Kementrian Lembaga: Ombudsman

  • Tak Semua Eks Pegawai ‘Korban’ TWK Ingin Balik ke KPK

    Tak Semua Eks Pegawai ‘Korban’ TWK Ingin Balik ke KPK

    Jakarta

    IM57+ Institute menyuarakan agar 57 mantan pegawai KPK kembali bertugas ke KPK. Namun, tidak semua mantan pegawai KPK ingin kembali dan memilih melanjutkan karier di tempat lain dengan berbagai alasan.

    Dirangkum detikcom, Minggu (19/10/2025), mantan penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap menyatakan dirinya tidak ingin kembali bertugas ke KPK. Dia mengatakan ada banyak alasan yang membuatnya memutuskan untuk tidak kembali ke KPK.

    “Saya sudah memutuskan untuk tidak kembali ke KPK, saya ingin menjaga KPK dari dari luar saja,” kata Yudi saat dikonfirmasi, Sabtu (18/10).

    Mantan Ketua Wadah Pegawai KPK itu mengaku khawatir jika dirinya kembali ke KPK akan membuat proses perjuangan rekan IM57+ Institute terhambat. Kekhawatiran itu, katanya, muncul karena dia sering mengkritik sejumlah kasus korupsi besar.

    “Saya paham bahwa kalau saya kembali ke KPK jangan-jangan resistensinya tinggi dari pihak pihak yang dulu menyingkirkan kami, apalagi saat ini saya juga bersikap kritis dan rekam jejak saya sebagai penyidik menangani kasus kasus besar seperti e-KTP dan kasus perkara bank century nanti malah membuat proses pemulangan kawan-kawan jadi terhambat. Jadi saya memutuskan tidak kembali ke KPK,” tegasnya.

    Meski begitu, Yudi mendorong agar para mantan pegawai ‘korban’ tes wawasan kebangsaan (TWK) itu kembali bertugas di KPK. Menurutnya, proses pemulangan mantan pegawai itu bisa mudah karena pimpinan KPK saat ini adalah orang yang juga pernah bekerja sama dengan mereka.

    “Apalagi kita tahu sebenarnya saat ini KPK sudah mulai ada sedikit harapan untuk bangkit tetapi belum menggembirakan. Oleh karena itu saya berharap pimpinan KPK saat ini menyambut kawan-kawan yang ingin kembali dengan tangan terbuka,” katanya.

    “Toh antara pimpinan KPK saat ini dengan para pegawai eks TWK ini sudah saling mengenal, misal Pak Setya (Ketua KPK) merupakan mantan dirdik, Pak Fitroh (Wakil Ketua KPK) merupakan mantan direktur penuntutan. Artinya sudah pernah sama-sama bekerja sama di masa lampau,” imbuhnya.

    Hal serupa diungkapkan oleh mantan ‘raja OTT’ KPK, Harun Al Rasyid. Harun mengatakan saat ini sudah bertugas di Kementerian Haji dan Umrah, sehingga tidak menginginkan bertugas kembali ke KPK.

    “Saya sudah bertugas di Kementerian Haji dan Umrah. Ya (tidak ingin kembali ke KPK) karena saya pikir ladang pengabdian pada negara dan bangsa bisa di mana saja,” ujar Harun kepada wartawan, Sabtu (18/10).

    Meski demikian, Harun mengatakan tetap mendukung teman-teman yang berjuang ingin kembali ke KPK. Dia juga mendukung agar proses tes wawasan kebangsaan dibuka ke publik sebagaimana tuntutan rekannya yang tergabung dalam IM57+ Institute.

    “Tapi saya tetap mendukung kawan-kawan yang ingin kembali ke KPK, dan saya dukung alasan bahwa TWK yang dilakukan pada waktu itu adalah akal-akalan untuk menyingkirkan pegawai KPK yang berintegritas,” katanya.

    Eks Pegawai ‘Korban’ TWK Ingin Balik ke KPK

    Sebelumnya, Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, mengatakan semua mantan pegawai KPK itu satu suara, mereka ingin kembali bertugas di KPK. Mereka juga telah melayangkan gugatan ke KIP dan menuntut hasil TWK dibuka ke publik.

    “Semua satu (suara). Balik ke KPK sebagai bentuk pemulihan hak,” kata Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, saat dihubungi, Selasa (14/10).

    Mereka menganggap hasil TWK pada tahun 2020 tidak transparan karena tidak terbuka. TWK merupakan tes yang diterapkan KPK pada 2020 kepada seluruh pegawainya.

    Tes itu merupakan syarat saat pegawai KPK akan beralih status menjadi ASN. Sebanyak 57 pegawai KPK lalu dinyatakan tidak lolos tes tersebut dan membentuk wadah di IM57+ Institute.

    Terkait keinginan ini, IM 57+ Institute juga meminta sikap tegas Presiden Prabowo Subianto. Dia menilai ini momentum yang baik untuk Prabowo menunjukkan komitmen penguatan KPK.

    “Ini merupakan momentum baik bagi Presiden Prabowo Subianto untuk menunjukkan komitmen penguatan KPK melalui pengembalian hak 57 pegawai KPK ke KPK. Persoalan ini telah menjadi soal yang berlarut-larut tanpa adanya kejelasan walaupun telah adanya rekomendasi dari Komnas HAM dan Ombudsman,” jelas Lakso.

    Urgensi Pemerintah Kembalikan Eks Pegawai

    Mantan penyidik senior KPK Praswad Nugraha menyatakan ingin kembali bertugas ke KPK. Dia berjuang bersama 57 pegawai yang tergabung dalam IM57+ Institute.

    “Atas meluasnya aspirasi masyarakat agar 57 pegawai yang disingkirkan melalui mekanisme TWK untuk kembali aktif bertugas di KPK, dapat saya sampaikan bahwa benar saya beserta seluruh rekan-rekan 57 pegawai tersebut bersedia untuk kembali,” ujar Praswad kepada wartawan, Sabtu (18/10).

    Praswad pun mengungkap ada sejumlah alasan mengapa pemerintah perlu mengembalikan mereka ke KPK. Pertama, dia menilai momentum mengaktifkan kembali 57 pegawai KPK yang menjadi korban diskriminasi melalui rekayasa TWK di era kepemimpinan Firli Bahuri bisa dimanfaatkan Presiden Prabowo dan KPK RI sebagai pembuktian yang nyata bahwa era ini tidak sama dengan era korup.

    “Harus ditarik garis demarkasi yang jelas antara era Firli Bahuri dan era Setyo Budiyanto, harus ada pembeda antara KPK masa kelam dan KPK era yang tercerahkan, dan hal yang paling konkret untuk membuktikan itu adalah mengembalikan hak konstitusional pegawai KPK yang pernah dirampas secara brutal dengan cara memfitnah Pancasila dan merampas hak asasi manusia para 57 pegawai tersebut,” katanya.

    Menurutnya, langkah mengembalikan para pegawai KPK ini akan menjadi penanda paling nyata bahwa KPK di era Presiden Prabowo Subianto dan di bawah pimpinan Setyo Budiyanto saat ini telah berubah. Dia berharap pemerintah dan KPK berkomitmen untuk melindungi para pejuang antikorupsi, bukan merangkul mereka yang ingin melemahkan pemberantasan korupsi.

    “(Alasan) kedua, upaya untuk memperbaiki KPK yang pernah terpuruk sampai memiliki Ketua dan pimpinan yang melakukan tindakan-tindakan koruptif tidak bisa dilakukan dengan hanya melalui jargon serta janji-janji manis belaka. Jika ingin merebut kembali kepercayaan rakyat maka tidak lain dan tidak bukan Presiden Prabowo Subianto harus memulai titik nol perjalanannya dari titik hulu jalan pemberantasan korupsi yang berada di gedung KPK,” katanya.

    Dia mengatakan alasan selanjutnya adalah jika pemerintah memfasilitasi mereka untuk bekerja kembali ke KPK maka ini menjadi pesan politik kuat. Dia mengatakan tindakan ini bisa menunjukkan bahwa pemerintahan Prabowo tidak melemahkan pemberantasan korupsi.

    “Tindakan ini akan membuktikan bahwa pemerintahan ini bukanlah pemerintahan yang korup atau berkompromi dengan praktik pelemahan pemberantasan korupsi, melainkan pemerintahan yang memiliki political will yang jelas dan berintegritas untuk membersihkan lembaga-lembaga negara dari warisan masalah yang koruptif. Inilah bukti nyata komitmen menuju “Indonesia yang lebih bersih, kuat, dan berintegritas” seperti yang diusung oleh Prabowo,” katanya.

    Menurutnya, kembalinya ‘korban’ TWK ini bisa membangkitkan kembali KPK yang seperti dulu. Dia mengatakan kemungkinan KPK akan bangkit dan kembali meraih kepercayaan publik.

    “Kembalinya para pegawai yang telah teruji integritas dan semangat juangnya di masa-masa sulit adalah suntikan energi dan moral yang sangat dibutuhkan untuk membangkitkan kembali roh KPK, juga roh Indonesia untuk bangkit dari keterpurukan sebagai salah satu negara yang paling korup di regional Asia Tenggara,” ujarnya.

    Respons KPK

    KPK merespons soal 57 eks pegawai KPK yang tergabung dalam IM57+ Institute menyatakan ingin kembali bertugas di lembaga tersebut. KPK akan menunggu proses permohonan penyelesaian sengketa informasi di KIP.

    “Nah saat ini kita fokus dulu ke proses yang sedang berjalan di KIP untuk menguji terkait dengan hasil tersebut apakah dibuka untuk publik atau tidak,” kata Jubir KPK Budi Prasetyo di gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/10).

    Adapun permohonan yang diajukan ke KIP oleh IM57+ itu menuntut agar hasil TWK pada 2020 dibuka ke publik karena dianggap tidak transparan. TWK merupakan tes yang diterapkan KPK pada 2020 kepada seluruh pegawainya yang berujung 57 pegawai itu dinyatakan tidak lolos.

    “Kita hormati prosesnya antara pemohon dan termohon, di mana KIP nanti yang akan memutuskan apakah informasi tersebut yang diuji, apakah kemudian nanti dibutuhkan untuk dibuka atau tidak. Kita hormati prosesnya,”ucapnya.

    Halaman 2 dari 3

    (kny/zap)

  • Darurat di Peru Usai Demo Maut Berlarut-larut

    Darurat di Peru Usai Demo Maut Berlarut-larut

    Lima

    Pemerintah Peru menetapkan keadaan darurat. Status tersebut diumumkan setelah demonstrasi ricuh yang berlarut-larut di Peru.

    Dirangkum detikcom, Jumat (17/10/2025), rentetan demonstrasi yang dilakukan anak-anak muda atau Gen Z di Peru telah berlangsung sejak akhir September 2025. Demonstrasi ini berujung kericuhan di berbagai lokasi.

    Demonstrasi itu terjadi setelah pemerintah mantan Presiden Peru Dina Boluarte mengesahkan undang-undang yang mewajibkan kaum muda untuk berkontribusi pada dana pensiun swasta. Padahal, terdapat ketidakamanan pekerjaan dan tingkat pekerjaan tidak resmi lebih dari 70 persen di Peru.

    Aksi-aksi protes juga meningkat di Peru selama enam bulan terakhir menyusul gelombang pemerasan dan pembunuhan oleh kelompok-kelompok kejahatan terorganisir.

    Pada Kamis (9/10/2025), anggota parlemen di Peru memutuskan untuk memakzulkan Dina Boluarte dari jabatan Presiden lewat sidang darurat. Boluarte sendiri menolak hadir di sidang Kongres tersebut.

    Boluarte telah ramai dikritik karena gagal membendung gelombang kejahatan. Boluarte juga dikenal sebagai salah satu pemimpin paling tidak populer di dunia, dengan tingkat penerimaan publik hanya berkisar antara 2-4 persen.

    Perempuan berumur 63 tahun itu dituduh memperkaya diri secara ilegal. Dia juga dituduh bertanggung jawab atas penindakan mematikan terhadap para demonstran

    Dalam sidang pemakzulan, mayoritas 118 dari 122 anggota parlemen mendukung pemakzulannya. Dengan putusan ini, Boluarte dicopot dari jabatan presiden, demikian diumumkan oleh pemimpin Kongres Jose Jeri, dilansir kantor berita AFP.

    Setelah Boluarte lengser, Jose Jeri dilantik sebagai Presiden baru Peru pada Jumat (10/10). Pergantian presiden rupanya tak membuat demonstrasi mereda.

    Demo dan Ricuh Terus Berlanjut

    Demonstrasi memprotes maraknya aksi kriminal berujung ricuh di Lima, ibu kota Peru, pada Rabu (15/10/2025). Aksi protes itu muncul setelah Presiden Jeri yang baru menjabat beberapa hari gagal meredam kemarahan rakyat terhadap pemerintah. Hal itu dipicu maraknya tindak kriminal di negara tersebut.

    Unjuk rasa yang dipimpin kalangan muda ini melibatkan ribuan warga Peru, yang merasa frustrasi dengan kegagalan pemerintah mengatasi krisis kejahatan yang semakin memburuk. Mereka turun ke jalanan di Lima dan beberapa kota lainnya.

    Kantor Ombudsman Peru dalam laporannya, seperti dilansir AFP, menyebut sekitar 102 orang mengalami luka-luka akibat berbagai tindak kekerasan selama unjuk rasa berlangsung di Peru. Jumlah korban itu terdiri atas 24 warga sipil dan 78 polisi.

    Sejumlah demonstran, menurut koresponden AFP, berupaya menerobos pagar pembatas di sekitar gedung Kongres Peru pada malam hari. Para demonstran lainnya juga melemparkan batu dan menyalakan kembang api.

    Para polisi dengan perlengkapan antihuru-hara merespons aksi para demonstran dengan tembakan gas air mata. Presiden Jeri kemudian mengumumkan satu kematian dalam bentrokan saat unjuk rasa.

    “Saya menyesalkan kematian seorang warga berusia 32 tahun, Eduardo Ruiz Sanz,” kata Presiden Jeri dalam pernyataan via media sosial X. Namun, dia tanpa merinci lebih lanjut soal penyebab kematian tersebut.

    Koordinator Hak Asasi Manusia Nasional, sebuah LSM, menyebut kematian itu disebabkan oleh tembakan polisi berpakaian preman. Presiden Jeri juga mengatakan bahwa ‘unjuk rasa damai’ telah disusupi oleh para penjahat yang ingin ‘menimbulkan kekacauan’.

    Jeri, yang menjabat sebagai presiden sementara hingga pemilu digelar pada April tahun depan, telah bersumpah untuk menyatakan ‘perang’ terhadap kejahatan terorganisir dalam upaya meredakan protes. Kejahatan yang diprotes warga itu terdiri dari pemerasan dan pembunuhan kontrak. Geng-geng kriminal seperti Los Pulpos dan Tren de Aragua dari Venezuela, yang beroperasi di Amerika Latin, juga disebut kerap menyandera orang-orang dari berbagai lapisan untuk mendapatkan uang tebusan.

    Tetapkan Status Darurat

    Pemerintah Peru kemudian mengumumkan keadaan darurat. Status darurat itu berlaku di Lima.

    “Kami akan mengumumkan keputusan untuk menetapkan keadaan darurat setidaknya di Metropolitan Lima,” kata kepala kabinet Ernesto Alvarez dalam konferensi pers, seperti dilansir AFP, Jumat (17/10/2025).

    Kepala Kepolisian Peru, Jenderal Oscar Arriola, kemudian mengatakan seorang polisi dari Direktorat Investigasi Kriminal diyakini telah menembakkan peluru yang menewaskan Ruiz, seorang rapper berusia 32 tahun yang ikut unjuk rasa pada Rabu (15/10). Arriola menyebut polisi itu, yang disebutnya diserang oleh massa, telah ditahan dan akan diberhentikan dari jabatannya.

    Ruiz menjadi korban tewas pertama dalam unjuk rasa yang dipimpin secara kolektif oleh Gen Z di Peru. Sementara, ratusan orang lainnya mengalami luka-luka ketika ribuan demonstran turun ke jalanan ibu kota Lima pada Rabu (15/10) waktu setempat.

    Tonton juga video ” Gas Air Mata Warnai Aksi Protes Massal Tolak Presiden Baru Peru” di sini:

    Halaman 2 dari 4

    (haf/haf)

  • Demo Antikriminal di Peru Berujung Ricuh, 1 Orang Tewas-Puluhan Luka

    Demo Antikriminal di Peru Berujung Ricuh, 1 Orang Tewas-Puluhan Luka

    Lima

    Unjuk rasa memprotes maraknya aksi kriminal diwarnai kerusuhan dan kekerasan di Lima, ibu kota Peru, pada Rabu (15/10) waktu setempat. Sedikitnya satu orang tewas dan puluhan orang lainnya, termasuk personel kepolisian, mengalami luka-luka.

    Aksi protes kembali muncul di berbagai wilayah Peru setelah Presiden Jose Jeri, yang baru menjabat beberapa hari, gagal meredam kemarahan rakyat terhadap pemerintah, yang dipicu oleh maraknya tindak kriminal di negara tersebut.

    Unjuk rasa yang dipimpin kalangan muda ini melibatkan ribuan warga Peru, yang merasa frustrasi dengan kegagalan pemerintah mengatasi krisis kejahatan yang semakin memburuk, yang turun ke jalanan di Lima dan beberapa kota lainnya.

    Kantor Ombudsman dalam laporannya, seperti dilansir AFP, Kamis (16/10/2025), menyebut sekitar 102 orang mengalami luka-luka akibat berbagai tindak kekerasan selama unjuk rasa berlangsung. Jumlah korban tewas itu terdiri atas 24 warga sipil dan 78 polisi.

    Sejumlah demonstran, menurut koresponden AFP, berupaya menerobos pagar pembatas di sekitar gedung Kongres Peru pada malam hari. Para demonstran lainnya juga melemparkan batu dan menyalakan kembang api.

    Para polisi dengan perlengkapan antihuru-hara merespons aksi para demonstran dengan tembakan gas air mata.

    Presiden Jeri mengumumkan satu kematian dalam bentrokan saat unjuk rasa.

    “Saya menyesalkan kematian seorang warga berusia 32 tahun, Eduardo Ruiz Sanz,” kata Presiden Jeri dalam pernyataan via media sosial X, namun tanpa merinci lebih lanjut soal penyebab kematian tersebut.

    Koordinator Hak Asasi Manusia Nasional, sebuah LSM, menyebut kematian itu disebabkan oleh tembakan polisi berpakaian preman.

    Presiden Jeri juga mengatakan bahwa “unjuk rasa damai” telah disusupi oleh para penjahat yang ingin “menimbulkan kekacauan”.

    Peru telah diselimuti unjuk rasa selama berminggu-minggu, dan para anggota parlemen negara itu, pada Jumat (10/10) lalu, memutuskan untuk memakzulkan Presiden Dina Boluarte, pendahulu Presiden Jeri. Boluarte disalahkan atas lonjakan tindak kriminal dan dituduh melakukan korupsi.

    Tindak pemerasan dan pembunuhan kontrak telah menjadi bagian kehidupan sehari-hari di berbagai wilayah Peru. Geng-geng kriminal seperti Los Pulpos dan Tren de Aragua dari Venezuela, yang beroperasi di Amerika Latin, menyandera orang-orang dari berbagai lapisan untuk mendapatkan uang tebusan.

    Jeri, yang menjabat sebagai presiden sementara hingga pemilu digelar pada April tahun depan, telah bersumpah untuk “menyatakan perang” terhadap kejahatan terorganisir dalam upaya meredakan protes.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Ombudsman Nilai Jateng Konsisten di Level Atas Pelayanan Publik Nasional

    Ombudsman Nilai Jateng Konsisten di Level Atas Pelayanan Publik Nasional

    Jakarta – Kepala Perwakilan Ombudsman Wilayah Jawa Tengah Siti Farida menyatakan, berdasarkan penilaian yang dilakukan lembaganya, kualitas pelayanan publik di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah secara menyeluruh berada di level atas. Ia meminta agar capaian itu dapat dipertahankan, meskipun saat ini ada perubahan sistem penilaian.

    Hal tersebut disampaikan saat Sosialisasi Opini Ombudsman RI Penilaian Maladministrasi Pelayanan Publik Tahun 2025 di Hotel Oak Tree Semarang, Rabu (15/10). Ia mengatakan pada tahun ini Ombudsman RI menerapkan sistem penilaian maladministrasi penyelenggaraan pelayanan publik.

    “Sebelumnya, publik mengenal survei kepatuhan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik sesuai amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009. Tahun ini, Ombudsman melakukan transformasi menuju Opini Maladministrasi,” kata Farida dalam keterangannya, Rabu (15/10/2025).

    Ia menambahkan, pendekatan baru ini tidak hanya mengukur kepatuhan administratif, tetapi juga menilai potensi dan pola maladministrasi yang mungkin terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

    “Dengan pemetaan potensi maladministrasi, kami ingin mendorong penyelenggara layanan untuk memperbaiki sistem secara berkelanjutan, demi mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas dan berintegritas,” jelas Farida.

    Disisi lain, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Sumarno menyampaikan Pemprov Jateng berkomitmen untuk senantiasa memberikan pelayanan publik yang baik, yang tujuannya memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.

    Berdasarkan penilaian Kepatuhan terhadap Standar Pelayanan, Pemprov Jateng mengalami tren peningkatan capaian positif. Pada tahun 2021, nilai kepatuhan Provinsi Jawa Tengah masih berada di zona kuning, yakni 73,49.

    Setahun kemudian, sudah menjadi zona hijau dengan nilai 93,14. Angka ini masuk kategori opini kualitas tertinggi. Selanjutnya di 2023, mengalami kenaikan dengan nilai 94,5, yang artinya Jawa Tengah masuk kategori zona hijau dan opini kualitas tertinggi.

    Terakhir di 2024, tetap menjadi leading pada opini kualitas tertinggi-zona hijau dengan nilai 98,21. Sumarno memberikan apresiasi kepada Ombudsman yang telah melakukan assessment (penilaian), sehingga membantu pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk terus memberikan layanan yang terbaik kepada masyarakat.

    Menurutnya, kunci pelayanan publik yang baik akan tertunaikan saat masyarakat merasa terbantu dan terselesaikan masalahnya. Hal ini sejalan dengan program pertama dari 11 program prioritas yang diusung Ahmad Luthfi – Taj Yasin, yakni pemerintahan yang Good Clean Government dan Collaborative Governance, melalui peningkatan kesejahteraan, profesionalitas dan kualitas ASN dan Perangkat Desa.

    (akn/ega)

  • Novel Bawedan Minta Pimpinan KPK Terima Eks Pegawai ‘Disingkirkan’ Lewat TWK: Jangan Seolah Tak Peduli – Page 3

    Novel Bawedan Minta Pimpinan KPK Terima Eks Pegawai ‘Disingkirkan’ Lewat TWK: Jangan Seolah Tak Peduli – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Sebanyak 57 orang mantan pegawai tergabung dalam IM57+ Institute berharap bisa kembali bekerja di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saat ini, upaya yang mereka lakukan dengan melayangkan gugatan ke Komisi Informasi Publik (KIP) dengan tuntutan ingin hasil tes wawasan kebangsaan (TWK) dibuka ke publik.

    Menjawab hal itu, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan pihaknya menghormati keinginan para mantan pegawai KPK yang ingin kembali mengabdi untuk KPK. Namun saat ini, prosesnya sedang masuk jalur hukum melalui KIP.

    Merespons hal itu, mantan penyidik KPK, Novel Baswedan, menilai KPK aneh jika hanya bersikap demikian. Sebab, apa yang KPK lakukan di era kepemimpinan Firli Bahuri adalah kesengajaan menyingkirkan pegawai berintegritas agar tidak lagi bisa bekerja di lembaga antirasuah tersebut.

    “Aneh kalau KPK hanya menghormati proses KIP. KPK dengan pimpinan baru sekarang ini mestinya baca file-file lama, untuk melihat bagaimana permasalahan TWK yang dilakukan dengan melawan hukum dan manipulasi. Saya kira sederhana, hanya dengan membaca hasil rekomendasi Ombudsman RI dan KomnasHAM saja pasti bisa langsung paham,” kata Novel saat dihubungi melalui pesan singkat.

    Dia sangat yakin keputusan Firli dkk saat itu adalah perbuatan melawan hukum dan manipulasi. Sehingga dia sangat berharap kejadian itu tak terjadi kembali.

  • 5
                    
                        PPPK: Janji yang Tak Setara
                        Nasional

    5 PPPK: Janji yang Tak Setara Nasional

    PPPK: Janji yang Tak Setara
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    KETIKA
    pemerintah dan DPR mengesahkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, publik birokrasi menyambutnya dengan harapan baru.
    Undang-undang itu menegaskan bahwa Aparatur Sipil Negara terdiri atas dua kelompok: Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Di atas kertas, keduanya setara dalam prinsip dan penghargaan.
    Namun, sebagaimana banyak janji negara lainnya, kesetaraan itu berhenti di atas kertas. Dalam praktik birokrasi, PPPK masih menjadi warga kelas dua.
    Mereka direkrut melalui seleksi nasional yang ketat, bekerja di posisi strategis yang sama dengan PNS, tetapi tidak menikmati kepastian karier, mobilitas jabatan, atau jaminan pensiun yang memadai.
    Revisi UU ASN yang kini masuk dalam Program Legislasi Nasional 2025 sejatinya diharapkan menuntaskan ironi tersebut.
    Namun, proses pembahasan justru memperlihatkan wajah lama birokrasi: lamban, politis, dan terbelenggu kalkulasi fiskal. Janji kesetaraan yang diucapkan dengan lantang kembali terperangkap dalam bahasa rapat dan perhitungan anggaran.
    Sebagian besar PPPK adalah mereka yang telah lama mengabdi: guru, tenaga kesehatan, dan staf teknis di daerah.
    Mereka dulunya berstatus honorer, digaji seadanya, lalu dijanjikan kepastian hukum melalui formasi PPPK.
    Namun kini, setelah diangkat, mereka justru terjebak dalam sistem yang belum siap memberikan perlakuan setara.
    Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2024 memang memperbarui struktur gaji dan tunjangan PPPK. Namun, di banyak daerah implementasinya tersendat karena keterbatasan fiskal.
    Pemerintah daerah kesulitan membayar gaji PPPK dari belanja pegawai yang sudah melampaui batas 30 persen APBD.
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.05/2020, yang mengatur tata cara pembayaran gaji dan tunjangan PPPK, hanya menjelaskan mekanisme teknis—tanpa solusi atas kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah.
    Perbedaan perlakuan juga tampak dalam jenjang karier. PNS dapat berpindah antarinstansi, naik pangkat, dan menduduki jabatan struktural.
    PPPK sebaliknya, terikat kontrak dan lokasi kerja, dengan masa kerja yang bergantung pada perpanjangan tahunan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
    Padahal, Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK sudah membuka ruang mutasi antarinstansi dengan syarat persetujuan kedua PPK.
    Namun, dalam praktiknya, sistem birokrasi belum siap. Banyak instansi tidak memiliki mekanisme mutasi PPPK, sehingga mereka tetap terkungkung dalam lingkaran administrasi yang sempit.
    Ironinya, dalam banyak kasus, PPPK justru menanggung beban kerja yang sama—bahkan lebih berat—daripada PNS, karena di banyak sekolah dan puskesmas hanya ada satu tenaga fungsional yang harus melayani ribuan warga.
    Negara menuntut kesetiaan dan profesionalisme, tetapi kepastian hidup masih menjadi kemewahan.
    Memang benar, sebagian hak dasar seperti perlindungan jaminan kecelakaan kerja dan kematian sudah diatur dalam PP 49/2018 Pasal 99. Namun, jaminan pensiun dan karier yang setara masih belum nyata. Di sinilah rasa keadilan birokrasi diuji.
    Revisi UU ASN yang sedang digodok DPR menjadi ujian keseriusan negara menegakkan prinsip meritokrasi.
    DPR mendorong beberapa gagasan besar: menyetarakan hak pensiun PPPK dengan PNS, memperpanjang masa kontrak agar tidak bergantung pada evaluasi tahunan, dan membuka peluang alih status bagi PPPK berprestasi.
    Namun, pemerintah menanggapinya dengan hati-hati. Kekhawatiran terhadap beban fiskal menjadi alasan klasik yang berulang.
    Dalam rapat Komisi II DPR (Maret 2025), pemerintah memperkirakan tambahan beban keuangan negara sekitar Rp 18 triliun per tahun jika hak pensiun PPPK disetarakan penuh dengan PNS.
    Solusi yang kini dibahas adalah skema pensiun berbasis iuran bersama, di mana negara dan pegawai sama-sama menanggung kontribusi.
    Padahal, masalah kesetaraan bukan sekadar soal angka. Ini soal penghargaan atas pengabdian.
    Bila negara bisa menanggung ratusan triliun rupiah untuk proyek-proyek ambisius dan subsidi politik, mengapa jaminan masa depan bagi aparatur yang melayani rakyat dianggap beban?
    Revisi UU ASN juga harus berhati-hati terhadap jebakan baru: kebijakan PPPK paruh waktu yang diatur dalam Keputusan MenPANRB Nomor 16 Tahun 2025.
    Kebijakan ini memang ditujukan untuk menata tenaga non-ASN. Namun jika tidak diatur dalam undang-undang, status paruh waktu justru bisa menjadi “honorer gaya baru”—bekerja untuk negara tanpa kepastian karier yang layak.
    Ketimpangan antara PNS dan PPPK bukan sekadar administratif, melainkan struktural. Ia menggambarkan wajah ganda birokrasi Indonesia: di satu sisi berbicara tentang meritokrasi, di sisi lain masih memelihara sistem hierarkis yang menilai pegawai dari status, bukan prestasi.
    Bagi sebagian kepala daerah, PPPK bukan mitra profesional, tetapi sekadar tenaga kontrak yang bisa digerakkan sesuai kebutuhan politik lokal.
    Laporan Ombudsman RI tahun 2024 bahkan mencatat adanya indikasi penyalahgunaan wewenang dalam perpanjangan kontrak PPPK di sejumlah daerah, terutama bagi pegawai yang kritis terhadap kebijakan pimpinan.
    Kesenjangan ini tidak hanya melukai rasa keadilan, tetapi juga merusak semangat reformasi birokrasi.
    PNS mendapat penghargaan simbolik sebagai “abdi negara”, sedangkan PPPK sering dianggap “pekerja kontrak pemerintah”. Padahal, keduanya sama-sama melayani publik, terikat pada sumpah jabatan, dan tunduk pada sistem merit yang sama.
    Reformasi ASN tidak akan berarti bila negara masih memandang aparatur dari status hukum, bukan dari kontribusi terhadap pelayanan publik.
    Keadilan birokrasi bukan sekadar tabel gaji atau angka tunjangan. Ia diukur dari bagaimana negara memperlakukan setiap pegawai sebagai manusia yang bermartabat.
    Dalam konteks PPPK, keadilan berarti memberikan kepastian hukum, perlindungan sosial, dan ruang karier yang adil.
    Negara perlu membangun sistem jaminan pensiun dan hari tua yang modern dan berkelanjutan.
    Skema pensiun berbasis iuran—di mana PPPK dan pemerintah sama-sama berkontribusi—bisa menjadi jalan tengah antara kemampuan fiskal dan kewajiban moral.
    Selain itu, fungsi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) harus diperkuat, bukan dilemahkan. Pengawasan merit perlu dijaga agar pengangkatan, promosi, dan mutasi PPPK tidak terjebak dalam politik patronase.
    Revisi UU ASN semestinya menjadi momentum koreksi moral terhadap sistem kepegawaian yang masih elitis. Setiap aparatur, apa pun status hukumnya, layak mendapat perlakuan yang adil.
    Harapan PPPK kini bertumpu pada keberanian politik pemerintah dan DPR. Setelah satu tahun penerapan UU ASN baru dan kebijakan gaji yang diperbarui, publik birokrasi menunggu bukti, bukan lagi janji.
    Di sekolah, rumah sakit, dan kantor pelayanan publik, rakyat tidak peduli siapa yang melayani mereka—PNS atau PPPK. Yang mereka harapkan hanyalah pelayanan yang cepat, jujur, dan manusiawi. Negara seharusnya menjawab dengan kebijakan yang adil, bukan diskriminatif.
    Jika PPPK terus dibiarkan menunggu di ruang kebijakan yang tak kunjung pasti, maka reformasi birokrasi hanya akan menjadi mitos. Janji kesetaraan akan tinggal kenangan, seperti banyak janji lain yang tak pernah ditepati.
    Negara harus menepati janjinya bukan karena tekanan politik, tetapi karena panggilan moral: menghormati setiap pengabdian yang telah diberikan warganya kepada republik.
    Reformasi birokrasi sejati bukan sekadar efisiensi, melainkan keberanian untuk menegakkan keadilan di dalam tubuh negara sendiri. PPPK telah menunjukkan loyalitas tanpa jaminan; kini giliran negara menepati janji tanpa alasan.
    Revisi UU ASN menjadi cermin bagi arah moral birokrasi kita. Bila kesetaraan hanya menjadi retorika, dan nasib PPPK tetap di ruang tunggu, maka yang gagal bukan undang-undangnya, melainkan nurani negara yang kehilangan rasa adilnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Video: Ombudsman Dukung Pemerintah soal Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan

    Video: Ombudsman Dukung Pemerintah soal Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan

    JakartaPemerintah berencana menghapus seluruh tunggakan iuran BPJS Kesehatan. Rencana ini diungkap oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi.

    Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Robert Na Endi Jaweng, mendukung rencana pemerintah terkait pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan. Menurutnya, kebijakan ini tidak semata-mata soal penghapusan beban administrasi, melainkan juga merupakan upaya mengembalikan marwah jaminan sosial sebagai pelayanan publik yang menjamin sistem perlindungan humanis, inklusif, dan berkeadilan.

    Tonton juga berita video lainnya di sini, ya!

    (/)

    bpjs kesehatan iuran bpjs kesehatan tunggakan bpjs kesehatan bpjs ombudsman

  • Apa Itu Food Waste? Masalah Lain di Balik Sengkarut Keracunan MBG

    Apa Itu Food Waste? Masalah Lain di Balik Sengkarut Keracunan MBG

    Jakarta

    Kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah daerah Indonesia telah menggemparkan media beberapa pekan terakhir. Hal ini terbilang wajar, karena isu keamanan pangan memang langsung bersinggungan dengan kesehatan penerima manfaat.

    Namun di tengah ramainya pembahasan tentang higienitas dan keamanan makanan, ada satu sisi lain dari MBG yang jarang tersorot yaitu food waste. Tidak sedikit sekolah yang telah mengembalikan MBG yang sudah diberi karena kualitas dan mutunya tidak layak konsumsi. Kasus lain dari MBG ini juga perlu dievaluasi dan diperhatikan karena berpotensi menimbulkan dampak dan kerugian lain.

    Apa itu Food Waste?

    Food waste adalah makanan yang tidak termakan karena berbagai alasan, seperti rasa yang tidak sesuai selera, kesalahan distribusi, atau basi sebelum sempat disajikan.

    Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), setiap tahun dunia membuang 1,3 miliar ton makanan. Selain itu, sektor konsumsi publik seperti sekolah, rumah sakit, dan program sosial menjadi salah satu penyumbang terbesar food waste.

    Artinya, program besar seperti MBG yang melibatkan ribuan porsi makanan setiap hari berpotensi menambah food waste bila tidak disertai sistem manajemen pangan yang baik.

    Potensi MBG Menghasilkan Food Waste

    Program MBG hadir dengan semangat mulia yaitu memastikan setiap anak bangsa mendapat makanan bergizi gratis di sekolah. Namun di lapangan, pelaksanaannya tidak selalu berjalan mulus. Ada beberapa faktor yang membuat sebagian makanan akhirnya tidak termakan. Belum lagi, turunnya kepercayaan publik saat ingin mengonsumsi MBG dikarenakan takut keracunan makanan.

    Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengkaji program MBG pada tahun 2024, memperkirakan food waste dari MBG bisa mencapai 1,1 juta – 1,4 juta ton per tahun.
    Keterlambatan distribusi sering menjadi persoalan di lapangan, terutama di wilayah dengan akses terbatas dan tanpa fasilitas penyimpanan makanan yang sesuai standar. Akibatnya, makanan yang dikirim bisa cepat basi sebelum sampai ke penerima manfaat dan akhirnya dibuang.

    Selain itu, menu yang disajikan mungkin tidak sesuai dengan selera atau kebiasaan makan daerah setempat. Anak-anak yang tidak terbiasa dengan jenis lauk tertentu pasti cenderung tidak menghabiskan makanannya.

    Dampak Food Waste

    Membuang makanan bukan sekadar kehilangan nasi dan lauk pauk tapi juga berdampak pada lingkungan, ekonomi, dan sosial.

    1. Dampak Lingkungan

    Saat makanan membusuk di tempat pembuangan, proses dekomposisinya menghasilkan gas metana, salah satu gas rumah kaca paling kuat. FAO tahun 2022 menyebut bahwa food waste berkontribusi hingga 10% per tahun dari total emisi gas rumah kaca global. Produksi makanan yang terbuang juga membutuhkan sumber daya lain seperti air, lahan, dan energi.

    2. Dampak Ekonomi

    Makanan yang terbuang berarti juga terbuangnya sumber daya, mulai dari biaya produksi, transportasi, hingga energi untuk memasak. Akibatnya, menyebabkan pemborosan anggaran negara.

    3. Dampak Sosial

    Ironisnya, di saat banyak daerah masih berjuang melawan stunting dan kekurangan gizi, sebagian makanan dari program bergizi gratis justru berakhir di tong sampah. Ini menimbulkan kesenjangan baru antara niat baik dan hasil nyata di lapangan.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Ombudsman Ungkap Ada Yayasan MBG Terafiliasi Politik”
    [Gambas:Video 20detik]
    (mal/up)

  • Perayaan HUT SMAN 4 Kota Madiun Dibatalkan Usai Ortu Siswa Mengeluh Terbebani Patungan
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        11 Oktober 2025

    Perayaan HUT SMAN 4 Kota Madiun Dibatalkan Usai Ortu Siswa Mengeluh Terbebani Patungan Surabaya 11 Oktober 2025

    Perayaan HUT SMAN 4 Kota Madiun Dibatalkan Usai Ortu Siswa Mengeluh Terbebani Patungan
    Tim Redaksi
    MADIUN, KOMPAS.com
    – Rangkaian perayaan HUT SMAN 4 Kota Madiun, Jawa Timur, akhirnya dibatalkan setelah adanya keluhan dari orangtua siswa yang dibebani patungan untuk pembiayaan ulang tahun tersebut.
    Perayaan ulang tahun SMAN 4 Kota Madiun hanya dilakukan dengan kegiatan doa bersama.
    Kepala SMAN 4 Kota Madiun, Sriyono yang dikonfirmasi Sabtu (11/10/2025) malam menyatakan, semua kegiatan HUT dibatalkan. Sekolah hanya akan menggelar doa bersama.
    “Semua kegiatan HUT kami
    cancel
    (batalkan). Kecuali berdoa bersama pada Senin (13/10/2025),” kata Sriyono.
    Sriyono mengatakan, berdasarkan petunjuk dari atasannya menegaskan perayaan ulang tahun sekolah boleh dilakukan asalkan tidak berbayar.
    Dari petunjuk itu, semua kegiatan yang direncanakan dibatalkan terkecuali doa bersama.
    “Dari atasan menegaskan untuk giat HUT (ulang tahun) boleh asal tidak berbiaya. Maka semua kegiatan HUT kami
    cancel
    ,” jelas Sriyono.
    Informasi yang dihimpun, sejatinya SMAN 4 Kota Madiun direncanakan menggelar berbagai rangkaian acara memperingati ulang tahun mulai Senin (13/10/2025) hingga Jumat (17/10/2025). Acara yang akan digelar mulai dari berbagai lomba,
    fashion show
    hingga jalan santai.
    Menyinggung imbauan Ketua Ombudsman RI Perwakilan Jatim, Agus Muttaqin, agar uang yang sudah terkumpul untuk biaya perayaan HUT SMAN 4 Kota Madiun dikembalikan kepada orangtua siswa, Sriyono mengamininya. Ia berdalih sekolah tidak pernah menyuruh untuk melakukan penggalangan dana.
    “Saya setuju karena sekolah juga tidak menyuruh. Anaknya sendiri (para siswa) yang meminta. Biar nanti dikembalikan ke orangtuanya oleh anaknya sendiri,” pungkas Sriyono.
    Diberitakan sebelumnya, Ketua Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur, Agus Muttaqin menyatakan praktik penggalangan uang dari orangtua murid untuk kebutuhan penyelanggaraan ulang tahun (HUT) SMAN 4 Kota Madiun diduga kuat maladministrasi.
    Untuk itu, uang yang sudah dikumpulkan harus dikembalikan kepada orangtua murid.
    Hal tersebut disampaikan Agus, Sabtu (11/10/2025), menanggapi adanya praktik penggalangan dana dari orangtua murid untuk kebutuhan penyelenggaraan ulang tahun SMAN 4 Kota Madiun.
    Agus mengatakan, segala penggalangan dana di sekolah, lebih khusus SMA, wajib dibicarakan dalam forum rapat komite sekolah.
    Hal ini mengacu ketentuan Pergub No 8 Tahun 2023 dan Permendikbud 75 Tahun 2016.
    “Intinya segala penggalangan dana di sekolah lebih khusus SMA wajib dibicarakan dalam forum rapat komite sekolah. Dan yang boleh menggalang dana masyarakat (dari wali murid) adalah komite. Sekolah tidak boleh menggalang dana,” kata Agus.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kantor Imigrasi dan Ombdusman RI sosialisasi masyarakat tentang TPPO

    Kantor Imigrasi dan Ombdusman RI sosialisasi masyarakat tentang TPPO

    “Faktor aspek, jumlah penduduk, serta struktur sosial. Pada kesempatan yang sama juga disampaikan harapan agar masyarakat tidak menjadi korban TPPO/TPPM,”

    Jakarta (ANTARA) – Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno-Hatta bersama dengan Ombudsman RI menggelar sosialisasi pencegahan Tindak Pidana Penyelundupan Orang (TPPO) dan Tindak Pidana Penyelundupan Manusia (TPPM) serta pengawasan orang asing kepada masyarakat.

    Dalam siaran pers resmi yang diterima Antara, Sabtu, dijelaskan bahwa kegiatan ini dilakukan untuk mengedukasi masyarakat akan bahaya TPPO dan TPPM.

    Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta, Eko Yudis Parlin Rajagukguk mengatakan, kegiatan itu digelar di Desa Binaan Imigrasi Soekarno-Hatta, yaitu Kelurahan Pegadungan dan Cengkareng, Timur, Jakarta Barat.

    Yudis menjelaskan, tempat itu dipilih menjadi desa binaan imigrasi sekaligus lokasi sosialisasi berlangsung berdasarkan beberapa hal.

    “Faktor aspek, jumlah penduduk, serta struktur sosial. Pada kesempatan yang sama juga disampaikan harapan agar masyarakat tidak menjadi korban TPPO/TPPM,” kata Yudis.

    Yudis melanjutkan, proses sosialisasi berjalan dengan lancar dan masyarakat terlihat antusiasi mendengarkan sosialisasi dari petugas.

    Di saat yang sama, Kepala Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta, Galih Priya Kartika Perdhana juga mengapresiasi keterlibatan Ombudsman RI dalam proses pengedukasian masyarakat kali ini.

    Galih berharap kolaborasi dengan Ombudsman RI kali ini dapat memperkuat upaya pencegahan Imigrasi akan TPPO dan TPPM.

    “Kami berkomitmen untuk terus memperkuat langkah-langkah pencegahan perdagangan orang, baik di tingkat pelayanan
    keimigrasian maupun di lingkungan masyarakat melalui program Desa Binaan,” jelas Galih.

    Pewarta: Walda Marison
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.