Kementrian Lembaga: Ombudsman

  • Mau Dibuat Apa Pagar Misterius yang Membentang 30,16 Km di Laut Tangerang?

    Mau Dibuat Apa Pagar Misterius yang Membentang 30,16 Km di Laut Tangerang?

    Jakarta

    Pagar laut misterius membentang sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Pagar misterius tersebut dilaporkan terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian 6 meter.

    Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Suharyanto mengatakan saat ini pihaknya bersama Ombudsman dan tim gabungan masih melakukan penyelidikan terkait dalang dan alasan di balik pemasangan pagar tersebut.

    Namun, pihaknya telah menemukan bahwa aktivitas tersebut tidak mempunyai perizinan yang harus dipenuhi seperti tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

    “Nah, kita tidak tahu juga. Tapi yang jelas kita melihat bahwa ada satu fakta bahwa dipagari, tadi menurut informasi dari Ibu Kadis per hari ini sampai 30 km. Dari indikasi awal kita tidak ada perizinan yang harus dipenuhi dengan ketentuan PP 21 maupun peraturan tentang pengelolaan ruang laut,” kata Suharyanto di Kantor KKP Gedung Mina Bahari IV, Jakarta Pusat, Selasa kemarin.

    Saat ditanya lebih lanjut apakah keberadaan pagar misterius tersebut ada sangkut pautnya dengan salah satu proyek strategis nasional (PSN) di sekitar area tersebut, Suharyanto menyebut hingga saat ini masih belum bisa dipastikan.

    “Nah, memang di Teluk Jakarta itu ada PSN ya. Tapi bahwasannya batasan atau di-analisisnya itu apakah sampai yang dipagari itu, itu juga belum bisa dipastikan,” ucapnya.

    Kemudian saat ditanya apakah pemagaran tersebut ada indikasi untuk keperluan reklamasi, ia mengatakan untuk saat ini belum ada pengajuan izin tentang kegiatan reklamasi di wilayah perairan tersebut. Sehingga indikasi tersebut masih belum bisa dibuktikan.

    “Nah, kita tidak tahu, karena itu baru kita ketahui ketika ruang laut itu diajukan permohonan dan dalam permohonannya ada proposalnya. Ini kan tidak ada,” terang Suharyanto.

    Kalaupun benar keberadaan pagar misterius sepanjang 30,16 Km dimaksudkan untuk reklamasi, Suharyanto menyebut proses pemasangan pagar laut ini harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari pihak terkait termasuk KKP. Selain itu pemasangan pagar juga harus memenuhi persyaratan ekologi.

    “Kita tidak soal hanya pemagarannya. Tapi kita bicara ke depan pemagarannya untuk apa? Kalau ngomongin itu untuk batas reklamasi, ya saya bilang tunggu dulu. Karena di dalam proses perizinan ruang laut, harus ada persyaratan ekologi yang harus ketat dipenuhi, termasuk ada ahli oseanografi yang tahu itu bahaya tidak,” jelas Suharyanto.

    Karena itu Suharyanto memastikan KKP bersama pihak terkait akan melakukan penyelidikan lebih jauh terkait alasan sekaligus dalang di balik pemasangan pagar tersebut.

    “Kemudian nanti KKP memang akan termasuk di dalamnya dari pihak yang aktif lah, dengan ombudsman dan juga apa namanya, teman-teman ATR/BPN yang terkait dengan pertahanan itu,” paparnya.

    (fdl/fdl)

  • Ombudsman RI Usut Penerbitan SHM di Kasus Pagar Laut Pesisir Tangerang – Page 3

    Ombudsman RI Usut Penerbitan SHM di Kasus Pagar Laut Pesisir Tangerang – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Anggota Ombudsman Republik Indonesia (RI), Hery Susanto, menekankan pentingnya kolaborasi lintas lembaga untuk menangani penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) yang dibangun di wilayah pesisir Kabupaten Tangerang, Banten.

    Menurutnya, pembangunan pagar laut ini menjadi sorotan publik karena berpotensi melibatkan malpraktik yang merugikan banyak pihak, termasuk masyarakat yang memiliki hak atas tanah di kawasan pesisir.

    Hery menegaskan bahwa, ombudsman RI memiliki kewenangan untuk melakukan investigasi jika terdapat indikasi terjadinya pelanggaran atau malpraktik dalam proses penerbitan SHM, khususnya yang terkait dengan wilayah perairan atau laut.

    “Ombudsman dapat melakukan investigasi jika ditemukan indikasi malpraktik, termasuk penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di laut,” kata Hery di Jakarta, Jumat (9/1/2025).

    Pengawasan yang dilakukan oleh Ombudsman sangat penting untuk memastikan bahwa prosedur administratif dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Malpraktik

    Salah satu bentuk malpraktik yang dapat terjadi adalah penerbitan SHM di area laut yang seharusnya tidak bisa dijadikan objek hak milik pribadi.

    Proses ini sering kali melibatkan banyak lembaga dan instansi pemerintah, seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta pemerintah daerah.

    Oleh karena itu, Hery menekankan bahwa kolaborasi antar lembaga tersebut sangat diperlukan untuk mengidentifikasi dan menangani potensi penyimpangan yang terjadi.

    Hasil investigasi Ombudsman bisa menjadi dasar yang kuat bagi tindakan hukum lebih lanjut. Jika ditemukan adanya pelanggaran atau penyalahgunaan wewenang di kasus pagar laut pesisir Tangerang, hasil investigasi dapat diteruskan ke lembaga penegak hukum, seperti kepolisian atau kejaksaan, untuk melakukan proses hukum yang lebih mendalam.

    “Hasil investigasi dapat menjadi dasar bagi tindakan hukum lebih lanjut,” pungkasnya.

  • Geger Pagar Laut Membentang 30,16 Km di Pesisir Tangerang, Ini Fakta dari KKP – Page 3

    Geger Pagar Laut Membentang 30,16 Km di Pesisir Tangerang, Ini Fakta dari KKP – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merespon terkait ditemukannya pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) yang dibangun di wilayah pesisir Kabupaten Tangerang, Banten. Pagar laut ini terus bertambah panjang dan sejauh ini tidak diketahui siapa yang membangunnya.

    Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (DJPKRL), Kusdiantoro, menegaskan pemanfaatan ruang laut tanpa memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) merupakan pelanggaran.

    Adanya pagar laut Tangerang mengindikasi adanya upaya orang untuk mendapatkan hak atas tanah di perairan laut secara tidak benar.

    Kegiatan tersebut dapat menjadikan pemegang hak berkuasa penuh dalam menguasai, menutup akses publik, privatisasi, merusak keanekaragaman hayati dan berpotensi menyebabkan perubahan fungsi ruang laut.

    Selain itu, pemagaran laut tidak sesuai dengan praktek internasional United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982).

    “Paradigma hukum pemanfaatan ruang laut telah berubah menjadi rezim perizinan, sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010. Tujuannya adalah memastikan ruang laut tetap menjadi milik bersama yang adil dan terbuka untuk semua,” kata Kusdiantoro, di Jakarta, Kamis (9/1/2025).

    Selesaikan Masalah Pagar Laut

    Adapun untuk menyelesaikan masalah pagar laut di Tangerang, KKP menggandeng berbagai pihak mulai jajaran KKP, Ombudsman RI, Kementerian ATR/BPN, Kantah Tangerang, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten, DKP Tangerang, Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI), camat hingga kepala desa setempat serta pihak-pihak terkait lainnya.

    Sebagai informasi, panjang 30,16 km itu meliputi 16 kecamatan dengan rincian:

    tiga desa di Kecamatan Kronjo;
    tiga desa di Kecamatan Kemiri;
    empat desa di Kecamatan Mauk;
    satu desa di Kecamatan Sukadiri;
    tiga desa di Kecamatan Pakuhaji; dan
    dua desa di Kecamatan Teluknaga.

    Kawasan Pemanfaatan Umum

    Pagar laut sepanjang 30,16 km itu merupakan kawasan pemanfaatan umum yang berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2023 meliputi zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, zona perikanan budi daya, dan juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Bappenas.

  • Pagar Laut Misterius 30,16 Km di Perairan Tangerang: Pemilik Misterius, Warga Dibayar Rp 100 Ribu – Halaman all

    Pagar Laut Misterius 30,16 Km di Perairan Tangerang: Pemilik Misterius, Warga Dibayar Rp 100 Ribu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang, Banten kini menjadi pusat perhatian. Informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada rekomendasi atau izin dari camat atau desa terkait pemagaran laut yang berlangsung.

    Warga dikabarkan menerima upah Rp100 ribu untuk memasang pagar-pagar bambu sejauh 30,16 kilometer tersebut. Pemasangan dilakukan saat malam hari.

    “Siapa yang melakukan belum teridentifikasi. Mereka (warga) sampaikan masyarakat malam-malam disuruh pasang (pagar bambu) dikasih uang Rp100.000 per orang. Cuma itu yang memerintahkan siapa, kita belum sampai situ,” ujar Kepala Perwakilan Ombudsman Wilayah Banten, Fadli Afriadi, Rabu(8/1/2025).

    Pemasangan pagar yang membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji telah berlangsung selama enam bulan dan dilakukan dengan beberapa lapisan. Temuan ini berdasarkan informasi dari masyarakat saat pimpinan Ombudsman RI melakukan kunjungan ke lokasi pada 5 Desember 2024.

    Hasil penelusuran bersama nelayan, Fadli menjelaskan bahwa pagar tersebut memiliki pintu setiap 400 meter yang dapat diakses oleh perahu.  Namun, di dalam area tersebut, nelayan akan kembali menjumpai pagar lapisan berikutnya.

    “Pagar tersebut berbentuk seperti labirin,” ungkapnya. Fadli menegaskan bahwa keberadaan pagar tersebut telah mengganggu aktivitas masyarakat serta merugikan dan membahayakan para nelayan.

    “Tidak sesuai dengan prinsip bahwa laut itu kan terbuka, tidak boleh tertutup. Padahal, DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan Banten) telah menyatakan bahwa tidak berizin,” kata Fadli.

    Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Ahmad Yohan meminta pemerintah harus tegas dan harus segera membongkar pagar laut misterius tersebut.

    “Pemerintah harus tegas, bongkar pagar laut yang merugikan warga. Kasihan mereka tidak bisa melaut untuk mencari nafkah. Masyarakat jangan dirugikan dengan alasan pembangunan. Masyarakat lah yang memiliki negara, bukan satu-dua orang atau perusahaan,” ujar Yohan.

    Menurut Yohan negara tidak boleh kalah oleh satu-dua orang, atau perusahaan pengembang kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN) Tropical Coastland di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.

    “Kalau benar dugaan pagar laut ini dibangun oleh pihak pengembang PSN PIK 2, Agung Sedayu Group, saya tegaskan negara tidak boleh kalah oleh mereka,” ujarnya.

    Presidium MN KAHMI ini juga akan mendesak dilakukan evaluasi terhadap pembangunan PSN PIK 2 dalam rapat kerja dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.

    “Kami mendukung langkah Kementerian ATR/BPN mengkaji ulang PSN PIK 2. Kami juga apresiasi, kemarin Pimpinan DPR Pak Sufmi Dasco juga membuka peluang kaji ulang proyek tersebut,” ucap Politikus PAN ini.

    Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengatakan, saat dilaporkan warga, pihaknya sudah menerjunkan tim. Kala itu pagar masih sepanjang 7 km.

    Tim DKP bersama Polisi Khusus Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) kembali datang ke lokasi pada 4-5 September. Tim mengungkap tak ada izin dari camat ataupun kepala desa untuk pemagaran itu.

    “Terakhir kami melakukan inspeksi gabungan bersama-sama dengan TNI Angkatan Laut Polairud, kemudian dari PSDKP, dari PUPR, dari SATPOL PP, kemudian dari Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang, kami bersama-sama melaksanakan investigasi di sana dan panjang lautnya sudah mencapai 13,12 km, terakhir malah sudah 30 km,” ungkap Eli.

    Menurut Eli, struktur pagar terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter. Di atasnya, dipasang anyaman bambu, paranet dan diberi pemberat berupa karung berisi pasir.  

    Yang mengejutkan, berdasarkan investigasi tidak ada satu pun rekomendasi atau izin dari pihak berwenang. Struktur ini membentang di enam kecamatan yang mencakup 16 desa, tepat di kawasan yang dihuni ribuan nelayan.

    “Di sepanjang kawasan ini, 6 kecamatan dengan 16 desa ini, ada sekelompok nelayan, masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan. Ada 3.888 nelayan, kemudian ada 502 pembudi daya,” jelas Eli.

    Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP Kusdiantoro mengindikasikan adanya upaya tidak benar dalam kasus ini.

    “Pemagaran laut merupakan indikasi adanya upaya orang untuk mendapatkan hak atas tanah di laut secara tidak benar, yang akan menjadikan pemegang hak berkuasa penuh dalam memanfaatkan, menutup akses publik, privatisasi, merusak keanekaragaman hayati, dan perubahan fungsi ruang laut,” tegasnya.

    Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI) melalui Rasman Manafii menekankan bahwa aktivitas ini melanggar aturan.

    “Aktivitas di ruang laut yang aturannya itu harus ada KKPRL kalau di atas kegiatan 30 hari,” katanya.

    Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Suharyanto juga mengaku tidak tahu siapa yang membangun pagar tersebut. Demikian juga apakah pagar itu terkait reklamasi, ia tak bisa memastikan karena tak ada proposal izin ke pihaknya.

    “Nah, kita tidak tahu. Itu (reklamasi) baru kita ketahui ketika ruang laut itu diajukan permohonan dan dalam permohonannya ada proposalnya. Ini kan tidak ada,” ujar Suharyanto. (Tribun Network/kps/wly)

  • Pagar Laut 30,16 Km di Tangerang Dikebut Malam Hari, Pekerja Tak Tahu Siapa yang Perintahkan – Halaman all

    Pagar Laut 30,16 Km di Tangerang Dikebut Malam Hari, Pekerja Tak Tahu Siapa yang Perintahkan – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG – Pagar misterius membentang sepanjang 30,16 kilometer mengangetkan banyak pihak.

    Pagar itu muncul di pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. 

    Pagar bambu setinggi 6 meter ini membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji.

    Hingga kini belum ada yang mengaku bertanggung jawab atas pembangunannya.

    Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti seperti dikutip dari Kompas.TV, Rabu (8/1/2025), mengatakan  struktur pagar terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter.

    Di atasnya, dipasang anyaman bambu, paranet dan diberi pemberat berupa karung berisi pasir.

    Setelah diinvestigasi aparat gabungan  tidak ada satu pun rekomendasi atau izin dari pihak berwenang untuk membuat pagar itu.

    Sementara keberadaan pagar itu mengganggu aktibitas ribuan negalay karena pagar sepanjang 30,16 Km itu mencakup 16 desa.

    Berikut sejumlah informasi terbaru mengenai keberadaan pagar misterius itu seperti dirangkum Tribunnews.com, Kamis (9/1/2025).

    Pagar Dikerjakan Malam-malam

    Kepala Perwakilan Ombudsman RI Wilayah Banten, Fadli Afriadi, menyebut pemasangan pagar laut itu mempekerjakan masyarakat setempat yang mendapatkan upah Rp 100.000 sehari.

    Namun belum diketahui siapa pihak yang memerintahkan pemasangan pagar itu.

    Warga yang memasang pagar tersebut diminta bekerja pada malam hari dengan imbalan Rp 100.000 per orang.

    “Mereka (warga) sampaikan masyarakat malam-malam disuruh pasang dikasih uang Rp 100.000 per orang. Cuma itu yang memerintahkan siapa, kita belum sampai situ,” jelas Fadli dikutip dari Kompas.com.

    ‘Ada Negara di Dalam Negara’

    Hingga kini, identitas pemilik atau pihak yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar laut ini masih belum diketahui.

    Proses investigasi yang dilakukan Ombudsman RI bersama DKP Banten berfokus untuk mengungkap siapa pihak di balik aktivitas ini.

    “Kita masih mengidentifikasi pihak-pihak mana saja yang akan kami panggil,” kata Fadli Afriadi.

    Meskipun beberapa informasi telah dikumpulkan, pihak yang memberikan instruksi kepada warga untuk memasang pagar ini tetap belum teridentifikasi.

    Banyak pihak mempertanyakan tujuan di balik pemasangan pagar ini, mengingat struktur dan ukurannya yang tidak biasa.

    Kepala DKP Banten, Eli Susiyanti, menegaskan bahwa pagar tersebut tidak memiliki izin resmi.

    Selain itu, tidak ada rekomendasi dari camat atau kepala desa setempat terkait pemagaran ini, sehingga memunculkan spekulasi adanya pelanggaran hukum.

    Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Suharyanto juga mengaku tidak tahu siapa yang membangun pagar tersebut. 

    Demikian juga apakah pagar itu terkait reklamasi, ia tak bisa memastikan karena tak ada proposal izin ke pihaknya.

    Said Didu: Ada Negara di Dalam Negara

    Mantan Sekretaris BUMN Said Didu pun juga turut menyoroti pagar laut misterius itu, dikatakan misterius karena Pemerintah tak tahu siapa pemiliknya.

    Said Didu memberikan respon perihal keberadaan pagar laut yang berada di Tangerang itu. Hal ini disampaikan olehnya melaluin akun media sosial X miliknya.

    “Sudah sering diungkap tapi semua tidak ada yang berani,” kata Said Didu dalam sebuah unggahan video di akun X miliknya pada Selasa (8/1/2025) dikutip dari Tribun Tangerang.

    Dalam video berdurasi 1.54 menit tersebut Said Didu, mengaku sudah mengungkap perihal keberadaan pagar laut sepanjang puluhan meter itu.

    “Saya sering menyatakan bahwa di PIK 2, sudah terjadi negara dalam negara, bahwa yang ingin membantah bahwa itu tidak terjadi, fakta menunjukan ini dibelakang saya, ini sekitar 1-2 kilometer itu terlihat laut yang sudah dipagar,” kata Said Didu dalam video tersebut.

    Said Didu dalam pernyataanya di video itu juga menyampaikan jika keberadaan pagar misterius itu pun juga sudah diperiksa oleh 9 lembaga.

    “Itu sudah diperiksa 9 lembaga, termasuk angkatan laut, sudah pernah memeriksa pagar ini, dan memang menemukan ada pagar sepanjang 23 kilometer, tapi anehnya tidak ada satupun lembaga yang berani menyatakan siapa yang membangun pagar,” ujarnya.

    DPR Minta Tegas Bongkar Pagar Laut

    Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Ahmad Yohan meminta pemerintah harus tegas dan segera membongkar pagar misterius tersebut.

    “Pemerintah harus tegas, bongkar pagar laut yang merugikan warga. Kasihan mereka tidak bisa melaut untuk mencari nafkah. Masyarakat jangan dirugikan dengan alasan pembangunan. Masyarakat lah yang memiliki negara, bukan satu-dua orang atau perusahaan,” ujar Yohan dalam pernyataannya yang diterima Tribunnews, Rabu(8/1/2025).

    Menurut Yohan, negara tidak boleh kalah oleh satu-dua orang, atau perusahaan pengembang kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN) Tropical Coastland di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.

    “Kalau benar dugaan pagar laut ini dibangun oleh pihak pengembang PSN PIK 2, Agung Sedayu Group, saya tegaskan negara tidak boleh kalah oleh mereka,” ujarnya.

    Presidium MN KAHMI ini juga akan mendesak dilakukan evaluasi terhadap pembangunan PSN PIK 2 dalam rapat kerja dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.

    “Kami mendukung langkah Kementerian ATR/BPN mengkaji ulang PSN PIK 2. Kami juga apresiasi, kemarin Pimpinan DPR Pak Sufmi Dasco juga membuka peluang kaji ulang proyek tersebut,” ucap Politikus PAN ini.

    Sumber: Kompas.TV/Tribun Tangerang/Kompas.com

    Sebagian artikel ini telah tayang di Tribuntangerang.com dengan judul Respon Said Didu Soal Keberadaan Pagar Laut di Tangerang: Sudah Kita Ungkap Tak Ada yang Berani

     Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Fakta Pagar Misterius di Laut Tangerang: Terbentang 30,16 Km, Siapa Pemiliknya?

     

     

     

  • Pagar Misterius 30 Km Tangerang Tetap Dibangun Meski Didatangi TNI Cs

    Pagar Misterius 30 Km Tangerang Tetap Dibangun Meski Didatangi TNI Cs

    GELORA.CO – Pagar laut misterius membentang sepanjang 30,16 kilometer (km) di 6 kecamatan pesisir Kabupaten Tangerang, Banten.

    Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengungkap pagar tersebut berbahan bambu atau cerucuk bertinggi sekitar 6 meter.

    Eli berkata keberadaan pagar itu diketahui dari laporan warga pada 14 Agustus 2024.

    Celakanya, meski membentang secara mencolok mata sampai sepanjang 30 km,  pemerintah daerah maupun pusat mengaku tidak tahu siapa pemilik pagar ilegal tersebut.

    Padahal, keberadaan pagar itu membuat para nelayan kesulitan mencari ikan.

    “Panjang 30,16 km ini meliputi 6 kecamatan, tiga desa di Kecamatan Kronjo, kemudian tiga desa di Kecamatan Kemiri, empat desa di Kecamatan Mauk, satu desa di Kecamatan Sukadiri, dan tiga desa di Kecamatan Pakuhaji, dan dua desa di Kecamatan Teluknaga,” ungkap Eli pada diskusi ‘Pemasalahan Pemagaran Laut di Tangerang Banten,” di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta, Selasa (7/1), dilansir Detikfinance.

    Eli mengatakan pihaknya sudah menerjunkan tim lima hari untuk mengecek keberadaan pagar itu. Saat itu, ada dugaan pemagaran laut sepanjang 7 kilometer.

    Tim gabungan DKP bersama Polisi Khusus Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) kembali datang ke lokasi pada 4-5 September. Tim mengungkap tak ada izin dari camat ataupun kepala desa untuk pemagaran itu.

    “Terakhir kami melakukan inspeksi gabungan bersama-sama dengan TNI Angkatan Laut Polairud, kemudian dari PSDKP, dari PUPR, dari SATPOL PP, kemudian dari Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang, kami bersama-sama melaksanakan investigasi di sana dan panjang lautnya sudah mencapai 13,12 km, terakhir malah sudah 30 km,” ungkap Eli.

    Ia menjelaskan pagar itu masuk dalam kawasan pemanfaatan umum yang tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun 2023-2043.

    Eli menyebut pagar misterius itu terbentang di zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, dan zona perikanan budidaya. Pagar itu juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Bappenas.

    Di kawasan sekitar pagar, ada masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan sebanyak 3.888 orang dan ada 502 orang pembudidaya.

    Lantas siapa yang membangun pagar ilegal sepanjang 30 km itu di laut Tangerang?

    Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Suharyanto juga menaruh perhatian terhadap pagar 30 kilometer di laut Tangerang.

    Meski demikian, KKP mengaku tak tahu siapa yang membangun pagar tersebut. Suharyanto mengatakan Ombudsman sedang melakukan penelusuran terkait hal itu.

    Saat ditanya kemungkinan pemagaran untuk reklamasi, ia tak bisa memastikan. Suharyanto mengatakan reklamasi pun perlu pengurusan izin terlebih dulu.

    “Nah, kita tidak tahu. Itu (reklamasi) baru kita ketahui ketika ruang laut itu diajukan permohonan dan dalam permohonannya ada proposalnya. Ini kan tidak ada,” ujae Suharyanto.

    “Kalau ngomongin itu untuk batas reklamasi, ya saya bilang tunggu dulu. Karena di dalam proses perizinan ruang laut, harus ada persyaratan ekologi yang harus ketat dipenuhi,” imbuhnya.

  • Heboh Misteri Pagar Laut 30 Km di Tangerang, Menteri ATR/BPN: Saya Belum Cek

    Heboh Misteri Pagar Laut 30 Km di Tangerang, Menteri ATR/BPN: Saya Belum Cek

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengaku belum mengetahui terkait kemunculan pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer (km) di wilayah pesisir Kabupaten Tangerang, Banten.

    Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengaku baru mengetahui hal itu. Karenanya, dia menegaskan bakal segera melakukan pengecekan.

    “Pagar misterius? Saya belum tahu, saya belum temukan aku belum cek,” jelasnya singkat saat ditemui di Kantor Kementerian Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK) Rabu (8/1/2025).

    Untuk diketahui sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sempat angkat bicara mengenai keberadaan pagar laut misterius yang membentang sepanjang 30 kilometer di wilayah pesisir Tangerang tersebut.

    Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan kelautan dan Ruang Laut KKP, Kusdiantoro menyebut, bakal segera menggandeng sejumlah stakeholder untuk segera mengungkap siapa sosok dibalik kemunculan pagar laut misterius tersebut.

    Kusdiantoro menyebut, penyelesaian masalah pemagaran laut itu bakal melibatkan berbagai pihak mulai jajaran KKP, Ombudsman RI, Kementerian ATR/BPN, Kantah Tangerang, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten, DKP Tangerang, Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI), camat hingga kepala desa setempat serta pihak-pihak terkait.

    Menurut Kusdiantoro, pemagaran laut merupakan indikasi adanya upaya orang untuk mendapatkan hak atas tanah di laut secara tidak benar, yang akan menjadikan pemegang hak berkuasa penuh dalam memanfaatkan, menutup akses publik, privatisasi, merusak keanekaragaman hayati, dan perubahan fungsi ruang laut. 

    “Kami berharap diskusi ini melahirkan solusi, bisa menjawab masalah yang berkembang dan semakin mencerahkan kepada masyarakat agar bisa mengikuti aturan yang ada khususnya terkait dengan pengelolaan ruang laut,” ujarnya.

    Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengatakan, hasil investigasi yang dilakukan pihaknya, didapatkan ada pemagaran yang terbentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di wilayah perairan Kabupaten Tangerang yang disinyalir sepanjang 30,16 km. 

    Eli menjelaskan, struktur pagar laut terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter. Di atasnya, dipasang anyaman bambu, paranet dan juga diberi pemberat berupa karung berisi pasir. 

     “Kemudian di dalam area pagar laut itu sudah juga dibuat kotak-kotak yang bentuknya lebih sederhana dari pagar laut itu sendiri,” katanya.

  • Penampakan Pagar Misterius 30,16 Km di Laut, Warga Dikasih Rp100 Ribu untuk Pasang Malam-malam

    Penampakan Pagar Misterius 30,16 Km di Laut, Warga Dikasih Rp100 Ribu untuk Pasang Malam-malam

    TRIBUNJATIM.COM – Penampakan pagar misterius 30,16 km di laut Tangerang tengah menjadi perbincangan hingga viral di media sosial.

    Pagar tersebut disebutkan seperti labirin.

    Pagar itu membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di Kabupaten Tangerang, Banten.

    Pagar itu juga dipasang berlapis-lapis.

    Temuan ini berdasarkan hasil pengecekan langsung oleh Ombudsman RI Banten pada 5 Desember 2024.

    “Saya naik kapal keliling, jadi itu (pagar bambu) bukan satu lapis, tapi berlapis-lapis. Untuk apa? Kita belum bisa mengidentifikasi karena beragam informasinya,” kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Wilayah Banten, Fadli Afriadi, saat dihubungi Kompas.com melalui telepon pada Rabu (8/1/2025).

    Lebih lanjut, Fadli menyebutkan pagar tersebut memiliki pintu setiap 400 meter yang dapat dimasuki oleh perahu, dan di dalamnya akan kembali ditemukan pagar lapisan berikutnya.

    “Pagar tersebut berbentuk seperti labirin,” tambahnya.

    Berdasarkan keterangan yang diperoleh, pagar ini dipasang oleh warga sekitar enam bulan lalu dengan imbalan sebesar Rp 100.000 per orang.

    Namun, identitas pihak yang memerintahkan pemasangan pagar tersebut hingga kini belum terungkap.

    “Siapa yang melakukan belum teridentifikasi. Mereka sampaikan masyarakat malam-malam disuruh pasang dikasih uang Rp 100.000 per orang. Cuma itu yang memerintahkan siapa, kita belum sampai situ,” ungkap Fadli.

    Fadli menegaskan bahwa keberadaan pagar ini mengganggu aktivitas masyarakat, terutama nelayan, dan berpotensi merugikan mereka.

    Pagar bambu misterius yang terpasang laut Kabupaten Tangerang, Banten sepanjang 30,16 km. Pagar itu dipasang oleh warga atas perintah pihak yang belum diketahui dari pihak mana. (Tangkap layar video Ombudsman RI)

    “Tidak sesuai dengan prinsip bahwa laut itu kan terbuka, enggak boleh tertutup. Padahal, DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan Banten) telah menyatakan bahwa tidak berizin,” tegasnya.

    Sebagai tindak lanjut dari temuan tersebut, Ombudsman RI melakukan investigasi atas inisiatif sendiri.

    Fadli mengungkapkan bahwa proses investigasi masih berlangsung dengan memanggil sejumlah pihak terkait, termasuk Dinas Kelautan dan Perikanan Banten.

    “Pasti (memanggil Kepala DKP Banten). Kita masih mengidentifikasi pihak-pihak mana saja yang akan kami panggil,” tutupnya.

    Diberitakan, pagar sepanjang 30,16 km membentang di laut perairan Kabupaten Tangerang, Banten. 

    Pagar tersebut terbentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di wilayah perairan Kabupaten Tangerang, Banten.

    Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengatakan, struktur pagar laut terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter.

    Di atasnya, dipasang anyaman bambu, paranet, dan juga diberikan pemberat berupa karung berisi pasir.

    “Kemudian di dalam area pagar laut itu sudah juga dibuat kotak-kotak yang bentuknya lebih sederhana dari pagar laut itu sendiri,” katanya, dikutip dari Antara.

    Awal penemuan

    Pagar laut sepanjang 30,16 km diketahui kini menjadi perhatian di perairan Kabupaten Tangerang, Banten.

    Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti, mengungkapkan pihaknya pertama kali menerima informasi mengenai aktivitas pemagaran laut ini pada 14 Agustus 2024.

    Tindak lanjut langsung dilakukan dengan pengecekan lapangan pada 19 Agustus 2024.

    Dalam kunjungan tersebut, Eli mencatat pemagaran laut yang terpantau baru mencapai panjang sekitar 7 km.

    “Kemudian setelah itu, tanggal 4-5 September 2024, kami bersama Polsus dari PSDKP (Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) KKP dan tim gabungan dari DKP, kami kembali datang ke lokasi untuk bertemu dan berdiskusi,” jelasnya, seperti yang dikutip dari Antara, Selasa (7/1/2025), via Kompas.com.

    PAGAR BAMBU DI LAUT – Pagar Laut terbuat dari bambu sepanjang 30,16 Km di laut Kabupaten Tangerang, Banten. (DOK. ISTIMEWA)

    Pada 5 September 2024, tim dari DKP Banten dibagi menjadi dua kelompok.

    Satu tim langsung mengecek lokasi pemagaran, sementara tim lainnya berkoordinasi dengan camat dan beberapa kepala desa setempat.

    Informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada rekomendasi atau izin dari camat atau desa terkait pemagaran laut yang berlangsung.

    Selain itu, hingga saat itu, belum ada keluhan dari masyarakat mengenai aktivitas tersebut.

    Setelah survei awal, pada 18 September 2024, Eli dan tim kembali melakukan patroli dengan melibatkan Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).

    Saat itu, DKP Banten menginstruksikan agar aktivitas pemagaran dihentikan.

    Eli menekankan pihaknya akan terus melibatkan berbagai instansi dalam menangani masalah ini.

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

  • Ada Pagar Laut 30 Km di Tangerang, Pemerintah Tak Tahu Punya Siapa

    Ada Pagar Laut 30 Km di Tangerang, Pemerintah Tak Tahu Punya Siapa

    Jakarta, CNN Indonesia

    Ada pagar laut misterius membentang sepanjang 30,16 kilometer (km) di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten. Pemerintah daerah maupun pusat mengaku tidak tahu siapa pemilik pagar ilegal tersebut.

    Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengungkap pagar tersebut berbahan bambu atau cerucuk. Adapun tinggi pagar tersebut sekitar 6 meter. 

    Menurutnya, para nelayan mengeluh kesulitan mencari ikan karena imbas keberadaan pagar misterius sepanjang 30,16 km itu.

    “Panjang 30,16 km ini meliputi 6 kecamatan, tiga desa di Kecamatan Kronjo, kemudian tiga desa di Kecamatan Kemiri, empat desa di Kecamatan Mauk, satu desa di Kecamatan Sukadiri, dan tiga desa di Kecamatan Pakuhaji, dan dua desa di Kecamatan Teluknaga,” ungkap Eli pada diskusi ‘Pemasalahan Pemagaran Laut di Tangerang Banten,” di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta, Selasa (7/1), dilansir Detikfinance.

    Eli berkata keberadaan pagar itu diketahui dari laporan warga pada 14 Agustus 2024. Pihaknya pun menerjunkan tim lima hari kemudian untuk mengecek. Saat itu, ada dugaan pemagaran laut sepanjang 7 kilometer.

    Tim gabungan DKP bersama Polisi Khusus Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) kembali datang ke lokasi pada 4-5 September. Tim mengungkap tak ada izin dari camat ataupun kepala desa untuk pemagaran itu.

    “Terakhir kami melakukan inspeksi gabungan bersama-sama dengan TNI Angkatan Laut Polairud, kemudian dari PSDKP, dari PUPR, dari SATPOL PP, kemudian dari Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang, kami bersama-sama melaksanakan investigasi di sana dan panjang lautnya sudah mencapai 13,12 km, terakhir malah sudah 30 km,” ungkap Eli.

    Ia menjelaskan pagar itu masuk dalam kawasan pemanfaatan umum yang tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun 2023-2043.

    Eli menjelaskan pagar misterius itu terbentang di zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, dan zona perikanan budidaya. Pagar itu juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Bappenas.

    Di kawasan sekitar pagar, ada masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan sebanyak 3.888 orang dan ada 502 orang pembudidaya.

    Lantas siapa yang membangun pagar ilegal sepanjang 30 km itu di laut Tangerang?

    Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Suharyanto juga menaruh perhatian terhadap pagar 30 kilometer di laut Tangerang.

    Meski demikian, KKP mengaku tak tahu siapa yang membangun pagar tersebut. Suharyanto mengatakan Ombudsman sedang melakukan penelusuran terkait hal itu.

    Saat ditanya kemungkinan pemagaran untuk reklamasi, ia tak bisa memastikan. Suharyanto mengatakan reklamasi pun perlu pengurusan izin terlebih dulu.

    “Nah, kita tidak tahu. Itu (reklamasi) baru kita ketahui ketika ruang laut itu diajukan permohonan dan dalam permohonannya ada proposalnya. Ini kan tidak ada,” ujae Suharyanto.

    “Kalau ngomongin itu untuk batas reklamasi, ya saya bilang tunggu dulu. Karena di dalam proses perizinan ruang laut, harus ada persyaratan ekologi yang harus ketat dipenuhi,” imbuhnya.

    (dhf/pta)

  • Siapa yang Pasang Pagar 30,16 Km di Laut Tangerang? Ini Kata KKP

    Siapa yang Pasang Pagar 30,16 Km di Laut Tangerang? Ini Kata KKP

    Jakarta

    Pemasangan pagar di pesisir laut Kabupaten Tangerang sepanjang 30,16 km menjadi perhatian Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pemegaran laut tersebut telah berlangsung sejak Agustus 2024 lalu.

    Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Suharyanto mengatakan terkait dalang di balik pemasangan pagar tersebut masih terus diselidiki oleh Ombudsman dan tim gabungan. Dia pun belum bisa memastikan siapa aktor besar di balik aktivitas tanpa izin tersebut.

    “Nah, saya tidak bisa memastikan ya. Apakah itu atau bukan, nanti dari hasil Ombudsman itulah yang akan membuktikan,” kata Suharyanto usai menghadiri Diskusi Publik ‘Permasalahan Pemagaran Laut di Tangerang Banten’, di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta Pusat, Selasa (7/1/2024).

    Suharyanto menjelaskan Ombudsman berkomitmen untuk mengusut persoalan tersebut. Sementara itu, pihaknya juga turut terlibat dengan tim gabungan dari instansi lain, seperti Pemerintah Provinsi Banten, ATR/BPN, hingga masyarakat setempat.

    “Nanti tim ya yang terpadu semua pihak, termasuk dari kelompok-kelompok masyarakat itu kan untuk melakukan tindakan lanjut dari gagasan kita ini yang memang sudah dari lama. Kemudian nanti KKP memang akan termasuk di dalamnya dari pihak yang aktif lah, dengan Ombudsman dan teman-teman ATR/BPN yang terkait,” terang Suharyanto.

    Lebih lanjut, terkait untuk keperluan pemasangan pagar di pesisir laut itu, Suharyanto belum dapat memastikan. Namun, pihaknya telah menemukan bahwa aktivitas tersebut tidak mempunyai perizinan yang harus dipenuhi seperti tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

    “Nah, kita tidak tahu juga. Tapi yang jelas kita melihat bahwa ada satu fakta bahwa dipagari, tadi menurut informasi dari Ibu Kadis per hari ini sampai 30 km. Dari indikasi awal kita tidak ada perizinan yang harus dipenuhi dengan ketentuan PP 21 maupun peraturan tentang pengelolaan ruang laut,” imbu dia.

    Saat ditanya lebih lanjut apakah ada indikasi untuk keperluan reklamasi, Suharyanto menyebut saat ini belum ada pengajuan izin tentang kegiatan reklamasi di wilayah perairan tersebut. Dia juga menekankan bahwa pihaknya menyoroti terkait tujuan pemagaran itu. Apabila memang untuk kepentingan reklamasi, dia bilang harus memenuhi persyaratan ekologi.

    “Nah, kita tidak tahu. Itu (reklamasi) baru kita ketahui ketika ruang laut itu diajukan permohonan dan dalam permohonannya ada proposalnya. Ini kan tidak ada. Kita tidak soal hanya pemagarannya. Tapi kita bicara ke depan pemagarannya untuk apa? Kalau ngomongin itu untuk batas reklamasi, ya saya bilang tunggu dulu. Karena di dalam proses perizinan ruang laut, harus ada persyaratan ekologi yang harus ketat dipenuhi, termasuk ada ahli oseanografi yang tahu itu bahaya tidak,” jelas Suharyanto.

    Sementara, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengatakan pemagaran tersebut terbentang dari Desa Muncung hingga Desa Paku Haji di wilayah perairan Kabupaten Tangerang. Eli menjelaskan struktur pagar laut terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter. Di atasnya, dipasang anyaman bambu, paranet dan juga ada dikasih pemberat, berupa karung berisi pasir.

    “Panjang 30,16 km ini meliputi 6 kecamatan, tiga desa di Kecamatan Kronjo, kemudian tiga desa di Kecamatan Kemiri, empat desa di Kecamatan Mauk, satu desa di Kecamatan Sukadiri, dan tiga desa di Kecamatan Pakuhaji, dan dua desa di Kecamatan Teluknaga,” kata Eli.

    (acd/acd)