LPA Jatim Nilai Program Asrama ala Eri Cahyadi Jadi Model Penanganan Terpadu untuk Anak Nakal
Tim Redaksi
SURABAYA, KOMPAS.com
– Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur (Jatim) menilai, program
Eri Cahyadi
perihal asrama bagi
anak nakal
alias Rumah Ilmu Arek Suroboyo (RIAS), bisa membentuk karakter dan masa depan.
Pengurus
LPA Jatim
, M. Isa Ansori mengatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menghadapi fenomena anak kecanduan game, kesulitan menerima nasihat orangtua, hingga bolos sekolah.
“RIAS yang terintegrasi dengan (program) Kampung Anak Negeri dan Asrama Bibit Unggul, hadir sebagai fasilitas komprehensif,” kata Isa, ketika dikonfirmasi, pada Senin (9/6/2025).
Menurut Isa, negara memang harus hadir untuk menjamin hak tumbuh kembang setiap anak.
Salah satunya, dengan menghidupkan lingkungan yang positif dan terlindungi dari potensi risiko sosial.
“Di (asrama) sini, anak-anak yang bermasalah bisa mendapatkan pendampingan sosial, pendidikan karakter, keterampilan hidup, hingga terapi psikososial secara intensif,” ucapnya.
“Ini bukan sekadar tempat tinggal sementara, melainkan sebuah model penanganan terpadu yang dirancang untuk membentuk kembali karakter dan masa depan mereka,” tambahnya.
Isa pun menyarankan, Pemkot Surabaya dan sejumlah jajaran di bawahnya untuk lebih aktif, dengan menelusuri keberadaan anak yang membutuhkan perhatian khusus di beberapa pelosok kota.
Cara itu diperkuat dengan sosialisasi layanan laporan khusus, melalui Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (Pusapaga) atau Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA 129).
“Langkah jemput bola ini merupakan bentuk nyata kehadiran negara dalam menyelamatkan anak-anak yang telah kehilangan arah,” ujarnya.
Lebih lanjut, kata Isa, langkah yang dilakukan Pemkot Surabaya dengan memasukkan anak bermasalah ke asrama sudah tepat.
Menurutnya, langkah itu bisa menyelamatkan mereka.
Selain itu, sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 21, yang mewajibkan negara memberikan perlindungan khusus kepada anak yang mengalami masalah sosial.
“Surabaya tidak hanya sedang membangun trotoar, jalan, dan gedung. Surabaya sedang membangun peradaban dan RIAS menjadi salah satu fondasi pentingnya,” tutupnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: P2TP2A
-
/data/photo/2025/06/09/6846986012e8d.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
LPA Jatim Nilai Program Asrama ala Eri Cahyadi Jadi Model Penanganan Terpadu untuk Anak Nakal Surabaya 9 Juni 2025
-
/data/photo/2025/04/18/68023662a0777.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Korban Jatuh dari Wahana di Jatim Park 1 Akan Dapat Trauma Healing Regional 18 April 2025
Korban Jatuh dari Wahana di Jatim Park 1 Akan Dapat Trauma Healing
Tim Redaksi
MALANG, KOMPAS.com
– Korban kecelakaan wahana 360° Pendulum di
Jatim Park 1
, Kota Batu, berinisial RDP (13), akan mendapatkan penanganan trauma healing dari tim Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Batu.
Hal ini dibenarkan oleh Wakapolres Batu, Kompol Danang Yudanto, Jumat (18/4/2025).
Menurut Danang, pemulihan psikologis penting agar korban bisa kembali semangat menjalani aktivitas dan kehidupan sehari-hari.
“Kita ada tim psikologi dari kami juga, dari rekan-rekan P2TP2A juga ada tim psikologi sendiri yang seperti rekan-rekan tahu selama ini ketika ada kasus yang kaitkan dengan anak dan perempuan selalu kita libatkan untuk ada recovery psikologisnya,” kata Danang.
Tim gabungan dari kepolisian dan P2TP2A telah mendatangi korban dan keluarganya untuk memberikan dukungan moral.
Danang menyatakan bahwa proses trauma healing tidak dilakukan satu kali saja, tetapi akan berlanjut hingga kondisi korban benar-benar pulih.
“Tentunya namanya perawatan dan juga baik itu fisik ataupun psikis tentunya harus continue hingga mencapai hasil yang diharapkan atau bahkan melampaui itu,” ujarnya.
Daisy Pangalila, anggota P2TP2A Kota Batu, menyebutkan bahwa proses trauma healing direncanakan akan dimulai pekan depan dan akan berlangsung dalam beberapa sesi.
Selain RDP, kakak perempuan korban yang melihat langsung kejadian tersebut juga akan mendapat pendampingan.
“Kami tentu akan melakukan pemantauan awal dulu, di minggu depan. Selain korban juga ada kakak korban yang melihat secara langsung peristiwa ini dan membutuhkan juga untuk karena perempuan juga dan melihat secara langsung peristiwa ini,” kata Daisy.
Lama waktu trauma healing akan menyesuaikan kondisi psikis korban.
“Kemampuannya bagaimana dia beradaptasi dengan situasi yang terjadi, jadi tidak bisa dipatok, oh hanya sekali dua kali, tidak bisa,” jelasnya.
Sebelumnya, RDP terjatuh dari permainan 360°
Pendulum Jatim Park 1
pada Selasa (8/4/2025) sekitar pukul 16.05 WIB.
Menurut korban, awalnya wahana berjalan normal dan berputar sebanyak tiga kali.
Namun, pada putaran keempat atau kelima, pengaman di tubuh RDP tiba-tiba terlepas saat posisi wahana berada di ketinggian.
“Setelah saya jatuh, operatornya lari, bilang gini mas, ‘tandu, tandu, tandu’. Setelah itu banyak orang yang datang buat nolongin ditandu,” ujarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/02/20/67b6ca34a3ac0.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Wanita asal NTT Jadi Korban Perdagangan Orang di Batam, Polisi Tangkap 3 Pelaku Regional 20 Februari 2025
Wanita asal NTT Jadi Korban Perdagangan Orang di Batam, Polisi Tangkap 3 Pelaku
Tim Redaksi
KUPANG, KOMPAS.com
– Aparat Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT) mengungkap kasus dugaan
perdagangan orang
yang melibatkan tiga pelaku, yakni OAN, JY, dan DW.
Korban dalam kasus ini adalah Irza Nira Wati Loasana, seorang perempuan asal Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang, NTT.
”
Perdagangan orang
ini dengan modus penyaluran tenaga kerja ilegal dari Kabupaten Kupang ke Batam,” ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat
Polda NTT
, Komisaris Besar Polisi Hendry Novika Chandra, dalam keterangan kepada Kompas.com pada Kamis (20/2/2025).
Hendry mengungkapkan bahwa Irza dieksploitasi sebagai pekerja rumah tangga tanpa menerima gaji.
Kasus ini bermula ketika Irza mencari pekerjaan melalui media sosial Facebook.
Ia menghubungi pelaku OAN yang menawarkan pekerjaan rumah tangga di Batam dengan gaji antara Rp 2,6 juta hingga Rp 2,8 juta per bulan.
Pada 21 November 2024, Irza bertemu OAN di Kelurahan Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang.
Setelah itu, wawancara daring dilakukan pelaku JY yang berada di Batam.
Hari itu juga, Irza menginap di rumah OAN dan mereka langsung membeli tiket pesawat untuk Irza.
Irza terbang ke Batam pada 22 November 2024. Setibanya di Batam, ia dijemput JY dan DW, yang kemudian menempatkannya sebagai pekerja rumah tangga.
Namun, Irza tidak mendapatkan gaji dan mengalami perlakuan kasar, termasuk perusakan ponselnya oleh tersangka JY, ungkap Hendry.
Setelah beberapa bulan di Batam, Irza berhasil menghubungi keluarganya pada 5 Februari 2025.
Menindaklanjuti informasi tersebut, Polda NTT berkoordinasi dengan BP3MI Kepri dan Subdit IV Renakta Polda Kepulauan Riau untuk menyelamatkannya.
Lalu, Irza dititipkan di rumah perlindungan P2TP2A Provinsi Kepulauan Riau.
Tim Tindak Pidana
Perdagangan Orang
Subdit IV Ditreskrimum Polda NTT bergerak ke Batam pada 10 Februari 2025.
Hasilnya, pada 11 Februari 2025, tersangka JY dan DW diamankan dan sempat ditahan di Polda Kepulauan Riau.
“Selanjutnya, pada tanggal 14 Februari lalu mereka telah dibawa ke Polda NTT untuk proses hukum lebih lanjut,” ujar Hendry.
Polisi telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini.
Hendry menjelaskan bahwa OAN, seorang pria berusia 27 tahun yang bekerja sebagai buruh harian lepas di Kota Kupang, diduga bertindak sebagai sponsor yang merekrut Irza.
JY, seorang perempuan berusia 51 tahun yang berdomisili di Batam, berperan sebagai admin PT Jasa Bakti Agung yang mengatur penyaluran tenaga kerja ilegal.
Sementara itu DW, seorang pria berusia 54 tahun menjabat sebagai Direktur Utama PT Jasa Bakti Agung, diduga ikut terlibat dalam eksploitasi korban.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dengan ancaman hukuman minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun penjara.
Hendry mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati terhadap tawaran pekerjaan yang menjanjikan gaji besar, terutama jika tidak melalui prosedur resmi.
“Jangan mudah percaya pada iming-iming pekerjaan yang tidak jelas asal-usulnya. Jika ingin bekerja di luar daerah atau luar negeri, pastikan melalui jalur resmi agar mendapatkan perlindungan hukum,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa perdagangan orang adalah kejahatan serius yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
“Pola dan modus operandi perdagangan orang terus berkembang, sehingga masyarakat diminta untuk lebih waspada,” tambahnya.
Polda NTT mengajak masyarakat aktif melaporkan jika menemukan dugaan kasus perdagangan orang.
“Jika melihat atau mencurigai adanya praktik perdagangan orang, segera laporkan ke pihak kepolisian agar bisa segera ditindaklanjuti,” kata Hendry.
Dengan pengungkapan kasus ini, Polda NTT menegaskan komitmennya dalam memberantas tindak pidana perdagangan orang dan melindungi masyarakat dari kejahatan serupa pada masa mendatang.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Wahyudin Guru Ngaji Cabul: Beraksi Sejak 2017, Korban Puluhan
Jakarta –
Aksi bejat Wahyudin mencabuli anak di bawah umur terbongkar. Pria berusia 40 tahun itu mencabuli puluhan korban dengan kedok sebagai guru ngaji.
Pria asal Sudimara, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang itu melakukan pencabulan sejak 2017. Hingga 2024, jumlah korbannya sudah mencapai lebih dari 20 orang.
Wahyudin ditangkap tim gabungan Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya dan Satreskrim Polres Metro Tangerang Kota di Serang, Banten setelah melarikan diri selama beberapa bulan usai aksi bejatnya mulai terendus warga.
Wahyudin memberikan iming-iming ponsel hingga hotspot gratis untuk menjerat para korban. Mirisnya, dia juga memberikan anak-anak tersebut rokok demi melancarkan siasat jahatnya itu.
Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra mengatakan Wahyudin menjalankan aksi cabulnya dengan berkedok menyediakan tempat mengaji bagi anak-anak, padahal ia menjadi predator anak-anak itu.
“Adapun pekerjaan sehari-harinya yaitu berkedok sebagai ustad mengajarkan, mengaji di rumah kemudian mengumpulkan anak-anak dan dilakukan perbuatan asusila dengan berbagai macam iming-iming,” kata Wira kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (31/1/2025).
Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Zain Dwi Nugroho mengungkapkan dari puluhan korban ini, ada 15 anak yang saat ini mendapatkan pendampingan dari Dinas Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
“Pada awal kami memeriksa 4 anak dan 1 dewasa yang menjadi korban, dan saat ini masih ada 15 orang yang masih dalam pendampingan dalam P2TP2A untuk bisa segera pemeriksaan,” kata Zain.
Zain menjelaskan kendala dalam penanganan kasus tersebut. Mukanya dia mengatakan menerima laporan pada bulan Desember 2024 tentang kejadian itu.
“Kemudian kami bergerak cepat melakukan pemeriksaan visum kepada para korban. Kita juga pada saat itu mendapatkan info bahwa satu bulan sebelum orang tua korban, ternyata pelaku sudah melarikan diri,” jelasnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan pengungkapan kasus ini merupakan komitmen Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto dalam memberikan perlindungan kepada kelompok rentan.
“Komitmen Polda Metro Jaya untuk meningkatkan terus pelayanan dan memberikan perlindungan kepada kelompok rentan anak, perempuan, orang tua, ini menjadi perhatian khusus bagi beliau,” ujar Ade Ary.
Simak informasi selengkapnya yang dirangkum detikcom, Sabtu (1/2/2025).
Beraksi Sejak 2017
Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra mengatakan tersangka Wahyudin mengaku telah melakukan perbuatan cabul itu sejak 2017 sampai dengan 2024.
“Tersangka W alias I berdasarkan keterangan yang ada telah melakukan perbuatan pencabulan ini mulai tahun 2017 sampai 2024,” ujar Wira kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (1/2/2025).
“Seluruh kejadian tersebut dilakukan di rumah tersangka W alias I,” sambungnya.
Korban Lebih dari 20 Orang
Selama melakukan perbuatan bejat itu sejak 2017, sudah banyak korban Wahyudin. Korban mencapai puluhan orang yang rata-rata adalah muridnya.
“Berdasarkan pengakuan Ketua RW ada korban lainnya sejumlah lebih dari 20 orang anak-anak,” kata Wira.
Baca selanjutnya: modus Wahyudin cabuli anak-anak
Sediakan HP hingga Hotspot
Polda Metro Jaya menggelar konferensi pers kasus Wahyudin si guru ngaji cabul. (Rizky Adha/detikcom)
Polisi mengungkap siasat bejat tersangka Wahyudin (40), guru ngaji di Ciledug, Kota Tangerang, sebelum mencabuli murid-muridnya. Korban diberikan ponsel hingga Wi-Fi untuk nge-hotspot secara gratis.
“Tersangka W alias I menyediakan kurang-lebih 8 unit HP dengan maksud agar korban anak bisa bermain HP secara gratis di rumah W alias I,” kata Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (31/1/2025).
Dia juga menyiapkan makanan bagi para korban. Tujuannya memperlancar aksi bejatnya.
Korban ‘Dicekoki’ Rokok
Demi memperlancar aksi bejatnya itu, Wahyudin juga kerap memberikan anak-anak makanan. Tidak itu saja, si guru ngaji bejat ini juga memberikan anak-anak rokok demi melancarkan akal bulusnya.
“Tersangka selalu menyediakan makanan dan memberikan rokok kepada anak-anak guna memperlancar perbuatan pencabulan terhadap anak-anak,” kata Wahyudin.
Selain itu, Wahyudin memberikan uang kepada para korbannya. Wahyudin memberikan uang mulai Rp 20 ribu hingga Rp 50 ribu kepada korban.
Terancam 15 Tahun Bui
Atas perbuatan bejatnya itu, Wahyudin dijerat dengan Pasal 76E juncto 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
“Terhadap tersangka kami jerat dengan Pasal 76E juncto 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016,” ucap Wira.
Akibat perbuatannya, Wahyudin terancam 15 tahun hukuman penjara. Tersangka juga dikenai denda maksimal Rp 5 miliar.
Baca selanjutnya: awal mula kasus terbongkar
Awal Mula Guru Ngaji Cabul Terbongkar
Tampang Wahyudin (40) guru ngaji tersangka kasus pencabulan sejumlah murid anak laki-laki di bawah umur di Ciledug, Kota Tangerang. (Foto; dok. Istimewa)
Kedok guru ngaji Wahyudin (40), tersangka pencabulan anak di Ciledug, Kota Tangerang, akhirnya terbongkar. Dia diduga telah mencabuli 20 orang murid-murdinya yang kebanyakan adalah anak laki-laki.
“Adapun pekerjaan sehari-harinya yaitu berkedok sebagai ustad mengajarkan, mengaji di rumah kemudian mengumpulkan anak-anak dan dilakukan perbuatan asusila dengan berbagai macam iming-iming,” kata Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (31/1/2025).
Wira menjelaskan pencabulan itu terungkap pada November 2024, di rumah tersangka Wahyudin yang juga dijadikan tempat belajar mengaji para korban di Kelurahan Sudimara Selatan, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang.
Wira mengungkapkan pencabulan ini terbongkar setelah J, salah satu orang tua korban mendapatkan kabar adanya pencabulan di tempat ngaji yang disediakan Wahyudin.
“Menurut keterangan pelapor atas nama J selaku orang tua korban mendapat kabar bahwa tempat pengajian yang dibuka oleh Tersangka melakukan pencabulan terhadap korban MA (Korban Anak 1),” ujar Wira.
J kemudian menanyakan hal ini kepada Korban Anak 1. Korban Anak 1 mengakui bahwa dirinya telah dipaksa oleh tersangka untuk melakukan perbuatan cabul.
“Kemudian pelapor atas nama J kembali bertanya kepada ibu korban lainnya untuk menanyakan kepada anaknya yaitu Anak 2 dan Anak 3, lalu kedua korban mengakui bahwa pernah juga dipaksa oleh Tersangka,” ujarnya.
1 Korban Dicabuli Sejak 2021
Dari keterangan tiga anak korban ini, salah satunya ternyata dicabuli selama bertahun-tahun. Pencabulan itu dilakukan di rumah Wahyudin.
“Pada tahun 2021 Tersangka melakukan pencabulan kepada korban anak dan seluruh kejadian tersebut dilakukan di rumah Tersangka,” imbuhnya.
Halaman 2 dari 3
(mea/mea)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu
-
/data/photo/2024/06/27/667cf8e4edaef.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pengadilan Negeri Serang Bebaskan Terdakwa Pemerkosaan Anak Kandung Regional 16 Januari 2025
Pengadilan Negeri Serang Bebaskan Terdakwa Pemerkosaan Anak Kandung
Tim Redaksi
SERANG, KOMPAS.com
–
Pengadilan Negeri Serang
membebaskan
M. Saefi
, terdakwa kasus pemerkosaan terhadap anak kandungnya.
Pria asal Waringinkurung, Kabupaten Serang, Banten, itu dibebaskan dari seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Serang.
“Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari seluruh dakwaan penuntut umum dan memerintahkan terdakwa dikeluarkan segera setelah putusan ini diucapkan,” kata hakim yang diketuai Hery Cahyono saat membacakan putusan, Kamis (16/1/2025).
Hery mengatakan, pertimbangan hakim membebaskan terdakwa ialah karena ada
kesepakatan perdamaian
tertulis antara korban dan M. Saefi pada 9 Mei 2024 lalu.
Kesepakatan itu ditujukan kepada Kapolresta Serang Kota dengan tembusan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Selain perdamaian, kata Hery, pertimbangan lainnya adalah telah adanya pengakuan dari korban bahwa tuduhan kepada ayahnya itu dilatarbelakangi kurangnya perhatian M. Saefi terhadap korban karena lebih menyayangi ibu sambungnya.
“Korban juga kesal kepada M. Saefi lantaran ayahnya itu lebih mementingkan ibu sambungnya, baik dari materi maupun perhatian kepada korban dan adik-adiknya,” ujar dia.
Pada persidangan 7 September 2024, lanjut Hery, korban telah mencabut keterangannya dalam BAP tingkat penyidikan yang menyatakan bahwa ayah kandung anak korban tidak pernah melakukan perbuatan tersebut.
“Korban di persidangan mengakui telah melakukan hubungan badan dengan pacarnya,” kata Hery.
Usai sidang,
JPU Kejari Serang
, Slamet, mengaku akan melakukan upaya hukum selanjutnya, yakni kasasi atas vonis hakim.
Sebab, sebelumnya terdakwa dituntut hukuman penjara selama 8 tahun.
“Kami ajukan kasasi karena tuntutan kami 8 tahun penjara,” kata Slamet.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Bu Guru Cabuli Siswa di Grobogan Terus Dekati Korban yang Kini Tinggal di Ponpes, Polisi Bertindak
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – ST (35) seorang perempuan yang berstatus sebagai guru agama di Kabupaten Grobogan dilaporkan ke polisi selepas diduga melakukan kekerasan seksual terhadap murid remaja laki-laki berinisial Y (16).
Janda anak satu tersebut telah menjalani pemeriksaan di Polres Grobogan.
“Iya guru (ST) sudah diperiksa kemarin (Selasa 14/1/2025), kami masih mendalami lagi, statusnya masih terlapor (belum tersangka),” kata Kasat Reskrim Polres Grobogan AKP Agung Joko Haryono saat dihubungi Tribun, Rabu (15/1/2025).
Selepas pemeriksaan terhadap ST, kasus kekerasan seksual ini naik statusnya menjadi penyidikan. “Iya sekarang sudah naik ke penyidikan,” imbuh Agung.
Menurut Agung, saksi yang sudah diperiksa dalam kasus ini sejumlah 11 orang saksi. Para saksi yang telah diperiksa terdiri dari pelapor, korban, saksi warga setempat, dan terlapor.
“Kami nanti tetap ada pemeriksaan lagi di tahap penyidikan mungkin sekali kalau tidak ada tambahan, sekali lagi pemeriksaannya,” terangnya.
Kepolisian juga telah melakukan visum et repertum (laporan hasil pemeriksaan korban kekerasan) dan visum psikiatrikum (laporan hasil pemeriksaan kesehatan jiwa seseorang) kepada korban.
Kemudian melaksanakan permohonan assesment dan pendampingan korban dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) Swatantra, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Grobogan.,
“Kami juga telah melakukan permohonan penelitian sosial dari pekerja sosial Kementerian Sosial dan berkoordinasi dengan ahli,” terang Agung.
Sebelumnya, keluarga korban melaporkan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh ST terkait tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang tertuang dalam Pasal 81 ayat (2) dan Pasal 82 ayat (1) UURI No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UURI No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Kemudian junto Undang-undang RI No. 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UURI No. 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UURI No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi Undang-Undang atau atau Pasal 6 huruf (C) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2022.
Pengacara korban, Hernawan menyebut, terlapor ST sudah seharusnya dilakukan penahanan.
“Keluarga korban ada kekhawatiran kalau pelaku menghubungi handphone korban. Biasanya sering hubungi seperti itu,” katanya saat dihubungi Tribun.
Dia mengungkapkan, kondisi korban kini sudah berangsur membaik. Sebelumnya korban mengalami tekanan psikologis sehingga tampak linglung.
Namun, selepas bebas dari cengkraman terlapor dengan hidup di pesantren korban tampak lebih membaik.
.”Kondisinya sudah pulih artinya korban sudah bisa memberikan keterangan, membuka tabir dari yang telah dialami. Sebelumnya belum bisa. Begitu sudah dipondokkan, diobati sama pihak ponpes mentalnya sekarang sudah bagus,” bebernya.
Kronologi Korban Terjerat Pusaran Kekerasan Seksual
Hernawan mengungkapkan, kasus kekerasan seksual tersebut terjadi ketika korban menjadi murid dari terlapor ST di sebuah SMP di Grobogan.
Ketika itu, korban masih duduk di kelas 8 atau 2 SMP.
Hubungan korban dan ST sudah berlangsung selama 2 tahun atau sejak korban berumur 14 tahun. Kini korban berusia 16 tahun.
Modus yang dilakukan ST terhadap korban adalah mengajak ke rumahnya untuk belajar mengaji. Setiba di rumah ST, korban malah diciumi oleh ST.
“Korban dijanjikan dibelikan jaket, baju, dikasih duit, dipenuhi kebutuhan sehari-harinya. Sebagai gantinya korban harus memenuhi permintaan ST.” paparnya.
Hubungan yang dilakukan ST terhadap muridnya sempat dipergoki oleh warga maupun keluarga ST.
Pada kejadian pertama, ST yang merupakan janda anak satu ini sempat digrebek warga di rumahnya ketika berduaan dengan korban.
Alasan ketika itu, ST mengajak ke rumahnya untuk membetulkan keran air.
“Kasus penggerebekan itu, akhirnya ST tidak boleh mengajar di sekolahnya,” terangnya.
ST lalu pindah mengajar ke sekolah lain. Tak kurang akal, ST lalu menyewakan kamar kos untuk korban di wilayah Kecamatan Tegowanu, Grobogan.
Korban tinggal di kos tersebut lantas meninggalkan rumah kakek dan neneknya selama 5 bulan. “Pada waktu di koskan korban kelas 9 SMP,” ungkap Hernawan.
Selepas hidup di rumah kos bersama ST, kata Hernawan, korban pulang ke rumah kakek dan neneknya dalam kondisi kondisi mentalnya rusak.
Korban selama ini tinggal bersama kakek dan neneknya dari pihak ibu. Adapun orangtua korban sudah bercerai.
Korban lalu dimasukkan ke dalam pondok pesantren. Namun, ST masih terus berusaha menghubungi korban dengan mendatangi ponpes tempat korban belajar maupun chatting whatsapp (WA).
“Padahal korban sudah dalam pengawasan pihak pondok,” bebernya.
Melihat ulah ST, nenek korban geram lalu memilih melaporkan kasus itu ke polisi.
Terlebih, dari hubungan tersebut korban sampai tidak lulus SMP.
“Korban juga malu sama teman-teman seangkatannya. Kok bisa sama gurunya, malu dia,” kata Hernawan.
Pernyataan Kakek dan Ponpes
N (56), kakek korban Y mengatakan, korban diajak ST selama lima bulan tanpa kabar ke keluarganya.
“Saya sudah mencari, tapi saya putus asa saya pasrah hanya bisa salat tahajud tiap malam, meminta kepada Gusti Allah, yang penting cucu saya sehat dan bisa pulang sehat,” terangnya.
Pengasuh ponpes tempat Y belajar, Ahmad Gufron mengatakan, korban sudah di pondok selama tiga bulan. Selama di pondok korban sudah mulai berubah yang awalnya tertutup kini telah mau berbaur dengan teman-temannya.
“Kami didik di sini, supaya dari psikisnya juga normal kembali,” terangnya.
Gufron mengungkapkan, dari cerita korban kedekatan korban dengan ST ini dimulai dengan kegiatan mengaji lalu berlanjut ke kegiatan curahan hati (curhat). Kemudian korban nyaman diberikan berbagai barang lalu melakukan sesuatu dengan ST.
“Saya tanya kemarin ke korban dia ada penyesalan. Dia sadar kalau seperti itu salah. Dia merasa terperalat,” jelasnya. (Iwn)
-

Kriminal kemarin, praperadilan Hasto hingga anak Nikita Mirzani kabur
Jakarta (ANTARA) – Sejumlah peristiwa menarik berkaitan keamanan dan kriminalitas terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya pada Jumat (10/1) yang dipublikasikan antaranews mulai dari PN Jaksel menggelar sidang permohonan praperadilan Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto hingga anak Nikita Mirzani yang kabur dari rumah aman.
Berikut rangkuman berita selengkapnya:
1. PN Jaksel gelar sidang permohonan praperadilan Hasto pada Selasa
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menggelar sidang permohonan praperadilan Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto pada Selasa (21/1).
Baca di sini
2. Polisi masih kejar pelaku pencabulan di Tangerang
Kepolisian masih mengejar pelaku pencabulan berinisial W (40) yang merupakan seorang guru mengaji di Kawasan Sudimara Selatan, Ciledug, Kota Tangerang, Banten.
Baca di sini
3. Seorang pria dibegal oleh tiga orang tak dikenal di Jakarta Timur
Seorang pria berinisial SY melapor ke Kepolisian terkait kasus pembegalan yang dilakukan oleh tiga orang tak dikenal di Jakarta Timur pada Rabu (8/1) dini hari.
Baca di sini
4. Guru pelaku pelecehan seksual di Cilandak dilaporkan ke dinas
Pemerintah Kota Jakarta Selatan (Pemkot Jaksel) melaporkan guru berinisial AU (50) sebagai terduga pelaku pelecehan seksual kepada ke seorang siswi berinisial ZKL (17) pada salah satu SMK swasta di Cilandak ke Dinas Pendidikan DKI.
Baca di sini
5. Lolly, anak Nikita Mirzani kabur dari rumah aman
Kepolisian membenarkan bahwa anak Nikita Mirzani, Lolly atau LM (17) kabur dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) atau rumah aman dalam pemeriksaan kasus dugaan pencabulan dan aborsi yang dilakukan Vadel Badjideh.
Baca di sini
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2025 -

Polisi masih kejar pelaku pencabulan di Tangerang
Jakarta (ANTARA) – Kepolisian masih mengejar pelaku pencabulan berinisial W (40) yang merupakan seorang guru mengaji di Kawasan Sudimara Selatan, Ciledug, Kota Tangerang, Banten.
“Iya (DPO), sekarang kita sedang cari, kita tetap terus mendeteksi keberadaan pelaku ini. Mohon waktu biar kita bisa dapatkan,” kata Kapolres Metro Tangerang Kota Komisaris Besar Polisi Zain Dwi Nugroho saat ditemui di Jakarta, Jumat.
Zain menjelaskan, pelaku telah melarikan diri sebulan sebelum korban melaporkan ke Polres Metro Tangerang Kota. “Melapornya itu tanggal 23 Desember, jadi di akhir November itu pelaku sudah melakukan perbuatannya ini kabur,” katanya.
Dia juga menyebutkan pihaknya telah berkoordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) maupun pihak keluarga sehingga para korban ini menjelaskan kapan peristiwa itu terjadi.
“Kita sudah lakukan pemeriksaan visum maupun pemeriksaan secara psikologis oleh P2TP2A dan memang dugaan peristiwa itu ada sehingga kasus tersebut sudah kita naikan dari proses lidik ke sidik, ” katanya.
Zain juga mengimbau kepada masyarakat di sekitar tempat kejadian perkara (TKP), apabila ada yang anaknya menjadi korban segera laporkan ke Polres Metro Tangerang Kota.
“Supaya kita bisa melakukan pendampingan dan lakukan pemeriksaan. Kami juga mohon jika ada informasi terkait keberadaan pelaku, supaya kita lebih cepat melakukan pengamanan,” katanya.
Pihaknya menerima laporan dari pelapor berinisial J (54) selaku orang tua korban pada 23 Desember 2024.
“Saat penyelidikan, kami telah melakukan pemanggilan terhadap terduga pelaku berinisial W (40) sebanyak dua kali, yakni 27 Desember 2024 dan 30 Desember 2024, namun terduga pelaku tersebut tidak hadir,” katanya.
Kepolisian mengusut kasus pencabulan anak yang diduga dilakukan oleh tenaga pendidik berinisial W (40) di Kota Tangerang, Banten, pada Desember 2024.
“Polres Metro Tangerang Kota, akan mengusut tuntas kasus ini secara prosedural, secara profesional dan proporsional tentunya,”kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Ade Ary Syam Indradi saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (9/1).
Ade Ary menjelaskan, setelah menerima laporan kasus tersebut, petugas melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Kemudian melakukan visum dan interogasi terhadap sejumlah pihak.
“Dalam hal ini, pelapor, kemudian korban, kemudian beberapa saksi. Penyelidik juga melakukan pendampingan korban ke UPTD Tangerang,” katanya.
Pewarta: Ilham Kausar
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025 -

Kasus Guru Ngaji Lecehkan Muridnya di Tangerang, Polisi masih Buru Pelaku – Halaman all
Laporan Wartawan Tribunnews.com Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Zain Dwi Nugroho menyampaikan update kasus guru ngaji inisial W (40) melakukan sodomi terhadap sejumlah muridnya.Kombes Zain mengatakan kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan di mana pelaku masih belum diketahui keberadaannya.
“Sudah kita naikkan sidik ya. Korban melapor pada tanggal 23 Desember kemudian satu bulan sebelum itu melapor, pelaku itu sudah kabur. Saat ini sedang kita kejar,” ungkapnya di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2025).
Kapolres menuturkan sejauh ini ada empat korban yang sudah datang melaporkan indikasi sodomi dilakukan oleh terlapor.
Menurutnya, sosok guru ngaji ini melakukan aksinya saat mengajar kepada sejumlah muridnya di sebuah kampung tempatnya tinggal.
Zain menyebut bahwa korban adalah anak-anak berjenis kelamin pria.
“(Korban) kebanyakan cowok. Ini masih kita dalami,” ucapnya.
Kepala UPTD-PPA Kota Tangerang, Titto Chairil Yustiadi menjelaskan, visum itu dilakukan lantaran tiga korban tersebut diduga mendapat perlakuan sodomi.
Adapun dua korban lainnya yang turut melapor ke UPTD-PPA Kota Tangerang, mengaku tak sampai disodomi, melainkan dipegang alat kemaluan.
Atas hal tersebut kata Titto, pihaknya pun memberikan pendampingan kepada korban untuk menjalani visum.
“Jadi total dari lima orang korban yang sudah melaporkan ke UPTD-PPA, tiga orang kami lakukan visum. Karena memang kami duga tiga orang ini mendapat perlakuan sodomi,” kata dia.
Hasil visum et repertum itu lanjut Titto, nantinya akan dijadikan rujukan bagi kepolisian dalam melakukan pengembangan kasus ini.
“Jadi untuk memperkuat laporan polisi tersebut, jadi tiga orang yang mengadu ada dugaan sodomi, ini kita lakukan visum repertum,” ungkapnya.
Di samping itu, dia juga telah melakukan penelusuran dengan menggali keterangan warga sekitar, terkait pelecehan seksual yang dilakukan W.
“Jadi kami melakukan penelusuran, kami lakukan komunikasi dengan warga setempat di Kelurahan Sudimara Selatan,” kata Titto.
Hasilnya kata Titto, jumlah korban pelecehan seksual itu bertambah menjadi 36 orang, dengan rata-rata usia SD hingga SMA.
Titto mengatakan, berdasarkan pengakuan para korban, mereka tak hanya dipegang alat kemaluan, namun sampai disodomi.
Mangkir Panggilan
Sebelumnya, Polisi melakukan perburuan terhadap seorang guru mengaji berinisial W (40) diduga melakukan pelecehan seksual di Kawasan Sudimara Selatan, Ciledug, Kota Tangerang, Banten.
W diketahui melecehkan empat muridnya.
Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Zain Dwi Nugroho menjelaskan pihaknya menerima laporan pelapor J (54) selaku orang tua korban pada 23 Desember 2024 lalu.
Terduga pelaku hasil penyelidikan dan penyidikan diketahui telah meninggalkan kediamannya sejak 29 November 2024 sebelum dilaporkan ke Polres Metro Tangerang Kota, Polda Metro Jaya.
“Setelah menerima laporan, selanjutnya guna melengkapi administrasi penyelidikan, personel Unit PPA mengantarkan korban untuk dilakukan Visum. Kemudian ditanggal yang sama (23/12) juga dilakukan BAP terhadap pelapor, korban dan saksi,” terang Zain, Kamis, (9/1/2025).
Selama proses pemeriksaan, Polres Metro Tangerang Kota juga melakukan pendampingan untuk pemulihan dan trauma yang dialami korban dengan melibatkan psikolog dari P2TP2A dan dinas terkait.
“Saat penyelidikan, kami (polisi,red) telah melakukan pemanggilan terhadap terduga pelaku berinisial W (40) sebanyak 2 kali, yakni ditanggal 27 Desember 2024 dan 30 Desember 2024, namun terduga pelaku tersebut tidak hadir. Lalu setelah melalui gelar perkara, statusnya dinaikkan ke tahap penyidikan pada tanggal 3 Januari 2025, karena terdapat alat bukti yang cukup telah terjadi peristiwa pidana” jelasnya.
Zain mengungkapkan, hasil dari penyelidikan, bahwa pelaku sudah meninggalkan rumahnya di Kampung Dukuh, Kelurahan Sudimara Selatan, Kecamatan Ciledug sejak tanggal 29 November 2024 yakni kurang lebih sebulan sebelum dilaporkan orang tua korban ke Polisi.
Saat ini, anggota masih melakukan pengejaran namun, pelaku masih belum diketahui keberadaannya.
“Mohon doa dan dukungannya kami sedang cari dan kejar pelakunya, kami juga menghimbau pelaku untuk bisa kooperatif memenuhi panggilan polisi,” tandas Kapolres.
/data/photo/2025/02/14/67aede66f1e20.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)