Kementrian Lembaga: Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

  • Mobil Mewah Tanda Sayang Harvey ke Sandra Dewi Disita, Ini Jenis dan Harganya

    Mobil Mewah Tanda Sayang Harvey ke Sandra Dewi Disita, Ini Jenis dan Harganya

    ERA.id – Terdakwa kasus dugaan korupsi timah, Harvey Moeis, selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT), menghadiahi istrinya, Sandra Dewi, satu unit mobil mewah senilai Rp15 miliar, bermerek Rolls-Royce, berwarna hitam, dan dibeli tunai sekitar tahun 2023.

    “Pembayarannya cash sekitar Rp15 miliar,” ungkap Harvey dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat kemarin.

    Selain mobil Rolls-Royce, dia juga pernah membelikan Sandra sebanyak satu unit mobil Mini Cooper Countryman F60 berwarna merah untuk hadiah pada ulang tahun sang istri di 2022. Mobil itu, kata dia, dibeli senilai Rp1 miliar dan dibayar secara tunai pula.

    Tak hanya kepada sang istri, Harvey mengatakan pernah juga membelikan satu unit mobil Lexus RX300 untuk sang ibu senilai Rp1,5 miliar pada tahun 2019. “Ini saya belikan untuk operasional ibu saya,” tuturnya.

    Adapun berbagai mobil mewah tersebut merupakan mobil yang disita terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Harvey dalam kasus dugaan korupsi timah.

    Harvey diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada tahun 2015-2022.

    Kasus dugaan korupsi timah, antara lain, menyeret Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta selaku Direktur Utama PT RBT, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sebagai terdakwa.

    Dalam kasus tersebut, Harvey didakwa menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sedangkan Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun dari kasus yang merugikan keuangan negara Rp300 triliun itu.

    Keduanya juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari dana yang diterima.

    Harvey diduga melakukan TPPU dengan menggunakan uang hasil korupsi untuk kepentingan pribadinya, antara lain, membelikan sang istri mobil mewah seperti Rolls Royce dan Mini Cooper.

    Dengan demikian, Harvey dan Suparta terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

    Sementara itu, Reza tidak menerima aliran dana dari kasus dugaan korupsi tersebut. Namun, karena terlibat serta mengetahui dan menyetujui semua perbuatan korupsi itu, Reza didakwakan pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Helena Lim Dituntut 8 Tahun Penjara, Harvey Moeis Sedih: Saya Merasa Bersalah

    Helena Lim Dituntut 8 Tahun Penjara, Harvey Moeis Sedih: Saya Merasa Bersalah

    ERA.id – Terdakwa kasus dugaan korupsi timah, Harvey Moeis, mengaku bersalah karena rekannya, Helana Lim, terancam dipenjara. Harvey merasa bersalah karena memberi rekomendasi usaha milik Helena Lim dalam kasus korupsi timah.

    “Saya sangat merasa bersalah kepada Ibu Helena karena saya merekomendasikan dia. Dia sampai harus masuk penjara,” kata Harvey pada sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, dikutip Antara, Jumat (6/12/2024).

    Harvey yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) mengaku telah merekomendasikan PT Quantum Skyline Exchange, tempat penukaran uang milik Helena Lim, kepada pemilik manfaat CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron alias Aon.

    Rekomendasi itu diberikan Harvey setelah beberapa bulan adanya kesepakatan pengumpulan dana tanggung jawab sosial dan lingkungan atau corporate social responsibility (CSR) antara empat smelter swasta pada kasus korupsi timah.

    Empat smelter swasta dimaksud, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.

    Saat itu, kata Harvey, Tamron menghubunginya untuk mengirimkan dana CSR dan meminta rekomendasi tempat penukaran uang karena dana tersebut dikirimkan dalam mata uang dolar Amerika Serikat dari Bangka Belitung menggunakan kurir.

    Menurut suami Sandra Dewi, dana CSR yang dikirimkan Tamron diberikan dalam bentuk dolar AS karena kontrak antara pihaknya dengan para smelter swasta disepakati dengan menggunakan mata uang AS.

    Selain kepada Tamron, ia mengaku juga merekomendasikan tempat penukaran uang milik Helena Lim kepada para petinggi smelter swasta lainnya, yakni pemilik manfaat PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Suwito Gunawan alias Awi serta General Manager Operational PT Tinindo Inter Nusa (TIN) periode 2017–2020 Rosalina.

    Keduanya juga mengirimkan dana CSR tersebut kepada Harvey, selaku pengumpul dana CSR itu, menggunakan uang dolar AS.

    “Tapi, kalau Ibu Rosa dan Pak Suwito memang sudah kenal dengan Ibu Helena dari dulu dan akhirnya menggunakan jasa penukaran uang di tempat Bu Helena,” tambahnya.

    Helena Lim telah dituntut pidana selama delapan tahun penjara serta dikenakan pidana denda senilai Rp1 miliar dan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp10 miliar dalam kasus dugaan korupsi timah.

  • Ngaku Tak Punya Uang, Harvey Moeis Sering Pinjam ke Orang Tiap Hari, Kasihan

    Ngaku Tak Punya Uang, Harvey Moeis Sering Pinjam ke Orang Tiap Hari, Kasihan

    ERA.id – Terdakwa kasus dugaan korupsi timah Harvey Moeis mengaku kerap meminjam uang dari orang lain karena rekeningnya diblokir. Harvey juga menyayangkan rekening istrinya, Sandra Dewi juga ikut diblokir dalam kasus yang menjeratnya.

    “Saya benar-benar tidak ada lagi uang. Setiap minggu atau setiap bulan saya harus pinjam orang,” kata Harvey dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, dikutip Antara, Jumat (6/12/2024).

    Selain rekeningnya, ia mengungkapkan bahwa rekening sang istri, Sandra Dewi, turut diblokir untuk keperluan kasus tersebut, termasuk rekening Sandra sejak muda.

    Padahal, kata Harvey, rekening tersebut merupkan tabungan Sandra sejak 25-30 tahun lalu, saat istrinya merantau ke Jakarta dari Bangka Belitung guna mengejar mimpi untuk menjadi artis. Harvey mengaku pada awalnya tidak mengetahui keberadaan rekening itu dan tidak pernah sama sekali mengakses rekening tersebut.

    Namun, dirinya menuturkan seluruh uang di dalam rekening tersebut berasal dari kerja keras Sandra selama ini dan tidak ada andil dari dirinya.

    “Itu semua hasil kerja keras dia (Sandra Dewi) shooting pagi, siang, malam, bahkan di tengah hutan. Tetapi nyatanya rekening itu juga ikut diblokir,” jelasnya.

    Harvey diperiksa sebagai terdakwa untuk kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada tahun 2015-2022.

    Kasus dugaan korupsi timah antara lain menyeret Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta selaku Direktur Utama PT RBT, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sebagai terdakwa.

    Akibat perbuatan para terdakwa dalam kasus dugaan korupsi timah, keuangan negara tercatat mengalami kerugian sebesar Rp300 triliun. Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.

    Dalam kasus tersebut, Harvey didakwa menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sementara Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun dari kasus yang merugikan keuangan negara Rp300 triliun itu.

    Keduanya juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari dana yang diterima. Dengan demikian, Harvey dan Suparta terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

    Sementara itu, Reza tidak menerima aliran dana dari kasus dugaan korupsi tersebut. Namun karena terlibat serta mengetahui dan menyetujui semua perbuatan korupsi itu, Reza didakwakan pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Pihak Duta Palma Grup Minta Kejagung Kembalikan Rp 1,4 Triliun yang Disita, untuk Bayar Gaji Karyawan

    Pihak Duta Palma Grup Minta Kejagung Kembalikan Rp 1,4 Triliun yang Disita, untuk Bayar Gaji Karyawan

    Pihak Duta Palma Grup Minta Kejagung Kembalikan Rp 1,4 Triliun yang Disita, untuk Bayar Gaji Karyawan
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta untuk mengembalikan uang sebesar Rp 1,4 triliun yang disita dari 7 perusahaan Duta Palma Grup.
    Sebab, uang tersebut seharusnya bisa digunakan untuk membayar gaji karyawan perusahaan Duta Palma Grup.
    Kuasa hukum Duta Palma Grup, Handika Honggowongso mengatakan, ketujuh perusahaan Duta Palma Grup itu hingga kini belum bisa membayar gaji dan tunjangan ribuan karyawan karena uang perusahaan disita dan rekening bank di blokir oleh penyidik Kejaksaan Agung.
    “Perusahaan tidak sanggup lagi membayar gaji, tunjangan beras dan tunjangan kesehatan ribuan karyawan Duta Palma Grup, bahkan guru anak anak karyawan di kebun sawit juga ikut terlantar,” kata Handika di Jakarta, Kamis (5/12/2024).
    Handika mengatakan bahwa uang Rp 1,4 triliun tersebut tidak terkait dengan kasus korupsi Duta Palma Grup di Kejaksaan Agung.
    Handika menyayangkan bahwa uang yang rencananya akan digunakan untuk bayar gaji hingga tunjangan ribuan karyawan malah disita.
    “Uang itu sebenarnya berasal dari usaha bisnis yang clear dan tidak mengandung anasir korupsi, uang itu akan digunakan untuk membayar gaji dan tunjangan ribuan karyawan,” katanya.
    Handika menjelaskan uang tersebut disita tim penyidik Kejaksaan Agung sebanyak 4 kali.
    Pertama, penyitaan sebesar Rp 450 miliar, kedua Rp 372 miliar, ketiga Rp 301 miliar dan terakhir Rp 288 miliar.
    Sehingga jika ditotal mencapai Rp 1,4 triliun. Sedangkan terkait penyitaan Rp 5,1 triliun dinilai merupakan duplikasi penyitaan.
    “Terjadi duplikasi penyitaan, sebab uang Rp 5,1 triliun itu sudah disita dan dirampas termasuk aset 7 perusahaan yang dijadikan tersangka untuk diperhitungkan dengan uang pengganti Surya Darmadi senilai Rp 2,2 triliun,” jelasnya.
    “Namun oleh Jaksa belum disetor ke PNBP negara, harus jika sudah cukup sisanya di kembalikan, e sekarang malah di sita lagi,” tambahnya.
    Adapun Mahkamah Agung telah menjatuhkan pidana badan selama 16 tahun penjara kepada Surya Darmadi, bos
    PT Duta Palma Group
    .
    Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Surya Darmadi terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait penyerobotan lahan di Kabupaten Indragiri Hulu.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hakim Akan Bacakan Vonis Eks Dirut PT Timah dan Helena Lim 30 Desember
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        5 Desember 2024

    Hakim Akan Bacakan Vonis Eks Dirut PT Timah dan Helena Lim 30 Desember Nasional 5 Desember 2024

    Hakim Akan Bacakan Vonis Eks Dirut PT Timah dan Helena Lim 30 Desember
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat akan membacakan vonis perkara dugaan rasuah yang menjerat eks Direktur Utama PT
    Timah
    Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani pada 30 Desember mendatang.
    Vonis juga akan dibacakan untuk tiga terdakwa dugaan korupsi pada tata niaga komoditas
    timah
    lainnya, yakni eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra, pemilik
    money changer
    PT Quantum Skyline Exchange (QSE)
    Helena Lim
    , dan Direktur PT Stanindo Inti Perkasa, M.B. Gunawan.
    Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat Rianto Adam Pontoh mengatakan, pihaknya menetapkan jadwal pembacaan vonis itu dengan mempertimbangkan cuti Natal dan tahun baru.
    “Oleh karena ini akan menghadapi cuti natal dan tahun baru, jadi sebelum tahun baru kami akan putus perkara ini.
    Insya Allah
    hari Senin tanggal 30 Desember,” ujar Hakim Pontoh di ruang sidang, Kamis (5/12/2024).
    Ia juga menyebut, Riza, Helena, dan terdakwa lainnya mendapat kesempatan untuk membacakan nota pembelaan atau pleidoi pekan depan, Kamis (12/12/2024).
    Hakim Pontoh mempersilakan para terdakwa menyiapkan naskah pleidoi itu baik pembelaan pribadi maupun melalui kuasa hukumnya.
    “Saudara juga bisa mengajukan pembelaan secara pribadi ya. Dalam waktu sama, semua satu Minggu,” tutur Hakim Pontoh.
    Dalam perkara ini, jaksa menuntut Riza dan Emil dihukum 12 tahun penjara serta Helena dan Gunawan 8 tahun penjara.
    Selain Gunawan, ketiga terdakwa dituntut membayar denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan. Sementara itu, Gunawan dituntut denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
    Sebelumnya, Riza, Emil, dan kawan-kawannya didakwa melakukan korupsi ini bersama-sama dengan pengusaha Helena Lim.
    Perkara ini juga turut menyeret Harvey Moeis yang menjadi perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT).
    Bersama Mochtar, Harvey diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
    Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
    Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-
    cover
    dengan sewa menyewa peralatan
    processing
    peleburan timah.
    Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Sariwiguna Binasentosa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
    Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana
    corporate social responsibility
    (CSR) yang difasilitasi oleh Helena selaku Manager PT QSE.
    Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.
    “Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
    Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dua Eks Petinggi PT Timah Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 493 Miliar
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        5 Desember 2024

    Dua Eks Petinggi PT Timah Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 493 Miliar Nasional 5 Desember 2024

    Dua Eks Petinggi PT Timah Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 493 Miliar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra dituntut membayar uang pengganti masing-masing Rp 493.399.704.345 atau Rp 493 miliar.
    Uang pengganti ini merupakan tuntutan pidana tambahan yang dimohonkan jaksa kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
    Jaksa menilai, dua petinggi anak perusahaan BUMN itu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah.
    “Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 493.399.704.345 dengan memperhitungkan barang bukti aset milik terdakwa yang telah dilakukan penyitaan,” kata jaksa di ruang sidang, Kamis (5/12/2024).
    Jaksa menyebut, Emil Riza dan Emil harus melunasi uang pengganti itu paling lama satu bulan setelah terbit keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
    Jika ia tidak sanggup membayar uang pengganti itu, maka harta bendanya akan dirampas dan dilelang untuk negara.
    “Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 6 tahun,” tutur jaksa.
    Adapun dalam pidana pokoknya, Riza dan Emil sama-sama dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
    Mereka dinilai terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor juncto 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum.
    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani oleh karena itu dengan pidana penjara selama 12 tahun, dikurangi selama terdakwa dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” kata jaksa.
    Reza, Emil dan dan kawan-kawannya didakwa melakukan korupsi ini bersama-sama dengan crazy rich Helena Lim.
    Perkara ini juga turut menyeret Harvey Moeis yang menjadi perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT).
    Bersama Mochtar, Harvey diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
    Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
    Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
    Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Sariwiguna Binasentosa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
    Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Helena selaku Manager PT QSE.
    Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.
    “Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
    Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Momen Harvey Moeis Nyoblos Pilkada Meski Jadi Tahanan Kejari, Pakaian Disorot, ‘Beda sama Rakjel’

    Momen Harvey Moeis Nyoblos Pilkada Meski Jadi Tahanan Kejari, Pakaian Disorot, ‘Beda sama Rakjel’

    TRIBUNJATIM.COM – Pilkada serentak dilakukan pada Rabu, 27 November 2024, oleh seluruh warga Indonesia.

    Tak terkecuali Harvey Moeis yang kini menjadi tahanan Kejaksaan Negeri atau Kejari.

    Dalam momen coblosan ini, penampilan suami Sandra Dewi ini menjadi sorotan.

    Seperti diketahui, dia ditetapkan sebagai tersangka korupsi timah beberapa waktu lalu

    Kini dia menjalani rangkaian persidangan.

    Informasi berita menarik lainnya di Google News TribunJatim.com

    Diketahui, proses pencoblosan bagi tahanan difasilitasi oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mulai pukul 11.30 WIB.

    Meski tidak menggunakan bilik suara seperti di TPS pada umumnya, pemungutan suara berlangsung dengan lancar di bawah pengawasan petugas yang bertugas.

    Momen itu terekam melalui tayangan di akun Instagram @rumpi_gosip, Jumat (29/11/2024).

    Dalam video yang beredar, Harvey Moeis tampak tersenyum saat memberikan suaranya.

    Netizen justru salah fokus pada penampilan Harvey Moeis.

    Banyak yang beramai-ramai memberikan tanggapan tentang Harvey yang tetap terlihat tampan dan terawat meski berada di balik jeruji.

    “Iya makin ganteng apa lah kira kira resep nya di sana,” tulis akun @gusni_fazilla

    “Emang bedaa kalau banyak duit,” tulis akun @ridhasukma14.

    “Tahanannya beda ygy ma rakjel .. ini mah ekslusip wkwk masih bs mandi pake sabun mwahal dan skincare,” tulis akun @khoirunnisadp

    “Tidak terlihat bau2 kemiskinan di raut wajahnya haduuhh haduuuhh,” tulis akun @nannisaica

    “Emang dr sana uda gen ganteng. Pada iri banget heran,” tulis akun @vie.idris

    Melansir dari Kompas.com, Suami Sandra Dewi sekaligus terdakwa dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah, Harvey Moeis, diperkirakan akan menerima vonis sebelum Hari Raya Natal 2024.

    Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Eko Aryanto, mengungkapkan bahwa pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dijadwalkan pada 9 Desember mendatang.

    “Kita jadwalkan tanggal 9 (Desember) itu tuntutan sudah, tuntutan,” kata Hakim Eko di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2024).

    Harvey, bersama dengan terdakwa lainnya yang disidangkan bersamaan, akan diberi kesempatan untuk membacakan nota pembelaan (pleidoi) pada 16 Desember.

    Sidang selanjutnya akan dilanjutkan dengan pembacaan replik (tanggapan jaksa atas pleidoi) dan duplik (tanggapan terdakwa atas replik).

    “Kita sebelum Natal, kita putus (vonis), seperti itu,” ujar Hakim Eko.

    Kejaksaan Agung mulai menahan Harvey Moeis pada 20 April 2024, dan setelah proses penyidikan selesai, perkara ini diserahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Sidang perdana dimulai pada 14 Agustus 2024, yang berarti jika putusan diberikan sebelum Natal, maka persidangan ini berlangsung kurang dari lima bulan.

    Dalam kasus korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp 300 triliun.

    Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Reza Pahlevi, mantan Direktur Keuangan PT Timah, Emil Ermindra, dan beberapa pihak lainnya juga terlibat dalam kasus ini bersama dengan Helena Lim, seorang pebisnis kaya.

    Kasus ini juga menyeret Harvey Moeis yang diduga menjadi perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) dalam kegiatan pertambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.

    Bersama Mochtar, Harvey diduga ikut mengakomodasi kegiatan pertambangan ilegal demi meraih keuntungan.

    Setelah beberapa kali pertemuan, mereka menyepakati untuk menutupi kegiatan ilegal tersebut dengan menyewa peralatan pengolahan timah.

    Harvey kemudian menghubungi beberapa smelter, seperti PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Sariwiguna Binasentosa untuk terlibat dalam kegiatan tersebut.

    Harvey meminta smelter untuk menyisihkan sebagian keuntungan yang dihasilkan, yang kemudian diberikan kepadanya dengan dalih dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Helena Lim.

    Dari perbuatan ilegal ini, Harvey Moeis dan Helena Lim dilaporkan menikmati uang negara senilai Rp 420 miliar.

    “Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.

    Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

    Sosok Harvey Moeis

    Harvey Moeis adalah pengusaha batubara yang sukses sekaligus suami dari selebritis Sandra Dewi.

    Harvey Moeis dan Sandra Dewi menikah pada tanggal 8 September 2016 di Gereja Katedral Jakarta.

    Mereka berdua telah dikaruniai 2 orang anak laki-laki bernama Raphael Moeis dan Mikhael Moeis.

    Harvey merupakan pria berdarah campuran Papua-Makassar-Ambon.

    Dia lahir pada tahun 1985.

    Sandra Dewi, Raphael Moeis dan Harvey Moeis (Instagram/@sandradewi88)

    Harvey Moeis menganut agama Katolik, begitu juga dengan Sandra Dewi.

    Harvey mempunyai kepribadian yang tenang dan tidak suka hal yang ribet.

    Bahkan, ia juga memaklumi istrinya, Sandra Dewi, yang tidak bisa memasak.

    Ayah Harvey bernama Hayong Moeis dan telah meninggal dunia karena sakit kanker.

    Sementara itu, ibu Harvey Moeis bernama Irma Silviani dan hingga saat ini masih sehat walafiat.

    Harvey Moeis berkarier sebagi seorang pengusaha yang berbisnis di bidang batubara.

    Harvey menjabat sebagai Presiden Komisaris di PT Multi Harapan Utama yang beroperasi di Bangka Belitung.

    Selain itu, Harvey Moeis juga mempunyai saham di lima perusahaan batubara, di antaranya:

    – PT Refined Bangka Tin

    – CV Venus Inti Perkasa

    – PT Tinindo Inter Nusa

    – PT Sariwiguna Bina Sentosa

    – PT Stanindo Inti Perkasa

    —– 

    Berita Jatim dan berita viral lainnya.

  • 6
                    
                        Hakim Sebut Uang Dugaan Korupsi Timah Nyaris Rp 1 Triliun Mengalir ke CV Salsabila Utama, tetapi Direkturnya Buron
                        Nasional

    6 Hakim Sebut Uang Dugaan Korupsi Timah Nyaris Rp 1 Triliun Mengalir ke CV Salsabila Utama, tetapi Direkturnya Buron Nasional

    Hakim Sebut Uang Dugaan Korupsi Timah Nyaris Rp 1 Triliun Mengalir ke CV Salsabila Utama, tetapi Direkturnya Buron
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rianto Adam Pontoh menyebut, aliran dana dalam dugaan korupsi
    timah
    ke CV Salsabila Utama nyaris Rp 1 triliun tetapi sampai saat ini direktur perusahaan itu, Tetian Wahyudi menghilang.
    Pernyataan tersebut Pontoh sampaikan ketika mencecar eks Direktur Keuangan PT
    Timah
    Tbk Emil Ermindra sebagai saksi mahkota untuk terdakwa Helena Lim.
    Dalam dakwaan jaksa disebutkan, CV Salsabila Utama merupakan perusahaan yang didirikan Emil bersama Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani untuk membeli bijih timah dari penambang ilegal.
    “Ada perlakuan khusus enggak ke CV Salsabila?” tanya Hakim Pontoh di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2024).
    Emil kemudian mengeklaim tidak ada perlakuan khusus kepada CV Salsabila. Menurut Emil, semua pembayaran hanya dilakukan setelah syaratnya terpenuhi.
    Ketika terdapat perusahaan yang tidak memenuhi
    standard operating procedure
    (SOP) maka tidak akan dibayar PT Timah.
    “Kalau secara SOP tidak terpenuhi tidak dibayar Yang Mulia,” jawab Emil.
    Hakim Pontoh lantas menyinggung lebih lanjut aliran dana dugaan korupsi ke CV Salsabila Utama yang nilainya cukup besar.
    “Ini pembayaran kepada Salsabila hampir Rp 1 triliun kalau saya lihat di yang sesuai surat dakwaan penuntut umum Rp 186 miliar lebih,” ujar Hakim Pontoh.
    “Sementara Saudara Tetian Wahyudi sampai hari tidak bisa ditemukan, kemana keberadaan dia. Jadi tidak bisa ditangkap dia, ya kan? Supaya bisa jelas,” kata dia.
    Mendengar pernyataan ini, Emil mengaku dirinya lebih senang jika Tetian tertangkap. Sebab, keberadaan Tetian itu akan membuat persoalan yang didakwakan jaksa menjadi jelas.
    “iya, jadi bisa
    clear
    buat saya,” kata Emil.
    Dalam dakwaan jaksa disebutkan, kasus korupsi di PT Timah Tbk diduga memperkaya Emil melalui CV Salsabila Utama sebesar Rp 986.799.408.690.
    Namun, sampai saat ini Tetian yang tercatat sebagai direktur perusahaan itu menjadi buron dan belum tertangkap.
    Sejumlah saksi dalam persidangan menyebut Tetian merupakan wartawan dan tangan panjang petinggi PT Timah untuk mengatasi protes-protes masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
    Sementara itu, dalam persidangan Emil membantah dirinya mendirikan dan terkait dengan CV Salsabila Utama.
    Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
    Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Reza Pahlevi, eks Direktur Keuangan PT Timah Emil Ermindra, dan kawan-kawannya didakwa melakukan korupsi ini bersama-sama dengan crazy rich Helena Lim.

    Perkara ini juga turut menyeret Harvey Moeis yang menjadi perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT).
    Bersama Mochtar, Harvey diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
    Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
    Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di
    -cover
    dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
    Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Sariwiguna Binasentosa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
    Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana
    corporate social responsibilit
    y (CSR) yang difasilitasi oleh Helena selaku Manager PT QSE.
    Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.
    “Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
    Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Teguh Juwarno Dipanggil KPK terkait Korupsi e-KTP

    Teguh Juwarno Dipanggil KPK terkait Korupsi e-KTP

    GELORA.CO -Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil petinggi Partai Nasdem Teguh Juwarno dalam kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara Nasional (KTP Elektronik atau e-KTP) pada Selasa, 26 November 2024.

    Jurubicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, Teguh yang merupakan anggota DPR periode 2009-2014 dipanggil selaku saksi.

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih,” kata Tessa kepada wartawan.

    Saat menjadi anggota DPR, Teguh diketahui berada di Partai Amanat Nasional (PAN). 

    Sementara saat ini Teguh bergabung dengan Partai Nasdem, dan menjabat Ketua Bidang Agama dan Masyarakat Adat.

    Pada Agustus 2024 lalu, tim penyidik telah memeriksa anggota DPR RI periode 2009-2014, Miryam S Haryani (MSH) sebagai tersangka. 

    Miryam telah ditetapkan sebagai tersangka pada Agustus 2019 lalu bersama 3 orang lainnya, yakni Paulus Tannos selaku Direktur Utama (Dirut) PT Sandipala Arthaputra, Isnu Edhi Wijaya selaku Dirut Perum PNRI yang juga Ketua Konsorsium PNRI, dan Husni Fahmi selaku Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP Elektronik.

    Pada 13 November 2017 lalu, Miryam telah divonis 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan dalam kasus pemberian keterangan palsu saat bersaksi di sidang kasus korupsi e-KTP.

    Sementara itu, untuk Husni Fahmi dan Isnu Edhi Wijaya masing-masing divonis penjara 4 tahun dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin 31 Oktober 2022.

    Sedangkan untuk tersangka Paulus Tannos, hingga saat ini masih menjadi buronan KPK. Sehingga, masih ada 2 tersangka kasus ini yang belum ditahan, yakni Miryam dan Paulus Tannos.

    Dalam kasus korupsi e-KTP, PT Sandipala Arthaputra yang dipimpin Paulus diduga diperkaya sebesar Rp145,85 miliar, Miryam Haryani diduga diperkaya sebesar 1,2 juta dolar AS, manajemen bersama konsorsium PNRI diduga diperkaya sebesar Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diduga diperkaya sebesar Rp107,71 miliar, serta Husni Fahmi diduga diperkaya sebesar 20 ribu dolar AS dan Rp10 juta.

  • Begini Profil dan Rekam Jejak 5 Dewan Pengawas KPK 2024-2029 – Espos.id

    Begini Profil dan Rekam Jejak 5 Dewan Pengawas KPK 2024-2029 – Espos.id

    Perbesar

    ESPOS.ID – Anggota DPR memasukkan kertas suara saat voting pemilihan dan penetapan calon pimpinan (Capim) KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/2024). (Antara/Dhemas Reviyanto)

    Esposin, JAKARTA — Komisi III DPR RI menetapkan lima orang anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024–2029, Kamis (21/11/2024). Lima nama peraih suara terbanyak setelah melalui rangkaian seleksi serta penjabaran visi dan misi.

    Setelah pemilihan di internal Komisi III selesai, lima nama itu selanjutnya akan diajukan dalam rapat paripurna dan terakhir diserahkan kepada Presiden Prabowo Subianto.

    Promosi
    BRI Bagikan Strategi Pengelolaan Keuangan dan Investasi bagi Generasi Muda

    Dilansir Antara, berikut lima orang calon Dewas KPK terpilih berdasarkan pemungutan suara oleh Komisi III DPR RI:

    1. Benny Jozua Mamoto

    Benny Jozua Mamoto adalah anggota Dewan Pengawas KPK periode 2024–2029 berlatar belakang purnawirawan perwira tinggi Polri dengan pangkat terakhir inspektur jenderal polisi.

    Beberapa jabatan pernah diembannya sebelum terpilih sebagai Dewan Pengawas KPK, antara lain Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Direktur Badan Narkotika Nasional, dan Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN).

    2. Wisnu Baroto yang pria berlatar belakang jaksa yang terpilih menjadi anggota Dewan Pengawas KPK periode 2024–2029.

    Komisi antirasuah bukan tempat yang asing bagi pria yang pernah menjadi ditugaskan sebagai jaksa penuntut umum (JPU) di KPK. Beberapa kasus yang pernah ditanganinya, antara lain kasus suap Bagir Manan, penyimpangan pengurusan paspor di KJRI Penang, Malaysia, dan kasus korupsi Hamdani Amin pada Komisi Pemilihan Umum (KPU).

    Berdasarkan penelusuran, Wisnu Baroto pernah mengemban jabatan sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Bandung dan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan

    3. Gusrizal

    Gusrizal adalah anggota Dewan Pengawas KPK periode 2024–2029 yang berlatar belakang hakim.

    Berdasarkan penelusuran Gusrizal saat ini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin dan juga pernah menjadi Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Salah satu perkara yang pernah disidangkan Gusrizal adalah pemberian USD900.000 dari mantan Direktur Bank Indonesia Iwan R. Prawiranata kepada Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Salman Maryadi. Saat itu, Iwan sempat terjerat dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

    4. Sumpeno

    Sumpeno adalah anggota Dewan Pengawas KPK periode 2024–2029 yang juga berlatar belakang hakim.

    Berdasarkan penelusuran, Sumpeno pernah menjadi Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Salah satu perkara yang disidangkannya adalah kasus suap tiga hakim serta panitera di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan dengan terdakwa OC Kaligis.

    Saat ini Sumpeno menjabat sebagai hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Jakarta.

    5. Chisca Mirawati

    Chisca Mirawati adalah anggota Dewan Pengawas KPK periode 2024–2029 dengan latar belakang profesional di bidang keuangan.

    Rekam jejaknya di bidang keuangan, antara lain sebagai Direktur Kepatuhan di PT Bank MNC Internasional Tbk, Standard Chartered Bank (Indonesia), dan PT Bank Oke Indonesia Tbk.

    Chisca juga merupakan pendiri firma hukum CMKP Law-Chisca Mirawati, Kanya & Partners yang berkantor di Jakarta.

    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram “Solopos.com Berita Terkini” Klik link ini.