Kementrian Lembaga: Pengadilan Negeri Semarang

  • Buruh Sritex Tuntut Pesangon Rp53 Miliar, Kurator: Belum Ada PHK

    Buruh Sritex Tuntut Pesangon Rp53 Miliar, Kurator: Belum Ada PHK

    Bisnis.com, SEMARANG – Tim Kurator dalam kasus kepailitan PT. Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex belum mengabulkan tagihan senilai Rp53 miliar untuk pesangon pekerja di salah satu anak usaha. 

    Nanang Setiyono, perwakilan serikat pekerja PT. Bitratex Industries, menjelaskan bahwa tagihan tersebut telah diajukan sejak 25 November 2024 silam. “Intinya, kami sudah mengajukan tagihan sejak awal dan sudah lengkap syaratnya sebagai kreditur,” jelasnya saat dihubungi pada Jumat (31/1/2025).

    Nanang berharap tagihan yang diajukan itu dapat diterima Tim Kurator sehingga memberikan jaminan bagi pekerja di PT. Bitratex Industries. Anak usaha grup Sritex yang berlokasi di Kota Semarang itu menjadi satu dari tiga anak usaha Sritex yang ikut diputus pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang.

    “Kami akan tetap mengawal karena ada hak yang masih kami titipkan dalam kepailitan ini dan kami tidak tahu, apakah ending-nya Going Concern ataukah pemberesan,” ucap Nanang.

    Menurutnya, pengambilan suara untuk memutuskan opsi Going Concern yang semestinya dilakukan pada Kamis (30/1/2025) kemarin batal dilakukan lantaran masih banyak kreditur yang ragu akan skema dan kemampuan Sritex dalam menjalankan opsi tersebut.

    “Makanya kami, karyawan Bitratex, tetap mengawal terus,” tambahnya.

    Sebelumnya, Denny Ardiansyah anggota Tim Kurator dalam kasus kepailitan Sritex dan tiga anak usahanya, menyampaikan bahwa tagihan yang diajukan pekerja di PT. Bitratex Industries masuk ke dalam kelompok kreditur preferen.

    “Tagihan untuk saat ini belum [diterima], karena mereka belum [menerima] pemutusan hubungan kerja (PHK). Kalau kami terima kemarin, kasihan teman-teman kehilangan hak. Jadi [tagihan piutang] diterima setelah ada PHK,” jelasnya pada Kamis (30/1/2025).

    Jumlah piutang yang telah diterima Tim Kurator dan masuk dalam Daftar Piutang Tetap (DPT) berkisar di angka Rp29,8 triliun. Namun, Tim Kurator masih belum bisa memastikan jumlah aset yang dimiliki oleh Sritex.

    “Ada Laporan Keuangan Konsolidasi Tahun 2024, ya kurang lebih seperti itu. Kami belum appraisal jadi kami belum tahu nilai fix-nya,” jelas Denny.

  • Jalan Berliku Proses Kepailitan Sritex: Going Concern atau Penyelesaian?

    Jalan Berliku Proses Kepailitan Sritex: Going Concern atau Penyelesaian?

    Bisnis.com, JAKARTA — Proses pengurusan kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex dan tiga anak usahanya berlangsung alot. Kurator terancam menjadi ‘macan ompong’ karena tidak kunjung menguasai  sepenuhnya aset Sritex yang telah diputus pailit.

    Di sisi lain, kreditur berhadap kurator dan manajemen Sritex mengambil langkah mediasi. Mereka ingin opsi yang terbaik dalam proses kepailitan emiten tekstil tersebut, apakah opsi going concern atau berujung upaya penyelesaian.

    “Ini baru membangun komunikasi. Mungkin sekarang jauh lebih baik,” ujar salah satu kurator Sritex, Deny Ardiansyah, di Pengadilan Niaga Semarang, Kamis (31/1/2025).

    Kisruh kepailitan Sritex bermula Oktober lalu. Sritex, salah satu raksasa tekstil diputus pailit. Pemohon pailit adalah PT Indo Bharat Rayon, perusahaan milik konglomerasi bisnis asal India, Aditya Birla Group. Indo Bharat meminta majelis hakim Pengadilan Niaga Semarang, untuk membatalkan proposal perdamaian yang sebelumnya telah menjalani proses homologasi.   

    Dalam catatan Bisnis, gugatan Indo Bharat itu sejatinya diajukan pasca Pengadilan Negeri Semarang tanggapan dari gugatan Sritex sebelumnya. Sritex pernah menggugat status Indo Bharat sebagai kreditur ke PN Semarang.
    Gugatan dengan nomor 45/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2023/PN Niaga Smg telah terdaftar pada 22 Desember 2023 lalu. Ada 3 poin gugatan Sritex kepada pihak Indo Bharat. 

    Pertama, meminta supaya majelis hakim menerima dan mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya. Kedua, menyatakan Indo Bharat bukan kreditur dalam Perjanjian Perdamaian yang telah disahkan dalam putusan homologasi. Ketiga, menghapus kedudukan Indo Bharat Rayon sebagai kreditur dalam Perjanjian Perdamaian yang telah disahkan dalam putusan Homologasi. 

    Sritex Perbesar

    Hakim menolak permohonan Sritex. Indo Bharat kemudian menggugat balik Sritex. Mereka meminta hakim membatalkan homologasi proposal perdamaian. Gugatan Indo Barat dengan nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg terregistrasi pada tanggal 22 September 2024. 

    Permohonan Indo Bharat akhirnya dikabulkan hakim. Sritex resmi pailit. Kalau mengacu kepada Undang-undang No.37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang alias PKPU, aset Sritex seharusnya telah berada di dalam pengawasan kurator. Namun hal itu tidak kunjung terlaksana.

    Proses kepailitan Sritex menjadi kian menjadi polemik, setelah muncul pernyataan-pernyataan dari pemerintah salah satunya dari Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer alias Noel. Noel pernah menjanjikan tidak akan ada PHK dan aktivitas Sritex tetap akan berjalan normal.

    “Fokus kita tetap memastikan tidak adanya PHK di Sritex, dan kami meminta manajemen untuk menjamin hal tersebut,” ujar Noel dalam pemberitaan Bisnis,  (8/1/2025) lalu.

    Rupanya pernyataan inilah yang menjadi pegangan manajemen Sritex untuk tetap beroperasi kendati telah diputus pailit. Aktivitas itu termasuk keluar masuk barang yang seharusnya kalau mengacu mekanisme kepailitan, semua aktivitas seharusnya di bawah pengawasan kurator.

    Direktur Utama PT. Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex Iwan Kurniawan Lukminto tidak menampik hal tersebut. Dia bahkan memastikan bahwa Sritex masih beroperasi secara normal pasca putusan pailit.

     “Kami selama ini menjalankan amanah pemerintah dimana pemerintah meminta kami bisa operasional normal, tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK), ini menjadi pegangan kami untuk bisa terus menjalankan operasional [perusahaan] ini senormal-normalnya,” jelasnya, Selasa (21/1/2025).

    Voting Batal

    Di sisi lain, voting untuk opsi Going Concern atau keberlangsungan usaha Sritex dan tiga anak usahanya batal digelar pada, Kamis (30/1/2025) kemarin. Rapat tersebut dihadiri oleh perwakilan debitur, kreditur, serta tim kurator dengan agenda verifikasi lanjutan dan usulan dari pihak kreditur.

    Sebagai informasi, dalam UU No.37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dijelaskan bahwa usulan Going Concern dapat diterima apabila telah disetujui oleh kreditur yang mewakili 1/2 atau setengah dari jumlah piutang perusahaan yang telah diputus pailit.

    Sebelum proses verifikasi kreditur, tercatat ada Rp32,6 triliun piutang yang ditagihkan kepada Sritex Group. Namun jumlah tersebut kemungkinan bakal mengalami penyusutan usai melewati proses verifikasi dari Tim Kurator.

    “Hasil dari hari ini [kemarin], yaitu kami harus berkoodinasi dengan kurator untuk menyediakan satu skema untuk opsi apabila Going Concern seperti apa, kalau penyelesaian atau insolvent seperti apa. Supaya nanti menjadi pertimbangan seluruh kreditur,” jelas Iwan Kurniawan Lukminto, Direktur Utama Sritex saat ditemui wartawan usai rapat.

    Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk. Iwan Kurniawan Lukminto/M Faisal Nur IkhsanPerbesar

    Iwan menjelaskan bahwa pihaknya siap untuk berdiskusi dengan Tim Kurator. Sesuai dengan arahan dari Hakim Pengawas kasus kepailitan Sritex, pihak manajemen juga bakal menyiapkan data yang diperlukan sebagai bekal analisis kelayakan atau feasibility studies perusahaan tersebut.

    “Agenda berikutnya kami berdiskusi dengan kurator. Skemanya seperti apa, penjualannya berapa, lalu profitnya seperti apa. Ini kan harus dikomparasi. Kalau insolvent, pemberesan dari sisi kreditur ini seperti apa. Jadi ini tim kurator mempunyai satu kewajiban untuk pertanggung jawaban kepada kreditur juga,” jelas Iwan.

    Sementara itu, Denny Ardiansyah, anggota Tim Kurator dalam kasus kepailitan Sritex, menjelaskan bahwa pihaknya dan debitur bakal bertemu dalam jangka waktu 21 hari ke depan.

    “Setelah 21 hari, kami akan mengundang kreditur untuk hadir lagi rapat di Pengadilan Negeri Semarang untuk membahas hasil pertemuan kami dengan debitur,” jelasnya.

    Denny menjelaskan bahwa dalam persidangan tersebut, Tim Kurator sempat mengusulkan untuk menghadirkan ahli independen untuk melakukan audit secara luas.

    Namun demikian, kreditur mengusulkan agar Tim Kurator bersama debitur melakukan diskusi bersama bagaimana skema terbaik untuk penyelesaian kasus kepailitan tersebut.

    “Nanti kurator akan meneliti itu, dan secara berimbang akan disampaikan ke kreditur. Kembali lagi, yang menentukan adalah kreditur,” jelas Denny.

  • Kurator Tolak 83 Kreditur Sritex, Ada Perusahaan Terafiliasi Keluarga Lukminto

    Kurator Tolak 83 Kreditur Sritex, Ada Perusahaan Terafiliasi Keluarga Lukminto

    Bisnis.com, JAKARTA — Tim Kurator menolak total 83 piutang kreditur kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex dan tiga anak usahanya dengan nilai keseluruhan hampir mendekati Rp200 miliar.

    Hal itu terungkap dalam rapat antara Kurator, kreditur, dan debitur terkait pengurusan kepailitan Sritex di Pengadilan Niaga Semarang, Kamis (30/1/2025).

    Berdasarkan dokumen yang dilihat Bisnis, dari total 83 daftar kreditur yang memiliki piutang terhadap Sritex berasal dari perusahaan yang sama. Adapun keseluruhan nilai piutang emiten berkode SRIL yang ditolak itu yakni Rp199.988.112.356,95. 

    Tim Kurator mencatat adanya sederet alasan mengapa tagihan-tagihan tersebut ditolak. Misalnya, ada piutang yang ditolak karena terafiliasi dengan debitur pailit sendiri yakni Iwan Setiawan Lukminto. Perusahaan dimaksud adalah PT Golden Nusajaya yang memiliki tiga daftar nilai piutang, dengan nilai terbesarnya Rp631 juta. 

    Tim Kurator mencatat bahwa tagihan piutang ditolak karena Wawan Lukminto diketahui merupakan pemegang saham terbesar, serta menjabat komisaris maupun direktur utama. 

    “Dasar tagihan yaitu invoice tiket kepada orang-orang yang statusnya tidak diketahui apakah merupakan karyawan dari Para Debitur Pailit,” demikian bunyi temuan Tim Kurator. 

    Kemudian, ada tagihan yang ditolak dari PT Jaya Kencana senilai Rp36,4 juta karena berkaitan dengan keperluan pribadi yaitu pemasangan unit AC di rumah dinas yang terletak di Banjarsari. 

    Tagihan piutang Sritex terbesar yang ditolak oleh Tim Kurator adalah senilai Rp61 miliar dari PT Multi International Logistic. Nilai piutang itu meliputi empat pokok piutang masing-masing terdiri dari Rp13,6 miliar, Rp170,6 juta, Rp705,5 juta serta Rp40 miliar (ditambah bunga Rp6,49 miliar). 

    Tim Kurator mencatat bahwa tagihan piutang tersebut ditolak karena underlying dari debitur kepada kreditur adalah perbuatan ilegal. 

    Hal itu berdasarkan Surat Persetujuan Perpanjangan Kredit dari Bank INA kepada Kreditur pada poin persyaratan Umum Lainnya angka 1 yang menyebutkan, debitur menggunakan fasilitas kredit dari bank hanya untuk kepentingan sebagaimana dimaksud dalam tujuan penggunaan kredit, bukan untuk kepentingan lainnya. 

    “Tagihan kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk., PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries dan PT Primayudha Mandirijaya tidak dapat menunjukkan bukti tagihan yang jelas berupa PO, invoice dan/atau Perjanjian Kerja Pengiriman Barang,” ungkap Tim Kurator. 

    Selain itu, sebagian besar alasan penolakan tagihan piutang SRIL lainnya yaitu ketidaklengkapan dokumen tagihan yang diminta oleh Tim Kurator. 

    Voting Going Concern Batal

    Adapun pada perkembangan lain, proses pengambilan suara untuk opsi Going Concern atau keberlangsungan usaha Sritex dan tiga anak usahanya batal digelar pada hari ini, Kamis (30/1/2025) di Pengadilan Negeri Semarang.

    Rapat tersebut dihadiri oleh perwakilan debitur, kreditur, serta tim kurator dengan agenda verifikasi lanjutan dan usulan dari pihak kreditur.

    “Hasil dari hari ini, yaitu kami harus berkoodinasi dengan kurator untuk menyediakan satu skema untuk opsi apabila Going Concern seperti apa, kalau penyelesaian atau insolvent seperti apa. Supaya nanti menjadi pertimbangan seluruh kreditur,” jelas Iwan Kurniawan Lukminto, Direktur Utama Sritex saat ditemui wartawan usai rapat.

    Iwan menjelaskan bahwa pihaknya siap untuk berdikusi dengan Tim Kurator. Sesuai dengan arahan dari Hakim Pengawas kasus kepailitan Sritex, pihak manajemen juga bakal menyiapkan data yang diperlukan sebagai bekal analisis kelayakan atau feasibility studies perusahaan tersebut.

    “Agenda berikutnya kami berdiskusi dengan kurator. Skemanya seperti apa, penjualannya berapa, lalu profitnya seperti apa. Ini kan harus dikomparasi. Kalau insolvent, pemberesan dari sisi kreditur ini seperti apa. Jadi ini tim kurator mempunyai satu kewajiban untuk pertanggung jawaban kepada kreditur juga,” jelas Iwan.

  • Voting Going Concern Batal, Kreditur Minta Kurator & Sritex Berembuk

    Voting Going Concern Batal, Kreditur Minta Kurator & Sritex Berembuk

    Bisnis.com, SEMARANG – Pengambilan suara untuk opsi Going Concern atau keberlangsungan usaha PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) alias Sritex dan tiga anak usahanya batal digelar pada hari ini, Kamis (30/1/2025) di Pengadilan Negeri Semarang.

    Rapat tersebut dihadiri oleh perwakilan debitur, kreditur, serta tim kurator dengan agenda verifikasi lanjutan dan usulan dari pihak kreditur.

    “Hasil dari hari ini, yaitu kami harus berkoodinasi dengan kurator untuk menyediakan satu skema untuk opsi apabila Going Concern seperti apa, kalau penyelesaian atau insolvent seperti apa. Supaya nanti menjadi pertimbangan seluruh kreditur,” jelas Iwan Kurniawan Lukminto, Direktur Utama Sritex saat ditemui wartawan usai rapat.

    Iwan menjelaskan bahwa pihaknya siap untuk berdikusi dengan Tim Kurator. Sesuai dengan arahan dari Hakim Pengawas kasus kepailitan Sritex, pihak manajemen juga bakal menyiapkan data yang diperlukan sebagai bekal analisis kelayakan atau feasibility studies perusahaan tersebut.

    “Agenda berikutnya kami berdiskusi dengan kurator. Skemanya seperti apa, penjualannya berapa, lalu profitnya seperti apa. Ini kan harus dikomparasi. Kalau insolvent, pemberesan dari sisi kreditur ini seperti apa. Jadi ini tim kurator mempunyai satu kewajiban untuk pertanggung jawaban kepada kreditur juga,” jelas Iwan.

    Sementara itu, Denny Ardiansyah, anggota Tim Kurator dalam kasus kepailitan Sritex, menjelaskan bahwa pihaknya dan debitur bakal bertemu dalam jangka waktu 21 hari ke depan.

    “Setelah 21 hari, kami akan mengundang kreditur untuk hadir lagi rapat di Pengadilan Negeri Semarang untuk membahas hasil pertemuan kami dengan debitur,” jelasnya.

    Denny menjelaskan bahwa dalam persidangan tersebut, Tim Kurator sempat mengusulkan untuk menghadirkan ahli independen untuk melakukan audit secara luas.

    Namun demikian, kreditur mengusulkan agar Tim Kurator bersama debitur melakukan diskusi bersama bagaimana skema terbaik untuk penyelesaian kasus kepailitan tersebut.

    “Nanti kurator akan meneliti itu, dan secara berimbang akan disampaikan ke kreditur. Kembali lagi, yang menentukan adalah kreditur,” jelas Denny.

    Sebagai informasi, dalam UU No.37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dijelaskan bahwa usulan Going Concern dapat diterima apabila telah disetujui oleh kreditur yang mewakili 1/2 atau setengah dari jumlah piutang perusahaan yang telah diputus pailit.

    Tercatat ada Rp32,6 triliun piutang yang ditagihkan kreditur Sritex grup. Jumlah tersebut kemungkinan bakal mengalami penyusutan usai melewati proses verifikasi dari Tim Kurator.

    Dalam rapat kreditur terakhir pada 21 Januari 2025 silam, Tim Kurator telah menolak 115 tagihan dari kreditur konkuren. Adapun jumlah kreditur konkuren yang diterima dan terverifikasi dalam kasus kepailitan Sritex grup itu mencapai 80-an.

    “Belum [termasuk kreditur] separatis dan preferen, itu sudah diverifikasi sebelumnya,” jelas Nurma C.Y. Sadikin, anggota Tim Kurator kepailitan Sritex saat ditemui wartawan pada 21 Januari 2025.

  • Buka-bukaan Kurator, Sulitnya Ambil Alih Aset dari Manajemen Sritex

    Buka-bukaan Kurator, Sulitnya Ambil Alih Aset dari Manajemen Sritex

    Bisnis.com, SEMARANG – Tim kurator belum menguasai secara penuh aset milik debitur pailit PT. Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex dan tiga anak usahanya.

    Salah satu kurator kepailitan Sritex, Deny Ardiansyah saat ditemui usai mengikuti agenda rapat kreditur, mengungkapkan bakal menjalin komunikasi lebih lanjut terkait serah terima aset tersebut.

    “Ini baru mulai membangun komunikasi. Mungkin sekarang lebih baik. Jadi pasca ini nanti kami tindak lanjuti,” jelas Denny saat ditemui, Kamis (30/1/2025).

    Denny menjelaskan bahwa Tim Kurator masih belum mengetahui secara persis berapa nilai aset yang dimiliki Sritex dan tiga anak usaha yang telah diputus pailit tersebut. Jumlah aset didasarkan pada Laporan Keuangan Kuartal III/2024, yaitu senilai US$617 juta.

    “Ya kurang lebih seperti kita. Kami belum appraisal jadi kami belum tahu nilai fixnya berapa,” tambahnya.

    Sebelumnya, Iwan Kurniawan Direktur Utama PT. Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex menyebut raksasa tekstil asal Kota Surakarta itu masih mengoperasikan pabrik-pabriknya secara normal usai putusan pailit yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Semarang.

    Menurut Iwan, langkah tersebut dilakukan perusahaan berdasarkan amanat pemerintah yang meminta tidak adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) pekerja di grup Sritex.

    “Ini menjadi pegangan kami untuk bisa terus menjalankan operasional [perusahaan] ini senormal-normalnya,” ucap Iwan saat ditemui wartawan usai menghadiri rapat kreditur pada Selasa (21/1/2025) pekan lalu.

    Hal tersebut menuai kontroversi. Pasalnya, berdasarkan UU NO.37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), diatur bahwa pemberesan harta pailit dilakukan oleh Kurator sejak tanggal putusan diucapkan.

    Sejak pengangkatannya, Kurator diberikan tugas untuk mengamankan seluruh harta pailit, termasuk menyimpan semua dokumen surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima.

    Dalam Pasal 99 Ayat (1), Kurator juga diperkenankan untuk melakukan penyegelan harta pailit melalui Hakim Pengawas di Pengadilan. Adapun penyegelan tersebut dilakukan oleh Juru Sita.

  • Lemas 2 Janda Semarang Rugi Rp 152 Juta Ulah Direktur Perumahan, Pengacara Miris: Uang Tak Kembali

    Lemas 2 Janda Semarang Rugi Rp 152 Juta Ulah Direktur Perumahan, Pengacara Miris: Uang Tak Kembali

    TRIBUNJATIM.COM – Cuma bisa terkulai lemas 2 orang janda di Kota Semarang lantaran ulah direktur perumahan.

    Dua orang janda tersebut awalnya tergiur iklan yang menjual rumah dengan harga miring.

    Setelah melakukan transaksi dan menunggu dibangun, rumah tersebut nyatanya tak kunjung berdiri.

    Setelah menyadari apa yang terjadi, dua janda Semarang itu akhirnya melaporkan kasus ke polisi.

    Direktur pengembang perumahan di wilayah Rowosari, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, dilaporkan ke polisi. 

    Ada dua orang yang melaporkan direktur itu, yakni Sugiarti warga Kudus dan R Cahyaning Anggoro warga Semarang.

    Keduanya merupakan para janda.

    Penasihat hukum kedua pelapor, Edi Purnomo, mengatakan, direktur perumahan itu dilaporkan ke Polda Jateng setelah melalui proses gugatan wanprestasi di Pengadilan Negeri Semarang.

    Majelis hakim memenangkan gugatan kedua kliennya.

    “Gugatan perdata kami sudah dikabulkan majelis hakim Pengadilan Negeri Semarang bahwa perumahan itu telah melakukan wanprestasi karena tidak mengembalikan uang tanda jadi yang telah dibayarkan klien kami,” tuturnya, Kamis (23/1/2025) seperti dikutip TribunJatim.com dari TribunJateng.com, Jumat (24/1/2025).

    Menurutnya, kedua kliennya sebelumnya telah membayar tanda jadi ke perumahan itu.

    Namun setelah menyetor tanda jadi rumah yang dibeli kedua kliennya tak segera dibangun.

    “Hingga putusan wanprestasi itu, uang tanda jadi kedua klien kami sebesar Rp 152 juta tak segera dikembalikan.

    Akhirnya kami melaporkan direktur perumahan itu ke Polda Jateng,” imbuhnya.

    Penasihat hukum korban perumahan, Edi Purnomo, tunjukan tanda jadi yang telah dibayarkan kliennya kepada pengembang perumahan di Rowosari Tembalang. Penasihat hukum korban perumahan, Edi Purnomo, tunjukan tanda jadi yang telah dibayarkan kliennya kepada pengembang perumahan di Rowosari Tembalang. (TribunJateng.com)

    Dikatakannya, kedua kliennya merupakan janda yang tergiur tawaran iklan perumahan.

    Sugiarti merupakan pensiunan ASN yang membeli rumah itu karena tergiur tawaran tersebut.  

     Kemudian R Cahyaning Anggoro merupakan ibu rumah tangga yang dibelikan rumah oleh anaknya yang menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI).

    “Kedua klien kami terjebak dengan tawaran iklan perumahan,” imbuhnya.

    Ia mengatakan selain kedua kliennya masih banyak korban mengalami hal serupa.

    Kami berharap adanya laporan itu, para korban perumahan bisa ikut melapor ke polisi.  

    “Harapan kami korban-korban juga tergerak melaporkan,” tandasnya.

    Kasus lainnya, 175 nasabah berakhir kehilangan harta karena ulah seorang karyawan bagian customer service.

    Karyawan bank tersebut berhasil mengumpulkan total Rp 2,1 Miliar untuk keperluan pribadinya.

    Ulah karyawan bank itu awalnya dicurigai oleh pimpinannya sendiri.

    Merasa ada kejanggalan terhadap akun 175 nasabah pasif, pimpinan cabang tersebut menemukan kejahatan yang dilakukan pegawainya.

    Ternyata, ulah karyawan itu adalah karyawan yang bekerja di bidang customer service (CS).

    Polisi menangkap seorang customer service (CS) Bank Lampung berinisial AS (39) yang diduga menggondol uang nasabah hingga mencapai Rp 2,1 miliar.

    Tindak pidana tersebut terjadi di Kantor Cabang Pembantu (KCP) Bank Lampung Unit 2, Tulang Bawang, yang berlangsung sejak 2021 hingga 2023.

    Kapolres Tulang Bawang, AKBP James Hutajulu menjelaskan, tersangka memanfaatkan akun nasabah pasif untuk menarik uang.

    “Modus yang dilakukan tersangka adalah mengajukan pembuatan kartu ATM baru dari akun nasabah pasif. Kemudian setelah kartu ATM dibuat, tersangka menarik uang dari rekening nasabah itu lalu mentransfernya ke rekening tersangka atau menariknya secara tunai,” ungkap James dalam keterangannya, Selasa (31/12/2024) malam, seperti dikutip TribunJatim.com via Kompas.com, Rabu (1/1/2025).

    Dari hasil penyelidikan, total akun korban mencapai 175 nasabah dengan kerugian total Rp 2,1 miliar.

    Kasus ini terungkap setelah salah satu pimpinan Bank Lampung di kabupaten lain merasa curiga dengan adanya pengajuan pembuatan kartu ATM baru dari nasabah yang pasif.

    “Padahal, nasabah tersebut bukan berasal dari wilayah kerja KCP Bank Lampung Unit 2,” tambahnya.

    Setelah dilakukan audit internal, terungkap bahwa tindakan tersebut dilakukan AS, yang merupakan CS di KCP Bank Lampung Unit 2.

    Saat ini, tersangka ditahan di Mapolres Tulang Bawang dan dikenakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    “Ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar,” tutup James.

    Ilustrasi Uang. (KOMPAS.com/Kristianto Purnomo)

    Berita viral lainnya

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

  • Riuh Rendah Opsi ‘Going Concern’ di Rapat Kreditur Kepailitan Sritex

    Riuh Rendah Opsi ‘Going Concern’ di Rapat Kreditur Kepailitan Sritex

    Bisnis.com, JAKARTA — Seorang pria mendorong troli berisi dokumen masuk ke ruang rapat Pengadilan Niaga Semarang, Selasa (21/1/2025). Dokumen itu tersusun rapi di dalam sebuah kotak besar dan koper warna hitam. Salah satu kotak bertuliskan ‘Tagihan/Piutang ke Sritex SWA unit 2’.

    Sementara itu, di dalam ruang rapat, puluhan orang sudah duduk menunggu. Mereka memenuhi ruangan. Namun perhatian seisi ruangan seketika tertuju ke sosok laki-laki berambut tipis yang mengenakan kemeja berwarna biru dengan kain warna hitam yang melingkar di lengan kirinya. Kain hitam yang bentuknya mirip dengan ban lengan kapten sepakbola itu dibubuhi kata-kata: Selamatkan Sritex!

    Sosok pria berkemeja biru itu adalah Iwan Kurniawan Lukminto. Dia adalah generasi kedua Lukminto, keluarga konglomerat yang mengendalikan gurita bisnis Sritex Group. Iwan menjabat sebagai Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk. Emiten tekstil berkode SRIL itu sedang menghadapi prahara usai diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang.

    “Kami menghormati proses hukum [pailit] ini,” kata Iwan di Pengadilan Niaga Semarang, Selasa (21/1/2024).

    Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk. Iwan Kurniawan LukmintoPerbesar

    Iwan saat itu menghadiri rapat verifikasi kreditur Sritex. Rapat tersebut digelar sebagai salah satu proses kepailitan Sritex. Ini adalah kehadiran perdananya. Iwan sebelumnya absen dalam rapat verifikasi kreditur pada Selasa pekan lalu. Tidak jelas alasannya apa, karena manajemen Sritex hanya mengutus salah satu direkturnya. Hakim Pengawas kepailitan Sritex, Haruno Patriadi kemudian memutuskan menunda agenda rapat sampai Selasa (21/1/2025) kemarin.

    Suasana rapat penuh dengan hiruk pikuk. Rapat berlangsung 8 jam dari pukul 10.00 WIB – 18.00 WIB. Kubu debitur Sritex dan kreditur berbeda sikap mengenai skema yang akan ditempuh terkait kepailitan Sritex. Kubu debitur (kreditur) ingin supaya opsi going concern atau kelangsungan usaha tidak perlu diambil secara voting. Sementara itu, pihak kreditur meminta sebelum keputusan going concern ditempuh, perlu terlebih dahulu audit secara menyeluruh terlebih dahulu.

    Isu going concern menjadi tema yang sesitif dalam proses kepailtan Sritex. Rencana pengambilan opsi ini meunai pro dan kontra. Tim kurator Sritex menemukan berbagai macam kejanggalan selama proses kepailitan. Kurator, misalnya, menyoroti sikap debitur Sritex yang tidak kooperatif selama proses kepailitan. Operiasional perusahaan masih dikendalikan oleh keluarga Lukminto. Selain itu ada juga dugaan ‘aktivitas ilegal” yang dilakukan Sritex dengan bantuan Bea Cukai.

    Soal yang terakhir, pihak Sritex berdalih bahwa ‘aktivitas ilegal’ tersebut dilakukan semata-mata untuk melaksanakan amanah pemerintah. ”Kami berpegangan bahwa kami memegang amanah dari pemerintah bahwa operasional kita harus normal. Harus berjalan dengan normal. Jadi, apapun upaya itu akan terus kita usahakan supaya setiap bulan kami tetap bisa tetap menggaji seluruh karyawan,” ucap Iwan Lukminto.

    Dalam catatan Bisnis, pemerintah memang tetap mengizinkan Sritex beroperasi untuk menghindari PHK. Kendati kalau mengacu kepada Pasal 16 ayat 1 Undang-undang (UU) No.37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), kewenangan pengelolaan harta atau aset debitur pailit berada di tangan kurator sejak pengucapan putusan pailit.

    Demo buruh Sritex di depan Pengadilan Niaga SemarangPerbesar

    Selain dihadiri para kreditur dan debitur, agenda rapat itu juga diikuti oleh perwakilan buruh grup Sritex. Dalam pengamatan Bisnis di lapangan, ada ratusan buruh yang mengikuti aksi di depan Pengadilan Negeri Semarang. Kelompok tersebut mengenakan kaos hitam bertuliskan “Selamatkan Sritex” di punggung. Tak hanya di halaman depan, beberapa buruh dengan pakaian yang sama juga terlihat di sekitar Ruang Sidang Kusumah Atmadja, tempat pelaksanaan rapat kreditur.

    “Seluruh karyawan pengin kerja. Kalau skema going concern berjalan, maka bisniskan akan normal kembali,” ujar perwakilan buruh Slamet Kaswanto.

    Aksi serupa juga sempat dilakukan oleh perwakilan buruh PT. Bitratex Industries, anak usaha Sritex yang juga digugat pailit. Bedanya, buruh yang berada di bawah payung Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nusantara (FKSPN) itu meminta Pengadilan Negeri Semarang dan Tim Kurator untuk menolak opsi Going Concern yang coba diajukan debitur.

    “Going Concern bukanlah solusi yang tepat buat kami, karyawan PT. Bitratex Industries. Karena sebelum dinyatakan pailit, yang kami lihat dan kami rasakan kondisi perusahaan tidak sedang baik-baik saja,” jelas Nanang Setyono, Ketua FKSPN Jawa Tengah sekaligus perwakilan PT. Bitratex Industries, Selasa (21/1/2025).

    Namun demikian, dalam agenda hari ini, 1.070 pekerja di PT. Bitratex Industries enggan untuk kembali menggelar aksi penolakan Going Concern. Meskipun demikian, Nanang menegaskan sikap pekerja yang akan terus mengawal kasus kepailitan Sritex grup tersebut “Pasukan yang menuntut pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak saya hadirkan. Kata polisi khawatir bentrok,” jelas Nanang.

    Adapun rapat yang berlangsung kurang lebih 8 jam tersebut, menghasilkan sejumlah kesepakatan. Pertama, belum ada verifikasi total mengenai jumlah piutang karena hasi verifikasi baru 83 kreditur yang terverifikasi dan 115 ditolak karena tidak memenuhi syarat. Kedua, Kamis pekan depan akan melakukan voting untuk pembahasan going concern. Namun demikian, seandainya skema going concern gugur, kurator akan fokus ke penyelesaian kepailitan Sritex. “Tim kurator siap memfasilitasi semua opsi,” ungkap Tim kurator di pengadilan.

  • Perdana! Dirut Sritex Iwan Lukminto Hadiri Rapat Kreditur Kasus Kepailitan

    Perdana! Dirut Sritex Iwan Lukminto Hadiri Rapat Kreditur Kasus Kepailitan

    Bisnis.com, SEMARANG – Rapat kreditur dengan agenda verifikasi dan pengambilan suara untuk Going Concern dalam kasus kepailitan PT. Sri Rejeki Isman Tbk, (SRIL) digelar pada Selasa (21/1/2025).

    Agenda tersebut dihadiri oleh perwakilan kreditur, pekerja, juga debitur yaitu manajemen grup Sritex. Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, ikut hadir dalam agenda tersebut.

    Kehadiran Iwan Kurniawan itu jadi kehadiran pertama sepanjang kasus kepailitan Sritex terjadi. Setidaknya menurut penuturan Tim Kurator dalam kasus tersebut.

    Denny Ardiansyah, anggota Tim Kurator, dalam konferensi pers yang digelar pada 14 Januari 2025 pekan lalu menyebut bahwa Tim Kurator sama sekali belum pernah menemui Iwan Kurniawan selaku bos Sritex. “Belum pernah hadir sama sekali dalam agenda-agenda rapat kreditur,” jelasnya.

    Sementara itu, agenda rapat kreditur yang semestinya digelar pada pekan lalu terpaksa ditunda lantaran Iwan Kurniawan memberikan kuasa kepada Direktur Umum Srirex, Supartodi, untuk menghadiri rapat.

    Namun, Hakim Pengawas Haruno Patriadi menilai kehadiran Supartodi belum cukup untuk mewakili anak usaha Sritex yang lain.

    “Karena berdasarkan Pasal 121 UU KPKPU, debitur pailit wajib hadir sendiri dalam rapat pencocokan piutang, yang dalam hal ini berdasarkan surar kuasa dari kuasa hukum yang menandatangani adalah Bapak Iwan Kurniawan Lukminto, selaku Direktur Utama di 4 perusahaan debitur pailit,” jelas Tim Kurator.

    Adapun rapat kreditur baru mulai dilaksanakan sekitar pukul 10.00 WIB di Ruang Sidang Kusumah Atmadja, Pengadilan Negeri Semarang. Sejumlah dokumen berisi tagihan dari kreditur ikut dihadirkan dalam rapat verifikasi tersebut.

  • Temuan Kurator ‘Cucu-Cicit’ Sritex Ikut Tagih Utang ke Sritex Rp 1,2 T

    Temuan Kurator ‘Cucu-Cicit’ Sritex Ikut Tagih Utang ke Sritex Rp 1,2 T

    Jakarta, CNBC Indonesia – Tim Kurator perkara kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex mengungkapkan data bahwa total tagihan yang saat ini didaftarkan sebesar Rp 32.632.138.726.163. Nilai itu berdasarkan tagihan kreditur preveren, tagihan kreditur separatis, dan tagihan kreditur konkuren.

    Secara spesifik, tagihan yang masuk kepada tim kurator terdiri dari:

    1. Tagihan Kreditor Preveren sebesar Rp 691.423.417.057,00
    2. Tagihan Kreditor Separatis sebesar Rp 7.201.811.532.198,03
    3. Tagihan Kreditor Konkuren sebesar Rp 24.738.903.776.907,90

    “Sehingga Total tagihan yang saat ini didaftarkan kepada Tim Kurator adalah sebesar Rp 32.632.138.726.163,” ungkap laporan Tim Kurator dikutip CNBC Indonesia, Kamis (16/1/2025).

    Adapun Tim Kurator Sritex yang ditunjuk Pengadilan Niaga Pengadilan Negeri Semarang dengan Nomor Perkara 2/Pdt.SusHomologasi/2024/PN Niaga Smg tertanggal 21 Oktober 2024 terdiri dari Denny Ardiansyah, Nurma C.Y Sadikin, Fajar Romy Gumilar, dan Nur Hidayat.

    Foto: Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan mengadakan diskusi dengan serikat pekerja dan manajemen PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, pada Rabu (8/1/2025). (Dok: Kemnaker)
    Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan mengadakan diskusi dengan serikat pekerja dan manajemen PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, pada Rabu (8/1/2025). (Dok: Kemnaker)

    Menariknya, Tim Kurator menemukan bahwa ada beberapa perusahaan afiliasi Sritex Grup yang direkturnya adalah keluarga pemilik atau owner dan bahkan Iwan Kurniawan Lukminto sendiri sebagai Direktur salah satu perusahaan juga ikut mendaftarkan tagihan kepada Sritex. Totalnya ada 11 perusahaan.

    “Total Tagihan Perusahaan Afiliasi Sritex Grup sebesar Rp 1.202.416.398.084,8,” sebutnya.

    Tim Kurator memiliki kewenangan, tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UUK-PKPU”), hal mana kewenangan, tugas dan tanggung jawab tersebut termasuk namun tidak terbatas untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit, Pasal 69 ayat (1) Jo Pasal 1 angka 1 Jo Pasal 21 dan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

    “Kita ketahui bersama Para Debitor Pailit telah melakukan upaya hukum baik Kasasi dan dan infonya akan melakukan Permohonan PK, namun walaupun Para Debitor Pailit melakukan upaya hukum atas putusan pailit, tetapi Tim Kurator tetap berwenang untuk melakukan pengurusan dan/atau pemberesan atas seluruh harta pailit Para Debitor Pailit berdasarkan Pasal 16 Ayat (1) UUKPKPU, yang berbunyi:
    Pasal 16 Ayat (1) Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali,” jelas Tim Kurator.

    (wur/wur)

  • Sritex Minta Diselamatkan, Kurator Tolak Going Concern, Buruh Pilih PHK

    Sritex Minta Diselamatkan, Kurator Tolak Going Concern, Buruh Pilih PHK

    Bisnis.com, JAKARTA — Tim Kurator dan pihak PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex terlibat adu argumen mengenai proses kepailitan emiten tekstil berkode SRIL dan tiga anak usahanya tersebut. Kurator tiba-tiba meminta perlindungan hukum. Sementara itu, Sritex justru menuding bahwa kurator memutarbalikkan fakta dalam proses penanganan kepailitan.

    Sritex dan tiga anak usahanya diputus pailit sejak Oktober 2024. Putusan itu telah memperoleh kekuatan hukum tetap alias inkrah di tingkat kasasi Mahkamah Agung pada Desember 2024 lalu.

    Adapun terungkapnya kisruh kepailitan Sritex itu bermula dari acara konferensi pers Senin kemarin. Tim kurator mengemukakan bahwa ada banyak ganjalan dalam proses penanganan kepailitan Sritex. Mereka menyebut debitur (Sritex) tidak kooperatif. Kurator bahkan meminta perlindungan hukum kepada Presiden Prabowo Subianto, supaya bisa menjalankan proses kepailitan tanpa gangguan.

    Tak sampai di situ, Tim kurator juga telah secara terbuka menolak memilih opsi going concern untuk menyelamatkan kelangsungan usaha Sritex untuk saat ini. Mereka belum menemukan alasan-alasan yang cukup kuat untuk memilih opsi going concern. Apalagi, menurut kurator, pihak Sritex selain tidak kooperatif, juga tidak transparan.

    Kendati demikian, kurator juga membuka opsi, kalaupun nanti going concern ditempuh, proses mulai dari pengambilan keputusan hingga pembentukan manajemen baru harus di bawah kendali mereka. Bukan lagi Sritex. Hal ini sesuai dengan mekanisme yang berlaku dalam Undang-undang kepailitan.

    “Jika nantinya memang going concern perlu dilaksanakan, seluruh pelaksanaannya berada di bawah pengawasan Tim Kurator termasuk penunjukan manajemen (manajemen lama atau menunjuk yang baru), mengenai uang masuk, uang keluar, untung dan rugi semuanya berada dalam tanggung jawab kurator.”

    Buruh Pilih PHK 

    Sementara itu, buruh PT Bitratex Industries, salah satu anak usaha PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Nasional atau KSPN, menolak opsi going concern dalam proses pengurusan kepailitan Sritex.

    Bitratex adalah salah satu anak usaha emiten tekstil berkode SRIL. Perusahaan ini ikut diputus berstatus pailit dalam gugatan pembatalan perdamaian yang dilakukan oleh PT Indo Bharat Rayon. 

    Nanang Setiyono, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Jawa Tengah yang juga menjadi pekerja di anak perusahaan Sritex itu ikut hadir dalam rapat kreditur. Kehadiran mereka dipicu tentang adanya kabar pengambilan keputusan going concern dengan mekanisme voting.

    “Kami harus membawa karyawan yang banyak supaya pada saat voting kami tidak kalah suara. Yang kami duga, ada banyak kreditur yang sudah dikondisikan debitur. Itu akan merugikan kami,” jelas Nanang, Selasa (14/1/2025).

    Perwakilan serikat pekerja PT Bitratex Industries sendiri menegaskan komitmen mereka untuk terus mengawal kasus kepailitan Sritex. Nanang menyebut, opsi Going Concern yang coba ditawarkan debitur dikhawatirkan bakal merugikan pekerja tidak hanya di induk Sritex tapi juga anak usaha lainnya.

    “Kami pilih PHK agar kami bisa mendapatkan hak-hak kami, bisa mengambil Jaminan Hari Tua, Jaminan Kehilangan Pekerjaan, dan bisa segera mencari pekerjaan lagi,” tegas Nanang.

    Adapun, rapat kreditur kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk, (SRIL) atau Sritex yang semula diagendakan pada Selasa (14/1/2025) ditunda pelaksanaannya.

    Humas Pengadilan Negeri Semarang, Hadi Sunoto, mengonfirmasi hal tersebut. “Agenda hari ini, jam 10, verifikasi kreditur. Ditunda 1 minggu karena Tim Kurator minta perpanjangan, masih banyak yang perlu dilengkapi,” jelasnya.

    Sritex Ngotot Minta Diselematkan

    Di sisi lain, pihak PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) menuding Tim Kurator telah memutarbalikkan fakta proses kepailitan Sritex. Mereka meminta kurator menjalankan proses kepailitan emiten tekstil itu sesuai dengan prinsip keadilan.

    Penasihat hukum Sritex, Jonggi Siallagan menyayangkan pernyataan Tim Kurator yang menyebut para debitur pailit (Sritex dan 3 anak hanya), tidak kooperatif dan adanya intervensi yang menghambat tugas. 

    Menurutnya, pada 1 November 2024, pihak Sritex telah mempertanyakan dan meminta Tim Kurator untuk berkunjung (site visit) ke 4 kantor dan pabrik.

    “Faktanya, Tim Kurator sejak putusan pailit pada 21 Oktober 2024, baru berkunjung ke satu pabrik Sritex di Sukoharjo pada 5 November 2024,” jelas Jonggi dalam keterangan resminya, Selasa (14/1/2025).

    Penasihat hukum Sritex lainnya, Patra M Zen juga mengklaim bahwa pihaknya sejak awal sudah menyampaikan Tim Kurator untuk bisa bekerja dan bahkan telah menyiapkan ruangan di kantor Sritex, Sukoharjo. 

    Namun, sudah lebih dari 2 bulan, Tim Kurator tidak pernah datang dan bekerja langsung di Sukoharjo. “Ini sudah kami sampaikan melalui surat tertulis, tertanggal 1 November 2024,” tegas Patra.

    Adapun Patra menekankan bahwa satu-satunya jalan terbaik untuk semua 
    pihak termasuk puluhan ribu buruh dan karyawan adalah Sritex bisa berjalan lagi. “Jalan yang terbaik, Sritex harus diselamatkan,” ujar Patra.