Kementrian Lembaga: Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

  • Terima Uang Rp5 Juta dari Pengacara Ronald Tannur, Juru Sita PN Surabaya: Untuk Jajan dan Bagi-bagi

    Terima Uang Rp5 Juta dari Pengacara Ronald Tannur, Juru Sita PN Surabaya: Untuk Jajan dan Bagi-bagi

    loading…

    Juru sita pengganti Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Rini Asmin Septerina mengaku menerima uang Rp5 juta dari Lisa Rahmat yang merupakan pengacara Gregorius Ronald Tannur. Foto/SindoNews

    JAKARTA – Juru sita pengganti Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Rini Asmin Septerina mengaku menerima uang Rp5 juta dari Lisa Rahmat yang merupakan pengacara Gregorius Ronald Tannur . Uang itu diberikan untuk jajan atau dibagikan kepada pegawai lain.

    Hal itu diungkapkan saksi Rini saat dihadirkan dalam sidang kasus dugaan suap vonis bebas Ronnald Tannur dengan terdakwa tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.

    Rini mengaku dihubungi Lisa melalui percakapan WhatsApp untuk menanyakan berkas kasus perkara Ronald Tannur. “Kalau seingat saya ‘Mbak saya pengacara Ronald, ada perkara Ronald apa sudah masuk?” kata Rini dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (10/4/2025).

    Selanjutnya, dia diminta menginfokan ke Lisa bilamana perkara Ronald Tannur telah dilimpahkan ke PN Surabaya.

    “Saya awalnya enggak tahu niatnya (Lisa), dia cuma ngontak. ‘Mbak kalau ada perkara Ronald Tannur masuk, tolong infokan ke saya’,” katanya.

    “Terus saksi menyanggupi itu?” tanya Jaksa.

    “Iya saya bilang ‘Belum masuk Bu saat ini,” jawaban Rini.

    Selanjutnya, setelah perkara itu telah dilimpahkan ke PN Surabaya, Rini pun melaporkan ke Lisa. Dari laporan itulah dia diberikan uang dari Lisa.

  • Kasus Korupsi Korporasi dan Pencucian Uang Duta Palma Segera Disidang

    Kasus Korupsi Korporasi dan Pencucian Uang Duta Palma Segera Disidang

    Jakarta

    Berkas perkara dugaan korupsi korporasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Duta Palma Group telah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Tipikor Jakpus). Kasus rasuah itu segera disidang.

    “Rabu 9 April 2025, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat telah melakukan pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang oleh PT Duta Palma Group,” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, dalam keterangannya, Kamis (10/4/2025).

    Sebagai informasi, kasus korupsi dengan tersangka korporasi Duta Palma Group merupakan pengembangan kasus korupsi terkait perizinan perkebunan sawit Bos Duta Palma, Surya Darmadi.

    Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan total lima korporasi sebagai tersangka kasus korupsi dan pencucian uang terkait perkebunan kelapa sawit di Indra Giri Hulu. Kelima tersangka korporasi itu adalah PT Palma Satu, PT Siberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, dan PT Kencana Amal Tani.

    Sedangkan dua perusahaan lainnya yakni PT Darmex Plantations (holding perkebunan) dan PT Asset Pacific (holding properti) ditetapkan sebagai tersangka pencucian uang. Mereka diduga ditugaskan melakukan pencucian uang hasil korupsi tersebut.

    Para terdakwa tersebut didakwa dengan:

    Primer

    Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    dan

    Kedua

    Primer

    Pasal 3 juncto Pasal 7 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Subsider

    Pasal 4 juncto Pasal 7 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    2. PT Darmex Plantations dan PT Asset Pacific

    Primer

    Pasal 3 juncto Pasal 7 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

    Subsider

    Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

    (ond/whn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Detik-detik Hakim Pembebas Ronald Tannur Coba Bunuh Diri Diungkap di Sidang
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 April 2025

    Detik-detik Hakim Pembebas Ronald Tannur Coba Bunuh Diri Diungkap di Sidang Nasional 9 April 2025

    Detik-detik Hakim Pembebas Ronald Tannur Coba Bunuh Diri Diungkap di Sidang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya
    Erintuah Damanik
    sempat ingin bunuh diri setelah terjerat
    kasus suap
    atas vonis bebas Gregorius
    Ronald Tannur
    .
    Peristiwa ini diungkap hakim Mangapul saat diperiksa sebagai terdakwa kasus suap vonis bebas Ronald Tannur di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (8/4/2025).
    Dalam perkara yang berujung vonis bebas Ronald Tannur di PN Surabaya, Erintuah Damanik merupakan hakim ketua.
    Sementara, Mangapul dan Heru Hanindyo merupakan anggota majelis.
    Kepada majelis hakim, Mangapul mengungkapkan peristiwa rencana bunuh diri oleh Erintuah Damanik yang terjadi setelah mereka ditahan oleh tim jaksa penyidik pada Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
    “Pak Damanik menceritakan waktu itu, beliau satu atau dua hari sebelumnya mencoba bunuh diri dengan cara mengambil tali matras tempat tidurnya, digigit-gigit diapakan ke lehernya, gitu,” kata Mangapul.
    Mangapul menuturkan, upaya
    percobaan bunuh diri
    Erintuah itu gagal setelah dicegah oleh Heru Hanindyo.
    Ia pun mengaku kaget atas langkah Erintuah yang ingin menyelesaikan persoalan dengan percobaan bunuh diri tersebut.
    “Tapi tidak terjadi karena Pak Heru mencegah waktu itu. Pak Heru juga bilang kepada saya, ‘eh kenapa Bang, kenapa Bang?’ akhirnya enggak jadi lah. Jadi waktu itu baru ceritakan kepada saya, saya pun kaget,” tutur Mangapul.
    “’Kok sampai segitunya?’ Saya bilang. ‘Iya, biarlah saya’. Kalau memang jadi bunuh diri itu, beliau akan tidak membawa beban lagi, selesai sama keluarganya, katanya. Itulah alasannya,” ucapnya.
    Namun demikian, Mangapul bersyukur Erintuah masih selamat dalam upaya percobaan bunuh diri tersebut.
    Ketua majelis hakim perkara vonis bebas Ronald Tannur itu akhirnya mengaku siap menanggung risiko terhadap perkara yang menjeratnya sebagai pesakitan.
    “Terus saya bilang, ‘bersyukur juga lah sama Tuhan, Pak Damanik tidak terjadi itu (bunuh diri)’ saya bilang, ‘Dan sekarang selamat. Udah kita siap lah menanggung risiko perkara kita ini’, saya bilang, ‘apapun yang terjadi’,” kata Mangapul.
    Sebagai informasi, tiga orang hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya itu didakwa menerima suap sebesar Rp 4,67 miliar dan gratifikasi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi atas pemberian vonis bebas kepada terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada 2024.
    Selain suap, ketiganya juga diduga menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan berbagai mata uang asing, yakni dollar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, serta riyal Saudi.
    Ketiganya didakwa dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 Ayat (2) atau Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Eksepsi dalam Perkara Tipikor Atas Nama Tom Lembong

    Eksepsi dalam Perkara Tipikor Atas Nama Tom Lembong

    loading…

    Romli Atmasasmita. Foto/Istimewa

    Prof. DR. Romli Atmasasmita, S.H., LL.M

    EKSEPSI adalah salah satu upaya hukum penyela di dalam sistem peradilan pidana Indonesia yang dilandaskan mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan. Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut. Sebaliknya, dalam hal tidak diterima atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan.

    Merujuk pada bunyi Pasal 156 KUHAP, pembentuk KUHAP UU Nomor 8 Tahun 1981 secara nyata memberikan hak kepada terdakwa untuk menyatakan keberatan secara khusus mengenai kewenangan pengadilan mengadili perkara terdakwa; begitu pula pada ayat (3) diberikan kepada jaksa/penuntut umum untuk menyatakan keberatan atas putusan pengadilan menerima keberatan terdakwa (eksepsi).

    Eksepsi sesuai ketentuan KUHAP jelas dimaksudkan diberikan kepada terdakwa dan juga penuntut umum sebelum memasuki pemeriksaan pokok perkara. Namun demikian, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat menolak eksepsi terdakwa dengan alasan akan dibahas di dalam pemeriksaan pokok perkara; tidak jelas pertimbangan majeis hakim pengadilan tindak pidana korupsi karena substansi eksespi yang diajukan terdakwa adalah merupakan masalah kewenangan pengadilan memeriksa dan mengadili perkara Tom Lembong dan tidak memasuki pokok perkara.

    Ketentuan tentang eksepsi dalam KUHAP 1981 telah memberikan celah hukum bagi hak terdakwa melakukan perlawanan juga kepada jaksa penuntut umum agar terjadi sistem peradilan yang jujur dan adil (fair and just trial), akan tetapi justru di pihak hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat tidak memberikan kesempatan yang adil dan jujur terutama terhadap terdakwa. Pertimbangan majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat sungguh memprihatinkan dan tidak sepantasnya dipertontonkan kehadapan masyarakat luas khusus di Ibu Kota yang sebagian terbesar telah melek hukum.

    Dua ketentuan kunci dari substansi eksepsi terdakwa Tom Lembong/Kuasa Hukum merupakan inti dari kewenangan pengadilan untuk memeriksa dan mengadili perkara Tom Lembong yang tidak sepatutnya diabaikan majelis hakim dan bahkan tidak sepantasnya disampaikan majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mengingat UU Kekuasaan Kehakiman menegaskan bahwa hakim menjalankan hukum secara bebas berdasarkan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun serta sudah seharusnya berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman itu pula, hakim diwajibkan menggali nilai-nilai keadilan yang berkembang dalam mmasyarakat perihal perkara Tom Lembong yang pada umumnya telah menaruh kecurigaan terjadi diskriminasi perlakuan hukum antara Tom Lembong dalam kedudukan mantan Menteri Perdagangan ketika itu dan menteri-menteri terkait sesudahnya.

    Selain itu Kejaksaan Agung sampai saat ini tidak memberikan penjelasan yang memadai mengenai masalah diskriminasi perlakuan hukum tersebut, kecuali memang Tom Lembong hanya apes saja nasibnya. Peristiwa penolakan eksepsi perlawanan Tom Lembong/Kuasa Hukum merupakan citra peradilan sesat (miscarriage of justice) yang ditunjukkan dengan tidak memahami dan apalagi mematuhi perintah UU Tipikor -khusus Pasal 14 yang menegaskan bahwa peradilan tipikor tidak berwenang memeriksa perkara perbuatan pidana yang diatur di UU Perdagangan impor dan ekspor, kecuali yang diatur secara tegas sebagai tipikor.

    Eksepsi yang disampaikan terdakwa Tom Lembong sudah tepat memenuhi dan sesuai ketentuan UU KUHAP. Oleh karena itu menjadi ganjil dan tidak dapat dipahami jika hakim yang telah bersumpah atas nama Tuhan Yang Maha Esa masih bernyali menyingkirkan hak asasi terdakwa dengan melanggar UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pasal 6 huruf c.

    Penolakan eksepsi terdakwa Tom Lembong oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat yang tanpa memberikan alasan/pertimbangan yuridis memadai kecuali hanya mencari jalan mudahnya saja untuk memenuhi target waktu 180 hari kerja dalam memeriksa perkara tindak pidana korupsi. Penolakan eksepsi tanpa pertimbangan/alasan yuridis yang sesuai dengan asas umum hukum pidana jelas menjatuhkan wibawa jajaran kekuasaan kehakiman di hadapan masyarakat luas.

    Seharusnya masalah penolakan eksepsi majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di PN Jakarta Pusat menjadi perhatian serius Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung sebagai lembaga yang dipercaya untuk menegakkan muruah kekuasaan kehakiman pada tempat yang selayaknya dan pantas menjadi tumpuan harapan pencari keadilan di negara hukum yang ber-Pancasila.

    (zik)

  • Ary Prasetyo Sindir KPK: Hasto Tak Terbukti, Masih Ngotot Memenjarakan?

    Ary Prasetyo Sindir KPK: Hasto Tak Terbukti, Masih Ngotot Memenjarakan?

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat media sosial Ary Prasetyo menyoroti hasil sidang yang membuktikan tidak adanya keterlibatan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dalam kasus suap yang melibatkan Harun Masiku.

    Ary menyindir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai masih berupaya mengaitkan Hasto dengan kasus tersebut. 

    “Bagaimana KPK, apakah masih ngotot memenjarakan Hasto?” ujar Ary di X @Ary_PasKe2 (1/4/2025).

    Hasil persidangan sebelumnya menunjukkan bahwa tidak ada bukti kuat yang menghubungkan Hasto dengan perkara suap yang menyeret nama Harun Masiku.

    Meski demikian, spekulasi dan tekanan politik terhadap Hasto masih terus bergulir. 

    Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, melalui tim kuasa hukumnya menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat dalam kasus suap yang melibatkan Harun Masiku.

    Alasannya, perkara tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah. 

    Pernyataan ini disampaikan dalam lanjutan sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Kamis (27/3/2025).

    Tim kuasa hukum Hasto merujuk pada putusan terhadap mantan anggota KPU Wahyu Setiawan, anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, serta Saiful Bahri.

    Mereka yang terlibat dalam perkara ini telah menerima putusan berkekuatan hukum tetap. 

    “Fakta persidangan menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang mengaitkan klien kami dengan kasus suap ini,” tegas kuasa hukum Hasto di persidangan. 

    Atas dasar itu, pihaknya meminta agar surat dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum dinyatakan batal demi hukum. 

  • Pemeriksaan Febri Diansyah Batal Bukan Disebabkan Penyidik KPK Cuti, tapi Sedang Periksa Fathroni Diansyah

    Pemeriksaan Febri Diansyah Batal Bukan Disebabkan Penyidik KPK Cuti, tapi Sedang Periksa Fathroni Diansyah

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) batal memeriksa mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah (F) sebagai saksi kasus dugaan suap pergantian antarwaktu anggota DPR periode 2019-2024 untuk tersangka Harun Masiku dan Donny Tri Istiqomah, Kamis, 27 Maret 2025. Febri yang telah datang di kantor KPK mengaku tidak jadi diperiksa lantaran penyidik sudah cuti, dan sebagian lainnya sedang bertugas.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika mengatakan, pemeriksaan terhadap Febri Diansyah batal bukan disebabkan penyidik sedang cuti, tetapi karena penyidik sedang memeriksa Fathroni Diansyah (FD), adik kandung Febri. Adapun Fathroni Diansyah diperiksa sebagai saksi kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

    “Penyidik kedatangan saudara FD yang merupakan adik kandung saudara F pada pukul 10.00 WIB. Kehadiran saudara FD tersebut adalah dalam rangka penjadwalan ulang pemeriksaan sebelumnya pada 24 Maret 2025,” kata Tessa kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 27 Maret 2025. 

    Fathroni lebih awal datang ke kantor KPK lantaran Febri harus mendampingi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Sebelumnya, Febri memang mengonfirmasi akan menghadiri agenda pemeriksaan setelah persidangan Hasto rampung. 

    “Selanjutnya penyidik yang seharusnya dijadwalkan memeriksa saudara F pada jam 10 hari ini akhirnya melakukan pemeriksaan kepada saudara FD. Selanjutnya sewaktu proses pemeriksaan saudara FD sedang berjalan, saudara F hadir pada pukul 11.45 WIB,” ujar Tessa. 

    Tessa mengungkapkan, karena penyidik sedang memeriksa Fathroni, maka pemeriksaan Febri dijadwalkan ulang setelah Hari Raya Idulfitri. Akan tetapi, Tessa belum menyebut mengenai tanggalnya.

    Pernyataan Febri Diansyah Soal Penyidik Cuti 

    Sebelumnya, Febri Diansyah tiba di kantor KPK pada Kamis, 27 Maret 2025, sekira pukul 11.38 WIB. Ia sudah siap diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas perkara tersangka Harun Masiku dan Donny Tri Istiqomah. 

    Namun, pemeriksaan tersebut batal dilakukan karena sejumlah penyidik KPK sedang mengambil cuti. Febri yang sudah masuk ke dalam lobi Gedung Merah Putih KPK dan mengisi buku tamu kemudian meninggalkan bekas kantornya itu pada pukul 11.48 WIB.

    “Ada informasi dari bagian penyidikan, bahwa hari ini karena sejumlah penyidik sedang cuti, dan mungkin penyidik yang ada sedang ada tugas yang lain, maka jadwal pemeriksaan saya akan reschedule,” kata Febri kepada wartawan, Kamis, 27 Maret 2025. 

    Menurut Febri, kemungkinan ia akan diminta kembali hadir di gedung KPK setelah Hari Raya Idulfitri. Namun, ia masih harus menunggu informasi lebih detail dari pihak lembaga antirasuah. 

    “Jadi dijadwal ulang, estimasinya mungkin setelah lebaran. Dan tadi juga disampaikan nanti menunggu informasi lebih lanjut atau panggilan,” ucap Febri. 

    “Sebagai bentuk komitmen dan sikap kooperatif saya sudah datang ke sini. Dan tapi memang ada situasi yang kita tidak bisa perkirakan sebelumnya,” katanya menambahkan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Kubu Hasto Sebut KPK Panik hingga Periksa Febri Diansyah: Berhenti Lakukan Pembungkaman – Halaman all

    Kubu Hasto Sebut KPK Panik hingga Periksa Febri Diansyah: Berhenti Lakukan Pembungkaman – Halaman all

    TRIBUNNEWS.com – Kubu Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, menilai ada kepanikan di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Hal ini terlihat dari pemanggilan terhadap Febri Diansyah yang tergabung dalam tim kuasa hukum Hasto.

    Febri diminta mendatangi KPK, Kamis (27/3/2025), untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus Harun Masiku yang menjerat Hasto.

    “Saya melihat sudah ada kepanikan KPK,” ungkap tim kuasa hukum Hasto, Johanes Oberlin Tobing, Kamis, dilansir Kompas.com.

    Terkait hal itu, Johannes meminta kepada KPK agar fokus membuktikan dakwaan yang ditujukan untuk Hasto di persidangan.

    Menurutnya, KPK sebaiknya berhenti melakukan pembungkaman terhadap pihak-pihak yang mendampingi Sekjen PDIP dalam perkara Harun Masiku.

    “Jadi saya kira, KPK berhenti untuk melakukan hal-hal yang seperti itu ya (pembungkaman), kalaupun kita mau berdebat secara hukum, mari kita buktikan di persidangan,” pungkas dia.

    Febri sendiri diketahui memenuhi panggilan KPK untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus Harun Masiku.

    Mantan Juru Bicara KPK itu tiba di Gedung Merah Putih KPK pada Kamis sekitar pukul 11.45 WIB, setelah rampung mendampingi Hasto menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

    Ia didampingi sejumlah advokat, termasuk Ronny Talapessy.

    Tetapi, tak lama setelah masuk ke dalam Gedung Merah Putih, Febri dan rombongan keluar.

    Febri mengatakan pemeriksaan terhadap dirinya batal sebab sebagian besar penyidik sudah mengambil cuti lebaran.

    Karena itu, menurut Febri, KPK kembali menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap dirinya.

    “Ada informasi dari bagian dari penyidikan, hari ini sejumlah penyidik sedang cuti, dan mungkin ada yang sedang tugas lain ya,” kata Febri.

    “Maka jadwal pemeriksaan untuk saya akan di-reschedule, jadi dijadwal ulang. Estimasinya ya kemungkinan setelah Lebaran ya,” imbuh dia.

    Organisasi Advokat Duga KPK Lakukan Intimidasi

    Sebelumnya, sebanyak 15 organisasi advokat menduga kuat eks Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, diintimidasi oleh lembaga anti-rasuah, buntut bergabung dalam tim kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto.

    Salah satu perwakilan organisasi advokat, Ketua Dewan Penasihat KAI ‘Sarinah’, Erman Umar, mengungkapkan dugaan intimidasi itu berupa pemeriksaan orang-orang terdekat Febri oleh KPK.

    Pekan lalu, rekan Febri di KPK dan juga Visi Law Office, Rasamala Aritonang, diperiksa terkait kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL). Rasamala sendiri merupakan mantan tim Biro Hukum KPK.

    Tak hanya rekannya diperiksa, Visi Law Office yang merupakan mantan kantor Febri, turut digeledah KPK, di mana dua koper telah disita.

    “Dugaan ini menguat setelah salah satu kolega Febri Diansyah di kantor lamanya, dipanggil oleh KPK sebagai saksi untuk perkara TPPU SYL.”

    “Kemudian dilanjutkan dengan penggeledahan kantor Visi Law Office serta penggeledahan rumah di hari yang sama, 19 Maret 2025,” jelas Erman dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Rabu (26/3/2025).

    Selain Rasamala, adik Febri, Fathroni Diansyah, juga dipanggil KPK terkait kasus TPPU SYL.

    Padahal, saat Febri dan Rasamala menangani kasus SYL, Fathroni berstatus sebagai peserta magang advokat di Visi Law Office.

    Atas hal itu, Erman berpendapat, sikap KPK terhadap Febri dan orang terdekatnya, patut dipertanyakan.

    Ia mengaku heran mengapa KPK masih melanjutkan pemeriksaan terkait kasus TPPU SYL.

    Padahal, ujar dia, penyidikan kasus TPPU SYL sudah berlangsung sejak 26 September 2023.

    “Akal sehat yang wajar membuat kita dapat mempertanyakan, kenapa tindakan pemanggilan hingga upaya paksa berupa penggeledahan dan penyitaan, dilakukan setelah Febri Diansyah masuk sebagai salah satu Tim Penasihat Hukum Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto?” singgung Erman.

    “Apalagi saat pemanggilan dan penggeledahan dilakukan, perkara korupsi yang melibatkan SYL telah diputus berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, sedangkan penyidikan dugaan TPPU sudah berlangsung sejak lama, yaitu 26 September 2023,” urainya.

    Kini, Febri dipanggil KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan suap oleh Harun Masiku yang juga menyeret Hasto.

    Erman pun meyakini sikap KPK itu merupakan bentuk intimidasi terhadap Febri.

    “Oleh karena itu, wajar jika kami menduga tindakan-tindakan tersebut adalah upaya teror dan intimidasi yang sangat mengganggu pelaksanaan tugas advokat,” pungkas dia.

    (Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Abdi Ryanda Shakti, Kompas.com/Irfan Kamil/Nicholas Ryan)

  • Jawaban Telak KPK Soal Dalih Kubu Hasto Kristiyanto yang Klaim Tak Ada Kerugian Negara

    Jawaban Telak KPK Soal Dalih Kubu Hasto Kristiyanto yang Klaim Tak Ada Kerugian Negara

    PIKIRAN RAKYAT – Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tanggapan atas nota keberatan atau eksepsi dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan tim kuasa hukumnya, Kamis, 27 Maret 2025. Soal adanya motif politik dan unsur balas dendam yang disebut kubu Hasto, jaksa menyebut hal tersebut tidak benar dan tidak relevan dengan alasan yang diperkenankan untuk mengajukan eksepsi.

    Jaksa menegaskan, perkara Hasto murni penegakan hukum berdasarkan pada kecukupan alat bukti sebagaimana ketentuan Pasal 183 KUHAP. Menurut jaksa, KPK tidak memiliki agenda lain dan tidak ditunggangi kepentingan apa pun selain penegakan hukum berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    “Oleh karena itu dalih Penasihat Hukum dan Terdakwa tersebut diatas merupakan dalih yang tidak berdasar dan harus ditolak,” kata jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis, 27 Maret 2025.

    Terkait dalih Hasto yang menyebut tidak ada kerugian negara dalam kasus yang menjeratnya. Jaksa menegaskan, perkara Hasto memang bukan kasus yang terkait kerugian keuangan negara tetapi ia dijerat pasal suap.

    Awalnya jaksa memaparkan soal dalih Hasto yang menyebut dalam Undang-Undang (UU) KPK Nomor 19 Tahun 2019 telah membatasi kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara korupsi di antaranya adanya kerugian keuangan negara paling sedikit Rp1 miliar.

    Kemudian, kubu Hasto berdalih dalam perkara yang saat ini ditangani KPK tidak ada kerugian keuangan negaranya sehingga KPK tidak berwenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Dalam hal ini, jaksa menegaskan kubu Hasto telah salah memaknai ketentuan pasal tersebut.

    Dijelaskan jaksa, terdapat kata “dan/atau” setelah ketentuan pada Pasal 11 huruf a, kata sambung tersebut menunjukan bahwa poin kerugian negara paling sedikit sejumlah Rp1 miliar tidak harus terpenuhi dalam setiap perkara yang ditangani oleh KPK.

    Apalagi perkara Hasto, bukanlah perkara yang deliknya terkait dengan kerugian keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, melainkan terkait pasal suap.

    “Berdasarkan argumentasi di atas maka keberatan Terdakwa haruslah ditolak,” ujar jaksa.

    Dakwaan Hasto

    JPU KPK mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hastomenyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota KPU periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak.

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto.

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Namun, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Hasto Ungkap Kesibukan di Rutan KPK, Baca Buku dan Olahraga hingga Berat Badannya Berkurang – Halaman all

    Hasto Ungkap Kesibukan di Rutan KPK, Baca Buku dan Olahraga hingga Berat Badannya Berkurang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengungkapkan kesibukannya dalam menjalani masa tahanan di rumah tahanan (rutan) KPK.

    Hasto menyampaikan hal ini usai dia menghadiri sidang lanjutan kasus dugaan suap dan kasus dugaan perintangan penyidikan yang menjeratnya, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (27/3/2025).

    Hasto menyebut, dia dalam kondisi sehat saat ini. 

    Meskipun bukan beragama Islam, Hasto mengaku turut berpuasa di bulan Ramadan ini.

    Kemudian, ia mengatakan, sepanjang menjalani masa tahanan, dia kerap melakukan olahraga yang teratur.

    “Alhamdulillah berat saya bisa berkurang karena olahraga yang teratur,” ungkap Hasto, kepada wartawan.

    Tak hanya itu, menurutnya, di dalam jeruji besi itu, dia memiliki kesempatan untuk berkontemplasi dengan membaca banyak buku.

    “Dan kehidupan saya menjadi sempurna di dalam penjara, karena memberikan suatu kesempatan untuk berkontemplasi dengan membaca begitu banyak buku-buku di dalam tahanan KPK,” imbuh Hasto.

    Seperti diketahui Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3/2025). 

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto. 

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaan yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. 

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. 

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.

  • Hasto Anggap Dakwaan Kepadanya Dipaksakan: Banyak Aspek yang Tidak Bisa Dijawab Jaksa KPK – Halaman all

    Hasto Anggap Dakwaan Kepadanya Dipaksakan: Banyak Aspek yang Tidak Bisa Dijawab Jaksa KPK – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai banyak aspek yang tidak bisa dijawab oleh jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait eksepsinya.

    Hasto menyampaikan hal itu usai dia menghadiri sidang mendengarkan tanggapan jaksa terhadap eksepsi atau nota keberatannya terkait kasus dugaan suap dan dugaan perintangan penyidikan.

    “Banyak aspek-aspek yang tidak bisa dijawab oleh jaksa penuntut umum,” kata Hasto, kepada wartawan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (27/3/2025).

    Misalnya, menurut Hasto, jaksa tidak bisa menjelaskan bahwa ketentuan obtruction of justice itu dikaitkan dengan aspek penyidikan, bukan penyelidikan.

    “Sementara proses yang terjadi itu adalah pada tahap penyelidikan,” ucap Hasto.

    Kemudian, Hasto menambahkan, soal tidak adanya kepastian hukum terkait kasus Harun Masiku yang sebelumnya sudah ada proses pengadilan yang sudah inkrah.

    Sehingga hal-hal yang didakwakan kepadanya, menurut Hasto, cenderung dipaksakan.

    “Hal tersebut tidak dijawab oleh jaksa penuntut umum, karena itulah kami percayakan kepada seluruh majelis hakim untuk dapat mengambil keputusan terbaik atas eksepsi yang kami ajukan,” tuturnya.

    Sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi nota keberatan atau eksepsi Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto soal adanya motif politik di balik kasus yang menjeratnya.

    Hal ini disampaikan JPU dalam sidang lanjutan terdakwa Hasto Kristiyanto, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, pada Kamis (27/3/2025).

    Jaksa menyebut, pihak Hasto sempat menyinggung tentang motif di luar hukum, yakni dalam eksepsi terdakwa halaman 2 sampai dengan 5, dan eksepsi penasihat hukum terdakwa halaman 13 sampai dengan 40.

    “Penasihat hukum dan terdakwa berdalih bahwa dalam penanganan perkara yang dihadapi oleh terdakwa karena adanya motif politik dan unsur balas dendam sehingga untuk membungkamnya digunakan instrumen hukum,” kata jaksa, membacakan tanggapannya.

    Terkait dengan alasan keberatan tersebut, jaksa menilai, dalih yang disampaikan pihal Hasto tidak benar dan tidak relevan.

    Jaksa menyebut, soal narasi adanya motif politik dalam kasus yang menjerat Hasto merupakan pendapat Sekjen PDI Perjuangan itu sendiri bersama penasihat hukumnya.

    “Apa yang disampaikan terdakwa dan penasihat hukum dalam persidangan tahun 21 Maret 2025 merupakan pendapat penasihat hukum dan terdakwa sendiri, yang berkesimpulan atas kasus yang menimpa terdakwa lebih banyak aspek politik dengan menggunakan hukum sebagai alat pembenar yang mengarah pada terjadinya kriminalisasi hukum, sebagai akibat tindakan kritis terdakwa dengan mencari-cari kesalahan pada diri terdakwa,” jelas jaksa.

    Oleh karena itu, jaksa menegaskan, kasus yang menjerat Hasto ini adalah murni penegakan hukum.

    Dalam hal memastikan bahwa kasus ini murni penegakan hukum, jaksa mengklaim, alat bukti yang ada sudah cukup dan tidak ada pihak manapun yang menunggani penegakan hukum yang dilakukan jaksa KPK.

    “Ingin menegaskan bahwa perkara terdakwa ini adalah murni penegakan hukum, dengan berdasarkan pada kecukupan alat bukti yang sebagaimana ketentuan pasal 183 KUHAP. Tidak ada agenda apapun atau ditunggangi siapapun, karena semua adalah penegakan hukum semata berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ucap jaksa.

    “Oleh karena itu, dalih penasihat hukum dan terdakwa tersebut diatas merupakan dalih yang tidak berdasar dan harus ditolak,” tambahnya.

    Sebelumnya, Sekertaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menuding Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah lakukan daur ulang kasus suap pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku yang saat ini turut menjeratnya.

    Hasto berpandangan kasusnya didaur ulang sebab kasus tersebut telah bergulir di persidangan dan sudah berkekuatan hukum tetap.

    Adapun hal ini disampaikan Hasto saat membacakan nota keberatannya atau eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam sidang kasus suap dan perintangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3/2025).

    “Ketiga, hal yang ingin saya sampaikan adalah terjadinya proses “DAUR ULANG” terhadap persoalan yang sudah disidangkan dan memiliki kekuatan hukum tetap,” ucap Hasto.

    Terkait hal ini padahal kata Hasto kasus suap yang sebelumnya menjerat mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan itu sejatinya telah incracht atau memiliki kekuatan hukum tetap.

    Namun KPK menurut dia justru mendaur ulang kasus tersebut tanpa adanya peristiwa hukum lain salah satunya menangkap Harun Masiku yang saat ini masih berstatus buron.

    Seperti diketahui Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3/2025). 

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto. 

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. 

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. 

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.