Kementrian Lembaga: Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

  • Senyum Hakim Mulyono saat Harvey Moeis Dipeluk Istri, Sandra Dewi Jadi Alasan Pertimbangan Vonis

    Senyum Hakim Mulyono saat Harvey Moeis Dipeluk Istri, Sandra Dewi Jadi Alasan Pertimbangan Vonis

    TRIBUNJATIM.COM – Sandra Dewi ternyata menjadi salah satu pertimbangan Hakim Anggota Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terhadap Harvey Moeis, suaminya.

    Sandra Dewi tampak memeluk suaminya sesaat setelah vonis hukuman bagi Harvey Moeis dibacakan.

    Vonis hukuman bagi Harvey Moeis, koruptor timah Rp 300 Triliun itu memang masih menjadi perbincangan.

    Hakim Anggota Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Mulyono Dwi Putro menjadi perhatian netizen, Kamis (2/1/2025). 

    Sandra Dewi memeluk Harvey Moeis itu terjadi usai Sandra menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. 

    Sehingga, hakim pun nampak tersenyum. 

    Selain Sandra, jaksa menghadirkan adik Harvey, Mira Moeis, dan adik Sandra, Kartika Dewi, sebagai saksi. 

    Mira dan Kartika juga menghampiri dan memeluk Harvey usai sidang.

    Harvey Moeis telah divonis penjara 6 tahun 6 bulan dalam kasus korupsi tata kelola timah yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun.

    Vonis itu lebih ringan daripada tuntutan jaksa, yakni 12 tahun penjara. 

    Hakim menjatuhkan vonis tersebut dengan pertimbangan Harvey berperilaku sopan selama persidangan dan memiliki tanggungan keluarga.

    Tentu saja keluarga yang dimaksud adalah Sandra Dewi dan kedua anaknya yang masih berusia dibawah 10 tahun.

    Sosok yang tersenyum adalah hakim ad hoc Mulyono Dwi Purwanto. 

    Hakim ad hoc adalah hakim yang diangkat berdasarkan persyaratan yang ditentukan dalam Undang-Undang.

    Dalam persidangan, hakim ad hoc memiliki tugas dan wewenang yang sama dengan anggota majelis lainnya. 

    Pria kelahiran Surakarta, 28 November 1966 ini mengikuti seleksi calon hakim Ad Hoc Tipikor pada tahun 2015. Ia menjadi salah satu dari 15 calon hakim Ad Hoc yang lolos.  

    Sandra Dewi memeluk Harvey Moeis setelah sidang, sang hakim tersenyum (Tribunnews.com)

    Sementara itu, kerugian negara akibat korupsi yang dilakukan oleh suami Sandra Dewi itu ternyata cukup fantastis.

    Terungkap belakangan besaran kerugian negara tersebut terhadap pendapatan masyarakat.

    Belakangan, sosok YouTuber sekaligus ahli matematika menemukan fakta mengejutkan tentang berapa banyak Harvey Moeis bisa merugikan negara jika dihitung perjam.

    Ahli matematika sekaligus Youtuber Jerome Polin menghitung hukuman koruptor dengan kerugian yang dialami negara akibat korupsi.

    Hitung-hitungan Jerome Polin ini pun muncul saat vonis koruptor timah Harvey Moeis divonis 6,5 tahun penjara saja dari kerugian negara Rp300 triliun.

    Jerome Polin membandingkan hukuman yang didapat koruptor yakni 6 tahun penjara dengan kerugian negara Rp1 triliun akibat korupsi yang dilakukan.

    Hitung-hitungan Jerome Polin dibagikannya di instagram Sabtu (28/12/2024) dan viral di media sosial. 

    Pria yang menempuh pendidikan di Jepang itu menghitung seberapa layak vonis koruptor dengan kerugian negara akibat korupsi Rp1 triliun.

    “Kalo dapet uang Rp 1 triliun tapi harus dipenjara 6 tahun, pada mau gak? Coba aku hitungin  hehehe,” tulis Jerome di instagramnya, seperti dikutip TribunJatim.com, Senin (30/12/2024).

    Sebagai asumsi, Jerome menghitung hasil korupsi sebesar Rp1 triliun kepada koruptor yang dijatuhi hukuman 6 tahun penjara.

    “Dapat 1 triliun tapi harus di penjara 6 tahun, worth it atau nggak ya? Coba kita hitung?” Kata Jerome Polin.

    Jerome lalu mulai melakukan hitungannya. Jika korupsi Rp1 triliun tersebut dibagi 6 tahun sesuai jumlah vonis, maka dalam satu tahun menghasilkan Rp 167 miliar. 

    “Kita anggap sebulan 30 hari, maka 13,9 miliar dibagi 30 maka hasilnya 460 juta per hari,” lanjutnya.

    Harvey Moeis dan istrinya, Sandra Dewi terdaftar sebagai peserta penerima bantuan iuran (PBI) APBD sejak 2018. (Kolase Kompas.com dan Tribunnews)

    Di akhir hitungan, hasil yang didapat sungguh membuat tercengang. 

     Seorang koruptor dengan asumsi jumlah hasil korupsi Rp1 triliun dengan vonis 6 tahun, bisa mendapatkan uang sekitar Rp20 juta per jam meski di dalam penjara.

    “Kalau kita mau hitung per jam-nya guys, berarti 460 juta dibagi 24, karena satu hari ada 24 jam, jadi ya anggap aja sekitar 20 juta per jam” terang mahasiswa lulusan Universitas Waseda, Jepang .

    Berita viral lainnya

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

  • Sidang Korupsi Truk Angkut Basarnas, Saksi Ungkap Dana Komando Dari Pemenang Lelang Dibagi-bagi – Halaman all

    Sidang Korupsi Truk Angkut Basarnas, Saksi Ungkap Dana Komando Dari Pemenang Lelang Dibagi-bagi – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Saksi mantan Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Basarnas, Kamil membenarkan ada dana komando berasal dari perusahaan pemenang lelang pengadaan di Basarnas.

    Kamil menyebut dana komando dari perusahaan pemenang lelang tersebut dibagi-bagi kepada sejumlah pegawai di Basarnas.

    Adapun hal itu disampaikan Kamil saat menjadi saksi pada sidang kasus korupsi pengadaan truk pengangkut personel dan Rescue Carrier Vehicle di Basarnas tahun 2014 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (2/1/2025). 

    Ia bersaksi untuk terdakwa mantan Sekretaris Utama (Sestama) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Basarnas, Max Ruland Boseke. 

    Selanjutnya terdakwa Direktur CV Delima Mandiri, William Widarta dan terdakwa Anjar Sulistyono selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.

    “Saya kembali lagi ke sumber-sumber uang. Pengetahuan terakhir yang saudara ketahui. Sumber uang yang dibagi-bagi tadi itu berasal dari mana,” tanya hakim Alfis di persidangan. 

    Hakim pun mempertanyakan asal-usul uang yang berasal dari pihak pemenang proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas. 

    “Izin Yang Mulia, kami hanya membantu Pak Rudi Hendro Satmoko, karena yang berhubungan dengan peserta hanya beliau,” jawab Kamil. 

    Hakim kemudian menegaskan tidak menanyakan soal hubungan tersebut. 

    “Tapi pengetahuan terakhir saudara uang yang masuk ke rekening tadi. Itu benar tidak sumbernya dari pada peserta lelang yang dinyatakan sebagai peserta lelang pengadaan di Basarnas,” tanya hakim Alfis. 

    “Iya,” jawab Kamil. 

    “Dari mereka semuanya, ada beberapa perusahaan kan. Kalau Delima Mandiri, William ini sendiri juga pernah ikut pengadaan di Basarnas. Apakah saudara juga mengetahui pernah setor uang atau transfer uang,” tanya hakim. 

    “Saya tidak pernah terima dana operasional dari CV Delima,” kata Kamil. 

    Hakim pun mempertanyakan soal asal usul uang yang masuk ke rekening yang dikuasai Kamil, termasuk rekening atas nama Eliza. 

    “Tidak ada kecuali yang pinjam meminjam,” jawab Kamil. 

    Sebagai informasi dalam perkara ini, Mantan Sekretaris Utama (Setama) Basarnas Max Ruland Boseke didakwa telah merugikan keuangan negara senilai Rp 20,4 miliar terkait kasus pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014.

    Kerugian itu muncul akibat dugaan korupsi pengadaan truk pengangkut personel yang memiliki nilai Rp 42.558.895.000 dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 Rp 43.549.312.500.

    Adapun sidang perdana digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/11/2024).

    Dalam dakwaannya, Jaksa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Max Ruland diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama dua terdakwa lainnya yakni William Widarta selaku CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikaya Abadi Prima dan Anjar Sulistyono selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.

    “Telah turut serta atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan secara melawan hukum,” kata Jaksa KPK Richard Marpaung di ruang sidang.

    Dalam surat dakwaannya, Jaksa menyebutkan, bahwa perbuatan tersebut dilakukan oleh Max Ruland dan dua terdakwa lainnya pada tahun 2013 hingga 2014. Dimana kata Richard perbuatan yang dilakukan di Kantor Basarnas RI, Kemayoran, Jakarta Pusat itu telah memperkaya Max Ruland Boseke yakni Rp 2,5 miliar dan William Widarta sebesar Rp 17,9 miliar.

    “Dalam pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya William Widarta sebesar Rp 17.944.580.000,00 dan memperkaya terdakwa Max Ruland Boseke sebesar Rp 2.500.000.000,00 yang dapat merugikan negara sebesar Rp 20.444.580.000,00,” jelas Jaksa.

    Kemudian Richard menjelaskan bahwa Max dan Anjar diduga mengarahkan William selaku pemenang lelang pengadaan truk tahun 2014 untuk menaikkan harga penawaran sebesar 15 persen.

    Yang dimana penawaran 15 persen itu dengan rincian 10 persen untuk dana komando dan 5 persen sisanya untuk perusahaan pemenang lelang.

    Selain itu Richard menuturkan, bahwa dari nilai pengadaan truk Rp 42.558.895.000 itu diketahui jumlah yang benar-benar digunakan hanya senilai Rp 32.503.515.000.

    Alhasil kata dia terdapat selisih angka kelebihan bayar yaitu senilai Rp 10.055.380.000. Sedangkan terkait pembelian pengadaan Rescue Carrier Vehicle hanya sebesar Rp 33.160.112.500 yang benar-benar digunakan dari anggaran yang telah ditandatangani yaitu Rp 43.549.312.500.

    Sehingga lanjut Richard terdapat selisih sebesar Rp 10.389.200000 dari nilai pembelian peralatan tersebut.

    “Yang mengakibatkan kerugian keuangan negara seluruhnya Rp Rp 20.444.580.000,00 sebagaimana laporan investigative dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan truk angkut personel 4WD dan pengadaan Rescue Carrier Vehicle pada Badan Sar Nasional (Basarnas) tahun 2014 yang dibuat Tim Auditor Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI tanggal 28 Februari 2024,” pungkasnya.

    Akibat perbuatannya Max Ruland Boseke Cs didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Heru Hanindyo Hakim Pemvonis Bebas Ronald Tannur Minta Jaksa Kembalikan Perhiasan Hingga Surat Tanah – Halaman all

    Heru Hanindyo Hakim Pemvonis Bebas Ronald Tannur Minta Jaksa Kembalikan Perhiasan Hingga Surat Tanah – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Terdakwa Heru Hanindyo mengajukan eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum terima gratifikasi dari vonis bebas perkara Gregorius Ronald Tannur.

    Pada persidangan di PN Tipikor Kamis (2/1/2025) terdakwa Heru Hanindyo meminta JPU mengembalikan safe deposit box, surat tanah hingga perhiasaan yang disita.

    “Bahwa yang berkaitan dengan SDB, safe deposit box, itu telah dilakukan penyitaan secara paksa oleh Jampidsus, yang mana tadi dalam eksepsi disebutkan adalah yang digunakan dalam dakwaan adalah uangnya saja,” kata Heru di persidangan.

    Ia melanjutkan di dalam SDB tersebut berisi peninggalan orang tua terdiri dari ijazah satu keluarga, kemudian surat-surat tanah hingga perhiasan orang tua.

    “Yang sampai saat ini tidak tahu di mana rimbanya, dan kami pun setiap penggeledahan, berita acara penyitaan tidak diberikan kepada saya sebagai tersangka maupun terdakwa,” terangnya.

    Kemudian ia memohon itu dikembalikan karena harta waris yang sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya.

    “Dan saya sebagai anak laki-laki, dan bersama dengan kakak saya bertanggung jawab terhadap keberadaan harta waris tersebut,” kata Heru di persidangan. 

    “Mohon penuntut umum untuk mengembalikan yang memang tidak digunakan dalam perkara ini, antara lain ijazah, surat tanah, dan perhiasan Yang Mulia,” jelasnya.

    Didakwa Terima Suap Rp 1 Miliar dan SGD 308 Ribu Atas Kasus Vonis Bebas Ronald Tannur

    Tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang vonis bebas terpidana Ronald Tannur menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (24/12/2024).

    Dalam sidang perdana tersebut ketiga Hakim PN Surabaya yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo didakwa telah menerima suap sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308.000 atau Rp 3,6 miliar terkait kepengurusan perkara Ronald Tannur.

    Uang miliaran tersebut diterima ketiga hakim dari pengacara Lisa Rahmat dan Meirizka Wijaja yang merupakan ibu dari Ronald Tannur.

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308.000,” ucap Jaksa Penuntut Umum saat bacakan dakwaan.

    Pada dakwaannya, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menyebut bahwa uang miliaran itu diterima para terdakwa untuk menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur.

    “Kemudian terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul menjatuhkan putusan bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur dari seluruh dakwaan Penuntut Umum,” ucapnya.

    Lebih lanjut Jaksa menuturkan, bahwa uang-uang tersebut dibagi kepada ketiga dalam jumlah yang berbeda.

    Adapun Lisa dan Meirizka memberikan uang secara tunai kepada Erintuah Damanik sejumlah 48 Ribu Dollar Singapura.

    Selain itu keduanya juga memberikan uang tunai senilai 48 Ribu Dollar Singapura yang dibagi kepada ketiga hakim dengan rincian untuk Erintuah sebesar 38 Ribu Dollar Singapura serta untuk Mangapul dan Heru masing-masing sebesar 36 Ribu Dollar Singapura.

    “Dan sisanya sebesar SGD30.000 disimpan oleh Terdakwa Erintuah Damanik,” jelas Jaksa.

    Tak hanya uang diatas, Lisa dan Meirizka diketahui kembali memberikan uang tunai kepada terdakwa Heru Hanindyo sebesar Rp 1 miliar dan 120 Ribu Dollar Singapura.

    “Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili,” kata dia.

    Akibat perbuatannya itu ketiga terdakwa pun didakwa dengan dan diancam dalam Pasal 12 huruf c jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 

    Adapun terkait perkara Ronald Tannur sebelumnya diberitakan, Majelis hakim di PN Surabaya dalam amar putusannya menyatakan, Gregorius Ronald Tannur dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan tewasnya Dini.

    Ronald juga dianggap masih berupaya melakukan pertolongan terhadap korban di saat masa-masa kritis dibuktikan dengan upaya Ronald membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.

    Untuk itu, Ronald dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP. 

    Majelis hakim kemudian membebaskan Ronald dari segala dakwaan jaksa penuntut umum di atas dalam sidang pada Rabu (24/7/2024).

    Vonis tersebut pun menuai kecaman baik dari masyarakat maupun anggota DPR.

    Komisi III DPR pun sempat menggelar rapat bersama keluarga korban untuk mendengar kesaksian dari keluarga korban.

    Kemudian ketiga hakim itu saat ini didakwa pengadilan PN Tipikor Jakarta Pusat telah menerima gratifikasi atas vonis bebas tersebut. 

     

     

  • Terungkap Basarnas Punya Anggaran di Luar APBN, Peruntukannya Diungkap Saksi Dalam Sidang – Halaman all

    Terungkap Basarnas Punya Anggaran di Luar APBN, Peruntukannya Diungkap Saksi Dalam Sidang – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Majelis hakim Alfis Setyawan mencecar mantan Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Basarnas, Kamil soal Basarnas punya anggaran di luar APBN. 

    Terkait hal tersebut Kamil mengatakan bila dana tersebut dibagi-bagi termasuk untuk para terdakwa.

    Adapun hal itu disampaikan Kamil saat menjadi saksi pada sidang kasus korupsi pengadaan truk pengangkut personel dan Rescue Carrier Vehicle di Basarnas tahun 2014 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (2/1/2025). 

    Ia bersaksi untuk terdakwa mantan Sekretaris Utama (Sestama) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Basarnas, Max Ruland Boseke. 

    Selanjutnya terdakwa Direktur CV Delima Mandiri, William Widarta dan terdakwa Anjar Sulistyono selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.

    Mulanya hakim mempertanyakan uang yang masuk mengapa tidak transfer melainkan harus ditunaikan. 

    “Karena pemegang kas mintanya uang cash disimpan di brankas untuk keperluan operasional Basarnas,” jawab Kamil di persidangan. 

    Kemudian hakim Alfis mempertanyakan soal penggunaan dana tersebut mengingat Basarnas sudah memiliki anggaran di APBN termasuk operasional.

    “Nah ini anggaran untuk apa ini?” tanya hakim di persidangan. 

    “Izin bapak mungkin saya cuman sedikit, itu kan ada kegiatan Darma Wanita. Itu kan non anggaran, terus kebijakan Pak Alfan itu ada uang THR, ada uang sembako, ada bantuan uang makan, karena memang tempo hari kan pemerintah belum…,” jawab Kamil. 

    Mendengar jawaban tersebut hakim kembali mempertanyakan boleh tidaknya menerima uang dari luar APBN dengan alasan untuk sembako, THR, dan segala macam.

    “Diperbolehkan?” tanya hakim. 

    Kemudian Kamil menerangkan bahwa hal itu merupakan kebijakan Kepala Basarnas Alfan Baharudin. 

    “Memang disampaikan seperti itu kebijakannya kepada saudara? Dengar sendiri dari dia?” tanya hakim yang kemudian dijawab Kamil tidak tahu. 

    “Terus saudara bisa menyampaikan seperti tadi kebijakan dari kepala badan dari mana?” tanya hakim

    “Ya karena mungkin ada dana-dana yang masuk, sudah dibagi-bagi,” jawab Kamil. 

    Termasuk yang bersangkutan juga dapat uangnya, tanya hakim. 

    “Iyalah,” jawab Kamil. 

    Hakim lalu mempertanyakan apakah para terdakwa juga mendapatkannya. 

    “Pak Max saya enggak tahu persis, cuman besarannya itu (Nggak tahu), iya Anjar juga (Terima), iya (Termasuk saya terima),” jawab Kamil. 

    Sebagai informasi dalam perkara ini, Mantan Sekretaris Utama (Setama) Basarnas Max Ruland Boseke didakwa telah merugikan keuangan negara senilai Rp 20,4 miliar terkait kasus pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014.

    Kerugian itu muncul akibat dugaan korupsi pengadaan truk pengangkut personel yang memiliki nilai Rp 42.558.895.000 dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 Rp 43.549.312.500.

    Adapun sidang perdana digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/11/2024).

    Dalam dakwaannya, Jaksa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Max Ruland diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama dua terdakwa lainnya yakni William Widarta selaku CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikaya Abadi Prima dan Anjar Sulistyono selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.

    “Telah turut serta atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan secara melawan hukum,” kata Jaksa KPK Richard Marpaung di ruang sidang.

    Dalam surat dakwaannya, Jaksa menyebutkan, bahwa perbuatan tersebut dilakukan oleh Max Ruland dan dua terdakwa lainnya pada tahun 2013 hingga 2014. Dimana kata Richard perbuatan yang dilakukan di Kantor Basarnas RI, Kemayoran, Jakarta Pusat itu telah memperkaya Max Ruland Boseke yakni Rp 2,5 miliar dan William Widarta sebesar Rp 17,9 miliar.

    “Dalam pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya William Widarta sebesar Rp 17.944.580.000,00 dan memperkaya terdakwa Max Ruland Boseke sebesar Rp 2.500.000.000,00 yang dapat merugikan negara sebesar Rp 20.444.580.000,00,” jelas Jaksa.

    Kemudian Richard menjelaskan bahwa Max dan Anjar diduga mengarahkan William selaku pemenang lelang pengadaan truk tahun 2014 untuk menaikkan harga penawaran sebesar 15 persen.

    Yang dimana penawaran 15 persen itu dengan rincian 10 persen untuk dana komando dan 5 persen sisanya untuk perusahaan pemenang lelang.

    Selain itu Richard menuturkan, bahwa dari nilai pengadaan truk Rp 42.558.895.000 itu diketahui jumlah yang benar-benar digunakan hanya senilai Rp 32.503.515.000.

    Alhasil kata dia terdapat selisih angka kelebihan bayar yaitu senilai Rp 10.055.380.000. Sedangkan terkait pembelian pengadaan Rescue Carrier Vehicle hanya sebesar Rp 33.160.112.500 yang benar-benar digunakan dari anggaran yang telah ditandatangani yaitu Rp 43.549.312.500.

    Sehingga lanjut Richard terdapat selisih sebesar Rp 10.389.200000 dari nilai pembelian peralatan tersebut.

    “Yang mengakibatkan kerugian keuangan negara seluruhnya Rp Rp 20.444.580.000,00 sebagaimana laporan investigative dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan truk angkut personel 4WD dan pengadaan Rescue Carrier Vehicle pada Badan Sar Nasional (Basarnas) tahun 2014 yang dibuat Tim Auditor Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI tanggal 28 Februari 2024,” pungkasnya.

    Akibat perbuatannya Max Ruland Boseke Cs didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Ketika Kejagung Ajukan Banding atas Vonis Harvey Moeis…

    Ketika Kejagung Ajukan Banding atas Vonis Harvey Moeis…

    Ketika Kejagung Ajukan Banding atas Vonis Harvey Moeis…
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Kejaksaan Agung
    (
    Kejagung
    ) RI mengonfirmasi bahwa jaksa telah mengajukan banding terhadap vonis ringan yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kepada
    Harvey Moeis
    .
    Diketahui, Harvey Moeis adalah terdakwa dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015–2022.
    “Kami berkomitmen, dan sesungguhnya kami sudah melakukan upaya hukum, melakukan banding dan sudah didaftarkan di pengadilan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, di Jakarta, Selasa (31/12/2024).
    Menurut Harli, saat ini jaksa penuntut umum (JPU) tengah menyusun poin-poin dan dalil-dalil memori banding sembari menunggu salinan putusan.
    Dia juga menegaskan bahwa tuntutan jaksa sebelumnya terhadap Harvey Moeis, yakni 12 tahun penjara, sudah sesuai dengan alat bukti yang ada.
    “Itu juga bisa kami jadikan sebagai pedoman, sebagai dasar untuk menyusun dalil-dalil yang kami sampaikan. Karena kita tahu bahwa dari sisi strachmat (lama tuntutan) yang diajukan bahwa penuntut umum menuntut yang bersangkutan 12 tahun, tetapi hanya diputus dengan 6,5 tahun,” ujarnya.
    Langkah Kejagung untuk naik banding juga sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto.
    Dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Jakarta pada 30 Desember 2024, Presiden Prabowo menyentil mengenai vonis ringan yang dijatuhkan kepada terdakwa kasus korupsi.
    “Saya mohon ya, kalau sudah jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliunan, ya semua unsur lah, terutama juga hakim-hakim, ya vonisnya jangan terlalu ringan lah. Nanti dibilang Prabowo enggak ngerti hukum lagi,” kata Prabowo.
    Prabowo bahkan menyatakan keprihatinannya atas
    vonis Harvey Moeis
    yang dianggap terlalu ringan dibandingkan potensi kerugian negara yang mencapai ratusan triliun rupiah.
    Oleh karena itu, Prabowo juga meminta agar Jaksa Agung memastikan adanya banding dalam kasus tersebut.
    “Jaksa Agung, naik banding enggak? Naik banding ya. Naik banding,” ujar Prabowo.
    Presiden bahkan menyarankan agar Harvey Moeis dijatuhi hukuman penjara hingga 50 tahun.
    “Vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira,” katanya.
    Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat sebelumnya menjatuhkan vonis 6,5 tahun penjara kepada Harvey Moeis.
    Vonis tersebut jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hukuman 12 tahun penjara.
    Selain hukuman penjara, Harvey juga dikenakan denda Rp 1 miliar dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.
    Ketua Majelis Hakim, Eko Aryanto saat membacakan pertimbangan menyebutkan bahwa tuntutan jaksa dianggap terlalu berat dibandingkan dengan kesalahan terdakwa.
    “Tuntutan pidana penjara selama 12 tahun terhadap diri terdakwa Harvey Moeis majelis hakim mempertimbangkan tuntutan pidana penjara tersebut terlalu berat jika dibandingkan dengan kesalahan terdakwa sebagaimana kronologis perkara,” ujar Eko saat membacakan putusan.
    Hakim Eko menuturkan, Harvey Moeis terlibat dalam sengkarut bisnis timah ini berawal ketika PT Timah Tbk, perusahaan negara yang memegang izin usaha pertambangan (IUP) di Bangka Belitung sedang berusaha meningkatkan produksi timah.
    PT Timah Tbk saat itu juga sedang berupaya meningkatkan jumlah ekspor timah.
    Di sisi lain, terdapat perusahaan smelter swasta di Bangka Belitung yang sedang berusaha meningkatkan produksi timah mereka. Salah satunya adalah PT RBT yang kerap diwakili Harvey dalam rapat-rapat.
    Menanggapi pertimbangan hakim tersebut, Harli Siregar menyatakan bahwa tidak ada kekeliruan dalam tuntutan jaksa, namun keputusan hakim didasarkan pada subjektivitas mereka.
    “Kalau dari sisi substansi, enggak ada masalah. Hanya saja kan bahwa pertimbangannya menyatakan tuntutan itu terlalu tinggi. Jadi ada subjektivitas di situ,” kata Harli.
    Menurut Harli, tuntutan yang diberikan jaksa penuntut umum untuk Harvey Moeis sudah sesuai dengan alat bukti.
    “Kalau anda mengikuti bagaimana pertimbangan-pertimbangan yang disampaikan oleh majelis hakim dalam persidangan itu, sesungguhnya apa yang sudah diajukan oleh penuntut umum terkait dengan pemenuhan alat bukti Pasal 183-184, itu sudah sama linier,” ujar Harli
    Oleh karena itu, Harli menyebut, tidak terpenuhinya tuntutan jaksa yang ingin Harvey Moeis dihukum 12 tahun penjara adalah karena pertimbangan subjektivitas hakim.
    Secara substansi, Harli memastikan bahwa tidak ada hal yang keliru terhadap tuntutan yang diberikan jaksa kepada Harvey Moeis.
    “Hanya saja kan bahwa pertimbangannya menyatakan tuntutan itu terlalu tinggi. Jadi ada subjektivitas di situ. Kalau dari sisi substansi, enggak ada masalah,” imbuhnya.
    Untuk diketahui, kerugian negara dari dugaan korupsi pada pengelolaan tata niaga timah yang melibatkan Harvey Moeis dan PT Refined Bangka Tin (RBT), dinilai mencapai Rp 300 triliun.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kaleidoskop 2024: Kejagung Catat Kerugian Negara Akibat Korupsi Rp310 Triliun

    Kaleidoskop 2024: Kejagung Catat Kerugian Negara Akibat Korupsi Rp310 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mencatatkan kasus korupsi telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp310 triliun sepanjang 2024.

    Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan selain rugi negara Rp310 triliun, negara juga mengalami kerugian lain berupa dollar Amerika dan emas puluhan kilogram.

    “Total perhitungan kerugian negara Rp 310.608.424.224.32 [Rp310 triliun] dan US$7,8 juta serta 58,135 kg emas. Ini belum dikonversi dengan harga emas 2018,” ujarnya dalam konferensi pers akhir tahun di Kejagung, Selasa (31/12/2024).

    Dia menambahkan kerugian ratusan triliun itu didominasi oleh enam kasus menonjol yang ditangani direktorat pidana khusus (Pidsus) misalnya, kasus korupsi timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS) sebesar Rp300 triliun.

    Kemudian, kasus korupsi pembangunan KA Besitang-Langsa Rp1 triliun; kasus transaksi emas ilegal di Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 Antam Rp1 triliun dan 58,135 kg emas.

    Selanjutnya, kasus korupsi pengelolaan komoditi emas periode 2010-2022 Rp24,5 miliar; kasus dugaan TPPU dengan tindak pidana asal korupsi kegiatan usaha Duta Palma Group sebesar Rp4,7 triliun dan US7,8 juta

    Terakhir, kasus dugaan korupsi importasi gula di Kemendag periode 2015-2023 yang menyeret eks Mendag Tom Lembong sebesar Rp400 miliar.

    “Mudah-mudahan di tahun 2025 tentu penegakan hukum kita akan semakin berkualitas, akan semakin bermartabat dan tentu akan semakin lebih baik,” pungkas Harli.

    Beda Hukuman Hakim untuk Harvey Moeis vs Budi Said

    Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) telah menjatuhkan vonis terhadap dua orang crazy rich yang menjadi terdakwa kasus korupsi, yaitu Harvey Moeis dan Budi Said.

    Dalam catatan Bisnis, Harvey Moeis dijatuhkan hukuman 6,5 pidana di skandal korupsi PT Timah Tbk. (TINS). Selain pidana badan, hakim tipikor juga telah membebankan uang pengganti Rp210 miliar kepada suami artis Sandra Dewi itu. 

    Sementara itu, Budi Said divonis 15 tahun dalam perkara korupsi pembelian 1,1 ton emas PT Antam Tbk. (ANTM). Crazy rich Surabaya dibebankan harus membayar uang pengganti 58,841 kg emas atau setara Rp35,5 miliar.

    Namun demikian, keduannya sama-sama dijatuhi hukuman denda sebesar Rp1 miliar dengan subsidair enam bulan penjara.

    Berkaitan dengan hal ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menyatakan banding terkait dengan vonis baik itu Harvey Moeis maupun Budi Said.

    Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menilai tuntutan pidana penjara yang diajukan jaksa penuntut umum selama 12 tahun terhadap terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) terlalu berat.

    Hakim Ketua Pengadilan Tipikor Jakarta Eko Aryanto menyatakan Harvey tidak berperan besar dalam hubungan kerja sama peleburan timah antara PT Timah Tbk dan PT RBT maupun dengan para pengusaha smelter peleburan timah lainnya yang menjalin kerja sama dengan PT Timah.

    “Jika dibandingkan dengan kesalahan terdakwa sebagaimana kronologis perkara maka majelis hakim berpendapat tuntutan pidana penjara yang diajukan penuntut umum terlalu tinggi dan harus dikurangi,” ujar Hakim Ketua dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/12/2024) dilansir dari Antara. 

    Maka dari itu, majelis hakim menjatuhkan hukuman 6 tahun dan 6 bulan penjara kepada Harvey, lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum.

    Berbeda dengan Harvey, terdakwa Budi Said divonis pidana 15 tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait dengan kasus dugaan korupsi jual beli emas PT Antam Tbk.

    Budi Said juga divonis pidana denda sejumlah Rp1 miliar subsider pidana kurungan selama 6 bulan dan dibebankan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar 58,841 kilogram emas Antam atau Rp35,53 miliar subsider 8 tahun penjara.

    “Menyatakan Budi Said terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi serta TPPU secara bersama-sama dan berlanjut sesuai dengan dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer,” ujar Hakim Ketua Tony Irfan dalam sidang putusan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. 

    Dengan demikian, Budi Said dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

    Dalam menjatuhkan vonis terhadap Budi Said, majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan, yakni perbuatan Budi Said telah menyebabkan kerugian atas keuangan negara serta memperkaya diri sendiri dan orang lain.

    Sementara itu, hal yang meringankan, yakni Budi Said belum pernah dihukum, bersifat sopan di persidangan, dan tidak mempersulit jalannya persidangan serta memiliki tanggung jawab keluarga.

    Adapun vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, Budi Said dituntut pidana penjara selama 16 tahun, pidana denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan, serta pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar 58,13 kg emas Antam atau senilai Rp35,07 miliar dan 1.136 kilogram emas Antam atau senilai Rp1,07 triliun subsider pidana penjara 8 tahun.

    Dalam kasus dugaan korupsi jual beli logam mulia emas Antam, Crazy Rich Surabaya itu didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp1,07 triliun.

  • Eks Dirjen ESDM Didakwa Terlibat Korupsi Timah

    Eks Dirjen ESDM Didakwa Terlibat Korupsi Timah

    JAKARTA – Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2015-2022 Bambang Gatot Ariyono didakwa terlibat dan menerima uang dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada tahun 2015—2022.

    “Akibat perbuatannya yang melawan hukum, negara mengalami kerugian sebesar Rp300 triliun,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) Teuku Rahmatsyah dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dilansir ANTARA, Senin, 30 Desember.

    JPU menjelaskan Bambang diduga secara melawan hukum menyetujui Revisi Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) tahun 2019 PT Timah, padahal mengetahui masih terdapat kekurangan yang belum dilengkapi.

    Kekurangan dimaksud, yaitu aspek studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) dan studi kelayakan untuk memfasilitasi PT Timah dalam mengakomodir pembelian bijih timah ilegal dari hasil penambangan ilegal di wilayah cadangan marginal wilayah IUP PT Timah.

    Bambang juga didakwa telah memfasilitasi PT Timah dalam kegiatan kerja sama pengolahan, pemurnian, dan penglogaman dengan smelter swasta yang melakukan pengambilan dan pengolahan bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.

    Selain itu, Bambang diduga tetap menerbitkan persetujuan project area PT Timah walaupun kegiatan kerja sama sewa alat processing (pengolahan) PT Timah dengan smelter swasta, di antaranya PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa sudah dilaksanakan terlebih dahulu sebelum persetujuan penetapan project area.

    Bahkan, lanjut JPU, kerja sama tersebut tidak termuat dalam studi kelayakan dan RKAB tahun 2019 PT Timah, sehingga PT Timah dan smelter swasta tersebut dapat dengan leluasa melakukan pengambilan dan pengolahan bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.

    JPU menjelaskan, Bambang juga didakwa secara melawan hukum menerima sejumlah uang dan fasilitas untuk menyetujui Revisi RKAB tahun 2019 PT Timah berupa uang sebesar Rp60 juta serta sponsor kegiatan golf tahunan yang dilaksanakan oleh IKA Minerba Golf, Mineral Golf Club, dan Batu bara Golf Club yang difasilitasi oleh PT Timah.

    Sponsor yang diterima Bambang berupa hadiah atau doorprize tiga buah Iphone 6 seharga Rp12 juta dan tiga buah jam merek Garmin seharga Rp21 juta.

    Dalam persidangan yang sama, terdapat Direktur Operasi Produksi PT Timah Tbk 2017-2020 Alwin Albar serta mantan Plt. Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bangka Belitung Supianto yang didakwakan melakukan korupsi bersama-sama dengan Bambang dalam kasus tersebut.

    Alwin antara lain diduga tidak melakukan tugas dan tanggungjawabnya sebagai Direksi PT Timah dalam menjalankan pengurusan PT Timah untuk kepentingan Perusahaan sesuai dengan maksud dan tujuan Perusahaan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait adanya kegiatan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.

    Sementara Supianto antara lain didakwa secara melawan hukum menyetujui RKAB tahun 2020 yang isinya tidak benar terhadap dua smelter swasta, yaitu PT Refined Bangka Tin beserta perusahaan afiliasinya dan PT Menara Cipta Mulia (afiliasi CV Venus Inti Perkasa).

    RKAB tersebut seharusnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan penambangan di wilayah IUP masing-masing perusahaan smelter dan afiliasinya, akan tetapi RKAB itu juga digunakan sebagai legalisasi untuk pengambilan dan mengelola bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.

  • Kasus DJKA, JCW Soroti Dugaan Keterlibatan Bupati Pati Terpilih Sudewo: Aneh kalau Belum Tersangka

    Kasus DJKA, JCW Soroti Dugaan Keterlibatan Bupati Pati Terpilih Sudewo: Aneh kalau Belum Tersangka

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Jateng Corruption Watch (JCW) menyoroti kasus dugaan korupsi serta suap pengadaan barang-jasa pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementrian Perhubungan (Kemenhub).

    Terlebih, kasus tersebut turut menyeret nama calon Bupati Pati terpilih, Sudewo.

    Politikus Gerindra tersebut beberapa kali telah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta dihadirkan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang.

    Koordinator Jateng Coorruption Watch, Kahar Muamalsyah, mengatakan kasus ini sudah menjadi perhatian organisasi antirasuah tersebut, jauh sebelum Sudewo mengikuti kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024, dan pada akhirnya keluar sebagai Bupati Pati terpilih.

    “Saat itu, saat masih penjaringan calon kepala daerah, kami sudah menyoroti sejumlah nama yang diduga bermasalah, karena terindikasi terlibat korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Tidak hanya Sudewo,” kata kahar dalam keterangannya, Selasa (31/12/2024).

    Dituturkan Kahar, memang secara hukum belum ada putusan atau ketatapan hukum yang menyebut Sudewo, mantan Anggota Komisi V DPR RI, terlibat dalam korupsi pengadaan barang-jasa di Dirjen Perkeretaapian Kemenhub. Namun, indikasinya sudah jelas dan kuat.

    Terlebih, sambung dia, penyidik KPK pernah menyita uang tunai bernilai sekitar Rp3 miliar dari kediaman Sudewo, dalam kasus tersebut. Oleh karenanya, menurut dia, aneh kalau hingga saat ini Sudewo belum ditetapkan sebagai tersangka.

    “Uang yang disita itu kan sebagai barang bukti adanya keterlibatan yang bersangkutan,” ucapnya.

    Menurut Kahar, bilamana memang Sudewo dinilai tak bersalah dalam kasus ini, KPK sudah seyogyanya KPK menjelaskan kepada publik, peran yang bersangkutan dalam kasus ini seperti apa.

    “Kami berharap, penegakan hukum dilakukan secara benar, tanpa tebang pilih. Penegakan hukum dilakukan dengan asas equality before the law, semua sama di depan hukum,” tegasnya.

    Sebelumnya dilansir Tribunnews.com, Gerakan Masyarakat Peduli Pati (Germas PP) mendesak KPK agar tak tebang pilih dalam penuntasan kasus suap dan korupsi pengadaan barang-jasa di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tahun anggaran 2020–2022.

    Germas PP menggelar unjuk rasa untuk menyampaikan aspirasinya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024), kemarin.

    Perwkilan Germas PP menyampaikan, KPK dinilai telah cukup memiliki bukti keterlibatan Sudewo, politikus Gerindra mantan anggota Komisi V DPR yang kini menjadi Bupati Pati terpilih tersebut.

    Penyitaan uang senilai Rp3 miliar dari kediaman Sudewo sudah menjadi bukti keterlibatan yang bersangkutan, dalam pusaran kasus suap dan korupsi ini.

    “KPK jangan tebang pilih, penerima suap yang lain sudah jadi tersangka dan diseret ke persidangan,” katanya.

    Penyitaan uang itu terungkap dalam sidang kasus dugaan suap proyek DJKA dengan terdakwa Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah Putu Sumarjaya dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BTP Jawa Bagian Tengah Bernard Hasibuan di Pengadilan Tipikor Semarang, beberapa waktu lalu.

    Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (9/11/2023) silam. Sudewo membantah telah menerima suap terkait proyek pengadaan barang-jasa di DJKA.

    Menurut dia, uang disita penyidik KPK sebagian merupakan gajinya sebagai anggota DPR RI dan sebagian lainnya dari merupakan hasil dari usaha pribadinya.

    Terpisah, Presiden Prabowo Subianto cum Ketua Umum Gerindra menegaskan tak akan melindungi kadernya bilamana ada yang melakukan korupsi.

    Hal itu disampaikan saat Prabowo menghadiri HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Kamis (12/12/2024).

    “Jangan karena kau merasa Gerindra, kau berbuat menyimpang berbuat seenaknya, kau berharap Gerindra melindungi kau tidak,” ujar Prabowo, dikutip Tribunnews.com. (*)

  • Kasus Suap DJKA, JCW Soroti Dugaan Keterlibatan Bupati Pati Terpilih: Aneh, Kalau Belum Tersangka

    Kasus Suap DJKA, JCW Soroti Dugaan Keterlibatan Bupati Pati Terpilih: Aneh, Kalau Belum Tersangka

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Jateng Corruption Watch (JCW) menyoroti kasus dugaan korupsi serta suap pengadaan barang-jasa pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementrian Perhubungan (Kemenhub).

     

    Terlebih, kasus tersebut turut menyeret nama calon Bupati Pati terpilih, Sudewo. Politikus Gerindra tersebut beberapa kali telah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta dihadirkan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang.

     

    Koordinator Jateng Coorruption Watch, Kahar Muamalsyah, mengatakan kasus ini sudah menjadi perhatian organisasi antirasuah tersebut, jauh sebelum Sudewo mengikuti kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024, dan pada akhirnya keluar sebagai Bupati Pati terpilih.

     

    “Saat itu, saat masih penjaringan calon kepala daerah, kami sudah menyoroti sejumlah nama yang diduga bermasalah, karena terindikasi terlibat korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Tidak hanya Sudewo,” kata kahar dalam keterangannya, Selasa (31/12/2024).

     

    Dituturkan Kahar, memang secara hukum belum ada putusan atau ketatapan hukum yang menyebut Sudewo, mantan Anggota Komisi V DPR RI, terlibat dalam korupsi pengadaan barang-jasa di Dirjen Perkeretaapian Kemenhub. Namun, indikasinya sudah jelas dan kuat.

     

    Terlebih, sambung dia, penyidik KPK pernah menyita uang tunai bernilai sekitar Rp3 miliar dari kediaman Sudewo, dalam kasus tersebut. Oleh karenanya, menurut dia, aneh kalau hingga saat ini Sudewo belum ditetapkan sebagai tersangka.

     

    “Uang yang disita itu kan sebagai barang bukti adanya keterlibatan yang bersangkutan,” ucapnya.

     

    Menurut Kahar, bilamana memang Sudewo dinilai tak bersalah dalam kasus ini, KPK sudah seyogyanya KPK menjelaskan kepada publik, peran yang bersangkutan dalam kasus ini seperti apa.

     

    “Kami berharap, penegakan hukum dilakukan secara benar, tanpa tebang pilih. Penegakan hukum dilakukan dengan asas equality before the law, semua sama di depan hukum,” tegasnya.

     

    Sebelumnya dilansir Tribunnews.com, Gerakan Masyarakat Peduli Pati (Germas PP) mendesak KPK agar tak tebang pilih dalam penuntasan kasus suap dan korupsi pengadaan barang-jasa di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tahun anggaran 2020–2022.

     

    Germas PP menggelar unjuk rasa untuk menyampaikan aspirasinya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024), kemarin.

     

    Perwkilan Germas PP menyampaikan, KPK dinilai telah cukup memiliki bukti keterlibatan Sudewo, politikus Gerindra mantan anggota Komisi V DPR yang kini menjadi Bupati Pati terpilih tersebut.

     

    Penyitaan uang senilai Rp3 miliar dari kediaman Sudewo sudah menjadi bukti keterlibatan yang bersangkutan, dalam pusaran kasus suap dan korupsi ini.

     

    “KPK jangan tebang pilih, penerima suap yang lain sudah jadi tersangka dan diseret ke persidangan,” katanya.

     

    Penyitaan uang itu terungkap dalam sidang kasus dugaan suap proyek DJKA dengan terdakwa Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah Putu Sumarjaya dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BTP Jawa Bagian Tengah Bernard Hasibuan di Pengadilan Tipikor Semarang, beberapa waktu lalu.

     

    Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (9/11/2023) silam. Sudewo membantah telah menerima suap terkait proyek pengadaan barang-jasa di DJKA.

     

    Menurut dia, uang disita penyidik KPK sebagian merupakan gajinya sebagai anggota DPR RI dan sebagian lainnya dari merupakan hasil dari usaha pribadinya.

     

    Terpisah, Presiden Prabowo Subianto cum Ketua Umum Gerindra menegaskan tak akan melindungi kadernya bilamana ada yang melakukan korupsi.

     

    Hal itu disampaikan saat Prabowo menghadiri HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Kamis (12/12/2024).

     

    “Jangan karena kau merasa Gerindra, kau berbuat menyimpang berbuat seenaknya, kau berharap Gerindra melindungi kau tidak,” ujar Prabowo, dikutip Tribunnews.com. (*)

  • Prabowo Kritik Vonis Ringan Harvey Moeis: Vonisnya ya 50 Tahun

    Prabowo Kritik Vonis Ringan Harvey Moeis: Vonisnya ya 50 Tahun

    JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Jakarta, Senin, mengkritik hakim-hakim yang menjatuhkan vonis ringan terhadap koruptor.

    Prabowo menilai vonis ringan untuk koruptor melukai hati rakyat. Karena itu, Presiden Prabowo memerintahkan Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk mengajukan banding terhadap kasus-kasus korupsi yang vonisnya diyakini terlalu ringan.

    “Rakyat itu mengerti, rampok ratusan triliun vonisnya sekian (tahun),” kata Presiden di hadapan jajaran petinggi kementerian/lembaga dan kepala daerah saat memberi pengarahan dalam Musrenbangnas dilansir ANTARA, Senin, 30 Desember.

    Presiden lanjut menekankan para terdakwa korupsi seharusnya menerima vonis berat.

    “Vonisnya ya 50 tahun, begitu kira-kira,” kata Presiden kepada Jaksa Agung.

    Presiden juga mengingatkan Menteri Imigrasi dan Permasyarakatan Agus Andrianto untuk memastikan para terpidana, khususnya terpidana korupsi, tidak mendapatkan kemudahan-kemudahan saat mendekam di penjara.

    “Nanti jangan-jangan di penjara pakai AC, punya kulkas, pakai TV. Tolong menteri permasyarakatan ya, jaksa agung,” ucap Presiden Prabowo.

    Selain itu, Prabowo mengingatkan jajaran aparat pemerintah untuk bersama membenahi diri.

    “Saya tidak menyalahkan siapa pun. Ini kesalahan kolektif kita. Mari kita bersihkan. Makanya, saya katakan aparat pemerintah, kita gunakan ini untuk membersihkan diri sebelum nanti rakyat yang membersihkan kita. Lebih baik kita membersihkan diri kita sendiri,” tutur Prabowo memperingatkan jajarannya.

    Presiden saat menyinggung soal vonis ringan itu memang tidak menyebutkan secara gamblang kasusnya.

    Namun perhatian publik dalam beberapa hari terakhir mengarah kepada vonis ringan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kepada Harvey Moeis dalam kasus korupsi timah.

    Majelis hakim saat membacakan putusannya minggu lalu (23/12) menyatakan Harvey bersalah dan menghukum dia penjara 6 tahun 6 bulan, sementara tuntutan jaksa 12 tahun. Dalam pembacaan putusan, majelis hakim juga mengakui Harvey dan terdakwa lainnya bersalah merugikan negara hingga Rp300 triliun.

    Selepas pembacaan putusan itu, jaksa pun mengajukan banding ke pengadilan tinggi atas vonis yang diterima Harvey.