Kementrian Lembaga: Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

  • Ini Dia Nur Afifah Balqis, Wanita Cantik yang Jadi Koruptor Termuda di Indonesia

    Ini Dia Nur Afifah Balqis, Wanita Cantik yang Jadi Koruptor Termuda di Indonesia

    GELORA.CO – Nama Nur Afifah Balqis kembali menjadi perbincangan hangat di kalangan warganet.

    Perempuan muda asal Balikpapan, Kalimantan Timur, ini viral di media sosial usai dijuluki sebagai koruptor termuda di Indonesia. 

    Di usianya yang baru 24 tahun saat itu, ia telah resmi mendekam di balik jeruji besi akibat keterlibatannya dalam kasus korupsi besar bersama seorang kepala daerah.

    Nur Afifah yang merupakan mantan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan, dijatuhi hukuman penjara selama 4 tahun 6 bulan, serta denda sebesar Rp 300 juta, subsider 4 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda. Putusan tersebut dibacakan pada Senin, 26 September 2022.

    Saat ini, perempuan yang dulu dikenal aktif di media sosial itu menjalani masa hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Tenggarong, Kalimantan Timur. 

    Ia terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan mantan Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Abdul Gafur Mas’ud, yang juga divonis 5 tahun 6 bulan penjara, serta denda dengan nilai yang sama.

    Kasus korupsi yang menjerat Nur Afifah bukan perkara kecil. Ia dan Abdul Gafur Mas’ud terbukti menerima suap dari berbagai proyek pengadaan barang dan jasa serta pengurusan perizinan di lingkungan Pemkab PPU untuk periode 2020–2022.

    Jumlah uang suap yang diterima mencapai angka fantastis, yakni sekitar Rp 5,7 miliar.

    Dalam persidangan, majelis hakim menyatakan bahwa Nur Afifah melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Ia juga terbukti melanggar sejumlah pasal dalam KUHP, antara lain Pasal 18, Pasal 55 ayat (1) ke-1, dan Pasal 64 ayat (1).

    Siapa Nur Afifah Balqis?

    Karier Nur Afifah di dunia politik terbilang cukup melesat. Lahir pada tahun 1997 di Kota Balikpapan, ia mulai bergabung dengan Partai Demokrat di usia muda dan langsung dipercaya memegang posisi penting sebagai bendahara umum DPC Demokrat Balikpapan.

    Ia dikenal cukup dekat dengan Abdul Gafur Mas’ud, yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPC Demokrat Balikpapan sekaligus Bupati Penajam Paser Utara.

    Kedekatan politik itu kemudian merembet ke dalam urusan keuangan. Dalam sidang terungkap bahwa Abdul Gafur kerap menggunakan ATM milik Nur Afifah untuk menerima uang suap dan melakukan berbagai transaksi mencurigakan.

    Tak hanya itu, Afifah juga diminta untuk mengelola dana operasional pribadi Abdul Gafur yang tersebar di beberapa rekening. Artinya, keterlibatannya tidak sekadar administratif, tapi aktif dalam aliran dana hasil korupsi.

    Dengan kekayaan yang di atas rata-rata gadis di usianya, Afifah bisa hidup mewah. 

    Sebelum ditangkap KPK, perempuan yang memiliki hobi traveling itu aktif di media sosial dan membagi konten, termasuk kegiatan Partai Demokrat melalui akun Instagramnya @nafgis_.

    Dia pernah mengunggah foto bersama Abdul Gafur di depan sebuah mobil BMW pada 20 Desember 2021. (*)

  • Serangan Balik Jaksa Jawab Pembelaan Tom Lembong, Bantah Ada Politisasi Kasus

    Serangan Balik Jaksa Jawab Pembelaan Tom Lembong, Bantah Ada Politisasi Kasus

    Serangan Balik Jaksa Jawab Pembelaan Tom Lembong, Bantah Ada Politisasi Kasus
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kasus dugaan korupsi importasi gula yang menjerat Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, masih bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat.
    Terbaru, dalam sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan tanggapan jaksa atau replik atas pleidoi Tom Lembong, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membantah adanya politisasi.
    Tom Lembong
    sebelumnya mengungkap dua sinyal dari penguasa akibat dirinya bergabung dalam Tim Kampanye Nasional (Timnas) Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
    Ia menyebut, dua sinyal tersebutlah yang membuatnya terancam pidana lewat kasus dugaan korupsi importasi gula.
    “Sinyal dari penguasa sangat jelas. Saya bergabung ke oposisi, maka saya terancam dipidana,” ujar Tom Lembong saat membacakan pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025) malam.
    Sinyal pertama adalah saat surat perintah penyidikan (sprindik) kasus impor gula yang diterbitkan Kejaksaan Agung (Kejagung).
    Setelah itu, ia menangkap sinyal kedua dari penguasa saat Tom Lembong ditangkap dan dibui atas kasus dugaan korupsi importasi gula.
    “Sinyal itu sangat jelas saat saya ditangkap dan dipenjara dua minggu setelah penguasa mengamankan kekuasaannya dengan pelantikan resmi di DPR RI,” ujar Tom Lembong.
    JPU membantah pernyataan Tom Lembong.
    Jaksa mengatakan, pernyataan terkait adanya politisasi dalam kasus impor gula itu tidak berdasar dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya dalam persidangan.
    “Atas dasar fakta hukum terhadap materi pembelaan terdakwa yang menyatakan perkara korupsi yang dituduhkan kepada terdakwa, termasuk penetapan sebagai tersangka adalah bentuk kriminalisasi dan politisasi adalah sangat tidak benar, dan tidak berdasar serta hanya merupakan klaim sepihak dari terdakwa yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya dalam persidangan,” kata Jaksa dalam sidang replik di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (11/7/2025).
    Jaksa mengatakan, penyidikan dan penuntutan dari Kejaksaan Agung dalam kasus tersebut dilakukan secara profesional melalui serangkaian tahapan penyelidikan dan penyidikan.
    Penyidikan yang dilakukan mulai dari pemeriksaan saksi-saksi, ahli, dan pengumpulan barang bukti dilakukan sesuai ketentuan Pasal 184 KUHP.
    “Sehingga penetapan tersangka dalam perkara ini telah dilakukan secara profesional, proporsional, dan transparan,” tuturnya.
    Jaksa mengatakan, majelis hakim praperadilan telah menyatakan bahwa penetapan tersangka Tom Lembong sesuai dengan prosedur dan putusan Mahkamah Konstitusi terkait persyaratan penetapan tersangka.
    Jaksa mengakui bahwa dalam kasus ini, Tom Lembong tidak pernah menerima keuntungan dari kasus impor gula.
    “Bahwa dalam perkara a quo berdasarkan fakta persidangan, terdakwa tidak diperkaya ataupun diuntungkan,” kata Jaksa.
    Namun, Jaksa menyebut bahwa Tom Lembong telah memperkaya orang lain atau korporasi.
    “Namun, perbuatan terdakwa dalam memberikan penugasan kepada PT PPI, Inkopkar, Inkoppol, dan Puskopol, serta pemberian persetujuan impor kepada 8 pabrik gula rafinasi dan PT Kebun Tebu Mas yang dilakukan secara melawan hukum telah memperkaya atau memberi keuntungan kepada orang lain atau korporasi,” ujar Jaksa.
    Jaksa meminta hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat untuk menolak pleidoi atau nota pembelaan Tom Lembong.
    “Menyatakan pembelaan yang diajukan terdakwa dan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima,” kata Jaksa.
    Jaksa juga meminta hakim untuk tetap mengabulkan surat tuntutan Penuntut Umum yang telah dibacakan pada persidangan sebelumnya, pada hari Jumat, 4 Juli 2025.
    “Menghukum terdakwa sebagaimana telah kami nyatakan dalam surat tuntutan Penuntut Umum,” ujarnya.
    Jaksa menuntut Tom Lembong dihukum 7 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
    Tindakan Tom Lembong dinilai merugikan keuangan negara sebesar Rp 578 miliar, termasuk memperkaya para pengusaha gula swasta.
    Usai sidang, Tom Lembong menilai replik yang disampaikan jaksa masih tetap dalam upaya untuk memutarbalikkan aturan.
    “Ya, balik lagi, tetap bersikeras untuk memutarbalikkan peraturan. Aturan mengatakan, dilarang bawa masuk ke dalam pesawat korek api, terus saya dipidanakan karena bawa masuk ke dalam pesawat, korek telinga,” kata dia.
    “Kalau saya lihat dalam repliknya hari ini, kalau jaksa sudah masuk lubang, malah gali makin dalam, bukannya keluar dari lubang,” sambungnya.
    Terkait jaksa yang membantah bahwa kasus impor gula tersebut bukan bagian dari politisasi, Tom mengatakan bahwa selama menjalani 20 kali persidangan, tidak ada satu pun keterangan dari saksi atau ahli yang membuktikan tuduhan jaksa kepadanya.
    Karenanya, Tom menilai kasus dugaan korupsi yang dialamatkan kepadanya sulit disebutkan hanya sebatas proses hukum.
    “Jadi sulit kalau kita mau simpulkan bahwa ini murni soal hukum atau keadilan. Berarti harus ada faktor lain, harus ada motivasi lain, ya kan,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Perintah Hasto Ajukan Uji Materi PKPU Sah Secara Hukum

    Perintah Hasto Ajukan Uji Materi PKPU Sah Secara Hukum

    GELORA.CO -Perintah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto untuk mengajukan gugatan uji materi terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) ke Mahkamah Agung (MA) dianggap sebagai langkah yang sah.

    Begitu disampaikan tim Penasihat Hukum (PH) terdakwa Hasto, Febri Diansyah saat membacakan nota pembelaan atau pledoi perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 10 Juli 2025.

    “Perintah yang terdakwa berikan kepada Donny Tri Istiqomah merupakan upaya yang sah dan didasarkan kepada keputusan partai,” kata Febri.

    Gugatan uji materi yang dimaksud diajukan terhadap ketentuan Pasal 54 Ayat 5 huruf k PKPU 3/2019 tentang Pemungutan dan Perhitungan Suara dalam Pemilu. Langkah itu berkaitan dengan perolehan suara almarhum Nazarudin Kiemas yang dicoret dari daftar calon tetap (DCT) Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I.

    Febri menerangkan, perintah dari Hasto kepada Donny didasarkan pada keputusan Rapat Pleno DPP PDIP yang digelar pada Juli 2019. Dalam rapat tersebut, diputuskan bahwa Harun Masiku ditetapkan sebagai calon legislatif yang menerima limpahan 34.276 suara milik Nazarudin.

    “Atas dasar keputusan rapat pleno DPP PDI Perjuangan tersebut, Hasto Kristiyanto selaku Sekjen PDIP meminta Donny Tri Istiqomah, selaku penasihat hukum PDIP, untuk mengajukan surat permohonan ke KPU RI,” terang Febri.

    Febri menilai, dalam keterangan di persidangan, Donny juga mengaku mendapat penugasan resmi dari partai melalui surat tugas.

    “Penugasan dari DPP PDI Perjuangan untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Agung berdasarkan surat tugas. Tetapi karena sifatnya uji materi, maka surat tugasnya dalam bentuk surat kuasa,” pungkas Febri

  • Pengacara Hasto Sebut File CDR KPK Tak Bisa Jadi Bukti, Ini Alasannya

    Pengacara Hasto Sebut File CDR KPK Tak Bisa Jadi Bukti, Ini Alasannya

    GELORA.CO -Keaslian file Call Data Record (CDR) terkait transaksi telekomunikasi dalam perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Hasto Kristiyanto dianggap tidak bisa dibuktikan.

    Hal itu disampaikan tim Penasihat Hukum (PH) terdakwa Hasto, Ronny Talapessy saat membacakan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 10 Juli 2025.

    “File CDR seharusnya tidak dapat dikategorikan sebagai alat bukti atau barang bukti, karena tidak dapat dibuktikan keaslian dan keabsahannya,” kata Ronny di persidangan, Kamis malam, 10 Juli 2025.

    CDR merupakan data menyangkut detail panggilan, waktu, maupun transaksi telekomunikasi. Data tersebut bisa membaca lokasi seseorang berdasarkan sinyal tower.

    Dalam persidangan, Tim JPU KPK mengklaim mengetahui Harun Masiku dan Sekjen PDIP Hasto melarikan diri ke kawasan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) saat operasi tangkap tangan (OTT) berdasarkan data CDR.

    Ronny menerangkan, berdasarkan fakta persidangan, file CDR yang dihadirkan JPU yang sudah dilakukan analisis ahli tersebut tidak bisa dijamin keasliannya. Hal itu membuat file tersebut berisiko dimanipulasi dan tidak lagi otentik.

    Di sisi lain kata Ronny, JPU dalam tuntutannya menyebut file CDR itu tidak langsung didapatkan penyelidik dari operator. JPU KPK menyebut file CDR yang menjadi alat bukti berasal dari flashdisk Sandisk Cruzer Blade, kapasitas 16 GB dan flashdisk Sandisk Cruzer Blade 64 GB.

    “Majelis Hakim Yang Mulia, kita tidak pernah tahu flashdisk ini diberikan oleh siapa dan apakah bisa dipercaya. Haruslah dikesampingkan dan tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim,” terang Ronny.

    Tidak hanya itu, Ronny juga menyoroti fakta persidangan yang menyatakan bahwa bukti CDR tersebut tidak melalui audit digital forensik. Hal ini merujuk pada keterangan ahli digital forensik yang bekerja sebagai penyelidik KPK.

    “Satu-satunya yang mempunyai kewenangan untuk menyatakan suatu dokumen telah melalui proses digital forensik adalah ahli digital forensik dan bukan penuntut umum,” pungkas Ronny.

  • Hasto Sebut Dirinya Tak Terbukti Perintahkan Tenggelamkan Hp
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        10 Juli 2025

    Hasto Sebut Dirinya Tak Terbukti Perintahkan Tenggelamkan Hp Nasional 10 Juli 2025

    Hasto Sebut Dirinya Tak Terbukti Perintahkan Tenggelamkan Hp
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
    Hasto
    Kristiyanto mematahkan dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut dirinya memerintahkan untuk menenggelamkan
    handphone
    (hp) atau telepon genggam milik Kusnadi.
    Menurut Hasto, berdasarkan keterangan saksi dan fakta di persidangan, tidak pernah ada perintah darinya untuk menggelamkan
    handphone
    milik Harun Masiku dan Kusnadi.
    Hal itu disampaikan Hasto dalam pleidoi atau nota pembelaan pribadi yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (10/7/2025).
    “Berdasarkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan ini dan fakta-fakta persidangan, terdakwa tidak terbukti pernah menyuruh Harun Masiku untuk merendam ponselnya melalui Nurhasan,” kata Hasto dalam sidang, Kamis.
    “Terdakwa juga tidak terbukti pernah memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggam milik Kusnadi,” ujarnya lagi.
    Hasto menyebut, perbuatan itu tidak terbukti karena jaksa tidak bisa membuktikan
    handphone
    mana yang ditenggelamkan atau dihilangkan, dan di mana lokasi penenggelamannya.
    “Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa hp tersebut memiliki kaitan dengan perkara Harun Masiku,” katanya.
    Dalam pleidoi, Hasto menegaskan bahwa dia hanya menggunakan
    handphone
    yang selalu diberi nama ”
    Hasto Kristiyanto
    ” atau “Hasto K. Hardjodisastro” dan tidak pernah menggunakan nama lain.
    “Terdakwa tidak pernah memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggam miliknya, di mana instruksi tersebut dituduhkan sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik
    KPK
    (Komisi Pemberantasan Korupsi),” ujarnya.
    Selain itu, menurut Hasto, Kusnadi dalam kesaksiannya menyatakan bahwa
    handphone
    Sri Rejeki Hastomo adalah hp Kesekretariatan yang menggunakan nomor luar negeri dan nama Sri Rejeki dibuat sendiri oleh Saksi.
    Kemudian, Hasto menegaskan bahwa Kusnadi sudah menjelaskan bahwa percakapan dengan Adi mengenai “yang itu ditenggelamkan saja” adalah kegiatan melarung yang sebelumnya dilakukan Kusnadi dan pakaian tersebut dilarung di Pantai Indah Kapuk (PIK).
    “Jadi yang dilarung adalah pakaian bukan telepon genggam,” kata Hasto.
    Selain itu, dia menyebut bahwa
    handphone
    yang tercatat memiliki percakapan WhatsApp “yang itu ditenggelamkan saja” adalah
    handphone
    yang disita KPK dari Kusnadi.
    Oleh karena itu, Hasto mempertanyakan
    handphone
    mana yang dimaksud jaksa agar ditenggelamkan atau dihilangkan.
    Selanjutnya, Hasto menegaskan bahwa dia tidak pernah berkomunikasi dengan nomor
    handphone
    yang memiliki percakapan WhatsApp soal menenggelamkan tersebut.
    “Terdakwa tidak pernah berkomunikasi dengan teks WhatsApp ‘pakai hp ini’, ‘yang itu ditenggelamkan saja’, atau ‘…tidak usah mikir sayang dan lain-lain”. Berdasarkan keterangan saksi Kusnadi komunikasi tersebut adalah antara dirinya dengan kepala sekretariat,” ujarnya.
    Kemudian, Hasto menyebut bahwa saat percakapan terkait penenggelaman itu terjadi, dia tengah memimpin acara peringatan Hari Lahir Bung Karno di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P.
    Sebagaimana diketahui, Hasto didakwa lakukan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Dia diduga memiliki peran dalam lolosnya Harun Masiku dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 8 Januari 2020.
    Sebagaimana diberitakan, JPU KPK menuntut Hasto dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsidair enam bulan kurungan.
    Hasto disebut turut mendanai suap untuk Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat itu, Wahyu Setiawan, agar Harun Masiku dapat menjadi anggota DPR lewat mekanisme PAW.
    Selain itu, jaksa juga menilai Hasto terbukti merintangi penyidikan.
    Hasto diduga mengarahkan Harun Masiku melalui orang lain untuk merendam handphone di air dan pergi ke tempat tertentu.
    Menurut jaksa, berdasarkan fakta persidangan, perbuatan Hasto telah memenuhi seluruh unsur Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polisi kerahkan 1.087 personel amankan sidang Hasto di PN Jakpus

    Polisi kerahkan 1.087 personel amankan sidang Hasto di PN Jakpus

    Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro saat memeriksa kesiapan pasukan di PN Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025). ANTARA/HO-Humas Polres Metro Jakarta Pusat

    Polisi kerahkan 1.087 personel amankan sidang Hasto di PN Jakpus
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Kamis, 10 Juli 2025 – 12:37 WIB

    Elshinta.com – Sebanyak 1.087 personel gabungan dikerahkan untuk mengamankan sidang kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan (obstruction of justice) perkara PAW eks Caleg PDIP Harun Masiku dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis.

    “Kami mengimbau kepada orator agar tertib dan tidak memprovokasi massa lainnya. Jangan merusak fasilitas umum, membakar ban bekas, atau bertindak anarkis. Sampaikan pendapat dengan tertib sesuai aturan,” kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

    Ia juga menegaskan seluruh personel pengamanan tidak membawa senjata api dan wajib melayani masyarakat dengan santun, humanis, serta profesional.

    “Petugas harus tetap tegas, namun melayani saudara-saudara kita yang akan menyampaikan pendapatnya,” tegas Susatyo.

    Dia juga mengingatkan masyarakat dan pengguna jalan untuk menghindari kawasan Jalan Bungur Besar Raya, PN Jakarta Pusat, selama persidangan berlangsung demi menghindari kemacetan lalu lintas.

    Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto akan membacakan pleidoi alias nota pembelaan dalam sidang kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi tersangka Harun Masiku dan suap, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

    “Perkara Nomor 36 Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst atas nama terdakwa Hasto Kristiyanto. Agenda sidang pembacaan pledoi,” ujar Juru Bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Andi Saputra dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

    Adapun sidang dijadwalkan mulai pada pukul 09.30 WIB, dengan dipimpin oleh Hakim Ketua Rios Rahmanto di ruang sidang Muhanmad Hatta Ali.

    Sebelumnya, Hasto dituntut pidana 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka dalam rentang waktu 2019-2024.

    Sumber : Antara

  • Hukum atau Dendam? Berturut-turut, Dua Musuh Politik Presiden Ketujuh Jokowi Dituntut 7 Tahun

    Hukum atau Dendam? Berturut-turut, Dua Musuh Politik Presiden Ketujuh Jokowi Dituntut 7 Tahun

    GELORA.CO –  Dua tokoh penting dalam dunia politik dan pemerintahan Indonesia, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong, sama-sama dituntut 7 tahun penjara oleh jaksa dalam dua perkara korupsi berbeda.

    Namun, kemiripan vonis, waktu sidang, dan keterkaitan nama Presiden ke-7, Joko Widodo dalam proses persidangan keduanya memunculkan dugaan kuat di tengah publik bahwa ini bukanlah kebetulan semata.

    Pada Kamis, 4 Juli 2025, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan tuntutan 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta (subsider 6 bulan kurungan) kepada Hasto Kristiyanto dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dan penghalangan penyidikan kasus Harun Masiku.

    Sehari kemudian, Jumat, 5 Juli 2025, mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong juga dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp750 juta, dalam kasus dugaan korupsi importasi gula yang terjadi saat ia menjabat antara 2015-2016.

    Publik langsung menyoroti kesamaan vonis, denda, dan pola penanganan kasus keduanya yang terjadi dalam waktu hampir bersamaan, meski berasal dari latar belakang kasus berbeda.

    Yang mengejutkan, nama Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, terseret dalam keterangan persidangan keduanya.

    Dalam sidang Hasto Kristiyanto, kuasa hukumnya Makdir Ismail menyampaikan bahwa Hasto pernah mendapat dua pesan, yaitu:

    Diminta mundur dari jabatan Sekjen PDIP,

    Dilarang menendang Jokowi dari PDIP.

    Hal ini memperkuat dugaan bahwa proses hukum terhadap Hasto bermuatan dendam politik internal, terutama setelah isu Jokowi dikeluarkan dari partai yang membesarkannya.

    Sementara itu, dalam kasus Tom Lembong, ia menyebut dalam sidang bahwa tindakannya saat menjabat menteri merupakan instruksi langsung dari Presiden Jokowi.

    Namun, meski disebut hanya menjalankan perintah, ia tetap dituntut 7 tahun penjara.

    Padahal, hasil audit BPK pada tahun 2017 menyatakan tidak ada kerugian negara dalam kebijakan yang diambilnya.

    Kemiripan pola tuntutan, waktu sidang, dan munculnya nama Presiden dalam kesaksian kedua tokoh ini memunculkan spekulasi liar di masyarakat.

    Banyak pihak mempertanyakan, apakah ini bagian dari kriminalisasi terhadap tokoh-tokoh yang kini dianggap sebagai oposisi politik Jokowi?

    Ataukah memang ini merupakan bagian dari proses hukum yang murni dan profesional?

    Para pendukung kedua tokoh, terutama dari kalangan pendukung Anies Baswedan dan PDIP garis keras, ramai menghadiri sidang dan menyuarakan dugaan adanya “order kekuasaan” di balik tuntutan hukum yang dianggap tidak proporsional.

    Keduanya akan menjalani sidang pledoi (nota pembelaan). Tom Lembong pada 9 Juli 2025, sementara Hasto Kristiyanto pada 10 Juli 2025.

    Para kuasa hukum dari kedua tokoh tersebut menyatakan akan melawan dengan strategi hukum yang kuat, karena mereka menilai banyak kejanggalan dalam dakwaan dan pembuktian yang diberikan oleh pihak jaksa.

    Di tengah panasnya kasus Hasto dan Tom Lembong, pertanyaan besar lainnya juga kembali mencuat: mengapa aparat penegak hukum tak pernah menyentuh dugaan pelanggaran hukum oleh anggota keluarga Presiden Jokowi?

    Beberapa nama yang disebut publik antara lain:

    Gibran Rakabuming Raka (Wapres),

    Bobby Nasution (Gubernur dan menantu Jokowi).

    Padahal, beredar banyak laporan dan sorotan publik atas potensi pelanggaran etika dan hukum yang dilakukan oleh mereka, namun belum satu pun kasus tersebut masuk ke tahap penyidikan.

    Dua tuntutan dengan angka yang identik, dua tokoh yang memiliki hubungan erat dengan kubu oposisi pemerintahan, dan dua nama yang sama-sama menyeret mantan Presiden Jokowi dalam kesaksian mereka, telah mengubah arah opini publik.

  • Hasto Pegal-pegal Tulis Pledoi, Lawan Surat Tuntutan Jaksa 1.300 Halaman

    Hasto Pegal-pegal Tulis Pledoi, Lawan Surat Tuntutan Jaksa 1.300 Halaman

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membacakan nota pembelaan atau pledoi atas tuntutan pidana penjara selama tujuh tahun terkait dengan perkara suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. 

    Pledoi itu dibacakan langsung oleh Hasto di hadapan Majelis Hakim di ruangan sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025). 

    Nota pembelaan yang dibacakan Hasto atas tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu terdiri dari 108 halaman, termasuk daftar pustaka. Dia menyebut pledoi itu disusun olehnya sendiri. 

    “Ini adalah pleidoi yang saya tulis tangan sendiri, sampai pegal-pegal, dan ini akan mengungkapkan suatu perjuangan di dalam mendapatkan keadilan berdasarkan kebenaran,” ujarnya kepada wartawan sebelum jalannya sidang. 

    Hasto menyinggung tudingan bahwa dakwaan dan tuntutan yang dilayangkan jaksa merupakan rekayasa hukum. Hal itu turut ditulisnya di dalam pledoi yang dia susun di Rutan KPK cabang Gedung Merah Putih, Jakarta. 

    Adapun, JPU dari KPK menuntut Hasto dengan hukuman pidana penjara selama tujuh tahun. Berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan itu, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Selain pidana badan berupa kurungan penjara, Hasto dituntut hukuman denda sebesar Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan. 

    Hasto sebelumnya didakwa mencegah dan merintangi penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang menjerat buron Harun Masiku. Dia juga didakwa ikut memberikan suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, bersama-sama dengan Harun, Saeful Bahri serta Donny Tri Istiqomah. 

  • Ganjar hingga Djarot Hadiri Sidang Pembacaan Pleidoi Hasto
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        10 Juli 2025

    Ganjar hingga Djarot Hadiri Sidang Pembacaan Pleidoi Hasto Nasional 10 Juli 2025

    Ganjar hingga Djarot Hadiri Sidang Pembacaan Pleidoi Hasto
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sejumlah elite Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (
    PDI-P
    ) menghadiri sidang pembacaan pleidoi atau nota pembelaan Sekretaris Jenderal PDI-P,
    Hasto
    Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Kamis (10/7/2025).
    Mereka yang terlihat hadir di antaranya Ketua DPP PDI-P bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah
    Ganjar Pranowo
    , Ribka Tjiptaning dan mantan Gubernur Jawa Tengah sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Ganjar Pranowo.
    Selain itu, terlihat juga mantan Gubernur DKI Jakarta yang juga Ketua DPP PDI-P
    Djarot Saiful Hidayat
    .
    Berdasarkan pengamatan
    Kompas.com
    , Ganjar yang mengenakan kemeja hitam, nampak terus duduk mendampingi Hasto. Keduanya terlihat berbicara banyak hal.
    Diketahui, ini bukan kali pertama Ganjar dan sejumlah elite PDI-P menghadiri
    sidang Hasto
    .
    Pada 12 dan 26 Juni 2025, Ganjar dan Djarot juga terlihat hadir untuk mendamping dan menyaksikan sidang Hasto.
    Sebagaimana diberitakan, Hasto bakal membacakan pleidoi atau nota pembelaannya dalam sidang pada Kamis ini.
    Ditemui sebelum sidang dimulai, Hasto mengaku menulis nota pembelaan atau pleidoi setebal 108 halaman hingga tangannya pegal.
    “Ini adalah pleidoi yang saya tulis tangan sendiri, sampai pegal-pegal,” kata Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis.
    Menurut dia, nota pembelaannya akan menjelaskan bagaimana perjuangan untuk mendapatkan keadilan yang berdasar kebenaran.
    Selain itu, Hasto juga mengungkap rekayasa hukum dalam kasus yang menyeretnya ke balik jeruji besi Rumah Tahanan KPK.
    Pada persidangan sebelumnya, jaksa KPK meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menuntut Hasto dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsidair enam bulan kurungan.
    Hasto disebut turut mendanai suap untuk Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat itu, Wahyu Setiawan, agar Harun Masiku dapat menjadi anggota DPR lewat mekanisme pergantian antarwaktu.
    Selain itu, jaksa juga menilai Hasto terbukti merintangi penyidikan.
    Hasto diduga mengarahkan Harun Masiku melalui orang lain untuk merendam handphone di air dan pergi ke tempat tertentu.
    Menurut jaksa, berdasarkan fakta persidangan, perbuatan Hasto telah memenuhi seluruh unsur Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bacakan Pleidoi, Pengacara Sebut JPU Cuma Fokus untuk Hukum Tom Lembong

    Bacakan Pleidoi, Pengacara Sebut JPU Cuma Fokus untuk Hukum Tom Lembong

    Jakarta

    Pengacara mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, Ari Yusuf Amir menyebut jaksa penuntut umum (JPU) hanya fokus untuk menghukum Tom. Ari memohon majelis hakim membebaskan Tom dari semua dakwaan jaksa.

    Hal itu disampaikan Ari saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi untuk Tom dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (9/7/2025). Ari mengatakan Tom dituduh melakukan korupsi tanpa bukti.

    “Ketika satu orang dihancurkan dengan hukum yang diselewengkan, maka setiap orang pada akhirnya akan menunggu giliran untuk menjadi tersangka tentunya. Inilah bahaya yang tak kasat mata namun amat nyata, pembusukan sistemik terhadap keadilan, yang pelan-pelan tapi pasti menggerogoti sendi moral bangsa,” ujar Ari.

    Dia mengaku tidak sekadar menjalankan profesi sebagai tim kuasa hukum Tom, melainkan bertindak sebagai bentuk perlawanan moral agar hukum tidak kehilangan jiwanya. Menurut Ari, perkara Tom sarat akan rekayasa dan jaksa hanya fokus untuk menghukum Tom.

    “Kita semua melihat, sedari awal, perkara ini mulai dari penyidikan dan digelarnya persidangan senantiasa dalam irama yang sumbang dan sarat rekayasa. Ada kesan yang sangat kuat bahwa persidangan terhadap perkara ini sejak awal telah di-design bukan untuk mencari kebenaran, tetapi sekadar melegitimasi dakwaan jaksa demi satu tujuan yang telah ditentukan yaitu menghukum Terdakwa,” ujarnya.

    Dia membeberkan kejanggalan dalam kasus yang menjerat Tom. Dia menyoroti keputusan majelis hakim yang memperbolehkan jaksa menyerahkan laporan audit perhitungan kerugian negara pada 7 hari sebelum audior Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) diperiksa di persidangan.

    “Lalu bagaimana mungkin kami bisa mengonfirmasi validitas temuan BPKP tersebut, jika dasarnya tidak bisa lagi diuji di muka sidang? Inilah bentuk pengaburan kebenaran secara sistematis,” imbuhnya.

    Dia juga menyoroti auditor BPKP yang dihadirkan di persidangan bukan auditor yang dilakukan berita acara pemeriksaan (BAP). Dia juga menyatakan keberatan atas permintaan konfrontir auditor BPKP dari jaksa dan pihaknya yang ditolak majelis hakim.

    Dia mengatakan saksi yang dihadirkan jaksa banyak yang tidak relevan dan menandakan dakwaan disusun secara serampangan dengan substansi yang rapuh. Dia mengatakan rapat koordinasi (rakor) lintas kementerian telah dilakukan Tom.

    “Dakwaan jaksa yang menuduh Terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum juga terbantah di persidangan. Terdakwa dituduh tidak melakukan rapat koordinasi lintas kementerian, di persidangan dibuktikan bahwa rapat koordinasi telah dilakukan oleh Terdakwa selaku Menteri Perdagangan dengan kementerian-kementerian terkait,” ujarnya.

    Dia mengatakan jaksa membangun narasi Indonesia dalam kondisi surplus gula sehingga tidak diperlukan importasi. Dia mengatakan tuduhan itu telah terbantahkan di persidangan.

    “Bukti statistik dan keterangan para ahli menunjukkan bahwa Indonesia tidak pernah mengalami surplus gula itu secara nasional, karena angka konsumsi selalu lebih tinggi dari kemampuan produksi, yang ada hanya buffering stock untuk mengantisipasi potensi kelangkaan awal tahun 2016 serta untuk menjaga stabilitas harga di masyarakat,” ujarnya.

    Ari juga menyoroti diperbolehkannya pembacaan BAP mantan Menteri BUMN Rini Soemarno di persidangan. Padahal, kata Ari, Rini seharusnya dihadirkan secara langsung di sidang.

    “Hal ini patut diduga mengindikasikan skenario yang disengaja agar kebenaran tetap terkunci di ruang sidang ini dengan mengkondisikan Rini sebagai alat untuk menjerat Terdakwa,” ucapnya.

    Dia menyebut ahli di sidang telah menerangkan jika impor gula kristal mentah (GKM) tidak dilarang dalam Permendag. Dia juga mempertanyakan penyitaan iPad dan laptop Tom yang dilakukan saat persidangan berjalan, bukan saat proses penyidikan.

    “Majelis Hakim juga mengabulkan permohonan sita atas laptop pribadi Terdakwa, padahal Pasal 18 UU Tipikor yang dijadikan dasar dalam penyitaan bukanlah dasar hukum untuk melakukan sita, melainkan sebuah pasal untuk pidana tambahan apabila putusan pidana itu sudah dijatuhkan, dan di sisi lain seharusnya proses sita sudah selesai pada saat penyidikan, bukan saat dakwaan lagi berjalan disidangkan,” kata Ari.

    “Terlebih lagi, berkas sudah dinyatakan lengkap dan sudah dilimpahkan ke pengadilan, lalu atas dasar apa Majelis Hakim mengabulkan penyitaan oleh Jaksa Penuntut Umum?” tambahnya.

    Dia mengatakan iPad dan laptop itu hanya digunakan Tom untuk menyusun nota pembelaannya. Dia menyebut banyak saksi fakta yang memberikan keterangan berbeda antara di BAP dan di persidangan.

    “Banyak saksi-saksi fakta memberikan keterangan yang berbeda antara BAP dan di persidangan. Ini sebuah pertanda bahwa proses penyidikan dan penyusunan dakwaan oleh jaksa dilakukan secara manipulatif,” ujarnya.

    Ari menilai jaksa tuli akan kebenaran dan hanya fokus untuk menghukum Tom. Dia menyebut banyak penyimpangan dan kejanggalan dalam kasus ini.

    “Tapi dalam kasus ini, jaksa seolah tuli terhadap kebenaran, dan buta terhadap kejanggalan. Hanya fokus satu hal, memastikan Terdakwa dihukum, apapun faktanya,” ujar Ari.

    Ari mengatakan upaya yang dilakukan Tom hanya untuk mencapai stabilisasi harga gula dan tak berniat memperkaya siapapun atau melakukan perbuatan melawan hukum. Dia menyoroti penghukuman terhadap pihak yang memiliki pandangan politik berseberangan seperti Tom.

    “Masihkah persidangan ini dijalankan untuk mencari kebenaran, atau hanya untuk mengesahkan tuntutan? Kalau seperti itu situasinya, lalu buat apa fungsi peradilan? Lebih baik kita bubarkan saja lembaga peradilan ini, dan kalau orang yang berseberangan dengan rezim yang berkuasa, langsung hukum saja, tidak perlu proses peradilan lagi. Apakah itu yang kita kehendaki? Kita menghancurkan peradaban kita, mengkhianati cita-cita para pendiri negara ini, yaitu negara hukum yang berkeadilan,” tuturnya.

    Ari mengatakan Tom Lembong tidak menikmati duit hasil kegiatan importasi gula dan dakwaan aliran duit dalam kasus ini tidak dapat dibuktikan jaksa. Dia memohon majelis hakim menerima nota pembelaannya dan bersikap berani dalam menjatuhkan putusan yang adil untuk Tom.

    “(Memohon majelis hakim) Menerima dan mengabulkan nota pembelaan yang diajukan oleh penasihat hukum Terdakwa Thomas Trikasih Lembong,” pintanya.

    Dia juga memohon majelis hakim membebaskan Tom dari semua dakwaan jaksa. Dia memohon kedudukan dan martabat Tom dipulihkan.

    “Membebaskan Terdakwa Thomas Trikasih Lembong dari seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum atau setidak-tidaknya melepaskan Terdakwa Thomas Trikasih Lembong dari segala tuntutan hukum. Memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum membebaskan Terdakwa Thomas Trikasih Lembong dari tahanan seketika setelah Putusan dibacakan,” ujar Ari.

    “Memulihkan Terdakwa Thomas Trikasih Lembong dalam kedudukan, kemampuan, dan harkat serta martabatnya seperti semula,” tambahnya.

    Tuntutan Tom Lembong

    Sebelumnya, Tom Lembong dituntut hukuman penjara. Jaksa meyakini Tom bersalah dalam kasus korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan.

    “Menuntut agar supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memutuskan menyatakan Terdakwa Thomas Trikasih Lembong telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi,” ujar jaksa saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (4/7).

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Thomas Trikasih Lembong dengan pidana penjara selama 7 tahun,” ujar jaksa.

    Tom juga dituntut membayar denda Rp 750 juta. Apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan.

    “Menjatuhkan pidana denda kepada Terdakwa sejumlah Rp 750 juta. Dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan 6 bulan kurungan,” kata jaksa.

    Jaksa meyakini Tom Lembong bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    (mib/jbr)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini