Tiga Hakim yang Bebaskan Ronald Tannur Juga Didakwa Terima Gratifikasi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menjatuhkan vonis bebas terhadap pelaku pembunuhan, Gregorius Ronald Tannur, juga didakwa menerima gratifikasi masing-masing senilai ratusan juta rupiah.
Adapun ketiganya adalah Hakim Ketua Erintuah Damanik serta dua anggotanya, Mangapul dan Heru Hanindyo.
Dugaan gratifikasi ini merupakan dakwaan kedua kumulatif yang dituduhkan jaksa penuntut umum kepada ketiga terdakwa yang diduga menerima suap untuk membebaskan Ronald Tannur.
“Dianggap pemberian suap yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya yaitu selaku hakim,” kata jaksa penuntut umum di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (24/12/2024).
Dalam uraiannya, jaksa menyebut, Damanik diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 97.500.000; 32.000.000 dollar Singapura, dan 35.992,25 ringgit Malaysia.
Jika dikonversi ke rupiah dengan kurs hari ini, jumlah gratifikasi yang diduga diterima sebesar Rp 608.909.545,45.
Kemudian, Heru diduga menerima gratifikasi Rp 104.500.000; 18.400 dollar Amerika Serikat (AS), 19.100 dollar Singapura; 100.000 yen; 6.000 euro, dan 21.715 riyal Saudi.
Total keseluruhan dugaan gratifikasi yang diterima Heru sebesar Rp 835.498.789,5.
Sementara, Mangapul diduga menerima gratifikasi Rp 21.400.000, 2.000 dollar AS, dan 6.000 dollar Singapura.
Jaksa mengatakan, baik Damanik, Mangapul, maupun Heru merupakan hakim dan masuk dalam kategori penyelenggara negara yang harus bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagaimana diatur Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999.
Menurut jaksa, ketiga hakim itu tidak melaporkan uang ratusan juta tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam waktu 30 hari setelah penerimaan yang dinilai tidak sah berdasarkan hukum.
“Tidak melaporkan adanya harta kekayaan dalam bentuk uang tunai tersebut ke dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sebagaimana ditentukan dalam undang-undang,” tutur jaksa.
Karena penerimaan itu, ketiganya didakwa melanggar Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Adapun dakwaan kesatu jaksa penuntut umum menyebut, ketiga terdakwa menerima suap Rp 1 miliar dan 308.000 dollar Singapura.
Suap diberikan oleh ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur melalui pengacara anaknya, Lisa Rachmat untuk menjatuhkan putusan bebas.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Pengadilan TIPIKOR Jakarta
-
/data/photo/2024/10/25/671b175a59bb4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tiga Hakim yang Bebaskan Ronald Tannur Juga Didakwa Terima Gratifikasi Nasional 24 Desember 2024
-

3 Hakim PN Surabaya Didakwa Terima Suap Rp1 Miliar dan 308.000 Dolar Singapura
Bisnis.com, JAKARTA – Tiga hakim pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Kelas IA Khusus atas nama Erintuah Damanik, Haru Hanindyo dan Mangapul didakwa masing-masing terima suap uang tunai sebesar Rp1 miliar dan 308.000 dolar Singapura.
Dalam dakwaan yang dibacakan hari ini Selasa (24/12/2024) di Pengadilan Tipikor Jakarta, disebutkan ketiga hakim tersebut menerima uang gratifikasi itu untuk menjatuhkan putusan bebas ke terdakwa Ronald Tannur.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) membeberkan bahwa uang gratifikasi kepada ketiga hakim itu diberikan oleh tersangka pengacara Lisa Rachmat yang diminta oleh ibu kandung Ronald Tannur yaitu Meirizka Widjaja untuk membebaskan anaknya dan menggugurkan semua dakwaan JPU di PN Surabaya.
“Tanggal 25 Januari 2024, Lisa Rachmat meminta bantuan Zarof Ricar untuk mencarikan hakim PN Surabaya yang bersedia menjatuhkan putusan lepas dalam perkara anak seorang anggota DPR,” tutur JPU.
Selanjutnya, Meirizka Widjaja mengirimkan uang secara bertahap sebanyak delapan kali kepada pengacara Lisa Rachmat lewat transfer maupun tunai agar ketiga hakim PN Surabaya tersebut ditunjuk untuk memutus perkara sekaligus mengkondisikan vonis bebas terhadap Ronald Tannur.
Ketiga hakim tersebut menerima uang suap dari pengacara Lisa Rachmat di beberapa lokasi yang berbeda. Setelah uang diterima, para hakim membagikan uang gratifikasi itu di ruang kerja hakim PN Surabaya.
Atas pebuatannya, ketiga terdakwa hakim PN Surabaya atas nama Erintuah Damanik, Haru Hanindyo dan Mangapul itu didakwa melanggar pasal 5 ayat (2) jo pasal 18 UI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
-

Tiga Hakim PN Surabaya yang Vonis Bebas Ronald Tannur Kompak Gunakan Masker, Diadili Siang Ini – Halaman all
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur diadili siang ini di PN Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (24/12/2024).
Pantauan Tribunnews.com di ruang sidang Kusuma Atmaja terdakwa Erintuah damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo datang sekira 10.20 WIB.
Ketiganya kompak menggunakan masker di wajahnya. Sementara itu terdakwa Heru Hanindyo dan Mangapul menggunakan topi di kepalanya.
Sementara itu persidangan sendiri dimulai tak la kemudian. Majelis hakim dipimpin oleh Teguh Santoso.
Diketahui Gugatan praperadilan Heru Hanindyo salah satu Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memvonis bebas terpidana Ronald Tannur dinyatakan gugur oleh Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Abdul Mahrus.
Pejabat Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto mengatakan gugurnya praperadilan Heru lantaran berkas perkara kasus suap yang melibatkan Heru sudah dilimpah ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Ya jadi sebagaimana tadi sudah dibacakan putusan praperadilan atas nama Heru Hanindyo oleh Hakim Tunggal telah dinyatakan permohonan praperadilan tersebut gugur,” kata Djuyamto dalam keteranganya, Jum’at (20/12/2024).
Alhasil lanjut Djuyamto, berdasarkan pertimbangan hukum acara, serta kasus yang sudah dilimpahkan, maka Hakim berkesimpulan bahwa praperadilan Heru dinyatakan gugur.
“Jadi sebagaimana pertimbangan hukum acara terkait dengan permohonan praperadilan, maka juga perkara pokoknya sudah dilimpahkan, maka permohonan yang diajukan dinyatakan gugur,” pungkasnya.
Adapun sebelumnya, Heru Hanindyo sempat mengajukan praperadilan usai ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Agung terkait kasus suap.
Djuyamto kala itu juga membenarkan bahwa Heru telah mengajukan praperadilan tentang sah tidaknya penangkapan hingga penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung.
“Betul, memang benar ada permohonan praperadilan yang diajukan Heru Hanindyo tentang sah tidaknya penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan penetapan tersangka dengan termohon Jampidsus,” kata Djuyamto dalam keteranganya, Kamis (5/12/2024).
Lanjut Djuyamto, adapun permohonan praperadilan tersebut telah diajukan pada Selasa 3 Desember 2024 lalu dan teregister di nomor perkara 123/Pid.Pra/2024/PN.JKT.SEL.
Dia juga mengatakan bahwa PN Jakarta Selatan juga telah menunjuk Hakim Tunggal Abdul Mahrus yang akan memeriksa dan mengadili gugatan tersebut.
“Bahwa sidang pertama telah ditetapkan yaitu pada hari Jum’at tanggal 13 Desember 2024,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui sebelumnya Kejaksaan Agung RI resmi menetapkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya dan 1 lawyer berinisial LR sebagai tersangka kasus suap terkait vonis bebas terdakwa kasus penganiayaan Ronald Tannur.
Adapun ketiga hakim yang ditetapkan tersangka yakni ED, HH dan M.
“Setelah dilakukan pemeriksaan pada hari ini, Jaksa penyidik pada Jampidsus menetapkan 3 orang hakim atas nama ED, HH dan M serta pengacara LR sebagai tersangka,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar dalam jumpa pers di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Rabu (23/10/2024).
Lebih jauh Qohar menuturkan, penetapan tersangka terhadap 4 orang ini setelah Jaksa Penyidik menemukan adanya dua alat bukti yang kuat pasca lakukan penggeledahan di Surabaya dan Jakarta.
Dari penggeledahan itu empat tersangka terindikasi melakukan tindak pidana korupsi berupa penyuapan sehubungan dengan vonis kasus penganiayaan yang dilakukan Ronnald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya.
“Dalam perkara ini terdakwa Ronald Tannur telah diputus bebas oleh ED, HH dan M,” ucap Qohar.
Kemudian lanjut Qohar penyidik menemukan adanya indikasi kuat bahwa pembebasan Ronald Tannur di PN Surabaya itu setelah ketiga hakim menerima suap dari pengacara Ronald yakni LR.
“Penyidik menemukan adanya indikasi yang kuat bahwa pembebasan atas terdakwa Ronald Tannur tersebut diduga ED, HH dan M menerima suap dan gratifikasi dari pengacara LR. Jadi saya rasa cukup jelas,” jelasnya.
Setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka ke tiga hakim ditahan di Rutan Kelas 1 Cabang Kejati Jatim sedangkan LR di tahan di Rutan Kejagung Cabang Salemba.
Ke empatnya akan menjalani masa penahanan untuk 20 hari pertama pasca ditetapkan sebagai tersangka.
Adapun terkait perkara Ronald Tannur sebelumnya diberitakan, Majelis hakim di PN Surabaya dalam amar putusannya menyatakan, Gregorius Ronald Tannur dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan tewasnya Dini.
Ronald juga dianggap masih berupaya melakukan pertolongan terhadap korban di saat masa-masa kritis dibuktikan dengan upaya Ronald membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Untuk itu, Ronald dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.
Majelis hakim kemudian membebaskan Ronald dari segala dakwaan jaksa penuntut umum di atas dalam sidang pada Rabu (24/7/2024).
Vonis tersebut pun menuai kecaman baik dari masyarakat maupun anggota DPR.
Komisi III DPR pun sempat menggelar rapat bersama keluarga korban untuk mendengar kesaksian dari keluarga korban.
-

Divonis 6,5 Tahun Penjara, Harvey Moeis Pikir-pikir Putusan Hakim
Bisnis.com, JAKARTA — Tim kuasa hukum terdakwa kasus korupsi tata niaga PT Timah Tbk. (TINS) Harvey Moeis menyatakan akan memanfaatkan waktu pikir-pikir selama tujuh hari untuk menentukan langkah hukum berikutnya setelah majelis hakim menjatuhkan vonis 6,5 tahun penjara.
Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juga memvonis Harvey dengan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, Harvey juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar, subsider 2 tahun penjara, jika tidak mampu melunasinya.
Tim kuasa hukum Harvey Moeis, Andi Ahmad mengatakan putusan ini masih memiliki sejumlah kelemahan. Menurutnya, amar putusan ini hampir identik dengan tuntutan jaksa. Dia tidak melihat adanya analisis yang mendalam dari sisi hakim.
“Tim hukum menyatakan akan memanfaatkan waktu pikir-pikir selama tujuh hari untuk menentukan langkah hukum berikutnya, termasuk kemungkinan mengajukan keberatan atas penyitaan aset yang dinilai tidak relevan dengan perkara ini,” ujarnya, Senin (23/12/2024).
Tim kuasa hukum akan memastikan bahwa keputusan ini adil, terutama bagi pihak-pihak yang tidak terkait langsung dengan kasus ini, seperti istri Harvey, yaitu Sandra Dewi.
Tim juga masih mempertanyakan keputusan hakim yang memerintahkan penyitaan seluruh aset terdakwa, termasuk harta yang bukan atas nama Harvey, dalam sidang kasus korupsi dan pencucian uang.
Pengacara menegaskan bahwa beberapa aset yang disita merupakan milik Sandra Dewi, yang sudah menjalani perjanjian pisah harta dengan Harvey Moeis.
“Kalau semua harta ini disita, termasuk yang atas nama Sandra Dewi, padahal mereka sudah pisah harta, ini tentu perlu kami kaji lebih dalam,” ujarnya.
Menurut Andi, penyitaan ini menimbulkan tanda tanya besar terkait dasar pertimbangan hakim.
“Kami belum menerima salinan putusan, jadi belum tahu apa yang menjadi dasar amar putusan ini. Tapi yang jelas, kami akan mempertimbangkan langkah hukum lebih lanjut dalam waktu tujuh hari ke depan,” tambahnya.
Selain isu pisah harta, tim kuasa hukum juga menyoroti bahwa banyak aset yang disita sudah diperoleh terdakwa sebelum tempus perkara atau terjadinya tindak pidana, pada 2015.
“Ada aset yang didapat pada 2012 dan 2010, jauh sebelum dugaan tindak pidana terjadi. Ini yang akan kami dalami dalam analisis kami,” kata Andi.
Dalam konteks hukum, perjanjian pisah harta memungkinkan pasangan suami istri untuk memisahkan kepemilikan dan pengelolaan aset.
Harta yang sudah dipisahkan secara hukum seharusnya tidak bisa dianggap sebagai bagian dari kekayaan terdakwa yang dapat disita.
Sebagaimana diketahui, aset Sandra Dewi juga turut disita dalam kasus ini, yaitu berupa tas, logam mulia, dan rekening deposito senilai Rp33 miliar. Harta Sandra Dewi dimiliki jauh sebelum tempus perkara, dan hartanya merupakan bayaran atas kontrak pekerjaannya sebagai aktris ataupun model.
-

Daftar Vonis 6 Terdakwa Kasus Korupsi Timah di Bawah Tuntutan Jaksa
Daftar Isi
Jakarta, CNN Indonesia —
Enam terdakwa kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022 divonis lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Padahal, kasus ini merugikan keuangan negara hingga Rp300 triliun.
Baik jaksa maupun para terdakwa menyatakan bakal memanfaatkan waktu selama tujuh hari untuk pikir-pikir merespons putusan hakim dimaksud.
CNNIndonesia.com merangkum vonis bagi enam terdakwa tersebut.
Harvey Moeis
Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin (RBT) divonis dengan pidana 6,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Ia juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar subsider 2 tahun penjara.
Seluruh aset Harvey yang terkait dengan perkara diputuskan hakim dirampas untuk negara sebagai bagian dari pembayaran uang pengganti.
Suami dari artis Sandra Dewi ini dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Hal itu sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan,” ujar ketua majelis hakim Eko Aryanto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (23/12).
Sebelumnya, dalam tuntutannya, jaksa ingin Harvey dihukum dengan pidana penjara selama 12 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan plus uang pengganti sejumlah Rp210 miliar subsider enam tahun penjara.
Suparta
Direktur Utama PT RBT sejak tahun 2018 Suparta divonis dengan pidana 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Ia juga dihukum dengan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp4.571.438.592.561,56 (Rp4,5 triliun) subsider 6 tahun penjara.
Suparta dinilai terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Vonis tersebut lebih rendah dari keinginan jaksa yang menuntut Suparta dengan pidana 14 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan ditambah uang pengganti Rp4,5 triliun subsider 8 tahun penjara.
Reza Andriansyah
Direktur Pengembangan PT RBT Reza Andriansyah divonis dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp750 juta subsider 3 bulan kurungan. Kemudian, ia juga dibebankan biaya perkara sebesar Rp7.500.
Anak buah Suparta ini juga dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama.
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa yang ingin Reza dihukum dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Rosalina
General Manager Operasional PT Tinindo Internusa sejak Januari 2017-2020 Rosalina divonis dengan pidana 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan. Hakim memerintahkan jaksa membuka blokir rekening bank milik Rosalina.
Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa yang ingin Rosalina dihukum dengan pidana enam tahun penjara.
Suwito Gunawan & Robert Indarto
Suwito Gunawan alias Awi selaku Beneficiary Owner PT Stanindo Inti Perkasa dan Robert Indarto selaku Direktur PT Sariwiguna Binasentosa sejak tanggal 30 Desember 2019 divonis dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Teruntuk Awi, ia juga dihukum membayar uang pengganti sejumlah Rp2.200.704.628.766,6 (Rp2,2 triliun) subsider 6 tahun penjara.
Sedangkan Robert dihukum membayar uang pengganti sejumlah Rp1.920.273.791.788,36 (Rp1,9 triliun) subsider 6 tahun penjara.
Awi dan Robert dinilai hakim telah terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Vonis terhadap Awi dan Robert juga di bawah tuntutan jaksa yang ingin keduanya dihukum dengan pidana 14 tahun penjara.
Seluruh perkara tersebut diperiksa dan diadili oleh ketua majelis hakim Eko Aryanto dengan anggota Suparman Nyompa, Eryusman, Jaini Basir dan Mulyono Dwi Purwanto.
(ryn/DAL)
[Gambas:Video CNN]
-

Vonis Harvey Moeis Ikut Sita Aset Sandra Dewi, Kuasa Hukum Akan Upayakan Langkah Hukum Lanjutan – Halaman all
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan merampas seluruh aset terdakwa Harvey Moeis yang sebelumnya disita jaksa dalam perkara dugaan korupsi tata niaga komoditas timah.
Aset-aset yang disita mencakup seluruh harta benda baik atas nama maupun bukan atas nama Harvey Moeis.
Putusan ini dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (23/12/2024).
Dalam putusan ini, aset Sandra Dewi ikut disita, meliputi tas, logam mulia, dan rekening deposito senilai Rp33 miliar.
Kuasa hukum Harvey Moeis, Andi Ahmad, mempertanyakan keputusan hakim.
Pasalnya, aset Sandra Dewi itu dimiliki jauh sebelum tempus perkara pada tahun 2015. Harta tersebut didapat dari bayaran atas kontrak pekerjaannya sebagai aktris maupun model.
Sementara di sisi lain, Sandra Dewi juga sudah menjalani perjanjian pisah harta dengan sang suami.
“Kalau semua harta ini disita, termasuk yang atas nama Sandra Dewi, padahal mereka sudah pisah harta, ini tentu perlu kami kaji lebih dalam,” kata Andi usai sidang agenda pembacaan putusan, Senin (23/12/2024).
Menurutnya, putusan penyitaan seluruh aset ini menimbulkan pertanyaan besar terkait dasar pertimbangan majelis hakim.
Kuasa hukum lanjutnya, akan mempelajari salinan putusan dan akan mempertimbangkan langkah hukum lanjutan dalam kurun 7 hari ke depan.
“Kami belum menerima salinan putusan, jadi belum tahu apa yang menjadi dasar amar putusan ini. Tapi yang jelas, kami akan mempertimbangkan langkah hukum lebih lanjut dalam waktu tujuh hari ke depan,” jelas dia.
Andi kemudian menyinggung dalam konteks hukum terkait perjanjian pisah harta, pasangan suami istri memungkinkan memisahkan kepemilikan dan pengelolaan asetnya secara masing-masing.
Aset atau harta yang sudah dipisahkan tersebut, secara hukum semestinya tidak bisa dianggap sebagai bagian dari kekayaan terdakwa.
Selain adanya perjanjian pisah harta, tim kuasa hukum Harvey Moeis juga menyoroti banyak aset yang disita sudah diperoleh terdakwa sebelum terjadinya tindak pidana pada tahun 2015.
Misalnya, ada aset-aset yang ikut disita padahal terdakwa sudah memilikinya di tahun 2010 dan 2012, atau 5 tahun sebelum tempus perkara.
“Ada aset yang didapat pada 2012 dan 2010, jauh sebelum dugaan tindak pidana terjadi. Ini yang akan kami dalami dalam analisis kami,” kata Andi.
Dalam perkara ini, Harvey Moeis dijatuhi vonis 6,5 tahun pidana penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Harvey juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar, subsider 2 tahun penjara jika tidak mampu melunasinya.
Tim hukum Harvey Moeis menyatakan akan memanfaatkan waktu pikir-pikir selama 7 hari untuk menentukan langkah hukum berikutnya, termasuk kemungkinan mengajukan keberatan atas penyitaan aset yang dinilai tidak relevan dengan perkara ini.
“Kami harus memastikan bahwa keputusan ini adil, terutama bagi pihak-pihak yang tidak terkait langsung dengan kasus ini, seperti Sandra Dewi,” pungkas Andi.
-

Kejagung Limpahkan 5 Tersangka Korporasi dan Barang Bukti Kasus Korupsi Duta Palma ke Kejari Jakpus – Halaman all
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung RI melimpahkan lima tersangka korporasi atau Tahap II kasus korupsi berupa tindak pidana pencucian uang (TPPU) kegiatan perkebunan sawit oleh PT Duta Palma Grup di Kabupaten Indragiri Hulu ke tim Penuntut Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat, Senin (23/12/2024).
Selain lima tersangka, Kejagung juga melimpahkan barang bukti kasus yang merugikan negara mencapai Rp4. 798.706.951.640,00 atau (Rp4,7 triliun) tersebut kepada Kejari Jakarta Pusat
“Adapun lima tersangka korporasi tersebut yaitu PT Panca Agro Lestari, PT Palma Satu, PT Banyu Bening Utama, PT Seberida Subur, PT Kencana Amal Tani,” ucap Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar dalam keterangannya, Senin (23/12/2024).
Selain mengakibatkan kerugian negara mencapai triliunan rupiah, dalam kasus itu kata Harli juga mengakibatkan kerugian lingkungan hidup di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau senilai Rp73.920.690.300.000,00 (Rp 73,9 triliun).
Jumlah tersebut diketahui berdasarkan laporan dari Lembaga Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada.
Sedangkan perhitungan kerugian keuangan negara yang diakibatkan dari kasus tersebut dalam bentuk hak pendapatan negara yang tidak diterima dari pemanfaatan sumber daya hutan berupa provisi sumber daya hutan, dana reboisasi, denda eksploitasi hutan, serta biaya penggunaan kawasan hutan.
Serta kerugian keuangan negara yang ditimbulkan atas sumber daya hutan akibat penyimpangan dalam alih kawasan hutan untuk kegiatan usaha perkebunan dihitung dari unsur biaya pemulihan kerusakan tanah dan lingkungan.
Akibat perbuatannya tersebut, kelima tersangka korporasi itu dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tipikor. Selain itu mereka juga dijerat dengan Pasal 3,4 dan 5 UU Pemberantasan TPPU.
Setelah proses pelimpahan ini, para tersangka pun akan segera disidangkan.
“Bahwa selanjutnya Tim Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat akan mempersiapkan surat dakwaan dan segera melimpahkan berkas perkara a quo kepada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” pungkasnya.
Adapun dalam perkara ini sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita uang tunai senilai Rp 301 miliar dari hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) kasus korupsi kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit Duta Palma Grup.
Berdasarkan pantauan Tribunnews.com tumpukan uang yang telah disita itu dipamerkan dihadapan awak media ketika Kejagung menggelar sesi konferensi pers.
Tampak tumpukan uang dengan pecahan Rp 100 ribu terbungkus rapih dengan menggunakan plastik bening.
Saking banyaknya uang-uang itu bahkan sampai disusun menjadi tiga baris menyerupai tribun di stadion sepakbola.
Terkait hal ini Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan uang tersebut disita dari tersangka korporasi PT Darmex Plantation.
Adapun kata dia uang itu disita dari salah satu lokasi di Jakarta.
“Pada hari ini terhadap uang tersebut dilakukan penyitaan oleh penyidik sebagai hasil tindak pidana pencucian uang dengan pidana pokok tindak pidana korupsi,” kata Qohar saat konferensi pers, Selasa (12/11/2024).
Lebih jauh kata Qohar, PT Darmex Plantation menampung uang tersebut dari 5 perusahaan, yakni PT Palma Satu, PT Siberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, dan PT Kencana Amal Tani.
Lima perusahaan itu disebut Qohar diduga melakukan perbuatan melawan hukum terkait kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit dan kegiatan pengelolaan sawit di lahan yang berada dalam kawasan hutan di Kabupaten Indragiri hulu, Provinsi Riau.
“Kemudian, hasil dari tindak pidana tersebut atas penguasaan dan pengelolaan lahan, sebagaimana saya sebutkan tadi, dialihkan dan ditempatkan pada PT DP, yaitu holding perkebunan, yang kemudian oleh PT DP dialihkan dan disamarkan ke rekening Yayasan Darmex sebesar Rp 301.986.366.605,” ujar Qohar.
Mengenai hal ini sebelumnya Kejagung juga telah menyita uang senilai Rp 450 miliar dan Rp 372 miliar terkait kasus korupsi PT Duta Palma.
Dalam kasus ini Kejagung telah menetapkan total 7 korporasi sebagai tersangka kasus korupsi dan pencucian uang perkebunan kelapa sawit.
Ketujuh tersangka itu di antaranya PT Palma Satu, PT Siberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Kencana Amal Tani, PT Asset Pacific, dan PT Darmex Plantations.
-
/data/photo/2024/12/23/67695f9a0a976.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Keberatan Divonis Bayar Uang Pengganti Rp 4,57 Triliun, Kubu PT RBT: Yang Menikmati PT Timah Nasional 23 Desember 2024
Keberatan Divonis Bayar Uang Pengganti Rp 4,57 Triliun, Kubu PT RBT: Yang Menikmati PT Timah
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Tim kuasa hukum Direktur Utama
PT Refined Bangka Tin
(RBT),
Suparta
, menyatakan keberatan atas vonis yang dijatuhkan kepada kliennya, yang diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 4,57 triliun dan hukuman penjara selama 6 tahun.
PT RBT, yang merupakan perusahaan smelter timah swasta, diwakili oleh Harvey Moeis dalam proses perjanjian kerjasama sewa pengolahan dengan PT Timah Tbk.
Nilai Rp 4,57 triliun tersebut merujuk pada aliran dana dari PT Timah Tbk ke PT RBT, baik dalam kerja sama sewa pengolahan maupun bijih timah yang diperoleh perusahaan dari penambang ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
Salah satu anggota tim kuasa hukum, Andi Ahmad menjelaskan bahwa PT RBT juga mengeluarkan biaya untuk mendapatkan bijih timah tersebut.
“Hasilnya itu adalah bijih timah. Tidak mungkin bijih timah keluar langsung dari perut bumi tanpa ada biaya operasional,” kata Andi usai sidang putusan di
Pengadilan Tipikor
Jakarta Pusat, Senin (23/12/2024).
Andi berharap agar perkara dugaan korupsi dalam tata niaga timah ini diputuskan secara adil, baik terkait pidana penjara, denda, maupun uang pengganti yang dijatuhkan kepada kliennya.
Sebab, PT Timah tbk sebenarnya turut menikmati bijih timah maupun balok timah yang diolah PT RBT.
“Yang menikmati hasilnya kan PT Timah, bukan hanya klien kami,” tambahnya.
Meskipun demikian, tim kuasa hukum belum mengambil sikap resmi dan memutuskan untuk menggunakan waktu satu minggu ke depan untuk mempertimbangkan vonis yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Dalam perkara ini, Suparta divonis 8 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan, dan uang pengganti sebesar Rp 4,57 triliun.
Perlu dicatat, nilai uang pengganti yang ditanggung Suparta merupakan yang tertinggi di antara para terdakwa lainnya.
Selain itu, hukuman yang dijatuhkan jauh lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa, yang meminta Suparta dihukum 14 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan, dan uang pengganti sebesar Rp 4,57 triliun.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Harvey Moeis Divonis 6,5 Tahun, Lebih Ringan Daripada Tuntutan
JAKARTA – Terdakwa Harvey Moeis dinyatakan bersalah pada kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah. Sehingga, majelis hakim memvonis atau menjatuhkan pidana penjara selama 6,5 tahun.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan,” ujar hakim dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 23 Desember.
Vonis pidana ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa. Sebab, pada persidangan sebelumnya jaksa menutut Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun.
Meski demikian, hakim turut menjatuhkan pidana denda terhadap suami Sandra Dewi tersebut sebesar Rp1 miliar.
“Denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” ucap hakim.
Pada amar putusannya, hakim juga menghukum Harvey Moeis untuk membayar uang pengganti dari kerugian negara yang disebabkan aksi tindak pidana korupsi.
Apabila suami Sandra Dewi itu tak memiliki kesanggupan, maka, asetnya akan disita dan dilelang untuk membayarkan atau menggantikan kerugian negara tersebut.
“Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp210 miliar,” kata hakim.
Dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada tahun 2015–2022, Harvey dituntut untuk dijatuhkan pidana penjara selama 12 tahun serta pidana denda sejumlah Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama satu tahun.
Selain itu, Harvey juga dituntut agar dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp210 miliar subsider pidana penjara selama enam tahun.
Dalam kasus ini, Harvey didakwa menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sementara Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun.
