey Moeis, suami dari artis Sandra Dewi.

    Dalam dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu (14/8/2024) lalu, Harvey Moeis berperan mengkoordinir pengumpulan uang pengamanan dari para perusahan smelter swasta di Bangka Belitung.

    Perusahaan smelter yang dimaksud ialah: CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.

    “Terdawa Harvey Moeis dengan sepengetahuan Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin meminta kepada CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan kepada terdakwa Harvey Moeis sebesar USD 500 sampai dengan USD 750 per ton,” ujar jaksa penuntut umum di persidangan.

    Uang pengamanan tersebut diserahkan para pemilik smelter dengan cara transfer ke PT Quantum Skyline Exchage milik Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim.

    Selain itu, uang pengamanan juga ada yang diserahkan secara tunai kepada Harvey Moeis.

    Seluruh uang yang terkumpul, sebagian diserahkan Harvey Moeis kepada Direktur Utama PT Refined Bangka Tin, Suparta. Sedangkan sebagian lainnya, digunakan untuk kepentingan pribadi Harvey Moeis.

    “Bahwa uang yang sudah diterima oleh terdakwa Harvey Moeis dari rekening PT Quantum Skyline Exchange dan dari penyerahan langsung, selanjutnya oleh terdakwa Harvey Moeis sebagian diserahkan ke Suparta untuk operasional Refined Bangka Tin dan sebagian lainnya digunakan oleh terdakwa Harvey Moeis untuk kepentingan terdakwa,” kata jaksa penuntut umum.

    Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

     

  • 5 Curhat Harvey Moeis di Persidangan: Papa Bukan Koruptor, Sandra Dewi Dimanfaatkan untuk Pencitraan – Halaman all

    5 Curhat Harvey Moeis di Persidangan: Papa Bukan Koruptor, Sandra Dewi Dimanfaatkan untuk Pencitraan – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Harvey Moeis, suami aktris Sandra Dewi, meneteskan air mata saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2024).

    Harvey merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

    Dalam kesempatan itu, Harvey Moeis curhat mengungkapkan isi hatinya soal keluarga dan apa yang dialaminya setelah terjerat kasus korupsi.

     Ingatkan para suami

    Harvey Moeis menangis saat mengingat dirinya tidak lagi bisa pulang ke rumah lantaran tengah terjerat kasus dugaan korupsi.

    “Suami-suami, bapak-bapak di luar sana, bersyukurlah kalau ditelepon istri dicariin,” kata Harvey dengan suara bergetar.

    Ia pun sempat berhenti sejenak lantaran menahan rasa sedih.

    “Suruh pulang ke rumah,” lanjut Harvey sambil terlihat menangis.

    Harvey juga memberikan pesan kepada sang istri untuk tetap bertahan atas masalah yang sedang dihadapi. 

    “Istriku kita sudah pernah melewati masa susah ketika papa sakit, kamu selalu di sampingku, lalu ketika senang kita menikah, dapat anak-anak lucu dan sempurna kamu juga ada di sampingku,” kata Harvey.

    2. Puji Sandra Dewi Sosok Kuat

    Harvey Moeis  mengingatkan bahwa Sandra Dewi merupakan sosok yang kuat dan selalu bertahan dalam berbagi kondisi.

    “Sekarang kita susah lagi, kamu tidak pernah bersungut-sungut, tidak pernah mengeluh, tidak pernah menyalahkan keadaan bahkan menjadi pilar penyanga keluarga kita,” ucapnya.

    Di hadapan majelis hakim, Harvey pun mengaku bisa runtuh jika pendamping hidupnya bukan Sandra Dewi.

    “Tanpa kamu aku runtuh, terima kasih Sandra Dewi. Yang namanya Dewi, Dewi itu biasanya hebat, Yang Mulia,” ucapnya.

    Dalam kesempatan ini, Harvey meminta Sandra Dewi untuk bertahan.

    Pasalnya, ia meyakini setelah ditimpa kesulitan pasti akan mendapatkan kebahagiaan.

    “Tapi tenang, kita dari susah, senang sekarang susah lagi, sekarang kita tinggal tunggu senangnya saja, masa susah terus,” ucapnya.

    3. Klaim Istrinya Dimanfaatkan

    Setelah sempat dia beberapa saat, Harvey mengatakan bahwa istrinya itu kerap dimanfaatkan untuk pencitraan dalam kasus yang membelitnya saat ini.

    Akan tetapi dilain sisi, menurut Harvey, Sandra juga sosok yang paling dirugikan dari perkara korupsi yang merugikan negara Rp 300 triliun tersebut.

    Namun, kata dia, Sandra Dewi tidak pernah bimbang ataupun lelah dan memberikan kekuatan terhadapnya menjalani masa hukuman.

    “Dia tidak pernah bimbang, dia tidak pernah kenal lelah, selalu tabah dan setia bersinar memberi harapan dan kekuatan bagi saya,” kata dia.

    4. Janji setia di pernikahan

    Harvey Moeis juga mengatakan  istrinya tersebut telah memenuhi janji sumpah setia mereka yang diucapkan saat menjalin tali pernikahan 7 tahun silam.

    Sehingga ia pun berpandangan bahwa istrinya itu menjadi anugerah terbesar baginya khususnya saat berstatus sebagai terdakwa seperti saat ini.

    “Sumpah yang kami ucapkan 7 tahun lalu untuk saling menjaga pada saat susah maupun senang, kelimpahan maupun kekurangan. Pada waktu sehat maupun sakit, sampai maut memisahkan kita dijalankan dan ditunaikan oleh Sandra tanpa keluhan apapun,” pungkasnya.

    5. Papa Bukan Koruptor

    Harvey Moeis  juga menekankan pada anak-anaknya bahwa dirinya bukanlah seorang koruptor yang selama ini telah dituduhkan terhadapnya.

    “Anak-anakku, Raffa dan Mika, Papa bukan koruptor, papa bukan pejabat yang bisa menyalahgunakan wewenang, Papa tidak pernah dituduh ataupun terbukti mencuri apalagi uang negara dan Papa tidak pernah dituduh dan terbukti melalukan suap dan gratifikasi,” kata Harvey di ruang sidang.

    Suami aktris Sandra Dewi itu menyampaikan permintaan maaf kepada kedua anaknya lantaran sementara waktu tak lagi bisa bertemu karena terbelit kasus hukum.

    Ia mengatakan, hak anak-anak nya itu kini sedang dirampas lantaran tak bisa lagi bertemu dengan orang tuanya secara utuh.

    “Malaikat-Malaikatku maafkan Papa karena harus tiba-tiba hilang dari hidup kalian yang baru saja dimulai. Hak kalian untuk mempunyai sosok ayah dirampas begitu saja,” ucapnya lirih.

    Meski kini tak bisa bertemu, Harvey berpesan agar kedua anaknya tidak menjadi pribadi yang jahat.

    Dalam pleidoinya, ia tak ingin anak-anaknya seperti kebanyakan orang yang menghakimi keluarganya untuk kepuasan semata.

    “Tetap peduli sesama dan menjadi berkat bagi semua orang dimanapun kalian berada,” pungkasnya.

    DITUNTUT PENJARA 12 TAHUN

    Dalam sidang sebelumnya, suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis dituntut hukuman pidana penjara selama 12 atas kasus korupsi tata niaga komoditas timah yang merugikan negara sekitar Rp300 triliun.

    Dalam tuntutannya, Jaksa penuntut umum (JPU) menilai Helena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

    Hal itu diatur dan diancam dengan pasal Pasal 2 ayat 1 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHAP sebagaimana dalam dakwaan kesatu.

    Selain itu, JPU juga menilai Harvey Moeis terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dan diancam pidana dengan Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun,” ujar jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12/2024).

    Selain dituntut pidana badan, suami artis Sandra Dewi itu juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.

    Tak hanya itu, ia juga dituntut pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

    “Jika dalam waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 6 tahun,” ujar jaksa.

    Adapun terkait kasus korupsi timah ini sebelumnya Jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung membeberkan sejumlah bentuk penyamaran uang pengamanan tambang timah di Bangka Belitung yang dilakukan Harvey Moeis, suami dari artis Sandra Dewi.

    Dalam dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu (14/8/2024) lalu, Harvey Moeis berperan mengkoordinir pengumpulan uang pengamanan dari para perusahan smelter swasta di Bangka Belitung.

    Perusahaan smelter yang dimaksud ialah: CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.

    “Terdawa Harvey Moeis dengan sepengetahuan Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin meminta kepada CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan kepada terdakwa Harvey Moeis sebesar USD 500 sampai dengan USD 750 per ton,” ujar jaksa penuntut umum di persidangan.

    Uang pengamanan tersebut diserahkan para pemilik smelter dengan cara transfer ke PT Quantum Skyline Exchage milik Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim.

    Selain itu, uang pengamanan juga ada yang diserahkan secara tunai kepada Harvey Moeis.

    Seluruh uang yang terkumpul, sebagian diserahkan Harvey Moeis kepada Direktur Utama PT Refined Bangka Tin, Suparta. Sedangkan sebagian lainnya, digunakan untuk kepentingan pribadi Harvey Moeis.

    “Bahwa uang yang sudah diterima oleh terdakwa Harvey Moeis dari rekening PT Quantum Skyline Exchange dan dari penyerahan langsung, selanjutnya oleh terdakwa Harvey Moeis sebagian diserahkan ke Suparta untuk operasional Refined Bangka Tin dan sebagian lainnya digunakan oleh terdakwa Harvey Moeis untuk kepentingan terdakwa,” kata jaksa penuntut umum.

    Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

     

  • Suparta Menyesal Kerjasama dengan PT Timah: Sial Sekali Hidup Saya, Bantu Negara Malah Masuk Penjara – Halaman all

    Suparta Menyesal Kerjasama dengan PT Timah: Sial Sekali Hidup Saya, Bantu Negara Malah Masuk Penjara – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Utama perusahaan smelter swasta, PT Refined Bangka Tin Suparta mengaku ketiban sial ketika memutuskan jalin kerjasama dengan PT Timah Tbk.

    Pasalnya menurut Suparta, niat hati membantu perusahaan negara meningkatkan produksi timah milik PT Timah Tbk, namun ia justru harus mendekam di jeruji besi imbas dituduh korupsi dan rugikan negara senilai Rp 300 triliun bersama terdakwa lain.

    Adapun hal itu Suparta tuangkan dalam nota pembelaannya atau pleidoi menyikapi usai dituntut Jaksa penuntut umum 14 tahun penjara dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (18/12/2024).

    “Ini sial sekali hidup saya, bantu negara malah masuk penjara,” terang Suparta dari kursi terdakwa.

    Mengenai hal ini, Suparta awalnya juga mengaku enggan bekerjasama dengan PT Timah dalam bisnis penyewaan smelter yang bertujuan meningkatkan produktivitas bijih timah.

    Pasalnya menurut dia, bisnis yang ia jalani bersama PT RBT sejauh ini sudah cenderung aman dan ia pun nyaman menjalankannya.

    “Hal pertama yang saya rasakan adalah sebenarnya saya malas Yang Mulia untuk membantu. Karena saya sudah cukup nyaman dengan bisnis timah yang saya jalani, bisnis saya sudah tenteram dan sudah tidak ada ambisi lagi,” ucapnya.

    Sementara itu di sisi lain, Suparta juga menyadari bahwasanya menjalin kerjasama dengan perusahaan BUMN cenderung memiliki resiko cukup besar.

    Terutama perihal proses pembayaran yang ia ketahui kerap macet jika berurusan dengan perusahaan pelat merah tersebut.

    “Dan ternyata terbukti Yang Mulia, pembayaran telat berbulan-bulan melebihi perjanjian, alasannya karena cashflow PT Timah terganggu,” tuturnya.

    Imbasnya lanjut Suparta, pembayaran utang ke bank yang seharusnya sesuai jadwal pun terpaksa tersendat akibat telah bayarnya PT Timah dalam perjanjian kerjasma.

    Selain itu, keuntungan ekspor yang selama ini didapatkan PT RBT turut tergerus imbas adanya kerjasama dengan PT Timah.

    “Kemudian yang paling apes bagi saya adalah, saya sampai harus disini, menjadi terdakwa dihadapan Yang Mulia Majelis Hakim. Bahasa kasarnya adalah ini bantu negara malah masuk penjara,” pungkasnya.

    Suparta Dituntut 14 Tahun

    Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta dituntut pidana penjara selama 14 tahun atas keterlibatannya di kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Wilayah Izin Usaha Penambangan (WIUP) PT Timah Tbk.

    Suparta terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer.

    Selain itu Suparta juga terbukti melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang tindak pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Suparta dengan pidana penjara selama 14 tahun dikurangi lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan di rutan,” ucap Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat bacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12/2024).

    Dalam tuntutannya Jaksa, Suparta juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka akan diganti pidana kurungan selama 1 tahun.

    Tak hanya itu Suparta juga dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 4.571.438.592.561 atau Rp 4,5 triliun.
    Terkait hal ini Jaksa menjelaskan bahwa pihaknya akan menyita harta benda terdakwa untuk dilelang apabila Suparta tidak mampu membayar uang pengganti tersebut dalam kurun waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.

    “Dan dalam hal terdakwa tidak mampu mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun,” jelas Jaksa.

    Setelah membacakan tuntutan terhadap Suparta, dalam sidang ini Jaksa juga membacakan amar tuntutan untuk terdakwa Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT.

    Dalam kasus ini Reza dijatuhi tuntutan oleh Jaksa dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda senilai Rp 750 juta subsider kurungan 6 bulan jika tak mampu membayar denda tersebut.

    Berbeda dengan Harvey dan Suparta, Reza dalam kasus ini tidak dikenakan pidana tambahan berupa uang pengganti.