Kementrian Lembaga: Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

  • Kejagung Limpahkan 5 Tersangka Korporasi dan Barang Bukti Kasus Korupsi Duta Palma ke Kejari Jakpus – Halaman all

    Kejagung Limpahkan 5 Tersangka Korporasi dan Barang Bukti Kasus Korupsi Duta Palma ke Kejari Jakpus – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung RI melimpahkan lima tersangka korporasi atau Tahap II kasus korupsi berupa tindak pidana pencucian uang (TPPU) kegiatan perkebunan sawit oleh PT Duta Palma Grup di Kabupaten Indragiri Hulu ke tim Penuntut Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat, Senin (23/12/2024).

    Selain lima tersangka, Kejagung juga melimpahkan barang bukti kasus yang merugikan negara mencapai Rp4. 798.706.951.640,00 atau (Rp4,7 triliun) tersebut kepada Kejari Jakarta Pusat

    “Adapun lima tersangka korporasi tersebut yaitu PT Panca Agro Lestari, PT Palma Satu, PT Banyu Bening Utama, PT Seberida Subur, PT Kencana Amal Tani,” ucap Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar dalam keterangannya, Senin (23/12/2024).

    Selain mengakibatkan kerugian negara mencapai triliunan rupiah, dalam kasus itu kata Harli juga mengakibatkan kerugian lingkungan hidup di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau senilai Rp73.920.690.300.000,00 (Rp 73,9 triliun).

    Jumlah tersebut diketahui berdasarkan laporan dari Lembaga Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada.

    Sedangkan perhitungan kerugian keuangan negara yang diakibatkan dari kasus tersebut dalam bentuk hak pendapatan negara yang tidak diterima dari pemanfaatan sumber daya hutan berupa provisi sumber daya hutan, dana reboisasi, denda eksploitasi hutan, serta biaya penggunaan kawasan hutan.

    Serta kerugian keuangan negara yang ditimbulkan atas sumber daya hutan akibat penyimpangan dalam alih kawasan hutan untuk kegiatan usaha perkebunan dihitung dari unsur biaya pemulihan kerusakan tanah dan lingkungan.

    Akibat perbuatannya tersebut, kelima tersangka korporasi itu dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tipikor. Selain itu mereka juga dijerat dengan Pasal 3,4 dan 5 UU Pemberantasan TPPU.

    Setelah proses pelimpahan ini, para tersangka pun akan segera disidangkan.

    “Bahwa selanjutnya Tim Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat akan mempersiapkan surat dakwaan dan segera melimpahkan berkas perkara a quo kepada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” pungkasnya.

    Adapun dalam perkara ini sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita uang tunai senilai Rp 301 miliar dari hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) kasus korupsi kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit Duta Palma Grup.

    Berdasarkan pantauan Tribunnews.com tumpukan uang yang telah disita itu dipamerkan dihadapan awak media ketika Kejagung menggelar sesi konferensi pers.

    Tampak tumpukan uang dengan pecahan Rp 100 ribu terbungkus rapih dengan menggunakan plastik bening.

    Saking banyaknya uang-uang itu bahkan sampai disusun menjadi tiga baris menyerupai tribun di stadion sepakbola.

    Terkait hal ini Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan uang tersebut disita dari tersangka korporasi PT Darmex Plantation.

    Adapun kata dia uang itu disita dari salah satu lokasi di Jakarta.

    “Pada hari ini terhadap uang tersebut dilakukan penyitaan oleh penyidik sebagai hasil tindak pidana pencucian uang dengan pidana pokok tindak pidana korupsi,” kata Qohar saat konferensi pers, Selasa (12/11/2024).

    Lebih jauh kata Qohar, PT Darmex Plantation  menampung uang tersebut dari 5 perusahaan, yakni PT Palma Satu, PT Siberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, dan PT Kencana Amal Tani.

    Lima perusahaan itu disebut Qohar diduga melakukan perbuatan melawan hukum terkait kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit dan kegiatan pengelolaan sawit di lahan yang berada dalam kawasan hutan di Kabupaten Indragiri hulu, Provinsi Riau.

    “Kemudian, hasil dari tindak pidana tersebut atas penguasaan dan pengelolaan lahan, sebagaimana saya sebutkan tadi, dialihkan dan ditempatkan pada PT DP, yaitu holding perkebunan, yang kemudian oleh PT DP dialihkan dan disamarkan ke rekening Yayasan Darmex sebesar Rp 301.986.366.605,” ujar Qohar.

    Mengenai hal ini sebelumnya Kejagung juga telah menyita uang senilai Rp 450 miliar dan Rp 372 miliar terkait kasus korupsi PT Duta Palma.

    Dalam kasus ini Kejagung telah menetapkan total 7 korporasi sebagai tersangka kasus korupsi dan pencucian uang perkebunan kelapa sawit.

    Ketujuh tersangka itu di antaranya PT Palma Satu, PT Siberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Kencana Amal Tani, PT Asset Pacific, dan PT Darmex Plantations.

  • Korupsi Kasus Timah, Terdakwa Robert Indarto Dihukum 8 Tahun Penjara

    Korupsi Kasus Timah, Terdakwa Robert Indarto Dihukum 8 Tahun Penjara

    Bisnis.com, JAKARTA–Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis 8 tahun penjara dan denda senilai Rp1 miliar ke terdakwa Direktur Utama PT Sariwiguna Binasentosa (SBS) Robert Indarto.

    Vonis majelis hakim Tipikor itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut vonis 14 tahun hukuman penjara terhadap Robert Indarto dan denda Rp1 miliar.

    Ketua Majelis Hakim Penyadilan Tipikor, Eko Aryanto mengemukakan bahwa terdakwa Robert Indarto dinyatakan terbukti bersalah melakukan perbuatan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah.

    Selain diganjar hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, terdakwa Robert Indarto juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp1,9 triliun yang harus dibayarkan paling lambat satu tahun usai putusan hakim berkekuatan hukum tetap (inkracht).

    “Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Robert Indarto dengan pidana penjara selama 8 tahun dan pidana denda sejumlah Rp1 miliar subsider 6 tahun penjara,” tuturnya.

    Berdasarkan catatan Bisnis, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan rangkaian amar tuntutan terhadap seluruh terdakwa kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin, 9 Desember 2024. Majelis hakim diminta menjatuhkan hukuman penjara, mulai dari 8 tahun hingga 14 tahun.

    Terhadap terdakwa Robert Indarto selaku Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa dituntut penjara selama 14 tahun dan denda Rp1 miliar, yang jika tidak dibayarkan maka diganti pidana kurungan selama 1 tahun.

    Jaksa juga meminta majelis hakim tipikor membebankan Robert Indarto membayar uang pengganti Rp1.920.273.791.788,36; apabila tidak dapat membayar maka harta bendanya akan disita, dan jika tidak mencukupi maka diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun.

  • Alasan Hakim Vonis Harvey Moeis dkk di Bawah Tuntutan Jaksa

    Alasan Hakim Vonis Harvey Moeis dkk di Bawah Tuntutan Jaksa

    Jakarta, CNN Indonesia

    Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menilai tuntutan pidana terhadap Harvey Moeis dkk terlalu berat apabila disandingkan dengan perbuatan yang telah dilakukan terdakwa.

    Atas dasar itu, Harvey dkk dijatuhi hukuman lebih rendah daripada tuntutan jaksa.

    “Menimbang bahwa tuntutan pidana penjara selama 12 tahun terhadap diri terdakwa Harvey Moeis, majelis hakim mempertimbangkan tuntutan pidana penjara tersebut terlalu berat jika dibandingkan dengan kesalahan terdakwa,” ujar ketua majelis hakim Eko Aryanto saat membacakan pertimbangan di ruang sidang Hatta Ali di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (23/12).

    Menurut hakim, PT Timah Tbk dan PT Refined Bangka Tin (RBT) tidak melakukan penambangan ilegal di Bangka Belitung karena memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP).

    Berikut kronologi yang mengungkap peran Harvey bersama Direktur Utama PT RBT sejak tahun 2018 Suparta dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Andriansyah yang disampaikan majelis hakim:

    Bahwa terdakwa Harvey Moeis pada mulanya terkait dalam usaha atau bisnis timah berawal dari ada kondisi pada PT Timah TBK selaku pemegang IUP, penambangan timah di wilayah Bangka Belitung sedang berusaha untuk meningkatkan produksi timah dan meningkatkan penjualan ekspor timah, di lain pihak ada perusahaan smelter swasta di Bangka Belitung juga sedang berusaha meningkatkan produksinya, salah satu smelter swasta tersebut adalah PT Refined Bangka Tin (RBT).

    Bahwa terdakwa apabila dikaitkan dengan PT RBT, jika ada pertemuan dengan PT Timah TBK, terdakwa tampil mewakili dan atas nama PT RBT, namun terdakwa tidak termasuk dalam struktur pengurus PT RBT, terdakwa tidak masuk komisaris, tidak masuk dalam direksi, serta bukan pemegang saham.

    Terdakwa beralasan hanya bermaksud membantu temannya yaitu Direktur Utama Suparta karena terdakwa memiliki pengalaman mengelola usaha tambang batu bara di Kalimantan.

    Bahwa terdakwa bukan pengurus perseroan PT RBT, sehingga terdakwa bukan pembuat keputusan kerja sama antara PT Timah TBK dan PT RBT. Begitu pula terdakwa tidak mengetahui administrasi dan keuangan baik pada PT RBT dan PT Timah TBK.

    Bahwa dengan keadaan tersebut terdakwa tidak berperan besar dalam hubungan kerja sama peleburan timah antara PT Timah TBK dengan PT RBT maupun dengan para pengusaha smelter, peleburan timah lainnya yang menjalin kerja sama dengan PT Timah TBK.

    Bahwa PT Timah TBK dan PT RBT bukan penambang ilegal, keduanya memiliki IUP dan IUJP. Pihak yang melakukan penambangan ilegal adalah masyarakat yang jumlahnya ribuan orang.

    Menimbang bahwa berdasarkan fakta tersebut, sehingga majelis hakim berpendapat tuntutan pidana penjara yang diajukan penuntut umum terhadap diri terdakwa Harvey Moeis, Suparta dan Reza Andriansyah terlalu tinggi dan harus dikurangi.

    Perkara ini diperiksa dan diadili oleh ketua majelis hakim Eko Aryanto dengan anggota Suparman Nyompa, Eri Usman, Jaini Basir dan Mulyono Dwi Purwanto.

    Harvey divonis dengan pidana penjara selama enam tahun dan enam bulan serta denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Harvey juga dihukum membayar uang pengganti sejumlah Rp210 miliar dengan memperhitungkan aset yang telah disita subsider dua tahun penjara.

    Sementara itu, Suparta divonis dengan pidana delapan tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan ditambah uang pengganti sejumlah Rp4.571.438.592.561,56 (Rp4,5 triliun) subsider enam tahun penjara.

    Sedangkan Reza Andriansyah divonis dengan pidana penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp750 juta subsider tiga bulan kurungan.

    Sebelumnya, dalam tuntutannya, jaksa ingin Harvey dihukum dengan pidana 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan ditambah uang pengganti sejumlah Rp210 miliar subsider enam tahun penjara.

    Sementara Suparta dituntut dengan pidana 14 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan plus uang pengganti Rp4.571.438.592.561,56 subsider delapan tahun penjara.

    Teruntuk Reza dituntut dengan pidana penjara selama delapan tahun dan denda sebesar Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.

    (ryn/gil)

    [Gambas:Video CNN]

  • JPU Pikir-Pikir Ajukan Banding Atas Putusan Harvey Moeis

    JPU Pikir-Pikir Ajukan Banding Atas Putusan Harvey Moeis

    Bisnis.com, JAKARTA–Jaksa Penuntut Umum (JPU) masih pikir-pikir untuk mengajukan banding atas putusan majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) terhadap terdakwa Harvey Moeis.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum, Harli Siregar mengemukakan sesuai aturan di dalam KUHAP, JPU memiliki waktu paling lama 7 hari untuk mengajukan banding maupun menerima putusan majelis hakim pengadilan tipikor kepada terdakwa Harvey Moeis.

    “Jaksa Penuntut Umum (JPU) memiliki waktu 7 hari setelah putusan pengadilan untuk pikir-pikir apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan,” tutur Harli saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (23/12/2024).

    Kendati demikian, Harli mengatakan bahwa JPU tetap menghormati putusan yang telah diambil dan dibacakan majelis hakim pada pengadilan tipikor yang menjatuhkan vonis pidana penjara 6,5 tahun dan denda Rp1 miliar kepada terdakwa suami Sandra Dewi tersebut.

    “Kami menghormati putusan yang telah diambil dan dibacakan oleh majelis hakim tipikor terhadap terdakwa harvey moeis,” katanya.

    Berdasarkan catatan Bisnis, terdakwa Harvey Moeis yang merupakan suami artis Sandra Dewi hanya dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

    Vonis majelis hakim Tipikor tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut 12 tahun hukuman penjara.

    Ketua Majelis Hakim Penyadilan Tipikor, Eko Aryanto mengemukakan bahwa terdakwa Harvey Moeis tersebut dinyatakan terbukti bersalah melakukan perbuatan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah.

    Selain diganjar hukuman 6,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, terdakwa Harvey Moeis juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar yang harus dibayarkan paling lambat satu tahun usai putusan hakim berkekuatan hukum tetap (inkracht).

  • Alasan Hakim Vonis Harvey Moeis 6,5 Tahun Penjara di Kasus Korupsi Timah

    Alasan Hakim Vonis Harvey Moeis 6,5 Tahun Penjara di Kasus Korupsi Timah

    Bisnis.com, JAKARTA – Harvey Moeis, suami artis Sandra Dewi sekaligus terdakwa selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) divonis pidana penjara selama 6,5 tahun terkait kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada 2015–2022.

    Hakim Ketua Eko Aryanto mengatakan alasan pihaknya menjatuhkan hukuman 6,5 tahun penjara lantaran Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan secara bersama-sama.

    “Hal ini sebagaimana dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer,” kata Hakim Ketua dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (23/12/2024) dilansir dari Antara. 

    Dengan demikian, Harvey terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ke-1 KUHP.

    Selain pidana penjara, Harvey juga dikenakan pidana denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama enam bulan.

    Majelis Hakim turut menjatuhkan pidana tambahan kepada Harvey berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp210 miliar subsider dua tahun penjara.

    Dalam menjatuhkan putusan, Majelis Hakim mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan, yakni perbuatan Harvey dilakukan saat negara sedang giat melakukan pemberantasan terhadap korupsi.

    “Sementara hal meringankan, yaitu terdakwa berlaku sopan di persidangan, mempunyai tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum,” ucap Hakim Ketua menambahkan.

    Selain Harvey, dalam persidangan yang sama terdapat pula Suparta selaku Direktur Utama PT RBT serta Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT yang mendengarkan pembacaan putusan majelis hakim.

    Suparta divonis secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan yang sama dengan Harvey, sehingga dituntut dengan pasal yang sama.

    Oleh karena itu, Suparta dijatuhkan hukuman penjara selama delapan tahun, denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan selama enam bulan, serta membayar uang pengganti senilai Rp4,57 triliun subsider enam tahun penjara.

    Sementara Reza dinyatakan secara sah dan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sehingga melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Untuk itu, Reza dijatuhkan pidana penjara selama lima tahun dan pidana denda sebanyak Rp750 juta subsider pidana kurungan selama tiga bulan.

    Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa 

    Adapun, putusan majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya.

    Dalam tuntutan, Harvey dituntut agar dijatuhkan pidana penjara selama 12 tahun serta pidana denda sejumlah Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun.

    Selain itu, Harvey juga dituntut agar dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp210 miliar subsider pidana penjara selama 6 tahun.

    Sementara itu, Suparta dituntut pidana penjara selama 14 tahun, pidana denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan satu tahun, dan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp4,57 triliun subsider pidana penjara selama 8 tahun.

    Sedangkan Reza dituntut agar dikenakan pidana penjara selama delapan tahun dan pidana denda sebanyak Rp750 juta subsider pidana kurungan selama enam bulan.

    Dalam kasus korupsi timah, ketiga terdakwa diduga melakukan korupsi bersama-sama sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun.

    Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.

    Harvey didakwa menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sedangkan Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun. Kedua orang tersebut juga didakwa melakukan TPPU dari dana yang diterima.

    Sementara Reza diduga tidak menerima aliran dana dari kasus dugaan korupsi tersebut. Namun, dirinya didakwa terlibat serta mengetahui dan menyetujui semua perbuatan korupsi itu.

  • Harvey Moeis Divonis 6,5 Tahun Penjara!

    Harvey Moeis Divonis 6,5 Tahun Penjara!

    Bisnis.com, JAKARTA–Terdakwa Harvey Moeis yang merupakan suami artis Sandra Dewi hanya divonis 6,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

    Vonis majelis hakim Tipikor tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut 12 tahun hukuman penjara.

    Ketua Majelis Hakim Penyadilan Tipikor, Eko Aryanto mengemukakan bahwa terdakwa Harvey Moeis tersebut dinyatakan terbukti bersalah melakukan perbuatan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah.

    Selain diganjar hukuman 6,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, terdakwa Harvey Moeis juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar yang harus dibayarkan paling lambat satu tahun usai putusan hakim berkekuatan hukum tetap (inkracht).

    “Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 6 tahun 6 bulan dan pidana denda sejumlah Rp1 miliar subsider 6 bulan penjara,” tuturnya.

    Eko mengatakan jika dalam jangka waktu tersebut suami Sandra Dewi tersebut tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

    “Jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara selama 2 tahun,” katanya.

    Harvey Moeis terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang secara bersama-sama. 

    Majelis hakim menilai Harvey Moeis telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ke-1 KUHP.

  • Gus Muhdlor Divonis 4,5 Tahun, Pendukung dan Simpatisan Menangis

    Gus Muhdlor Divonis 4,5 Tahun, Pendukung dan Simpatisan Menangis

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Bupati Sidoarjo non aktif Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus pemotongan insentif ASN BPPD. Vonis tersebut dibacakan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya pada Senin (23/12/2024)

    Sidang putusan itu diwarnai isak tangis loyalis dan pendukung Gus Muhdlor yang hadir dan menyimak jalannya sidang putusan tersebut. Mereka datang sejak pagi sebelum dimulainya sidang untuk memberi dukungan kepada Bupati termuda dalam sejarah pemerintahan Kabupaten Sidoarjo itu.

    Dalam putusan yang dibacakan Hakim, terdakwa diwajibkan membayar denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti Rp1,4 miliar subsider 1,5 tahun penjara.

    Vonis yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Ni Putu Sri Indayani SH MH itu subsidernya lebih rendah dibandingkan subsider tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.

    JPU KPK menuntut Gus Muhdlor dengan hukuman 6 tahun 4 bulan penjara dengan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan dalam tuntutannya. Serta uang pengganti Rp1,4 miliar subsider 3 tahun kurungan penjara.

    Dalam putusannya, Ketua Majelis Hakim, Ni Putu Sri Indayani menyatakan Ahmad Muhdlor terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah meminta, memotong dan menyimpan uang pemotongan insentif para pegawai ASN BPBD.

    “Menyatakan terdakwa Ahmad Muhdlor terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan dalam Pasal 12 huruf F, Jo Pasal 16 UU RI No 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP,” ucap ketua majelis hakim.

    Dalam amar putusannya, hal yang meringankan bagi terdakwa Gus Muhdlor yakni terdakwa tidak pernah dipenjara, sopan, kooperatif selama proses peradilan, mempunyai tanggungan sebagai kepala keluarga.

    Sementara itu, Penasehat Hukum terdakwa Mustofa mengatakan, meskipun hukuman pidana yang dijatuhkan lebih rendah dari tuntutannya. Namun, baginya dan terdakwa berdasarkan fakta-fakta persidangan sebenarnya kesalahan Ahmad Muhdlor tidak terbukti.

    “Kita tetap menghormati keputusan majelis hakim, meski penafsiran majelis hakim terkait fakta-fakta persidangan berbeda dengan pandangan kami. Ada beberapa catatan yang kami pelajari. Untuk melakukan upaya hukum selanjutnya akan kami kaji terlebih dahulu,” terang Mustofa. [isa/beq]

     

  • Tiga Hakim Terjerat Dugaan Suap Ronald Tannur Diadili Hari Ini

    Tiga Hakim Terjerat Dugaan Suap Ronald Tannur Diadili Hari Ini

    Surabaya (beritajatim.com) – Tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang terjerat dugaan suap putusan bebas terpidana pembunuhan Ronald Tannur diadili hari ini, Senin (23/12/2024). Tiga hakim tersebut yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.

    Ketiga hakim itu disidang sebagai terdakwa kasus dugaan suap di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

    “Sidang perdana Senin, 23 Desember 2024,” kata Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Zulkifli Atjo, saat dikonfirmasi.

    Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat melimpahkan berkas perkara tiga Hakim Pengadilan Negeri Surabaya ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (16/12/2024).

    Berkas perkara milik ketiga hakim PN Surabaya yang kini telah resmi berstatus sebagai terdakwa itu yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.

    Mereka diketahui sebelumnya terlibat dalam kasus suap vonis bebas terpidana Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya yang ditangani Kejaksaan Agung.

    Lebih jauh Harli menerangkan, ketiga terdakwa telah didakwa oleh Jaksa dengan beberapa pasal dakwaan yakni Pasal 12 huruf c jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Selain dakwaan primer, ketiga Hakim itu juga didakwa dengan dakwaan subsider yakni Pasal 12 B Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Jaksa juga mendakwa para terdakwa dengan dakwaan lebih-lebih subsider Pasal 6 ayat (2) Jo Pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan dakwaan lebih-lebih subsider Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    “Tim Jaksa Penuntut Umum selanjutnya akan menunggu jadwal pelaksanaan sidang yang akan ditetapkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap ketiga Terdakwa,” pungkasnya.

    Sebelumnya diketahui, penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur di PN Surabaya sebagai tersangka. Ketiga hakim itu yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap atau gratifikasi.

    Penyidik Pidsus Kejagung juga menangkap satu pengacara berinisial LR setelah ditetapkan sebagai tersangka.

    Kasus dugaan suap dan gratifikasi terungkap berawal ketika penyidik menemukan kecurigaan dalam putusan bebas Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afriyanti, oleh ketiga hakim tersebut.

    “Penyidik menemukan adanya indikasi yang kuat bahwa pembebasan atas terdakwa Ronald Tannur tersebut, diduga ED, AH, dan M menerima suap atau gratifikasi dari pengacara LR,” kata Direktur Penyidikan pada Jampidsus Abdul Qohar dalam keterangan di kantornya beberapa waktu lalu.

    Kemudian, penyidik melakukan penggeledahan pada enam lokasi, yaitu di rumah milik tersangka LR di kawasan Rungkut, Surabaya, apartemen milik tersangka LR di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, apartemen milik tersangka ED di Gunawangsa Surabaya, apartemen milik tersangka HH di Ketintang, Gayungan, Surabaya, dan rumah tersangka ED di Perumahan BSB Village Semarang.

    Dalam penggeledahan itu, penyidik Jampidsus menemukan dan menyita barang bukti berupa uang tunai bernilai miliaran rupiah dan beberapa barang bukti elektronik.Tiga hakim tersebut pun kemudian ditangkap di Surabaya, Jawa Timur.

    Usai dilakukan pemeriksaan, ketiga hakim PN Surabaya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap atau gratifikasi.

    Atas perbuatan para tersangka, hakim ED, M, dan HH selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2 Juncto Pasal 6 Ayat 2 Juncto Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 12B Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. [uci/beq]

  • Harvey Moeis Jalani Sidang Putusan Terkait Kasus Korupsi Timah Hari ni

    Harvey Moeis Jalani Sidang Putusan Terkait Kasus Korupsi Timah Hari ni

    Jakarta, Beritasatu.com– Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta akan menggelar sidang putusan atau vonis pidana dengan terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) terkait kasus dugaan korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, hari ini Senin (23/12/2024).

    Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat dilansir Antara, sidang akan dimulai pukul 10.20 WIB di ruangan Muhammad Hatta Ali, yang dipimpin hakim ketua Eko Aryanto.

    Selain sidang putusan Harvey Moeis, beberapa terdakwa lainnya yang terseret kasus timah juga akan menjalani sidang pembacaan putusan hakim hari ini, yaitu Direktur Utama PT RBT Suparta, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Andriansyah, serta pemilik manfaat CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron alias Aon.

    Kemudian, General Manager Operational CV VIP dan PT MCM Achmad Albani, Direktur Utama CV VIP Hasan Tjhie, pengepul bijih timah (kolektor), Kwan Yung alias Buyung, Pemilik Manfaat PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Suwito Gunawan alias Awi, Direktur PT Sariwiguna Binasentosa (SBS) Robert Indarto, serta General Manager Operational PT Tinindo Inter Nusa (TIN) periode 2017-2020 Rosalina.

    Dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada tahun 2015–2022, Harvey dituntut penjara 12 tahun serta pidana denda sejumlah Rp 1 miliar. Apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun.

    Suami selebritas Sandra Dewi itu juga dituntut agar dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 210 miliar subsider pidana penjara selama 6 tahun.

    Harvey Moeis yang akan menjalani sidang putusan, telah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer.

    Dalam kasus itu, Harvey Moeis yang menjalani sidang putusan, didakwa menerima uang Rp 420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU), antara lain dengan membeli barang-barang mewah seperti mobil dan rumah.

    Atas perbuatannya bersama-sama dengan para terdakwa lain, Harvey diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun, meliputi Rp 2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) dengan smelter swasta, Rp 26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp 271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.

  • Permohonan Praperadilan Hakim PN Surabaya Kasus Ronald Tannur Gugur

    Permohonan Praperadilan Hakim PN Surabaya Kasus Ronald Tannur Gugur

    Jakarta, CNN Indonesia

    Permohonan Praperadilan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menjadi tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara Gregorius Ronald Tannur (31), Heru Hanindyo, dinyatakan gugur.

    “Oleh hakim tunggal permohonan Praperadilan tersebut gugur,” ujar Pejabat Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto melalui keterangan video, Jumat (20/12).

    Praperadilan gugur karena perkara pokok dugaan korupsi telah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat.

    “Pertimbangan singkat yang tadi disampaikan oleh hakim tunggal tersebut adalah oleh karena perkara pokok telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, jadi sebagaimana ketentuan hukum acara terkait dengan permohonan Praperadilan, jika perkara pokoknya sudah dilimpahkan, maka perkara permohonan yang diajukan dinyatakan gugur,” kata Djuyamto.

    Heru tidak terima ditetapkan sebagai tersangka sehingga mendaftarkan permohonan Praperadilan pada Selasa, 3 Desember 2024 di kepaniteraan pidana dan teregister dengan nomor perkara: 123/Pid.Pra/2024/PN.JKT.SEL. Perkara itu diperiksa dan diadili oleh hakim tunggal Abdullah Mahrus.

    Sebelumnya, tepatnya pada Rabu (23/10), Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung menangkap majelis hakim PN Surabaya yang menangani kasus Ronald Tannur yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo.

    Tiga hakim itu diduga telah menerima suap atau gratifikasi untuk menjatuhkan putusan bebas terhadap Ronald Tannur dalam kasus penganiayaan berujung kematian Dini Sera Afriyanti.

    Erintuah Damanik dkk dilakukan pemeriksaan awal di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan kini sudah ditahan Kejaksaan Agung. Mereka dijerat dengan Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 6 ayat 2 jo Pasal 12 huruf e jo Pasal 12B jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Dalam kasus tersebut, Ronald Tannur yang merupakan anak dari mantan anggota DPR RI Fraksi PKB Edward Tannur dituntut jaksa dengan pidana 12 tahun penjara serta membayar restitusi pada keluarga korban atau ahli waris senilai Rp263,6 juta subsider 6 bulan kurungan.

    Namun, majelis hakim PN Surabaya memutus Ronald Tannur tak bersalah. Mereka menilai kematian Dini disebabkan oleh penyakit lain akibat meminum minuman beralkohol, bukan karena luka dalam atas penganiayaan yang dilakukan oleh Ronald Tannur.

    Belakangan, vonis bebas Ronald Tannur dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA). Dalam putusan kasasi, ia kini dihukum dengan pidana lima tahun penjara.

    (ryn/kid)

    [Gambas:Video CNN]