Kementrian Lembaga: Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

  • KPK Sita Uang Lebih dari Rp400 Miliar terkait Kasus Korupsi Mantan Bupati Kukar Rita Widyasari

    KPK Sita Uang Lebih dari Rp400 Miliar terkait Kasus Korupsi Mantan Bupati Kukar Rita Widyasari

    GELORA.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah uang dari berbagai pihak terkait kasus dugaan korupsi yang menyeret mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari. 

    Jumlah uang yang disita mencapai lebih dari Rp400 miliar yang terdiri atas rupiah dan mata uang asing.

    Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto menuturkan, penyitaan uang tersebut dilakukan pada 10 Januari 2025.

    “Dalam mata uang rupiah sebesar Rp350.865.006.126,78, uang ini disita dari 36 rekening (atas nama tersangka dan atas nama pihak pihak terkait lainnya),” ucap Tessa, Selasa (14/1/2025). 

    Lalu, dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS) sebesar 6.284.712,77 dolar AS, yang disita dari 15 rekening dan dalam mata uang dolar Singapura sebesar 2.005.082,00 SGD.

    “Penyitaan dilakukan karena diduga uang yang tersimpan dalam rekening tersebut diperoleh dari hasil tindak pidana terkait dengan perkara tersebut di atas,” katanya.

    Sebagai informasi, Rita telah dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Pondok Bambu setelah dijatuhi hukuman 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 6 Juli 2018.

    Rita terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp110.720.440.000 dan suap Rp6 miliar dari para pemohon izin dan rekanan proyek. Saat ini, KPK masih melakukan penyidikan terkait kasus TPPU dengan tersangka Rita

  • Kasus Korupsi Eks Bupati Rita Widyasari, KPK Sita Uang Rp400 Miliar

    Kasus Korupsi Eks Bupati Rita Widyasari, KPK Sita Uang Rp400 Miliar

    loading…

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah uang dari berbagai pihak terkait kasus dugaan korupsi yang menyeret eks Bupati Kertai Negara Rita Widyasari. Foto/Dok.SINDOnews

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah uang dari berbagai pihak terkait kasus dugaan korupsi yang menyeret eks Bupati Kertai Negara Rita Widyasari.

    Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto menyatakan, penyitaan dilakukan pada 10 Januari 2025. Adapun, uang yang disita dari mata uang rupiah hingga asing.

    “Dalam mata uang rupiah sebesar Rp350.865.006.126,78, uang ini disita dari 36 rekening (atas nama tersangka dan atas nama pihak pihak terkait lainnya),” kata Tessa, Selasa (14/1/2025).

    Kemudian USD 6.284.712,77 yang disita dari 15 rekening dan SGD2.005.082.

    “Penyitaan dilakukan karena diduga uang yang tersimpan dalam rekening tersebut diperoleh dari hasil tindak pidana terkait dengan perkara tersebut di atas,” ujarnya.

    Jika ditotal, jumlah uang yang disita itu lebih dari Rp400 miliar.

    Sekadar informasi, Rita telah dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Pondok Bambu setelah dijatuhi hukuman 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 6 Juli 2018.

    Rita terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp110.720.440.000 dan suap Rp6 miliar dari para pemohon izin dan rekanan proyek. Saat ini, KPK masih melakukan penyidikan terkait kasus TPPU dengan tersangka Rita.

    (shf)

  • Eksepsi Heru Hanindyo Ditolak Hakim, Sidang Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur Dilanjutkan – Halaman all

    Eksepsi Heru Hanindyo Ditolak Hakim, Sidang Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur Dilanjutkan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Majelis Hakim Tegus Santoso menyatakan tidak menerima eksepsi atau nota keberatan tim penasihat hukum terdakwa Heru Hanindyo terkait kasus suap vonis bebas Ronald Tannur.

    Dalam pertimbangannya, Hakim Teguh menyatakan, eksepsi Heru yang disampaikan tim pengacaranya itu telah masuk pokok perkara dan diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dalam proses sidang.

    “Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum terdakwa Heru Hanindyo tidak dapat diterima,” ucap Hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (14/1/2025).

    Atas putusan ini, Hakim pun memerintahkan agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) melanjutkan proses persidangan kasus suap vonis bebas Ronald Tannur yang menjerat Heru Hanindyo.

    “Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara 106/Pid.Sus-TPK/2024/PN.JKT.Pst atas nama terdakwa Heru Hanindyo,” pungkasnya.

    Didakwa Terima Suap Rp 1 Miliar dan 308 Ribu Dolar Singapura

    Tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang vonis bebas terpidana Ronald Tannur menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (24/12/2024).

    Dalam sidang perdana tersebut ketiga Hakim PN Surabaya yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo didakwa telah menerima suap sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308.000 atau Rp 3,6 miliar terkait kepengurusan perkara Ronald Tannur.

    Uang miliaran tersebut diterima ketiga hakim dari pengacara Lisa Rahmat dan Meirizka Wijaja yang merupakan ibu dari Ronald Tannur.

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308.000,” ucap Jaksa Penuntut Umum saat bacakan dakwaan.

    Pada dakwaannya, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menyebut bahwa uang miliaran itu diterima para terdakwa untuk menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur.

    “Kemudian terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul menjatuhkan putusan bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur dari seluruh dakwaan Penuntut Umum,” ucapnya.

    Lebih lanjut Jaksa menuturkan, bahwa uang-uang tersebut dibagi kepada ketiga dalam jumlah yang berbeda.

    Adapun Lisa dan Meirizka memberikan uang secara tunai kepada Erintuah Damanik sejumlah 48 Ribu Dollar Singapura.

    Selain itu keduanya juga memberikan uang tunai senilai 48 Ribu Dollar Singapura yang dibagi kepada ketiga hakim dengan rincian untuk Erintuah sebesar 38 Ribu Dollar Singapura serta untuk Mangapul dan Heru masing-masing sebesar 36 Ribu Dollar Singapura.

    “Dan sisanya sebesar SGD30.000 disimpan oleh Terdakwa Erintuah Damanik,” jelas Jaksa.

    Tak hanya uang diatas, Lisa dan Meirizka diketahui kembali memberikan uang tunai kepada terdakwa Heru Hanindyo sebesar Rp 1 miliar dan 120 Ribu Dollar Singapura.

    “Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili,” kata dia.

    Akibat perbuatannya itu ketiga terdakwa pun didakwa dengan dan diancam dalam Pasal 12 huruf c jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 

     

     

  • Pakar Hukum Pidana Nilai Pernyataan Bambang Hero Tak Masuk Unsur Memberi Keterangan Palsu – Halaman all

    Pakar Hukum Pidana Nilai Pernyataan Bambang Hero Tak Masuk Unsur Memberi Keterangan Palsu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Organisasi Masyarakat (Ormas) Persaudaraan Pemuda Tempatan (Perpat) Kepulauan Bangka Belitung (Babel), melaporkan Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) yang juga ahli lingkungan Bambang Hero Saharjo, ke Polda Bangka Belitung pada Rabu (8/1/2025). 

    Ormas tersebut melaporkan Bambang Hero atas dugaan kejanggalan hasil perhitungan kerugian negara dari sektor lingkungan yang jadi dasar penanganan korupsi timah, yakni sebesar Rp 271 triliun. 

    Menanggapi hal ini, Pakar Hukum Pidana Boris Tampubolon mengatakan, seorang ahli yang memberikan keterangan di pengadilan tidak bisa dilaporkan atas dasar memberi keterangan palsu yang terdapat dalam Pasal 242 KUHP.

     

    “Menurutnya, unsur Pasal 242 KUHP juga tidak masuk dalam kasus Prof Bambang Hero ini.

    “Sebab seorang ahli di dalam persidangan itu hanya memberikan pendapat berdasarkan keahliannya. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 187 KUHAP intinya keterangan seorang ahli itu merupakan pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan,” kata Boris, Senin (13/01/2025).

    Boris menambahkan, pendapat itu sendiri bisa berbeda-beda antara ahli yang satu dengan yang lain.

    Nantinya hakim yang akan menilai berdasarkan fakta persidangan apakah pendapat dari ahli itu bisa digunakan sebagai dasar atau tidak dalam pertimbangan putusannya. 

    “Pada akhirnya, hakim lah yang menilai dan menentukan, apakah pendapat ahli itu bisa diterima atau justru ditolak. Jadi sangat tidak tepat bila keterangan Prof. Bambang Hero sebagai ahli yang mengutarakan pendapatnya dalam kasus timah itu dituduh sebagai memberi keterangan palsu,” kata Founder Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (DNT Lawyers) ini.

    Meski demikian, Lanjut Boris, tidak bisa dipungkiri bahwa pendapat Prof. Bambang Hero yang menyatakan kerugian 271 triliun di kasus timah banyak menjadi perbincangan.

    Sehingga wajar bila memunculkan banyak reaksi dari masyarakat termasuk adanya sekelompok warga masyarakat yang sampai melaporkan dia ke polisi atas memberi keterangan palsu.

    “Saya pribadi menghormati pendapat beliau yang menyatakan kerugian dalam kasus timah ini mencapai 271 triliun akibat kerusakan lingkungan. Yang menjadi persoalan mengganjal dalam kasus ini sebenarnya adalah apakah kerugian akibat kerusakan lingkungan itu sama dengan kerugian korupsi? Atau apakah bisa kerugian kerusakan lingkungan itu dimasukan menjadi kerugian korupsi dalam UU Tipikor,” ujarnya.

    Menurut sepengetahuan Boris, kerugian akibat kerusakan lingkungan itu punya mekanisme sendiri dan secara aturan kerugian lingkungan itu sifatnya masih bisa mengalami perubahan karena dipengaruhi faktor teknis dan non teknis di bidang lingkungan (Pasal 6 Permen LH No. 7/2014), artinya sifat kerugiannya potensial atau belum pasti.

    Sementara kerugian keuangan negara dalam korupsi itu harus pasti atau actual lost.

    “Menurut saya karena kejanggalan ini lah sehigga wajar menimbulkan banyak reaksi dari masyarakat atas pendapat dari Prof. Bambang Hero ini. Sehingga beliau akhirnya sampai dilaporkan atas dasar dugaan memberikan keterangan palsu,” kata Boris.

    Diberitakan sebelumnya, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo mengaku tak kapok jika sewaktu-waktu kembali dilibatkan untuk menghitung kerugian negara akibat adanya kerusakan lingkungan dari hasil tindak pidana korupsi.

    Bambang yang merupakan Ahli Lingkungan itu menyebut bahwa apa yang ia lakukan selama ini sebagai bentuk jihad untuk mencegah adanya kerusakan lingkungan di tanah air.

    Adapun hal itu Bambang ungkapkan usai dilaporkan ke polisi atas tuduhan memberikan keterangan palsu terkait kerugian keuangan negara dalam sidang kasus korupsi timah.

    “Saya memang ini jihad saya, bahwa saya berniat Lillahita’ala mencegah jangan sampai kerusakan di muka bumi ini berlanjut,” ucap Bambang saat dihubungi Tribunnews.com, Minggu (12/1/2025).

    Dia pun menekankan, tetap bersedia jika nantinya kembali dilibatkan oleh penegak hukum meski kini dirinya terancam dipidanakan usai dituduh beri keterangan palsu.

    Sebab menurut dia, apabila ia berhenti melakukan perhitungan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi, maka sama saja ia melegalkan kerusakan lingkungan itu terjadi.

    “Kalau saya bisa berbuat sesuatu kenapa tidak, kalau saya tahu kemudian gara-gara ini berhenti, itu sama saja saya melegalkan. Agama saya melarang untuk membiarkan kerusakan di muka bumi,” tuturnya.

    “Saya yakin, saya tidak berjuang sendiri,” sambungnya.

    Sebut Telah Sesuai Prosedur dan Diterima Hakim

    Bambang Hero Saharjo heran dirinya dipolisikan atas tuduhan pemberian keterangan palsu terkait perhitungan kerugian negara di sidang kasus korupsi tata niaga timah.

    Bambang menyatakan, perhitungan kerugian negara akibat adanya kerusakan lingkungan di kasus timah telah dilakukan sesuai prosedur dan juga telah diputus oleh Majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

    “Saya sudah melakukan sesuai prosedur itu dan sudah sampaikan detail di persidangan dengan gunakan paparan dan satelit sebagainya dan ternyata di terima Majelis hakim,” kata Bambang Hero saat dihubungi, Minggu (12/1/2025).

    Dia juga mengatakan, kalaupun terdapat data yang salah dalam kerugian keuangan negara di kasus timah, maka Kejaksaan Agung selaku pihak yang melibatkannya akan protes sejak awal.

    Tak hanya pihak Kejaksaan, dalam perhitungan itu, kata Bambang juga terdapat pihak Auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang turut mengawasi hal tersebut.

    “Belum nanti di persidangan diuji oleh Jaksa, belum lagi lawyer, belum lagi Majelis lima orang. Lalu kok kemudian saya yang jadi bahan bancakan dikerubutin rame-rame,” ucap Bambang.

    Bambang mengaku hingga saat ini dirinya pun belum menerima informasi apapun dari pihak kepolisian usai sebelumnya dilaporkan ke Polda Banga Belitung.

    Dia menjelaskan, bahwa pertama kali mengetahui dirinya dilaporkan ke polisi dari pemberitaan di media massa.

    “Sampai dengan hari ini saya belum menerima informasi apapun, bahkan dari Polda kah atau darimana, laporannya pun saya tidak tahu,” ucapnya.

    Akan tetapi guna menyikapi hal ini, Bambang mengatakan telah menginformasikan pelaporan itu ke pihak Kejaksaan Agung selaku pihak yang menunjuknya sebagai ahli dalam kasus tersebut.

    “Tapi saya sudah laporkan ke Kejaksaan Agung, saya kan diminta oleh mereka,” pungkasnya.

    Respons Kejagung

    Kejaksaan Agung (Kejagung) buka suara soal dilaporkannya Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo ke Polda Bangka Belitung atas dugaan pemberian keterangan palsu terkait kerugian keuangan negara di korupsi tata niaga komoditas timah.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar berpandangan, semestinya semua pihak haruslah taat asas.

    Pasalnya dalam memperkirakan kerugian negara, Bambang Hero selaku ahli yang dihadirkan di persidangan saat itu telah memberikan keterangannya atas dasar pengetahuan yang kemudian diolah dan dihitung oleh Auditor negara.

    “Perhitungan atas kerugian keuangan negara ini didasarkan atas permintaan Jaksa penyidik,” kata Harli saat dikonfirmasi, Jumat (10/1/2025).

    Selain itu lanjut Harli bahwa Pengadilan melalui majelis hakim juga telah menyatakan bahwa terdapat kerugian negara Rp 300 triliun dalam perkara tata niaga komoditas timah.

    Alhasil menurut dia, Pengadilan dalam hal ini juga sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) yang sebelumnya mendakwakan bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi di kasus tersebut termasuk merupakan kerugian negara.

    Atas dasar ini, Harli pun mengaku heran kenapa masih ada pihak yang meragukan keterangan ahli tersebut hingga berujung adanya pelaporan ke polisi.

    “Pengadilan dalam putusannya telah menyatakan kerugian negara dalam perkara a quo sebanyak Rp 300 T. Lalu apa yang menjadi keraguan kita terhadap pendapat ahli tersebut sehingga harus dilaporkan?,” pungkas Harli.

    Bambang Hero Saharjo dilaporkan ke Polda Bangka Belitung (Babel).

    Pelaporan itu diajukan oleh Ketua DPD Perpat Bangka Belitung Andi Kusuma, yang menuduh Hero telah memberikan keterangan palsu sebagaimana diatur dalam pasal 242 KUH Pidana.

    Adapun keterangan palsu tersebut terkait penghitungan kerugian negara dalam kasus korupsi timah di Bangka Belitung.

    “Sesuai dengan penerapan Pasal 242 Ayat 1 barang siapa yang dalam keadaannya dimana undang-undang menentukan supaya memberikan keterangan yang demikian dengan sengaja memberikan keterangan palsu di atas sumpah baik secara lisan maupun tertulis secara pribadi ataupun ditunjuk oleh kuasanya dituntut maksimal penjara 7 tahun,” kata Andi, dikutip dari BangkaPos.com, Rabu (8/1/2025).

    Sebagaimana diketahui, Bambang Hero Saharjo adalah ahli yang diminta Kejaksaan Agung RI untuk menghitung kerugian keuangan negara akibat kerusakan lingkungan di lahan tambang wilayah Bangka Belitung. 

    Total kerugian yang dihitung oleh Bambang Hero Saharjo mencapai Rp 271 triliun.Andi juga menuturkan, pelaporan itu dilakukannya lantaran Bambang Hero Saharjo dinilai tidak berkompeten dalam menghitung kerugian negara dalam kasus tersebut.

    “Dia (Bambang Hero Saharjo) diadukan melanggar pasal 242 KUH Pidana tentang keterangan palsu. Pada saat di persidangan ketika ditanya dalam kapasitas dia sebagai saksi ahli dia menjawab malas untuk menjawab. Artinya dia tidak menjalan tugas sebagai saksi ahli,” tutur Andi. 

    Menurut Andi, perhitungan Hero tidak berdasar dan berdampak terhadap lumpuhnya perekonomian Bangka Belitung.Tanggapan Polda Bangka BelitungDirektur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Kepulauan Bangka Belitung, Kombes Pol Nyoman Merthadana, memastikan pihaknya telah menerima laporan dari DPD Perpat Babel.

    Dia menegaskan bahwa laporan tersebut akan ditindaklanjuti dengan proses kajian dan pendalaman.

    “Setiap laporan dari masyarakat pasti akan kami terima dan tindak lanjuti. Saat ini laporan tersebut masih dalam tahap pengaduan dan akan kami pelajari lebih lanjut,” kata Kombes Nyoman.

    Dia juga menyebut laporan ini telah tercatat di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Babel untuk proses lanjutan

    Kontroversi Perhitungan Kerugian 

    Kasus tata niaga timah yang menyeret angka kerugian hingga Rp 271 triliun menjadi perhatian publik.

    Namun, DPD Perpat menilai perhitungan tersebut tidak jelas dan berpotensi merugikan masyarakat Bangka Belitung jika tidak terbukti akurat.

    “Kami mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi. Namun, prosesnya harus berkeadilan dan transparan,” tutup Andi.

    Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan lebih lanjut oleh Polda Bangka Belitung.Semua pihak berharap proses hukum dapat berjalan adil dan memberikan kejelasan terkait polemik yang terjadi.

  • Korupsi di Basarnas, Saksi Ungkap Pengusaha William Widarta Tunjuk Perusahaan Teman Ikuti Lelang – Halaman all

    Korupsi di Basarnas, Saksi Ungkap Pengusaha William Widarta Tunjuk Perusahaan Teman Ikuti Lelang – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Riki Hansyah, Sales CV Delima Mandiri yang dimiliki terdakwa Wiliam Widarta mengungkap atasannya menunjuk perusahaan milik temannya untuk mengikuti lelang pengadaan truk angkut personel dan Rescue Carrier Vehicle di Basarnas tahun 2014.

    Hal itu diungkapkan Riki saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan truk angkut personel dan Rescue Carrier Vehicle di Basarnas tahun 2014 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/1/2025).

    Dalam sidang ini duduk sebagai terdakwa yakni eks Sekertaris Utama (Sestama) Basarnas Max Ruland Boseke, William Widarta selaku CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikaya Abadi Prima, dan Anjar Sulistyono selaku Kasubdit Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.

    Awalnya, Riki menyebut perusahaan yang mengikuti lelang di Basarnas hanya CV Delima Mandiri yang dimiliki William.

    Namun, saat dicecar Jaksa, terungkap ada perusahaan lain yang turut mengikuti lelang pengadaan di Basarnas.

    “Yang diikuti pelelangan, apakah CV Delima Mandiri semuanya atau ada perusahaan lain yang digunakan?” tanya Jaksa.

    “Delima Mandiri bapak,” kata Riki.

    “Selain Delima Mandiri?” tanya Jaksa lagi.

    “Ada PT Trikarya pak,” ucap Riki.

    “Kemudian?” tanya Jaksa.

    “Raja Buana,” jelas Riki.

    Kemudian saat Jaksa membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) milik Riki saat proses penyidikan, disana terungkap terdapat 13 perusahaan yang terafiliasi dengan CV Delima Mandiri milik William.

    Dari total 13 perusahaan afiliasi itu kemudian 3 di antaranya didaftarkan William Widarta untuk mengikuti lelang di Basarnas yakni CV Delima Mandiri, PT Trikarya Abadi, dan PT Omega Raya.

    Adapun Trikarya, Omega dan Raja Buana berdasarkan keterangan Riki, bahwa perusahaan itu milik teman dari William.

    “Lalu bagaimana bisa digunakan untuk mengikuti pelelangan oleh Pak William?” tanya Jaksa.

    “Setahu saya sih Pak Wil pakai Trikarya misalnya gitu ya, itu temannya,” kata Riki.

    “Trikarya punya teman Pak William?” tanya Jaksa.

    “Iya,” ucapnya.

    “Itu yang saksi sebut 13 perusahaan itu, itu teman-temannya Pak William?” tanya Jaksa lagi.

    “Iya pak,” tutur Riki.

    Setelah itu Jaksa pun menggali keterangan Riki soal kenapa William Widarta sampai menunjuk 3 perusahaan tambahan untuk mengikuti lelang di Basarnas.

    Menjawab pertanyaan Jaksa, Riki mengaku hanya mengikuti perintah yang diberikan atasannya saat itu.

    Sebab dalam lelang ini, Riki bersama sales CV Delima Mandiri lainnya yakni Yudi Muharram yang mengupload dokumen lelang milik 3 perusahaan tersebut.

    “Jadi setahu saya ‘Ki masukin 3 karena waktu itu di Keppresnya kalau sampai kurang dari 3 itu tender ulang’ enggak bisa pak. Jadi pak Wil jaga-jaga aja Pak seperti itu,” ucap Riki.

    Mendengar jawaban Riki kemudian Jaksa dibuat heran.

    Sebab dalam proses lelang seharusnya bersifat terbuka dan bisa diikuti oleh perusahaan di seluruh Indonesia.

    Jaksa pun mencecar Riki agar berkata jujur terkait tujuan penunjukan 3 perusahaan itu untuk mengikuti lelang di Basarnas.

    “Jujur aja, 3 perusahaan itu dipakai itu dalam rangka apa, kemudian siapa yang jadi pemenang, apakah ada yang jadi penampung dan sebagainya, jelaskan aja?” cecar Jaksa.

    “Sejujurnya Pak Wil pada saat pengumuman ‘Ki nanti kamu upload pakai 3 ya, takutnya nanti enggak bisa nih, nanti ditender ulang, tapi kamu buat dokumen yang bagus’,” ucap Riki menirukan perintah William.

    “Antisipasi agar tidak gagal ditender?” tanya Jaksa memastikan.

    “Betul pak, jadi buat sebagus-bagusnya dokumen,” pungkasnya.

    Adapun dalam perkara ini, Mantan Sekertaris Utama (Setama) Badan Sar Nasional (Basarnas) Max Ruland Boseke didakwa telah merugikan keuangan negara senilai Rp 20,4 miliar terkait kasus pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014.

    Kerugian itu muncul akibat dugaan korupsi pengadaan truk pengangkut personel yang memiliki nilai Rp 42.558.895.000 dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 Rp 43.549.312.500.

    Adapun sidang perdana itu digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/11/2024).

    Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Max Ruland diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama dua terdakwa lainnya yakni William Widarta selaku CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikaya Abadi Prima dan Anjar Sulistyono selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.

    “Telah turut serta atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan secara melawan hukum,” kata Jaksa KPK Richard Marpaung di ruang sidang.

    Dalam surat dakwaannya, Jaksa menyebutkan, bahwa perbuatan tersebut dilakukan oleh Max Ruland dan dua terdakwa lainnya pada tahun 2013 hingga 2014.

    Dimana kata Richard perbuatan yang dilakukan di Kantor Basarnas RI, Kemayoran, Jakarta Pusat itu telah memperkaya Max Ruland Boseke yakni Rp 2,5 miliar dan William Widarta sebesar Rp 17,9 miliar.

    “Dalam pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya William Widarta sebesar Rp 17.944.580.000,00 dan memperkaya terdakwa Max Ruland Boseke sebesar Rp 2.500.000.000,00 yang dapat merugikan negara sebesar Rp 20.444.580.000,00,” jelas Jaksa.

    Kemudian Richard menjelaskan bahwa Max dan Anjar diduga mengarahkan William selaku pemenang lelang pengadaan truk tahun 2014 untuk menaikkan harga penawaran sebesar 15 persen.

    Yang dimana penawaran 15 persen itu dengan rincian 10 persen untuk dana komando dan 5 persen sisanya untuk perusahaan pemenang lelang.

    Selain itu Richard menuturkan, bahwa dari nilai pengadaan truk Rp 42.558.895.000 itu diketahui jumlah yang benar-benar digunakan hanya senilai Rp 32.503.515.000.

    Alhasil kata dia terdapat selisih angka kelebihan bayar yaitu senilai Rp 10.055.380.000.
    Sedangkan terkait pembelian pengadaan Rescue Carrier Vehicle hanya sebesar Rp 33.160.112.500 yang benar-benar digunakan dari anggaran yang telah ditandatangani yaitu Rp 43.549.312.500.

    Sehingga lanjut Richard terdapat selisih sebesar Rp 10.389.200000 dari nilai pembelian peralatan tersebut.

    “Yang mengakibatkan kerugian keuangan negara seluruhnya Rp Rp 20.444.580.000,00 sebagaimana laporan investigative dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan truk angkut personel 4WD dan pengadaan Rescue Carrier Vehicle pada Badan Sar Nasional (Basarnas) tahun 2014 yang dibuat Tim Auditor Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI tanggal 28 Februari 2024,” pungkasnya.

    Akibat perbuatannya Max Ruland Boseke Cs didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Pelimpahan Tahap II, Ibu dan Pengacara Ronald Tannur Segera Disidang – Page 3

    Pelimpahan Tahap II, Ibu dan Pengacara Ronald Tannur Segera Disidang – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) melimpahkan tanggung jawab tersangka dan barang bukti alias Tahap II terhadap Meirizka Widjaja (MW) selaku ibu Gregorius Ronald Tannur dan Lisa Rachmat (LR) selaku pengacara terkait kasus dugaan korupsi suap dan atau gratifikasi penanganan perkara ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus).

    “Pelaksanaan Tahap II tersebut dilakukan terhadap dua tersangka yakni Tersangka LR dan Tersangka MW,” ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya, Kamis (9/1/2025).

    Menurut Harli, untuk tersangka Meirizka Widjaja ditahan di Rutan Cabang Kejaksaan Agung. Sementara tersangka Lisa Rachmat ditahan di Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur.

    “Setelah dilakukan Tahap II, tim Jaksa Penuntut Umum akan segera mempersiapkan surat dakwaan untuk pelimpahan berkas perkara a quo ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” kata Harli.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan tersangka dan menahan Meirizka Widjaja (MW), ibu dari Ronald Tannur. Dia menghabiskan sebanyak Rp3,5 miliar untuk menyuap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya untuk menjatuhkan vonis bebas terhadap anaknya.

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar menyampaikan, Meirizka Widjaja berteman lama dengan kuasa hukum Ronald Tannur, yakni Lisa Rahmat (LS).

    “Selama persidangan PN Surabaya, MW menyerahkan uang ke LR sebanyak Rp1,5 miliar yang diberikan secara bertahap. LR juga menalangi sebagian biaya pengurusan perkara itu smpai putusan sejumlah Rp2 miliar,” tutur Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (4/11/2024).

    “Sehingga total Rp3,5 miliar,” sambungnya.

  • Ibu dan Pengacara Ronald Tannur Segera Disidang

    Ibu dan Pengacara Ronald Tannur Segera Disidang

    Ibu dan Pengacara Ronald Tannur Segera Disidang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ibu dan pengacara
    Ronald Tannur
    , Merizka Wijaya dan Lisa Rahmat, akan segera disidang sebagai terdakwa kasus suap terkait pengurusan perkara penganiayaan yang menjerat Ronald Tannur.
    Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung telah melimpahkan berkas dan alat bukti perkara tersebut kepada jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (8/1/2025).
    “Pelaksanaan Tahap II tersebut dilakukan terhadap dua tersangka, yakni Lisa Rahmat (LR) yang merupakan pengacara Ronald Tannur, dan Meirizka Wijaya (MW) yang merupakan ibu dari Ronald Tannur,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, dalam keterangan resmi.
    Setelah pelimpahan ini, tim jaksa penuntut akan segera menyusun surat dakwaan untuk melimpahkan berkas perkara tersebut ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
    Meirizka dan Lisa akan didakwa Pasal 6 Ayat (1) subsider Pasal 5 jo Pasal 15 jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
    Harli membeberkan, dalam kasus ini, Meirizka diduga berkomunikasi dengan Lisa terkait uang yang harus dikeluarkan untuk mengurus perkara yang menjerat Ronald Tannur.
    “Atas permintaan Tersangka LR, Tersangka MW dalam kurun waktu Oktober 2024 sampai Agustus 2024 menyerahkan uang kepada tersangka LR sebesar kurang lebih Rp1.500.000.000,” ujar Harli.
    Lisa lalu menghubungi eks pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, untuk dihubungkan dengan ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya demi mengetahui majelis hakim yang akan menangani perkara Ronald Tannur.
    Tiga hakim tersebut adalah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.
    Pada 1 Juni 2024, Lisa bertemu dengan Erintuah dan memberikan uang 140.000 dollar Singapura dengan pecahan 1.000 dollar Singapura kepada hakim tersebut.
    Uang itu lalu dibagi-bagi kepada setiap anggota majelis hakim.
    “Masing-masing mendapatkan uang sebesar 38.000 SGD untuk saksi Erintuah Damanik, sebesar 36.000 SGD untuk saksi Mangapul dan sebesar 36.000 SGD saksi Heru Hanindyo,” kata Harli.
    Ketua PN Surabaya dan panitera bernama Siswanto pun mendapat jatah masing-masing 20.000 dollar Singapura dan 10.000 dollar Singapura, tetapi uang itu belum sempat mereka terima.
    Setelah membagi-bagi uang suap, Erintuah merumuskan redaksional untuk memvonis bebas Ronald Tannur lalu direvisi oleh Heru.
    “Selanjutnya pada tanggal 24 Juli 2024, Majelis Hakim yang terdiri dari saksi Erintuah Damanik, saksi Mangapul dan saksi Heru Hanindyo membacakan putusan perkara Gregorius Ronald Tannur dengan amar putusan bebas terhadap terdakwa Gregorius Ronald Tannur,” kata Harli.
    Erintuah, Mangapul, dan Heru sudah diproses hukum dan tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Berkas Lengkap, Sidang Ibu Ronald Tannur dan Lisa Rachmat Segera Digelar

    Berkas Lengkap, Sidang Ibu Ronald Tannur dan Lisa Rachmat Segera Digelar

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melimpahkan barang bukti dan tersangka Meirizka Widjaja (MW) dan Lisa Rachmat (LR) ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.

    Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan proses tahap II itu dilakukan lantaran berkas perkara keduanya sudah dinyatakan lengkap dalam kasus dugaan suap terkait Ronald Tannur.

    “Kejaksaan Agung telah melaksanakan serah terima tanggung jawab tersangka dan barang bukti terhadap 2 tersangka, MW dan LR,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (9/1/2025).

    Harli menambahkan, setelah dilakukan tahap II maka persidangan untuk pembacaan dakwaan baik MW maupun LR akan segera digelar di PN Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.

    “Setelah dilakukan Tahap II, tim Jaksa Penuntut Umum akan segera mempersiapkan Surat Dakwaan untuk pelimpahan berkas perkara a quo ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, MW ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung pada Senin (4/11/2024). Dia jadi tersangka karena diduga meminta pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat (LR) untuk mengurus perkara di PN Surabaya.

    Selanjutnya, MW kemudian dikenalkan dengan oknum pejabat di PN Surabaya berinisial R untuk meminta majelis hakim yang akan menyidangkan membebaskan anaknya, Ronald Tannur.

    Singkatnya, terkait biaya yang diperlukan terkait dengan sidang Ronald Tannur akan ditanggung oleh MW. Total biaya yang telah dikeluarkan dari ibu Ronald Tannur itu mencapai Rp1,5 miliar.

    Selain itu, LR juga telah menalangi sebagian biaya pengurusan perkara tersebut sampai Putusan Pengadilan Negeri Surabaya dengan total biaya seluruhnya adalah Rp3,5 miliar. 

    Uang miliaran itu diduga telah disebar ke tiga oknum PN Surabaya yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul.

  • KY Proses Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim Pemvonis Harvey Moeis

    KY Proses Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim Pemvonis Harvey Moeis

    Jakarta

    Komisi Yudisial (KY) menerima laporan dugaan pelanggaran kode etik terhadap majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memvonis terdakwa kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah, Harvey Moeis. KY saat ini tengah memproses laporan tersebut.

    “Atas laporan tersebut, KY memproses dan melakukan tahap penyelesaian analisis,” kata Anggota Komisi Yudisial Mukti Fajar Nur Dewata dilansir Antara, Kamis (9/1/2025).

    Fajar tidak menjelaskan secara rinci pihak yang melaporkan majelis hakim pemvonis Harus Moeis. Namun, menurut dia, nantinya KY akan memeriksa beberapa pihak terkait, termasuk para hakim yang dilaporkan.

    “Akan dimulai pemeriksaan terhadap beberapa pihak terkait. Bahkan, tidak menutup kemungkinan akan dilakukan pemanggilan terhadap terlapor,” ucapnya.

    KY menyadari vonis Harvey Moeis menimbulkan gejolak di masyarakat. Selain karena vonisnya jauh lebih ringan daripada tuntutan jaksa, masyarakat juga menyoroti pertimbangan meringankan yang digunakan majelis hakim dalam memvonis terdakwa, seperti sopan dan memiliki tanggungan keluarga.

    “Karena menjadi perhatian publik, KY memastikan perkara ini menjadi prioritas lembaga dan KY akan terus menelusuri informasi dan data sedalam-dalamnya,” imbuh Mukti Fajar.

    “KY juga telah berkirim surat kepada Presiden Prabowo Subianto sebagai Kepala Negara untuk melakukan audiensi membahas berbagai problematika peradilan,” tutur Mukti Fajar.

    Seperti diketahui, pada Senin (23/12/2024), majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Harvey Moeis dengan pidana penjara 6 tahun dan 6 bulan karena terbukti melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

    Putusan majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Harvey sebelumnya dituntut 12 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider 1 tahun penjara, dan uang pengganti Rp210 miliar subsider 6 tahun penjara.

    (maa/idn)

  • Kejagung Limpahkan Kasus Suap Ibu dan Pengacara Ronald Tannur ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat – Halaman all

    Kejagung Limpahkan Kasus Suap Ibu dan Pengacara Ronald Tannur ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung resmi melimpahkan barang bukti dan tersangka (tahap II) kasus suap vonis bebas Ronald Tannur yakni pengacara Lisa Rahmat dan ibunda Ronald, Meirizka Widjaja ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus), Rabu (8/1/2025).

    Adapun pelimpahan Lisa dan Meirizka ke Kejari Jakpus dibenarkan oleh Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung, Sutikno.

    “Iya betul, penyerahan tahap 2 atas nama Tersangka Meirizka Wdjaja dan tersangka Lisa Rahmat yang dilaksanakan di Kejari Jakarta Pusat,” ucap Sutikno saat dikonfirmasi, Rabu (8/1/2025).

    Setelah resmi dilimpahkan ke Kejaksaan, kini kata Sutikno, Lisa Rahmat dan Meirizka Widjaja akan kembali dilakukan penahanan.

    Keduanya akan ditahan di dua rumah tahanan yang berbeda sambil menunggu proses pelimpahan selanjutnya ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk segera disidangkan.

    “Untuk tersangka Meirizka Widjaja dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaam Agung. Sedangkan terhadap tersangka Lisa Rahmat dilaksanakan di penahanan di Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur,” pungkasnya.

    Terkait hal ini sebelumnya diketahui bahwa Lisa dan Meirizka ditetapkan tersangka karena telah menyuap tiga Hakim Pengadilan Negeri Surabaya untuk menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan terhadap Dini Sera Afriyanti.

    Ketiga Hakim itu yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo. Dimana ketiganya kini telah berstatus sebagai terdakwa dan sedang menjalani proses sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.

    Sementara itu ihwal Meirizka dan Lisa sebelumnya diberitakan, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar menjelaskan kasus ini dimulai ketika MW menghubungi pengacara berinisial LR untuk meminta bantuan hukum bagi Ronald Tanur. 

    Pertemuan pertama antara MW dan LR terjadi pada tanggal 5 Oktober 2023 di sebuah kafe di Surabaya, dilanjutkan dengan pertemuan di kantor LR pada 6 Oktober 2023.

    Dalam pertemuan tersebut, LR menyampaikan kepada MW ihwal terdapat beberapa biaya yang diperlukan dalam proses hukum kasus Ronald Tanur dan langkah-langkah hukum yang akan ditempuh. 

    Selain itu, LR juga meminta agar diperkenalkan dengan pejabat di Pengadilan Negeri Surabaya berinisial R, yang diduga berperan dalam pemilihan majelis hakim untuk sidang perkara Ronald Tanur.

    “LR meminta kepada ZR minta tolong agar diperkenalkan ke seorang tadi dengan maksud supaya dapat memilih Majelis Hakim yang akan menyidangkan perkara Ronald Tanur,” ujar Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta, Senin (4/11/2024). 

    Pada prosesnya, MW sepakat untuk menanggung biaya pengurusan perkara anaknya. Dalam setiap permintaan dana terkait pengurusan perkara, LR selalu meminta persetujuan dari MW. 

    Tercatat, selama kasus berjalan, MW telah menyerahkan uang sebesar Rp1,5 miliar kepada LR, yang diberikan secara bertahap. 

    Selain itu, LR juga menalangi biaya pengurusan perkara sebesar Rp2 miliar, sehingga total biaya yang dihabiskan mencapai Rp3,5 miliar. 

    Uang tersebut kemudian diduga diserahkan kepada majelis hakim yang menangani perkara Ronald Tanur.

    Terkait kasus ini, MW kini ditahan di Rutan Kelas 1 Surabaya berdasarkan surat perintah penahanan dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur selama 20 hari ke depan. 

    MW didakwa melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.