Kementrian Lembaga: Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

  • Hasto Kristiyanto Bantah Punya Hubungan Dekat dengan Harun Masiku, Hanya Dua Kali Bertemu

    Hasto Kristiyanto Bantah Punya Hubungan Dekat dengan Harun Masiku, Hanya Dua Kali Bertemu

    PIKIRAN RAKYAT – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, menegaskan tidak memiliki hubungan dekat dengan mantan caleg (PDIP), Harun Masiku, yang hingga kini masih buron.

    Pernyataan itu disampaikan Hasto saat diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang perkara dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI periode 2019–2024 dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis, 26 Juni 2025.

    “Saya tidak punya kedekatan dengan Harun Masiku,” kata Hasto di hadapan majelis hakim.

    Hasto mengungkapkan, ia hanya dua kali bertemu langsung dengan Harun Masiku. Pertemuan pertama terjadi di kantor DPP PDIP saat Harun memperkenalkan diri, sedangkan pertemuan kedua terjadi di Rumah Aspirasi PDIP.

    Menurut Hasto, dalam pertemuan kedua itu Harun datang untuk mengundangnya menghadiri upacara adat pemotongan kerbau serta perayaan Natal. Namun, Hasto menegaskan tidak menghadiri kedua acara tersebut.

    “Harun Nasiku ketemu saya di rumah aspirasi ketika mengundang saya sekitar bulan November untuk menghadiri acara potong kerbau, suatu upacara adat yang sangat besar dan juga mengundang saya untuk hadir di natalan tapi saya tidak menghadiri kedua undangan tersebut,” ucap Hasto.

    Hasto juga mengaku tidak ada komunikasi intens antara dirinya dan Harun dalam proses pencalonan legislatif, khususnya penetapan daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan I. Menurutnya, keputusan penempatan dapil ditentukan secara kolektif melalui rapat pleno partai yang bersifat demokratis.

    “Keputusan melalui suatu proses demokratis dengan cara menanyakan kepada setiap calon anggota legislatif terhadap usulan daerah pemilihannya,” tutur Hasto.

    Dakwaan Hasto

    Dalam kasus ini, jaksa mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hastomenyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masikuagar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak.

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto.

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

  • Sidang Pemeriksaan Hasto Bakal Digelar pada Kamis Pagi Besok
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 Juni 2025

    Sidang Pemeriksaan Hasto Bakal Digelar pada Kamis Pagi Besok Nasional 25 Juni 2025

    Sidang Pemeriksaan Hasto Bakal Digelar pada Kamis Pagi Besok
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Sekretaris Jenderal PDI-P
    Hasto Kristiyanto
    bakal menjalani sidang pemeriksaan sebagai terdakwa kasus suap dan perintangan penyidikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis (26/6/2025) besok.
    Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Takdir Suhan, mengatakan bahwa pemeriksaan Hasto akan dimulai pada Kamis pagi sekitar pukul 09.00 WIB.
    “Pemeriksaan terdakwa Hasto sekitar pukul 09.00 WIB,” kata Takdir kepada
    Kompas.com
    , Rabu (25/6/2025).
    Seperti diketahui, Hasto adalah terdakwa kasus dugaan suap terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan penyidikan yang menyeret nama Harun Masiku.
    Dihubungi terpisah, kuasa hukum Hasto,
    Ronny Talapessy
    , mengaku tidak ambil pusing dengan
    sidang pemeriksaan Hasto
    pada Kamis besok.
    Sebab, menurut dia, sepanjang proses persidangan ini tidak ada satu pun saksi yang memberikan keterangan memberatkan Hasto.
    “Pemeriksaan Mas Hasto besok kami serahkan penuh kepada Majelis Hakim mengingat dari sidang awal sampai sidang ke-17 tidak ada saksi yang memberatkan Mas Hasto,” kata Ronny.
    Ronny mengeklaim, sejumlah saksi kunci yang dihadirkan JPU KPK justru memberikan keterangan yang memperkuat posisi Hasto tidak terlibat dalam perkara Harun Masiku.
    Saksi yang dimaksud antara lain adalah eks kader PDI-P Saeful Bahri, eks pengacara PDI-P Donny Tri Istiqomah, eks staf PDI-P Kusnadi, eks Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina, serta ahli bahasa Frans Asisi.
    Ia mencontohkan, dugaan adanya perintah Hasto untuk memberikan suap terbantahkan dari saksi kunci yang dihadirkan KPK.
    Menurut Ronny, tuduhan bahwa Hasto memerintahkan Harun Masiku melalui Satpam di kantor PDI-P, Nur Hasan, untuk menenggelamkan ponsel juga tidak pernah bisa dibuktikan oleh jaksa Komisi Antirasuah.
    “Mereka datang menjelaskan dalam persidangan bahwa uang suap KPU berasal dari Harun Masiku, dan maksud dari ‘bapak’ yang memerintahkan melakukan penenggelaman HP bukan Hasto Kristiyanto. Ini adalah keterangan saksi kunci Nur Hasan,” ucap dia.
    Berdasarkan rangkaian fakta persidangan, Ronny berpandangan bahwa kliennya sudah selayaknya dibebaskan dari seluruh tuntutan.
    “Oleh sebab itu, tanpa mendahului keputusan hakim, maka sudah selayaknya Mas Hasto diputus bebas dari semua tuntutan jaksa,” ujar Ronny.
    Dalam perkara ini, Hasto didakwa turut memberi suap kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan terkait upaya Harun Masiku menjadi anggota DPR RI lewat skema PAW.
    Hasto juga diduga turut menghalangi penyidikan yang dilakukan lembaga antirasuah dalam membongkar dugaan suap
    kasus Harun Masiku
    tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Saya Semakin Yakin Tak Ada Korupsi, Tak Ada Kerugian Negara

    Saya Semakin Yakin Tak Ada Korupsi, Tak Ada Kerugian Negara

    PIKIRAN RAKYAT – Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong menyatakan keyakinannya bahwa tidak terdapat unsur korupsi maupun tindak pidana dalam kasus impor gula kristal mentah yang kini tengah disidangkan.

    Dalam keterangannya usai sidang lanjutan, Jumat malam, 21 Juni 2025, Tom mengaku semakin percaya diri menghadapi agenda pemeriksaan ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dijadwalkan ulang.

    “Saya sangat-sangat percaya diri, sangat confident, sangat mantap akan menghadapi ahli BPKP. Saya semakin yakin bahwa tidak ada kerugian negara. Saya semakin yakin bahwa tidak ada tindak pidana korupsi. Jangankan korupsi, saya semakin yakin tidak ada tindak pidana,” ujar Tom Lembong.

    Sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta semestinya menghadirkan ahli dari BPKP. Namun, menurut keterangan Tom, pihak BPKP berhalangan hadir karena sakit. Pemeriksaan terhadap ahli tersebut dijadwalkan ulang pada Senin mendatang.

    “Sayangnya, ahli dari BPKP hari ini berhalangan hadir, perasaan sedang sakit. Jadi ditunda sampai hari Senin (23 Juni 2025),” ujarnya.

    Dalam pernyataan lengkapnya, Tom juga menyinggung peran eks Mendag Enggartiasto Lukita (Pak Enggar), serta kontinuitas kebijakan impor gula yang disebutnya telah berlangsung sejak era reformasi dan terus berlanjut hingga kini. Ia menyebut seluruh proses dilakukan transparan dan sesuai hukum.

    “Semua menteri perdagangan sejak era reformasi dan setelah saya serta Pak Enggar melakukan hal yang sama. Menggunakan aturan yang sama, dasar hukum yang sama, cara yang transparan yang sama, semua ditembuskan kepada presiden dan menteri-menteri terkait,” kata dia menegaskan.

    Ia pun mempertanyakan dasar dari tuduhan terhadapnya, mengingat kebijakan impor gula disebut sebagai hal yang rutin dan tak pernah bermasalah selama bertahun-tahun.

    “Kebijakan impor gula adalah sebuah kebijakan yang rutin, yang sudah berjalan bertahun-tahun sebelum saya dan Pak Enggar menjabat, dan diteruskan bertahun-tahun setelah kami menjabat. Dan tidak pernah ada masalah sampai Oktober tahun lalu,” kata Tom.

    Meski tak menampik kemungkinan ada kekeliruan administratif, ia menegaskan hal itu bukan termasuk ranah pidana, apalagi korupsi.

    “Kalau kesalahan administrasi sampai sini bisa jadi, tapi itu bukan sebuah tindak pidana, apalagi tindak pidana korupsi,” ujarnya.

    Tom Lembong sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung pada 29 Oktober 2024, terkait dugaan korupsi dalam pengaturan kuota impor gula kristal mentah tahun 2015–2016, yang disebut menyebabkan kerugian negara hingga Rp578 miliar.

    Ia kini tengah menjalani proses persidangan dan mengajukan pembelaan terhadap dakwaan tersebut. ***

  • Perintangan Tak Masuk Akal, Jika Proses Hukum Sudah Inkrah

    Perintangan Tak Masuk Akal, Jika Proses Hukum Sudah Inkrah

    GELORA.CO  – Ahli Hukum Pidana dari Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, Mahrus Ali menyebut tak masuk akal terjadinya perintangan pada suatu perkara yang telah berkekuatan hukum tetap atau Inkrah. 

    Adapun hal itu disampaikan Ali saat dihadirkan sebagai saksi ahli dalam persidangan kasus dugaan suap pengurusan pergantian antara waktu (PAW) DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan Harun Masiku dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di PN Tipikor Jakarta, Jumat (20/6/2025) malam.

    Mulanya kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy menanyakan mengenai perintangan di tahap penyidikan dengan mencontohkan beberapa kasus.

    “Kemudian putusan Mahkamah Agung nomor 3315 Pidsus 2018 Frederich Yinadi, terpidana terbukti menghalangi penyidikan terhadap tersangka korupsi Setyo Navanto, ini artinya dalam proses tingkat penyidikan,” kata Ronny di persidangan.

    Menjawab hal itu, Ali menyebut dalam Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, mengatur upaya perintangan di tingkat penyidikan. Sehingga, tak masuk akal bila terjadi di tahap penyelidikan. 

    “Jadi itu yang saya katakan bahwa kalau ada orang dikenakan Pasal 21 (Undang-Undang Tipikor), sementara perkara pokoknya jalan bahkan sampai ada putusan yang incraht itu tidak make sense,” ujar Ali.

    Menurutnya, bila terjadi perintangan pada penanganan perkara, maka, proses hukumnya tidak akan berjalan hingga diputus oleh majelis hakim. 

    “Berarti apa? berarti tidak ada penyidikan yang tercegah, tidak ada penyidikan yang tergagalkan,” imbuhnya.

    Selain itu, ia juga menyebut dalam Undang-Undang tersebut telah jabarkan batasan secara gamblang dan tegas. Sehingga tak bisa ditafsirkan penerapan Pasal 21 Undang-Undang Tipikor jika terjadinya perintangan di tahap penyelidikan. 

    “Kemudian di dalam Undang-Undang dijelaskan secara jelas misalnya ini penyidikan ya itu tidak bisa ditafsirkan lain selain penyidikan bukan kemudian penyelidikan,” ungkapnya. 

    “Mencegahnya perbuatannya di penyelidikan, kenapa? untuk mencegah agar tidak terjadi penyidikan, enggak kaya gitu,” imbuhnya.

    Terlebih, dalam proses penyelidikan belum masuk tahap Pro Justicia. Di mana, aparat penegak hukum masih mencari ada tidaknya dugaan pelanggaran pidana.

    “Kenapa? karena di penyelidikan belum ada pro Justicia, alat bukti belum ada di situ,” tandasnya.

    Seperti diketahui Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam pengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3/2025).

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaan yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.

    Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

    Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

    Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

    Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

    Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

    “Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa.

    Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

    Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

    Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

    “Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya.

    Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

    Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.

    Di mana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.

    Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

  • Bisa Saja karena Ada Gambar Pornonya

    Bisa Saja karena Ada Gambar Pornonya

    GELORA.CO -Merendam handphone (HP) tidak selalu sebagai tindakan menghalang-halangi penyidikan karena tidak ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi.

    Hal itu disampaikan langsung ahli hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda saat menjadi ahli meringankan yang dihadirkan terdakwa Hasto Kristiyanto selaku Sekjen DPP PDIP di persidangan perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan, Jumat, 20 Juni 2025.

    Awalnya, tim Penasihat Hukum (PH) Hasto, Febri Diansyah menjelaskan soal beberapa fakta terkait adanya perintah seseorang untuk merendam sebuah HP.

    Menurut Chairul, dari ilustrasi yang disampaikan  penasihat hukum menggambarkan tidak ada kaitannya antara perintah merendam HP dengan tindak pidana yang sedang dilakukan penyidikan.

    “Karena apa hubungannya merendam handphone dengan tindak pidana tertentu? Bisa saja disuruh rendam handphone karena ada gambar pornonya di situ,” ata Chairul dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, 20 Juni 2025.

    “Bisa saja seperti itu kan. Tidak ada kaitannya misalnya dengan kalau ini menghalang-halangi penyidikan tindak pidana korupsi kan tidak ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi,” sambungnya.

    Chairul menjelaskan, jika merendam HP benar adanya, perbuatan tersebut tidak selalu dianggap sebagai menghalangi penyidikan.

    “Makanya harus dicari. Apalagi tadi dikatakan handphone yang mau rendam itu nggak tahu handphone yang mana, apa isinya, lalu kaitannya dengan tindak pidana yang dianggap dihalangi-halangi itu apa gitu loh,” terang Chairul.

    Menurut Chairul, merendam HP dianggap sebagai menghalangi penyidikan hanya sebuah asumsi. Penyidik disebut harus dapat membuktikan apa yang menyebabkan HP harus dimusnahkan atau direndam.

    “Apalagi terlebih tadi kalaupun ada instruksi seperti kan dari pihak lain kepada pihak lain, bukan dari orang yang kemudian dipersangkakan atau didakwakan melakukan penghalang-halangan atau perintangan proses penyidikan,” kata Chairul.

    “Ini kan masih diasumsikan. Jadi bukan merupakan fakta, ini merupakan asumsi-asumsi belakang. Saya kira yang seharusnya diurai dalam surat dakwaan dan dibuktikan itu fakta, bukan asumsi,” pungkasnya.

  • Hasto Kristiyanto Bantah Punya Hubungan Dekat dengan Harun Masiku, Hanya Dua Kali Bertemu

    Sidang Hasto Kristiyanto, Ahli Hukum Nilai Tak Logis Perintangan di Tahap Penyelidikan: Belum Pro Justitia

    PIKIRAN RAKYAT – Ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda, menilai tidak logis jika ada tindakan atau upaya perintangan yang dilakukan di tahap penyelidikan. Pasalnya, tahap penyelidikan belum masuk kategori Pro Justitia sehingga tidak ada tindakan paksa yang dapat dilakukan.

    Hal itu disampaikan Chairul saat memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang kasus dugaan suap pengurusan Pergantian Antar Waktu (PAW) DPR RI 2019–2024 dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku dengan terdakwa Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat, 20 Juni 2025.

    “Dalam sistem hukum kita, penyelidikan itu belum Pro Justitia. Tidak ada upaya paksa yang bisa dilakukan di dalam tahap penyelidikan,” kata Chairul.

    Chairul memaparkan, tindakan penyelidikan merupakan serangkaian upaya untuk mencari dan menemukan dugaan adanya tindak pidana. Oleh karena itu, menurut dia, tidak logis jika ada pihak yang dianggap menghalangi penyelidikan, karena pada tahap tersebut belum ditemukan dugaan tindak pidana.

    ”Tidak logis kalau ada tindakan menghalang-halangi padahal belum ada upaya paksa,” tutur Chairul.

    Lebih lanjut, Chairul menjelaskan, permintaan keterangan dalam proses penyelidikan bersifat sukarela. Artinya, pihak-pihak yang dipanggil boleh tidak menghadiri panggilan karena tidak ada kewajiban hukum yang memaksa.

    “Jadi bagaimana menghalang-halangi sesuatu panggilan atau undangan yang tidak memaksa sifatnya,” ujar Chairul.

    “Kalau ada yang berpendapat bahwa delik ini juga diterapkan untuk menghalang-halangi penyelidikan menurut saya pikirannya tidak logis karena tidak ada upaya paksa di dalam penyelidikan,” katanya melanjutkan.

    Dakwaan Hasto

    Dalam kasus ini, jaksa mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses PAW anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hasto menyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota KPU periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak.

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto.

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

  • KPK Tetapkan PT IIM Tersangka Korporasi, Rugikan Negara Rp1 Triliun di Kasus Investasi PT Taspen

    KPK Tetapkan PT IIM Tersangka Korporasi, Rugikan Negara Rp1 Triliun di Kasus Investasi PT Taspen

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan PT Insight Investments Management (IIM) sebagai tersangka korporasi dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana investasi di PT Taspen (Persero). Dalam perkara ini, negara disebut mengalami kerugian mencapai Rp1 triliun.

    Penetapan tersangka korporasi ini merupakan pengembangan dari penyidikan perkara yang menjerat Direktur Utama PT Taspen, Antonius N.S. Kosasih, dan Direktur Utama PT IIM, Ekiawan Heri Primaryanto. Keduanya, kini tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

    Sejalan dengan itu, tim penyidik KPK telah melakukan penggeledahan terhadap kantor PT IIM di Jakarta Selatan pada Jumat, 20 Juni 2025.

    “Hari ini KPK melakukan giat penggeledahan terkait perkara investasi PT Taspen dengan tersangka korporasi PT IIM yang berlokasi di wilayah Jakarta Selatan,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Jumat, 20 Juni 2025.

    Dari penggeledahan tersebut, KPK menyita sejumlah dokumen penting, termasuk catatan keuangan, transaksi efek, daftar aset, barang bukti elektronik, serta dua unit mobil.

    Budi menjelaskan, berdasarkan penyidikan, ditemukan keterlibatan aktif korporasi dalam tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Penetapan tersangka korporasi ini juga sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi.

    “Untuk itu dalam penyidikan baru ini, KPK berharap semua pihak kooperatif membantu dengan itikad baik,” ujar Budi.

    Dakwaan Antonius Kosasih dan Ekiawan Heri

    Sebelumnya dalam dakwaan jaksa, Antonius Kosasih dan Ekiawan Heri Primaryanto disebut menyebabkan kerugian negara hingga Rp1 triliun melalui investasi bermasalah pada Reksadana I-Next G2 yang digunakan untuk membeli Sukuk Ijarah TPS Food II Tahun 2016 (SIA-ISA 02), yang telah mengalami gagal bayar (default).

    Jaksa menyebut investasi tersebut dilakukan tanpa rekomendasi hasil analisis yang memadai, serta diiringi dengan revisi kebijakan internal untuk memuluskan transaksi.

    Kosasih diduga memperkaya diri sendiri dengan berbagai mata uang asing seperti 127.037 dolar AS, 283.000 dolar Singapura, 10.000 euro, 1.470 baht, 20 pound sterling, 128 yen, 500 dolar Hong Kong, dan 1.262.000 won. Sedangkan Ekiawan menerima Rp200 juta dan 242.390 dolar AS. Jaksa KPK menyebut sejumlah korporasi juga diuntungkan dalam kasus ini.

    “Memperkaya korporasi yaitu memperkaya PT IIM sebesar Rp44.207.902.471. Memperkaya PT KB Valbury Sekuritas Indonesia sebesar Rp2.465.488.054. Memperkaya PT Pacific Sekuritas Indonesia sebesar Rp108 juta. Memperkaya PT Sinar Emas Sekuritas sebesar Rp44 juta. Memperkaya PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (PT TPSF) sebesar Rp150 miliar,” ucap jaksa.***

  • Tak Pernah Tawarkan Jabatan ke Rekan Seangkatannya

    Tak Pernah Tawarkan Jabatan ke Rekan Seangkatannya

    PIKIRAN RAKYAT – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, disebut tidak pernah menawarkan jabatan kepada rekan-rekannya semasa kuliah di Universitas Pertahanan (Unhan). Pernyataan itu disampaikan oleh Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI), Cecep Hidayat, saat memberikan keterangan sebagai saksi meringankan dalam sidang kasus dugaan suap Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR periode 2019–2024.

    Cecep yang juga rekan kuliah Hasto menjelaskan, selama mengenal politikus PDIP itu interaksi mereka sebatas diskusi akademik dan kegiatan informal, bukan membicarakan soal jabatan.

    “Sepanjang yang saya ketahui enggak pernah. Jadi yang dilakukan itu, datang, diskusi, ngobrol, makan, minum, nyanyi mungkin ya. Hanya itu, atau olahraga paling mungkin sekarang bahkan olahraga terus,” kata Cecep di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 20 Juni 2025.

    Pernyataan itu muncul setelah kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, menanyakan apakah Hasto pernah menawarkan jabatan kepada rekan-rekannya di Unhan. Cecep menegaskan, tidak pernah mendengar atau mengetahui Hasto melakukan hal tersebut.

    “Kalau mau ketemu nanya, eh mau ketemu enggak? Biasanya ngajak saya, misalnya, malu juga aku sendiri mungkin ya. Jadi sepanjang yang saya tahu sih enggak ada ya,” tutur Cecep.

    Cecep menambahkan, dalam pergaulan bersama Hasto, topik diskusi yang kerap dibahas adalah seputar isu geopolitik. Namun, ia pernah mendengar keluhan dari Hasto soal namanya yang dicatut oleh pihak tertentu untuk menjanjikan jabatan kepada orang lain.

    “Hasto pernah mengeluh ada yang pakai namanya. Mungkin karena gini, ini kan orang yang enggak tegaan juga ya Pak Hasto mungkin enggak tegaan,” tutur Cecep.

    “Pokoknya kayak enggak enak lah, jadi pernah ngeluh juga tuh, digunakan namanya tapi saya enggak mau terlalu jauh nanya-nanya lebih lanjut,” ucapnya menambahkan.

    Dakwaan Hasto

    Dalam kasus ini, jaksa mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses PAW anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hastomenyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota KPU periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak.

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto.

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Namun, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

  • Saksi Ungkap Hasto Kristiyanto Pernah Ditawari Mensesneg dan Menkominfo Era Jokowi tapi Menolak

    Saksi Ungkap Hasto Kristiyanto Pernah Ditawari Mensesneg dan Menkominfo Era Jokowi tapi Menolak

    PIKIRAN RAKYAT – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto disebut pernah menolak dua kali tawaran jabatan menteri di kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal itu diungkapkan oleh saksi meringankan Cecep Hidayat dalam persidangan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019–2024 dan perintangan penyidikan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat, 20 Juni 2025.

    Cecep Hidayat adalah rekan kuliah Hasto saat menempuh program doktoral di Universitas Pertahanan (Unhan) RI, dan kini menjadi dosen ilmu politik di Universitas Indonesia (UI). Cecep menyebut, Hasto menolak jabatan menteri di dua periode pemerintahan Jokowi lantaran ingin tetap fokus mengurus PDIP. 

    “Sependek ingatan saya, dan juga bisa dilihat di media, itu di 2014 Pak Hasto ditawari menjadi Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), dan di 2019 ditawari sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), tapi tidak diterima,” kata Cecep dalam persidangan.

    Cecep menilai keputusan Hasto menunjukkan dedikasi penuh terhadap PDIP. Sebab, menurut Hasto menjadi pengurus partai sama terhormatnya dengan jabatan menteri hingga kepala daerah. 

    “Hasto lebih memilih untuk mengurus partai. Jadi kalau pandangan saya, menurut hemat saya menjadi pengurus partai itu sama terhormatnya jadi pejabat negara, jadi menteri, kepala daerah, wakil kepala daerah dan seterusnya, itu sama hormatnya dalam pandangan beliau,” tutur Cecep.

    Menurutnya, keputusan Hasto menolak jabatan menteri juga didorong oleh keyakinan bahwa partai yang kuat dan kelembagaan yang baik adalah kunci melahirkan pemimpin berkualitas di berbagai tingkatan pemerintahan.

    “Justru paling butuh partai yang baik, kelembagaan yang baik agar bisa melahirkan kepala daerah, wakil kepala daerah, menteri dan seterusnya,” ucap Cecep. 

    Dakwaan Hasto

    Dalam kasus ini, jaksa mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku. 

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hastomenyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020. 

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masikuagar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak.

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto.

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

  • Nama Eks Mendag Enggartiasto Lukita Disebut di Dakwaan 8 Pengusaha Perkara Impor Gula

    Nama Eks Mendag Enggartiasto Lukita Disebut di Dakwaan 8 Pengusaha Perkara Impor Gula

    Bisnis.com, JAKARTA — Nama mantan Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2016-2019 Enggartiasto Lukita disebut dalam surat dakwaan terhadap sembilan orang pengusaha terkait dengan perkara korupsi importasi gula kristal mentah atau GKM di lingkungan Kemendag.

    Dakwaan itu dibacakan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (19/6/2025). 

    Ada delapan orang yang didakwa merugikan keuangan negara dan memperkaya diri sendiri atas kegiatan importasi gula kristal mentah, yaituDirektur Utama PT Angels Products Tony Wijaya Ng, Direktur PT Makassar Tene Then Surianto Eka Prasetyo, serta Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya Hansen Setiawan. 

    Kemudian, Direktur Utama PT Medan Sugar Industry Indra Suryaningrat, Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama Eka Sapanca, serta Presiden Direktur PT Andalan Furnindo Wisnu Hendraningrat. 

    Selanjutnya, Kuasa Direksi PT Duta Sugar International Hendrogiarto A. Tiwow serta Direktur Utama PT Berkas Manis Makmur Hans Falita Utama. 

    Para pengusaha itu didakwa secara melawan hukum mengajukan persetujuan impor gula kristal mentah kepada dua Mendag, yakni Thomas Trikasi Lembong alias Tom Lembong, serta Enggartiasto Lukita. 

    “Secara melawan hukum, yaitu […] mengajukan Persetujuan Impor Gula Kristal Mentah (GKM) kepada Thomas Trikasih Lembong dan Enggartiasto Lukita selaku Menteri Perdagangan Republik Indonesia yang diketahui Persetujuan Impor tersebut tanpa didasarkan Rapat Koordinasi antar Kementerian,” demikian bunyi dakwaan jaksa yang dibacakan, Kamis (19/6/2025). 

    Persetujuan impor gula kristal mentah itu dalam rangka penugasan pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PPI, Induk Koperasi Kartika (Kartika) serta Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol). 

    Adapun, beberapa perbuatan melawan hukum lain yang turut didakwakan kepada para terdakwa juga meliputi pengajuan persetujuan impor ke Tom dan Enggar tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). 

    Para terdakwa juga disebut bekerja sama dengan PPI dalam rangka penugasan dari Kemendag untuk menyepakati pengaturan harga jual dari produsen kepada PPI, serta pengaturan harga jual dari PPI kepada distributor di atas Harga Patokan Petani (HPP). 

    Di sisi lain, mereka juga didakwa hanya membayarkan bea masuk impor dan pajak dalam rangka impor (PDRI) dengan tarif untuk gula kristal mentah. Padahal, harusnya bea masuk dan PDRI yang dibayarkan senilai tarif impor gula kristal putih untuk penugasan stabilisasi harga atau operasi pasar. 

    Pada dakwaan tersebut, JPU memaparkan bahwa perusahaan-perusahaan itu mengajukan pengakuan ke Tom sebagai perusahaan importir produsen gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih, ketika produksi dalam negeri gula kristal putih mencukupi. 

    Salah satu perusahaan, PT Angels Products, juga menyalurkan gula rafinasi pada 2015 untuk operasi pasar yang bekerja sama dengan Inkopkar. Padahal, gula rafinasi hanya dapat diperjualbelikan atau didistribusikan kepada industri, dan dilarang diperdagangkan ke pasar dalam negeri. 

    Perbuatan-perbuatan itu, terang jaksa, bertentangan dengan sejumlah peraturan di antaranya pasal 36 ayat (1), pasal 36 ayat (2) UU No.18/2012 tentang Pangan; serta pasal 26 ayat (1), pasal 26 ayat (3) dan pasal 27 UU No.7/2014 tentang Perdagangan.

    Kemudian, pasal 2 ayat (3), pasal 3 ayat (2) huruf f, pasal 7 ayat (2), ayat (6), pasal 8 dan 9 ayat (1) Kepmerindag No.527/Mpp/Kep/9/2004 tentang Ketentuan Impor Gula; serta pasal 2 ayat (1), pasal 3, pasal 4, pasal 6 ayat (1) dan pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.117/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor Gula.