Kementrian Lembaga: Ombudsman

  • Menko Airlangga soal Pagar Laut 30 Km di Tangerang: Bukan Bagian PSN

    Menko Airlangga soal Pagar Laut 30 Km di Tangerang: Bukan Bagian PSN

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa keberadaan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, bukan bagian dari Proyek Strategis Nasional/PSN. 

    Airlangga menuturkan bahwa meski keberadaan pagar laut tersebut berdekatan dengan kawasan PIK 2, tetapi bukan bagian dari PSN. 

    “Enggak ada [kaitannya pagar laut dengan PSN],” ujarnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (14/1/2025). 

    Pasalnya kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 telah ditetapkan menjadi PSN untuk mengembangkan Green Area dan Eco-City. Proyek Tropical Coastland ini memiliki nilai investasi sekitar Rp65 triliun.

    Airlangga menegaskan PSN yang berada di PIK hanya mencakup kawasan mangrove, bukan pagar laut.  “Enggak ada hubungan pagar, PSN kan hanya untuk perizinan di kawasan mangrove, bukan di PIK-nya,” lanjut Airlangga. 

    Berbagai pihak pun membahas kepemilikan pagar laut tersebut, termasuk Pengembang PIK 2, yang menyatakan pihaknya tidak ada kaitan dengan kemunculan pagar laut di Tangerang.

    “Itu tidak ada kaitan dengan kita, nanti selanjutnya oleh kuasa hukum yang akan menyampaikan dengan tindak lanjut,” kata Manajemen PIK 2 Toni di Tangerang, Banten, Minggu (12/1/2025).

    Sebelumnya, Anggota Ombudsman RI, Yeka Fatika Hendra mengatakan nelayan menanggung kerugian miliaran rupiah akibat adanya pagar laut di Tangerang. 

    “Ini jelas bukan kawasan Proyek Strategis Nasional [PSN]. Kok ada pemasangan pagar bambu di laut hingga 1 km dari pinggir laut? Ini jelas merugikan nelayan. Tidak kurang dari Rp8 miliar nelayan rugi gara gara pagar bambu ini. Saya ragu kalau Aparat Penegak Hukum [APH] tidak tahu hal ini. Pagar bambu berlapis-lapis ini harus segera dicabut, demi pelayanan terhadap nelayan,” kata Yeka dalam keterangan resmi dikutip Kamis (9/1/2025). 

    Yeka menjelaskan temuan pagar laut itu diketahui usai Ombudsman melakukan kunjungan kerja langsung ke lokasi pada (5/12/2024). Dia menegaskan, kehadiran pagar laut itu mengganggu mobilitas para nelayan. 

    Dia menyebut adanya indikasi pemagaran laut yang berdampak besar pada akses masyarakat pesisir. Pagar bambu berlapis-lapis terlihat membatasi pergerakan kapal nelayan, sedangkan penimbunan tambak dan aliran sungai memperparah situasi.

  • Siswa di Medan Dihukum Duduk di Lantai karena Menunggak SPP, Menteri PPPA Turun Tangan – Page 3

    Siswa di Medan Dihukum Duduk di Lantai karena Menunggak SPP, Menteri PPPA Turun Tangan – Page 3

    Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Utara (Sumut) melakukan pemeriksaan terkait heboh siswa SD di Medan dihukum duduk di lantai.

    Siswa berinisial MI (10) kelas IV diduga dihukum duduk di lantai karena menunggak uang Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).

    Pihak yang diperiksa Ombudsman RI Perwakilan Sumut adalah Kepala Sekolah Dasar (SD) Swasta Abdi Sukma, Juli Sari, Ketua Yayasan Abdi Sukma, Ahmad Perlindungan, dan Kepala Bidang SD Dinas Pendidikan Kota Medan, Bambang Sudewo.

    Pjs Kepala Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Sumut, James Marihot Panggabean, ketika dihubungi Liputan6.com, Selasa (14/1/2025), mengatakan, pemeriksaan dilakukan Senin, 13 Januari 2025.

    James mengungkapkan, terkait hasil permintaan keterangan terhadap para pihak, bukan hanya anak dalam video yang beredar saja belum membayar uang SPP, melainkan 4 orang anak di kelas tersebut yang belum membayar uang SPP.

    Bahkan, terdapat 1 orang anak yang tertunggak pembayaran uang SPP selama 6 bulan. Sedangkan, anak yang diduga dihukum duduk di lantai kelas menunggak pembayaran uang SPP 3 bulan.

    “Peserta didik tersebut juga memiliki adik yang bersekolah di sekolah yang sama, dan mengalami keterlamabatan pembayaran uang sekolah selama empat bulan. Namun, si anak tersebut yang saat ini duduk di kelas I tidak dihukum duduk di lantai selama proses pembelajaran oleh wali kelasnya,” James menuturkan.

     

  • Beda Pagar Bambu di Laut Tangerang dan Bekasi…
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        15 Januari 2025

    Beda Pagar Bambu di Laut Tangerang dan Bekasi… Megapolitan 15 Januari 2025

    Beda Pagar Bambu di Laut Tangerang dan Bekasi…
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Di ujung pantai utara Tangerang, pagar bambu yang diperkirakan sepanjang 30 kilometer berdiri kokoh, seolah membelah lautan dengan kesunyian yang penuh makna.
    Dibangun dengan alasan melindungi garis pantai dari ancaman abrasi, pagar ini justru membawa gelombang protes dan pertanyaan dari para nelayan yang merasa hak hidup mereka dibatasi.
    Sementara itu, di perairan Bekasi, deretan bambu serupa menjelma menjadi tanda keteraturan, bagian dari proyek ambisius yang menjanjikan penataan kawasan pelabuhan.
    Anggota Komisi IV DPR, Riyono Caping, menyoroti dampak yang begitu luas dari pagar ini.
    “Menurut data DKP Provinsi Banten, ada 3.888 nelayan dan 502 pembudidaya di kawasan tersebut,” jelas Riyono, Kamis (9/1/2025).
    Jika dihitung dengan rata-rata jumlah anggota keluarga, maka ada sekitar 21.950 jiwa terkena dampak ekonomi akibat pemagaran laut ini.
    Dengan tumpuan hidup pada laut, para nelayan kini menghadapi hambatan besar dalam mencari nafkah.
    Tak hanya persoalan ekonomi, Riyono juga mengingatkan potensi kerusakan ekologis. Ia mengkritisi pembangunan tanpa izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
    “Jika nantinya ada reklamasi tanpa izin yang sah, maka kerugian ekologis akan semakin besar,” kata Riyono.
    Sementara itu, Ombudsman RI menemukan pagar laut ini bukan sekadar garis tunggal, melainkan berlapis membentuk labirin. Kondisi tersebut menambah lapisan misteri keberadaannya.
    “Ini bukan kawasan PSN, tetapi ada pagar yang membatasi ruang gerak nelayan,” tegas Yeka Hendra Fatika, anggota Ombudsman RI.
    Dengan kerugian nelayan mencapai Rp 8 miliar, Yeka mendesak agar pagar ini segera dicabut.
    Namun, pagar ini memiliki sisi lain yang mengundang simpati. Jaringan Rakyat Pantura (JRP) menyebut pagar laut di Tangerang dibangun swadaya oleh masyarakat setempat untuk mencegah abrasi.
    Humas JRP, Shandi Martha, mengatakan pagar laut tersebut bermanfaat bagi nelayan di sekitarnya karena menjadi habitat kerang yang dipanen oleh nelayan.
    “Ada lho ternyata di situ kerang hijau yang tumbuh, nah ini kan memberikan penghasilan,” kata Shandi.
    Karena manfaatnya itu, Shandi menyayangkan jika ada rencana pembongkaran oleh pemerintah.
    “Pagar dibuat sekitar empat dan lima bulan lalu,” kata Shandi.
    Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susanti, berujar, lokasi pagar laut di Pantai Utara, Kabupaten Tangerang, bukanlah daratan yang hilang akibat abrasi.
    “Karena (lahan daratan) hilang abrasi ya, enggak apa-apa (ada yang klaim) sepanjang mereka bisa membuktikan, karena semua orang bisa mengeklaim seperti itu. Tinggal kita sama-sama bagaimana bisa membuktikan,” ujarnya Eli.
    Pemerintah Provinsi Banten berpegang pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2023 yang menyatakan bahwa lokasi pagar laut tersebut adalah lautan.
    Dalam Perda itu disebutkan bahwa pagar laut terletak pada beberapa zona pemanfaatan umum.
    Zona itu mencakup zona perikanan tangkap, zona perikanan budidaya, zona pelabuhan perikanan, zona pelabuhan, dan zona pariwisata.
    Pemprov Banten telah memberikan waktu 20 hari untuk membongkar pagar yang dianggap merugikan aktivitas warga dan nelayan pesisir Kabupaten Tangerang.
    “Kemarin setelah tanggal 9 diberikan waktu 20 hari, kami masih menunggu sambil mengidentifikasi ini,” kata Eli.
    Tak hanya Tangerang, di pesisir utara Bekasi, pagar bambu lain berdiri dengan cerita yang berbeda.
    Video berdurasi 45 detik tersebut memperlihatkan ribuan batang bambu yang terpancang secara rapi di dua sudut wilayah Tarumajaya.
    Dalam video itu, terlihat dua deretan bambu yang menopang gundukan tanah. Jejeran bambu, dengan hamparan perairan di tengahnya yang mirip sungai.
    Tayum, seorang nelayan, menjelaskan bahwa bambu tersebut telah ada selama enam bulan terakhir.
    “Iya, sudah enam bulan belakangan ini (keberadaan bambu misterius tersebut),” ujar Tayum saat dihubungi Kompas.com pada Senin (13/1/2025).
    Namun, misteri keberadaan pagar laut tepat di Kampung Paljaya, Desa Segara Jaya, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi terjawab dengan pernyataan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat.
    Pemprov Jawa Barat memastikan bahwa pagar tersebut merupakan bagian dari proyek pembangunan alur pelabuhan yang bekerja sama dengan PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN).
    Proyek kerja sama yang dilakukan sejak Juni 2023 itu bertujuan untuk menata ulang kawasan pelabuhan perikanan di lokasi tersebut.
    Kepala UPTD Pelabuhan Perikanan Muara Ciasem pada Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat, Ahman Kurniawan, menjelaskan, selain PT TRPN, PT Mega Agung Nusantara (MAN) juga terlibat dalam proyek ini.
    “Dengan kesepakatan ini maka masing-masing kepentingan bisa berjalan. Kami dari DKP Jabar memiliki visi untuk penataan kawasan pelabuhannya,” ujar Ahman, Selasa (14/1/2025).
    PT TRPN bertanggung jawab atas pembuatan alur pelabuhan di sisi kiri kawasan, sementara sisi kanan dikerjakan oleh PT Mega Agung Nusantara (MAN).
    Dalam proyek ini, kawasan Satuan Pelayanan (Satpel) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Paljaya yang seluas 7,4 hektar ditata ulang dengan anggaran sekitar Rp 200 miliar.
    Proyek pembangunan alur pelabuhan membentang sepanjang lima kilometer, dengan kedalaman alur sekitar lima meter dari permukaan air dan lebar 70 meter.
    Alur ini dirancang menjadi akses keluar-masuk kapal nelayan. Selain itu, dalam penataan ulang PPI Paljaya, terdapat tiga jenis fasilitas yang harus disediakan.
    Ketiga fasilitas itu antara lain fasilitas pokok, penunjang, dan fungsional. Fasilitas pokok meliputi alur pelabuhan, dermaga, dan mercusuar.
    Sementara untuk fasilitas penunjang meliputi perkantoran, fasilitas umum, kamar mandi, dan masjid.
    Sedangkan fasilitas fungsional meliputi tempat pelelangan ikan, pasar ikan, pengolahan ikan, dan area docking kapal.
    Dua pagar bambu ini berdiri di dua lokasi berbeda dengan cerita yang saling bertolak belakang.
    Di Tangerang, pagar menjadi polemik, menyisakan tanda tanya akan manfaat atau kerugiannya.
    Sementara di Bekasi, pagar ini menjadi bagian dari visi besar penataan kawasan perikanan.
    Namun, apa pun ceritanya, harapan nelayan di dua wilayah tetap sama, yakni kehidupan lebih baik dari hasil laut yang mereka andalkan.
    Lalu, apakah bambu-bambu ini akan menjadi penyelamat atau justru penghalang? Hanya waktu dan kebijakan yang mampu menjawabnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pagar Bambu Ilegal di Pesisir Tangerang, DPR Bingung Mesti Minta Penjelasan ke Siapa – Halaman all

    Pagar Bambu Ilegal di Pesisir Tangerang, DPR Bingung Mesti Minta Penjelasan ke Siapa – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sampai saat ini pimpinan DPR belum punya rencana memanggil pihak-pihak yang memiliki kaitan dengan munculnya pagar bambu misterius di pesisir Tangerang hingga sepanjang 30 km lebih.

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad beralasan, DPR belum mengetahui secara pasti siapa pihak yang seharusnya bisa memberikan penjelasan soal pagar bambu tersebut.

    “Karena ini kan ada banyak pihak yang mengaku yang bertanggung jawab, gitu ada nelayan, ada kelompok masyarakat, nah sehingga kalau tadi mau dipanggil, kita takut salah panggil,” ujar Dasco kepada awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/1/2025).

    Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, pihaknya akan melakukan pengecekan ke berbagai stakeholder untuk mencari titik terang soal munculnya pagar bambu di perairan Tangerang dan kini juga muncul pula di pesisir Bekasi.

    Kata dia, pimpinan DPR RI telah meminta kepada komisi teknis di DPR untuk segera menanyakan beberapa pihak demi mencari tahu siapa dalang yang membangun pagar tersebut.

    “Nah kita sudah minta komisi teknis, sekarang justru mengecek, siapa pihak yang bertanggung jawab,” kata Dasco.

     

    “Sekarang ini langkah yang dilakukan adalah melakukan pengecekan kepada berbagai pihak, termasuk aparat penegak hukum, untuk kemudian kita ingin tahu siapa yang ada di balik itu,” beber dia.

    Setelahnya, jika memang nantinya sudah didapati adanya keterangan dan DPR RI memasuki masa sidang mendatang, maka dipastikan akan ada pengecekan langsung di lokasi.

    “Nah nanti, kalau sesudah masa sidang, itu mungkin kita akan kirim komisi teknis untuk turun ke lapangan,” tandas dia.

    Pagar laut misterius yang berada di pesisir Desa Kronjo, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (10/1/2025). Pagar tersebut adalah bagian dari pagar laut sepanjang 30,16 Kilometer di perairan Tangerang. (Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami)

    Sebelumnya, Kepala Bakamla RI Laksdya TNI Irvansyah meyakini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mampu membereskan soal pagar laut di beberapa lokasi di perairan sekitar Tangerang dan Bekasi yang belakangan menjadi buah bibir di masyarakat.

    Ia menegaskan permasalahan soal pagar laut bukanlah tugas pihaknya.

    Irvansyah juga mengungkapkan pihaknya tidak ingin mepangkahi kewenanhan kementerian dan instansi lain terkait persoalan tersebut.

    Hal itu diungkapkannya usai upacara HUT Ke-19 Bakamla RI di Tugu Proklamasi Jakarta pada Selasa (14/1/2025).

    Pagar bambu misterius yang terpasang laut Kabupaten Tangerang, Banten sepanjang 30,16 km. Pagar itu dipasang oleh warga atas perintah pihak yang belum diketahui dari pihak mana.(Tangkap layar video Ombudsman RI) (Via Kompas.com)

    “Kalau pagar laut memang bukan tugas kita ya. Bukannya tidak mau menindak atau apa begitu, tapi ini akan melangkahi kewenangan kementerian dan instansi lain. Ada yang lebih berwenang dan punya undang-undang untuk menegakkan itu,” kata Irvansyah.

    “Mudah-mudahan ini ada titik teranglah. Memang harusnya berprinsip, yang perlu dibangun dulu itu nelayannya.”

    “Masyarakat pesisir dulu mau bangun apa terserah deh. Itu yang kalau saya pribadi berpikir seperti itu, dan sudah saya suarakan kemana-mana itu. Bereskan dulu masyarakatnya,” ujarnya.

    Ia juga mengatakan terkait permasalahan tersebut KKP juga tidak berkoordinasi dengan Bakamla RI.

    Irvansyah pun yakin KKP mampu membereskan persoalan tersebut.

    “Saya kira dengan KKP saja bisa selesai. Bisa selesai. Itu sebenarnya tidak sulit. Tidak sulit. Tidak perlu ramai-ramai. Cuma pagar robohkan, cari orangnya. Biar selesai kan?” lanjut dia.

     

  • Pagar Laut Juga Ditemukan di Perairan Tarumajaya Bekasi, Ini Bedanya dengan Pagar Laut di Tangerang – Halaman all

    Pagar Laut Juga Ditemukan di Perairan Tarumajaya Bekasi, Ini Bedanya dengan Pagar Laut di Tangerang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, BEKASI –  Selain di perairan Tangerang, Banten, pagar laut juga ditemukan di perairan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

    Dari sebuah video viral di media sosial, pagar laut tersebut terbuat dari bambu dan mirip yang ada di perairan Tangerang, Banten.

    Hanya saja belum diketahui ukuran pastinya.

    Dari akun media sosial TikTok @tera, Ketua Nelayan Muara Tawar Tarumajaya, Samsul, mengungkapkan kekhawatiran mendalam terhadap dampak pembangunan tersebut.

    Menurutnya, pembangunan yang tidak terencana dengan baik telah mengakibatkan kerusakan ekosistem laut, seperti populasi ikan dan kerang hijau yang menurun drastis.

    “Penumpukan lumpur yang terjadi telah merusak ekosistem. Ini bukan lagi soal jeritan, nelayan di sini sedikit lagi mati,” kata Samsul dari akun media sosial tersebut.

    Dalam video itu, Samsul menyampaikan itu akses jalan yang semakin sulit dan pendapatan yang terus menurun menjadi keluhan utama nelayan.

    Meskipun Samsul merupakan nelayan kerang hijau, ia yakin bahwa nelayan tangkap di wilayah tersebut mengalami penurunan hasil tangkapan yang signifikan akibat perubahan ekosistem.

    Samsul juga menyoroti kurangnya transparansi dalam sosialisasi proyek pembangunan di pesisir. Dia mengungkapkan bahwa dari tiga kali sosialisasi yang diikutinya, hanya dua kali dilakukan secara resmi, itupun tanpa informasi mengenai reklamasi atau restorasi lahan.

    “Dalam sosialisasi hanya dibahas pembenahan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Jembatan Cinta, tapi realisasinya malah membuat nelayan semakin terpinggirkan,” jelasnya.

    Samsul meminta pemerintah untuk tidak hanya fokus pada pembangunan infrastruktur, tetapi juga memperhatikan nasib Sumber Daya Manusia (SDM) nelayan.

    “Sebelum TPI dibangun, seharusnya SDM nelayan dipersiapkan agar bisa menerima perubahan. Namun yang terjadi sekarang, TPI dibangun, tapi nelayannya seolah dihilangkan,” ucapnya dalam video tersebut.

    Kata Samsul, para nelayan berharap pemerintah dan pihak terkait segera mengambil langkah nyata untuk menyelesaikan persoalan ini. Mereka meminta perhatian serius terhadap kelestarian ekosistem laut dan pelibatan aktif nelayan dalam setiap tahap pembangunan.

    Sementara itu, Marjaya Sargan, anggota DPRD Kabupaten Bekasi daerah pemilihan (dapi) V meliputi Kecamatan Babelan, Muaragembong dan Tarumajaya itu menyampaikan bahwa pagar laut di Bekasi berbeda dengan di Tanggerang.

    “Beda Bekasi mah itu buat pelabuhan PPI (pangkal pendaratan ikan) resmi beda kayak di Tanggerang bukan misterius,” kata Marjaya saat dihubungi.

    Dia menyampaikan, pembangunan kawasan PPI Paljaya itu merupakan kegiatan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat.

    DKP Jawa Barat menggandeng pihak ketiga melakukan upaya pengembangan.

    “Tapi lengkapnya tanya dinas kelautan Provinsi ya, karena itu programnya,” singkatnya.

    Misteri Pagar Laut di Tangerang

    Saat ini sedang heboh atas keberadaan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di perairan Kabupaten Tangerang.

    Karena hingga detik ini belum diketahui siapa yang memerintahkan pemasangan pagar laut yang sangat panjang itu.

    Bahkan, Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono pun tak mengetahui pihak yang bertanggung jawab.

    Oleh karena itu, menurut Trenggono, pemerintah tidak bisa langsung mencabut pagar laut tersebut.

    Ketika sudah diketahui pihak yang melanggar, Kementerian KP baru akan mengenakan denda administratif dan meminta pelaku untuk membongkar pagar laut tersebut.

    “Jadi nanti kalau ketahuan siapapun yang memasang dengan tujuan apa dan seterusnya, kenapa tidak memiliki izin lalu melakukan kegiatan pemasangan di ruang laut, itu kami sampaikan,” kata Trenggono dikutip dari unggahan Instagram akun @kkpgoid dikutip Minggu (12/1/2025).

    Trenggono telah meminta Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian KP Pung Nugroho Saksono untuk memeriksa pagar laut ini.

    Pung telah diminta memeriksa siapa yang memasang pagar laut tersebut dan apakah pemasangannya memiliki izin atau tidak.

    Setelah diperiksa, ternyata pemasangan pagar laut itu tidak memiliki izin.

    Jika sudah berizin, pasti dipasang pemberitahuan bahwa mereka telah memenuhi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

    Akibat tidak adanya izin, Direktorat Jenderal PSDKP Kementerian KP akhirnya menyegel pagar laut tersebut.

    Selanjutnya, Kementerian KP sedang melakukan penelusuran untuk mencari tahu siapa yang memasang pagar laut tersebut.

    “Miliknya siapa, tujuannya apa, dan seterusnya,” ujarnya dikutip dari Tribunnews.com.

    Ia menyebut seluruh kegiatan pembangunan di ruang laut, bila mengacu pada Undang-Undang Cipta Kerja, harus mendapatkan izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

    Trenggono menjelaskan bahwa pagar laut ini melewati kurang lebih enam kecamatan dan memberi dampak pada 3.888 nelayan.

    Kemudian ada juga penangkar kerang yang jumlahnya sekitar 500 turut terdampak dari pagar laut ini.

    “Ini kan kita belum tahu siapa yang punya, prosedurnya harus kita teliti, harus kita telusuri, memang prosedurnya gitu,” katanya. 

    “Harus kita segel dulu tidak bisa main cabut, tidak boleh. Kalau melanggar. Kita minta bersangkutan untuk membongkarnya, ” imbuh Trenggono.

    Sebagai informasi, pagar laut misterius ini melintasi perairan Tangerang dan membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji.

    Struktur bangunan pagar laut di Tangerang ini terbuat dari pohon bambu, dengan tinggi rata-rata 6 meter dan membentang sepanjang 30,16 km.

    Pagar laut tersebut memiliki pintu di setiap 400 meter yang memungkinkan perahu masuk.

    Dikutip dari Kompas.com, pagar misterius itu kali pertama ditemukan pada tanggal 14 Agustus 2024, ketika Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten menerima informasi terkait dengan aktvitas pemagaran laut ini.

    Berdasarkan catatan DKP Banten, pagar laut itu masih sepanjang 7 km pada 19 Agustus 2024.

    Kepala DKP Banten, Eli Susiyanti, menjelaskan bahwa pagar ini membentang di sepanjang 16 desa yang melibatkan enam kecamatan di Kabupaten Tangerang.

    Kawasan ini merupakan tempat tinggal sekitar 3.888 nelayan dan 502 pembudi daya.

    Kepala Perwakilan Ombudsman RI wilayah Banten, Fadli Afriadi, menyebutkan bahwa pemasangan pagar laut itu dilakukan oleh warga pada malam hari.

    Mereka yang bekerja memasang pagar laut tersebut digaji Rp100 ribu per hari sejak Juli 2024.

    Hingga saat ini, belum diketahui siapa pemilik yang bertanggun jawab atas pemasangan pagar ini.

    Belum diketahui juga soal tujuan dan fungsi pembangunan pagar laut di Tangerang.

    Reaksi Manajemen PIK 2

    Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 membantah tudingan yang menyebut pihaknya sebagai pembangun pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di perairan Tangerang, Banten.

    Kuasa hukum pengembang Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2, Muannas Alaidid, menyampaikan, pengembang PSN PIK 2 tidak melakukan pembangunan pagar laut.

    “Bukan pengembang yang pasang, ngapain urusin beginian,” katanya kepada Tribunnews.

    Adapun PT Agung Sedayu Group, perusahaan yang didirikan oleh Sugianto Kusuma atau kerap disapa Aguan, merupakan pengembang dari PSN PIK 2.

    Ia menyampaikan, pagar laut yang terbuat dari bambu itu merupakan tanggul laut biasa yang merupakan hasil inisiatif dan swadaya masyarakat.

    Pagar laut bambu itu disebut berfungsi untuk memecah ombah dan dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai tambak ikan di dekatnya.

    Selain itu, tanggul laut bambu itu juga disebut Muannas digunakan untuk membendung sampah seperti yang ada di Muara Angke dan bisa juga menjadi pembatas lahan warga pesisir yang tanahnya terkena abrasi.

    “Tidak ada kaitan sama sekali dengan pengembang karena lokasi pagar tidak berada di wilayah PSN maupun PIK 2,” ujar Muannas.

    Sebagai informasi, berdasarkan sumber Tribunnews, pembangunan pagar di tengah laut ini diduga untuk pembangunan proyek strategis nasional (PSN) di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.

    Pihak PT Agung Sedayu Group yang diketahui sebagai pengembang proyek pembangunan PIK 2 disebut telah beberapa kali melakukan pertemuan dengan pejabat pemerintahan setempat diduga untuk memuluskan pembangunan proyek ini.

    Meskipun pembangunan pagar di tengah laut Kabupaten Tangerang ini mendapatkan protes dari masyarakat setempat, namun pengerjaannya tetap dilanjutkan. 

    Beberapa sumber membenarkan adanya perselisihan antara masyarakat dengan pejabat setempat seperti pimpinan serikat nelayan dan kepala desa setempat yang disebut ikut mendukung pembangunan PIK 2.

    Sebagaimana poster berukuran kertas A3 berlatar merah yang ditempel di beberapa bangunan kediaman warga di Desa Krojo, Kecamatan Krojo, Kabupaten Tangerang, Banten. 

    Terdapat kalimat protes dari masyarakat yang menolak pembangunan proyek strategi nasional tersebut. 

    Adapun pada poster tersebut tertulis kalimat “Cukup sudah perampasan tanah rakyat dengan dalih PSN. Rakyat Banten sudah mulai marah dan melawan. Kembalikan tanah rakyat!”.

    Selain itu, hal itu diperkuat oleh cerita seorang warga yang mendapatkan imbauan dari aparat penegak hukum setempat untuk berhati-hati jika sewaktu-waktu tempat tinggal dan tempat usaha mereka mulai digarap untuk pembangunan PSN PIK 2.

    Beberapa warga mengaku khawatir jika harus kehilangan tempat tinggal dan tempat usaha mereka karena adanya proyek tersebut. 

    Apalagi sebagian lahan di daerah pesisir Kabupaten Tangerang hanya berstatus hak guna usaha (HGU).

    Penulis: Muhammad Azzam

  • Beda Cara Bakamla dan KKP Dalam Menyelesaikan Pagar Laut Misterius di Tangerang, Mana Lebih Efektif? – Halaman all

    Beda Cara Bakamla dan KKP Dalam Menyelesaikan Pagar Laut Misterius di Tangerang, Mana Lebih Efektif? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kepala Bakamla RI Laksdya TNI Irvansyah menilai cukup mudah dalam menyelesaikan pagar laut yang ada di beberapa lokasi di perairan sekitar Tangerang dan Bekasi.

    Dikatakan Irvansyah, persoalan pagar laut juga tidak perlu menjadi polemik dan persoalannya berlarut-larut hingga saat seperti sekarang ini.

    “Itu sebenarnya tidak sulit. Tidak sulit. Tidak perlu ramai-ramai. Cuma pagar robohkan, cari orangnya. Biar selesai kan,” kata Irvansyah usai upacara HUT Ke-19 Bakamla RI di Tugu Proklamasi Jakarta pada Selasa (14/1/2025).

    Ia menegaskan permasalahan soal pagar laut bukanlah tugas pihaknya.

    Irvansyah juga mengungkapkan pihaknya tidak ingin melangkahi kewenanhan kementerian dan instansi lain terkait persoalan pagar laut tersebut.

    “Kalau pagar laut memang bukan tugas kita ya. Bukannya tidak mau menindak atau apa begitu, tapi ini akan melangkahi kewenangan kementerian dan instansi lain. Ada yang lebih berwenang dan punya undang-undang untuk menegakkan itu,” kata Irvansyah.

    “Mudah-mudahan ini ada titik teranglah. Memang harusnya berprinsip, yang perlu dibangun dulu itu nelayannya. Masyarakat pesisir dulu mau bangun apa terserah deh. Itu yang kalau saya pribadi berpikir seperti itu, dan sudah saya suarakan kemana-mana itu. Bereskan dulu masyarakatnya,” ujarnya.

    Ia juga mengatakan terkait permasalahan tersebut KKP juga tidak berkoordinasi dengan Bakamla RI.

    Pemerintah tidak bisa langsung melakukan pencabutan secara paksa pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di perairan Tangerang, Banten.

    Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan, berdasarkan prosedur yang ada, pemerintah tidak bisa langsung mencabut pagar laut, tetapi lebih dahulu menyegelnya dan kemudian menelusuri siapa yang memasang pagar laut tersebut.

    Ketika sudah diketahui pihak yang melanggar, Kementerian KP akan mengenakan denda administratif dan meminta pelaku untuk membongkar pagar laut tersebut.

    “Jadi nanti kalau ketahuan siapapun yang memasang dengan tujuan apa dan seterusnya, kenapa tidak memiliki izin lalu melakukan kegiatan pemasangan di ruang laut, itu kami sampaikan,” kata Trenggono dikutip dari unggahan Instagram akun @kkpgoid dikutip Minggu (12/1/2025).

    Trenggono telah meminta Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian KP Pung Nugroho Saksono untuk memeriksa pagar laut ini.

    Pung telah diminta memeriksa siapa yang memasang pagar laut tersebut dan apakah pemasangannya memiliki izin atau tidak.

    Setelah diperiksa, ternyata pemasangan pagar laut itu tidak memiliki izin.

    Jika sudah berizin, pasti dipasang pemberitahuan bahwa mereka telah memenuhi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

    Akibat tidak adanya izin, Direktorat Jenderal PSDKP Kementerian KP akhirnya menyegel pagar laut tersebut.

    Selanjutnya, Kementerian KP sedang melakukan penelusuran untuk mencari tahu siapa yang memasang pagar laut tersebut.

    “Miliknya siapa, tujuannya apa, dan seterusnya,” tutur Trenggono.

    Ia menyebut seluruh kegiatan pembangunan di ruang laut, bila mengacu pada Undang-Undang Cipta Kerja, harus mendapatkan izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

    Trenggono menjelaskan bahwa pagar laut ini melewati kurang lebih enam kecamatan dan memberi dampak pada 3.888 nelayan.

    Kemudian ada juga penangkar kerang yang jumlahnya sekitar 500 turut terdampak dari pagar laut ini.

    “Ini kan kita belum tahu siapa yang punya, prosedurnya harus kita teliti, harus kita telusuri, menang prosedurnya gitu. Harus kita segel dulu tidak bisa main cabut, tidak boleh. Kalau melanggar. Kita minta bersangkutan untuk membongkarnya, ” jelas Trenggono.

    Sebagai informasi, pagar laut misterius ini melintasi perairan Tangerang dan membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji.

    Struktur bangunan pagar laut di Tangerang ini terbuat dari pohon bambu, dengan tinggi rata-rata 6 meter dan membentang sepanjang 30,16 km.

    Pagar laut tersebut memiliki pintu di setiap 400 meter yang memungkinkan perahu masuk.

    Dikutip dari Kompas.com, pagar misterius itu kali pertama ditemukan pada tanggal 14 Agustus 2024, ketika Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten menerima informasi terkait dengan aktvitas pemagaran laut ini.

    Berdasarkan catatan DKP Banten, pagar laut itu masih sepanjang 7 km pada 19 Agustus 2024.

    Kepala DKP Banten, Eli Susiyanti, menjelaskan bahwa pagar ini membentang di sepanjang 16 desa yang melibatkan enam kecamatan di Kabupaten Tangerang.

    Kawasan ini merupakan tempat tinggal sekitar 3.888 nelayan dan 502 pembudi daya.

    Kepala Perwakilan Ombudsman RI wilayah Banten, Fadli Afriadi, menyebutkan bahwa pemasangan pagar laut itu dilakukan oleh warga pada malam hari.

    Mereka yang bekerja memasang pagar laut tersebut digaji Rp100 ribu per hari sejak Juli 2024.

    Hingga saat ini, belum diketahui siapa pemilik yang bertanggun jawab atas pemasangan pagar ini.

    Belum diketahui juga soal tujuan dan fungsi pembangunan pagar laut di Tangerang.

    “Untuk apa? Kita belum bisa mengidentifikasi karena beragam informasinya,” kata Fadli Afriadi, Rabu (8/1/2025), dikutip dari Kompas.com.

    Akibat adanya pagar laut tersebut, nelayan mengeluhkan terganggu dalam melakukan aktivitas sehari-hari untuk berburu ikan.

    Diketahui, pemasangan pagar juga melanggar Perda Nomor 1 Tahun 2023 yang mengatur zona-zona perairan untuk berbagai kepentingan, termasuk perikanan tangkap, pariwisata, hingga rencana pembangunan waduk lepas pantai.

    DKP Banten pun mengaku sudah mengunjungi lokasi dan menemukan bahwa pagar laut tersebut tidak berizin.

    Tim DKP Banten juga telah melakukan pengecekan lokasi pemagaran dan berkoordiasi dengan camat dan kepala desa setempat pada 5 September 2024.

    Hasilnya, tak ada rekomendasi atau izin dari camat atau desa terkait pemagaran laut yang berlangsung.

    Akan tetapi, masyarakat belum mengeluhkan soal aktivitas pembangunan pagar tersebut.

    Pada 8 September 2024, DKP Banten kembali melakukan patroli dengan melibatkan Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).

    Kala itu, DKP Banten mengaku telah menginstruksikan agar aktivitas pemagaran dihentikan.

    Ombudsman RI Banten saat ini juga telah turun tangan melakukan investigasi untuk mengungkap siapa dalang di balik pembangunan pagar laut di Tangerang itu.

    Mereka akan memanggil pihak terkait, termasuk DKP Banten dan pihak lainnya yang dinilai mempunyai informasi vital.

     

  • Penerjunan Mahasiswa PPL: Langkah FISIP UIN Walisongo Dekatkan Mahasiswa dengan Dunia Kerja

    Penerjunan Mahasiswa PPL: Langkah FISIP UIN Walisongo Dekatkan Mahasiswa dengan Dunia Kerja

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri Walisongo (UIN Walisongo) Semarang secara resmi menerjunkan mahasiswa untuk melaksanakan program Praktik Perkuliahan Lapangan (PPL) di berbagai instansi/lembaga mitra pada Senin (6/01/2025). 

    Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengalaman langsung kepada mahasiswa terkait dunia kerja yang relevan dengan bidang studi mereka.

    Sebanyak 50 instansi/lembaga dari berbagai sektor menerima mahasiswa PPL tahun ini, mencakup instansi pemerintah, lembaga legislatif, organisasi masyarakat, media, hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM).

    Beberapa instansi yang menjadi tujuan antara lain Fraksi Partai NasDem DPR RI, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Kementerian Sosial RI, Ombudsman RI Jawa Tengah, Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah, serta Harian Suara Merdeka.

    Dekan FISIP UIN Walisongo, Prof. Dr. Imam Yahya, dalam sambutannya menyatakan, “Program PPL ini adalah bagian dari komitmen kami untuk menghubungkan teori dengan praktik. Kami berharap mahasiswa dapat belajar langsung dari para praktisi dan memahami dinamika di dunia kerja yang sesungguhnya.”

    Beliau juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh instansi mitra atas kerja sama yang terjalin.

    Mahasiswa yang diterjunkan akan melaksanakan tugas di instansi masing-masing selama beberapa bulan ke depan dengan berbagai aktivitas, mulai dari pengumpulan data, analisis kebijakan, hingga pendampingan program.

    Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama, Dr. Moch. Parmudi, menambahkan bahwa program ini diharapkan dapat membuka peluang kerja dan memperluas jejaring bagi mahasiswa.

    FISIP UIN Walisongo terus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan berbasis pengalaman langsung.

    Melalui PPL ini, mahasiswa diharapkan tidak hanya mendapatkan pengalaman teknis, tetapi juga mengasah soft skills yang sangat dibutuhkan di era professional. (*)

     

  • KPAI Desak Pemda Turun Tangan soal Siswa SD Belajar di Lantai gegara SPP

    KPAI Desak Pemda Turun Tangan soal Siswa SD Belajar di Lantai gegara SPP

    Jakarta

    Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan ada siswa SD di Medan yang disuruh belajar di lantai karena menunggak SPP. KPAI menilai tindakan ini diskriminatif.

    “Saya kira itu tidak dibenarkan, dan termasuk tindakan diskriminatif. Sekolah swasta kan juga sudah terima dana BOS, alokasinya kan bisa buat bantu anak-anak dari keluarga kurang mampu,” kata Komisioner KPAI Aris Adi Leksono kepada wartawan, Senin (13/1/2025).

    Dia lalu mendesak Pemerintah Daerah (Pemda) setempat untuk bergerak. Aris menyebut tentu masalah ini bisa diselesaikan dengan banyak cara.

    “Karena pendidikan dasar di bawah kewenangan pemerintah daerah, maka harus turun menyelesaikan. Banyak skema yang bisa dijalankan untuk membantu hak pendidikan dari keluarga kurang mampu,” katanya.

    Duduk Perkara

    Sebelumnya, diketahui M (10), siswa kelas 4 di SD swasta di Kota Medan, harus menjalani hukuman dengan duduk di lantai selama dua hari pada 6-7 Januari 2025 saat kegiatan belajar-mengajar. M duduk di lantai mulai pukul 08.00 hingga 13.00 WIB.

    M dihukum oleh wali kelasnya, guru berinisial H, karena menunggak SPP selama tiga bulan, yakni Oktober hingga Desember 2024.

    “Di hari Rabu, tanggal 6 (Januari) masuk sekolah kan, jadi sekitar 3 hari itu dia memang duduknya di lantai tanpa sepengetahuan saya,” kata Kamelia kepada detikSumut, Jumat (10/1).

    Kamelia menyebutkan wali kelas membuat peraturan jika siswa yang belum mengambil rapor tidak boleh mengikuti kegiatan belajar mengajar. Dia mengatakan belum mengambil rapor karena SPP anaknya selama 3 bulan belum dibayarkan.

    Peraturan itu kemudian diketahui dibuat sendiri oleh wali kelas tanpa sepengetahuan kepala sekolah. Kamelia mengaku sudah berkomunikasi dengan wali kelas jika dia belum bisa datang ke sekolah. Dirinya berniat menjual handphone-nya agar bisa melunasi uang sekolah kedua anaknya di sekolah itu.

    Sedangkan, anaknya yang lain disebut tidak mendapat perlakuan seperti itu meskipun belum membayar uang sekolah.

    “Saya sudah koordinasi hari Selasa-nya, saya bilang ibu izin saya belum bisa datang, itu rencana kemarin saya mau sempat jual HP untuk bayar uang sekolah biar (anak) dapat rapor,” ucapnya.

    Kata Pihak Yayasan

    Pihak yayasan menjelaskan jika siswa SD swasta di Medan yang dihukum duduk di lantai mendapat bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) sebesar Rp 450 ribu. Selain itu, sekolah juga menggratiskan uang sekolah siswa selama 6 bulan setiap tahunnya.

    Ketua yayasan yang menaungi SD swasta itu, Ahmad Parlindungan, mengatakan jika sekolah itu didirikan sebagai amal sosial. Sekolah itu sudah berdiri sejak 1963 dengan status wakaf.

    “Sekolah ini adalah sekolah amal sosial membantu masyarakat yang kurang mampu, anak-anak yatim bersekolah di tempat kami sejak tahun 1963 sudah berdiri dan statusnya wakaf,” kata Ahmad Parlindungan di Kantor Ombudsman Perwakilan Sumut, Senin (13/1).

    Ahmad menjelaskan jika selama Januari-Juni uang sekolah digratiskan. Sedangkan untuk Juli-Desember dikenakan Rp 60 ribu.

    “Kami di sekolah itu memberikan prioritas bantuan anak-anak sekolah 6 bulan gratis, Januari sampai Juni itu gratis. Juli sampai Desember itu dibayar uang sekolahnya dari kelas 4-6 itu Rp 60 ribu,” jelasnya.

    (azh/jbr)

  • Ini Saran Bobby Nasution Terkait Murid SD Dihukum Gurunya Duduk di Lantai Karena Menunggak SPP – Halaman all

    Ini Saran Bobby Nasution Terkait Murid SD Dihukum Gurunya Duduk di Lantai Karena Menunggak SPP – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, MEDAN- Wali Kota Medan Bobby Nasution menyarankan agar MI, murid SD Yayasan Abdi Sukma Kota Medan, Sumatra Utara pindah sekolah di negeri.

    MI diketahui dihukum gurunya duduk di lantai selama belajar karena menunggak uang sekolah atau sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) selama tiga bulan.

    “Bukan kita lepas tangan, tapi memang dari  awal (kita) telah mengimbau orangtua atau siswa siswi di SD maupun SMP, bagi yang mengalami masalah pembiayaan, dari kami Pemko Medan memberikan solusi  untuk pindah ke sekolah negeri,” ujar Bobby, Senin (13/1/2025).

    Dikatakannya, pihaknya akan langsung menerimanya di sekolah negeri, apabila murid SD tersebut mau pindah.

    “Kita langsung menerima di sekolah negeri langsung kita terima di sekolah negeri tanpa ada biaya apapun,” jelasnya.

    Terkait permasalahan tersebut, Bobby mengaku sudah menugaskan Dinas Pendidikan Kota Medan menegur sekolah tersebut. 
            
    “Ini memang kita sayangkan dan sudah kita sampaikan ke dinas pendidikan,  untuk memberikan teguran, ini kan masalah kemanusiaan (jadi kita), memberikan teguran ke sekolahnya walaupun administrasinya karena ini sekolah swasta,” ujar Bobby.

    Diketahui, MI (10) bernasib malang harus duduk di lantai selama 3 hari saat proses belajar mengajar.

    Anak kelas 4 itu dihukum oleh guru wali kelasnya Hariyati lantaran ia menunggak membayar SPP selama 3 bulan yakni Oktober, November, dan Desember 2024. Total besaran SPP-nya Rp 180 ribu.

    Kamelia, ibu korban, bercerita anaknya itu dihukum sejak hari pertama sekolah yakni Senin (6/1/2025). Namun, ia baru sadar pada Rabu (8/1/2025) saat anaknya tidak mau berangkat ke sekolah.

    Kamelia yang merupakan seorang IRT itu sebelumnya mengaku memang hendak ke sekolah untuk membayar SPP anaknya itu. Sebab, hari Senin ia sudah diingatkan oleh wali kelas untuk melakukan pembayaran.

    Terlebih, anaknya itu juga belum menerima rapor lantaran ditahan oleh pihak sekolah. Di sekolah, kata dia, aturannya yang berlaku memang demikian. 

    Yayasan buka suara

    Pihak Yayasan Abdi Sukma buka suara terkait kasus MI (10) seorang siswa kelas IV Sekolah Dasar (SD) Yayasan Abdi Sukma yang duduk di lantai karena nunggak SPP

    Ketua Yayasan Abdi Sukma, Ahmad Parlindungan mengatakan, baru hari ini pihaknya membuka CCTV ruangan kelas siswa yang disuruh duduk di lantai oleh wali kelasnya.

    Dalam rekaman CCTV tersebut, kata Ahmad, tidak ada yang memperlihatkan wali kelas menyuruh muridnya duduk di lantai.

    Diakui Ahmad, wali kelas sempat menyuruh siswanya duduk di lantai  selama dua hari mulai dari hari Senin dan selasa (6-7/1/2025).

    Namun, kata Ahmad di hari ke tiga, wali kelas tidak ada menyuruh duduk di lantai.

    “Ada hal yang aneh dari CCTV yang kami lihat tadi. Hari senin tanggal 6-7 Januari  2025 kami akui itu memang benar wali kelas yang menyuruh duduk di lantai. Tapi di hari ke tiga sesuai CCTV itu wali kelas tidak ada meminta duduk di lantai,” terangnya saat ditemui usai memenuhi panggilan dari Ombudsman Sumut.

    Dikatakannya, apa yang dibuat oleh wali kelas tersebut adalah fatal. Dan wali kelas itu sudah  diskors hingga hari ini.

    “Kalau memang itu perintah dari sekolah yayasan kenapa anaknya kelas satu tidak seperti itu. Anaknya dua di situ sama sama nunggak. Tapi anaknya kelas satu tidak ada dapat hukuman seperti itu. Ini kami sayangkan wali kelasnya. Tetapi di hari ketiga kejadian sudah berbeda,” jelasnya.

    Pada hari Rabu, kata Ahmad, ibu siswa yang duduk dilantai tersebut datang ke sekolah. Dimana, hari itu wali kelas sudah tidak menyuruhnya duduk di lantai.

    “Rabu itu dia datang (ibu siswa yang duduk di lantai). Dia datang, dipanggil anaknya. Itu waktu jam istirahat. Masuklah ke jam mata pelajaran kedua saat itu pelajaran agama. Anaknya ini lama masuk kelas. Tapi setibanya masuk di kelas, dia mengambil sepatu di belakang (tempat duduknya) kemudian anak ini tiba-tiba duduk di lantai dan ibunya masuk kelas dan langsung memvideokan seperti itu,” ucapnya.

    Ahmad tidak mengetahui apakah motif anaknya duduk di lantai karena di suruh orang tua atau mencontoh karena sudah dari tadi dia seperti itu.

    “Enggak tau kita itu (siswa mencontoh)  ada pergantian pelajaran di sana, saat itu  guru pertama masuk,  lalu istirahat dan  masuklah guru ke dua,  yaitu guru agama.  Anaknya itu lambat masuk,  tapi saya tidak mau menduga- duga. Nanti dibilang saya yang memprovokasi atau bagaimana,”ucapnya.

    Dikatakannya, saat ini pihaknya hanya akan menunjukkan fakta-fakta yang mereka dapatkan saja..

    “Biarlah fakta yang berbicara semua di jawab oleh Allah SWT, karena tujuan kita  untuk membantu anak-anak sekolah,” terangnya.

    Penulis: Anisa Rahmadani

  • VIDEO Misteri Pagar Laut di Tangerang: Truk Bambu Tiba Tengah Malam, Apa yang Terjadi? – Halaman all

    VIDEO Misteri Pagar Laut di Tangerang: Truk Bambu Tiba Tengah Malam, Apa yang Terjadi? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kemunculan pagar misterius di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, tengah menjadi perbincangan publik.

    Pagar tersebut membentang sekitar 30 km dari pesisir Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Banten, hingga pesisir Desa Kronjo, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten.

    Pagar itu terbuat dari ratusan bambu berukuran besar yang dipasang sejajar.

    Surwan, warga sekitar yang tinggal di kawasan wisata Mangrove Desa Kronjo, mengungkap awal pemasangan pagar laut misterius itu.

    Dimulai dengan kedatangan truk yang membawa bambu pada malam hari.

    Amatan Tribunnews, Jumat (10/1/2025), pagar yang dipasang memanjang tersebut berada sekitar 1 km dari daratan Desa Kronjo.

    Pagar itu terbuat dari ratusan bambu berukuran besar yang dipasang sejajar.

    Belum diketahui siapa yang memasang pagar di tengah laut tersebut.

    Jajaran bambu itu tampaknya dipasang sebagai patok wilayah, karena pemasangannya membentuk sebuah area.

    Jika dilihat dari dekat, bagian atas dari beberapa baris bambu tersebut dibentuk seperti jalan, sehingga bisa dipijak oleh seseorang yang ingin berjalan di atasnya.

    Surwan, warga sekitar yang tinggal di kawasan wisata Mangrove Desa Kronjo, mengatakan pagar-pagar itu dipasang dua hingga tiga bulan yang lalu.

    Ia hanya menyebutkan pagar yang disebut oleh warga sekitar dengan sebutan “cerucuk” itu dipasang pada malam hari.

    Warga sekitar, dia tegaskan, tidak dilibatkan dalam pembangunan deretan pagar di tengah laut tersebut.

    Surwan, yang dikenal sebagai ulama setempat, mengatakan keberadaan pagar di tengah laut itu mengganggu aktivitas warga setempat yang berprofesi sebagai nelayan.

    Terlebih, pagar-pagar tersebut dipasang di titik di mana nelayan biasanya menangkap ikan.

    Katanya, setelah adanya pagar tersebut, pergerakan nelayan-nelayan di Kronjo terganggu karena mereka tidak bisa melaju dengan kapal secara bebas seperti sebelum pagar-pagar itu dipasang.

    Protes terhadap pembangunan pagar di tengah laut itu juga disampaikan oleh warga lainnya yang berprofesi sebagai nelayan, Heru.

    Ia mengatakan bahwa nelayan yang menggunakan kapal kecil pasti mencari ikan di sekitar tempat di mana pagar itu dipasang.

    Hal itu dikarenakan hanya kapal-kapal besar yang mampu mencari ikan hingga ke tengah laut yang lebih jauh.

    Apalagi, area dibangunnya pagar-pagar tersebut terkenal sebagai salah satu spot terbaik untuk mencari ikan.

    Jenis-jenis ikan yang ada di sekitar perairan itu antara lain ikan kakap, ikan barakuda, dan ikan kerapu.

    Alhasil, situasi ini mengganggu aktivitas mencari ikan yang dilakukan oleh para nelayan.

    Kini, yang masih memungkinkan dilakukan adalah mencari kerang hijau dengan menggunakan alat pancing yang berbeda.

    Menteri KP: Belum Tahu Siapa yang Punya, Tidak Bisa Main Cabut

    Pemerintah tidak bisa langsung melakukan pencabutan secara paksa pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di perairan Tangerang, Banten.

    Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan, berdasarkan prosedur yang ada, pemerintah tidak bisa langsung mencabut pagar laut, tetapi lebih dahulu menyegelnya dan kemudian menelusuri siapa yang memasang pagar laut tersebut.

    Ketika sudah diketahui pihak yang melanggar, Kementerian KP akan mengenakan denda administratif dan meminta pelaku untuk membongkar pagar laut tersebut.

    “Jadi nanti kalau ketahuan siapapun yang memasang dengan tujuan apa dan seterusnya, kenapa tidak memiliki izin lalu melakukan kegiatan pemasangan di ruang laut, itu kami sampaikan,” kata Trenggono dikutip dari unggahan Instagram akun @kkpgoid dikutip Minggu (12/1/2025).

    Trenggono telah meminta Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian KP Pung Nugroho Saksono untuk memeriksa pagar laut ini.

    Pung telah diminta memeriksa siapa yang memasang pagar laut tersebut dan apakah pemasangannya memiliki izin atau tidak.

    Setelah diperiksa, ternyata pemasangan pagar laut itu tidak memiliki izin.

    Jika sudah berizin, pasti dipasang pemberitahuan bahwa mereka telah memenuhi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

    Akibat tidak adanya izin, Direktorat Jenderal PSDKP Kementerian KP akhirnya menyegel pagar laut tersebut.

    Selanjutnya, Kementerian KP sedang melakukan penelusuran untuk mencari tahu siapa yang memasang pagar laut tersebut.

    “Miliknya siapa, tujuannya apa, dan seterusnya,” tutur Trenggono.

    Ia menyebut seluruh kegiatan pembangunan di ruang laut, bila mengacu pada Undang-Undang Cipta Kerja, harus mendapatkan izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

    Trenggono menjelaskan bahwa pagar laut ini melewati kurang lebih enam kecamatan dan memberi dampak pada 3.888 nelayan.

    Kemudian ada juga penangkar kerang yang jumlahnya sekitar 500 turut terdampak dari pagar laut ini.

    “Ini kan kita belum tahu siapa yang punya, prosedurnya harus kita teliti, harus kita telusuri, menang prosedurnya gitu. Harus kita segel dulu tidak bisa main cabut, tidak boleh. Kalau melanggar. Kita minta bersangkutan untuk membongkarnya, ” jelas Trenggono.

    Sebagai informasi, pagar laut misterius ini melintasi perairan Tangerang dan membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji.

    Struktur bangunan pagar laut di Tangerang ini terbuat dari pohon bambu, dengan tinggi rata-rata 6 meter dan membentang sepanjang 30,16 km.

     
    Pagar laut tersebut memiliki pintu di setiap 400 meter yang memungkinkan perahu masuk.

    Dikutip dari Kompas.com, pagar misterius itu kali pertama ditemukan pada tanggal 14 Agustus 2024, ketika Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten menerima informasi terkait dengan aktvitas pemagaran laut ini.

    Berdasarkan catatan DKP Banten, pagar laut itu masih sepanjang 7 km pada 19 Agustus 2024.

    Kepala DKP Banten, Eli Susiyanti, menjelaskan bahwa pagar ini membentang di sepanjang 16 desa yang melibatkan enam kecamatan di Kabupaten Tangerang.

    Kawasan ini merupakan tempat tinggal sekitar 3.888 nelayan dan 502 pembudi daya.

    Kepala Perwakilan Ombudsman RI wilayah Banten, Fadli Afriadi, menyebutkan bahwa pemasangan pagar laut itu dilakukan oleh warga pada malam hari.

    Mereka yang bekerja memasang pagar laut tersebut digaji Rp100 ribu per hari sejak Juli 2024.

    Hingga saat ini, belum diketahui siapa pemilik yang bertanggun jawab atas pemasangan pagar ini.

    Belum diketahui juga soal tujuan dan fungsi pembangunan pagar laut di Tangerang.

    “Untuk apa? Kita belum bisa mengidentifikasi karena beragam informasinya,” kata Fadli Afriadi, Rabu (8/1/2025), dikutip dari Kompas.com.

    Akibat adanya pagar laut tersebut, nelayan mengeluhkan terganggu dalam melakukan aktivitas sehari-hari untuk berburu ikan.

    Diketahui, pemasangan pagar juga melanggar Perda Nomor 1 Tahun 2023 yang mengatur zona-zona perairan untuk berbagai kepentingan, termasuk perikanan tangkap, pariwisata, hingga rencana pembangunan waduk lepas pantai.

    DKP Banten pun mengaku sudah mengunjungi lokasi dan menemukan bahwa pagar laut tersebut tidak berizin.

    Tim DKP Banten juga telah melakukan pengecekan lokasi pemagaran dan berkoordiasi dengan camat dan kepala desa setempat pada 5 September 2024.

    Hasilnya, tak ada rekomendasi atau izin dari camat atau desa terkait pemagaran laut yang berlangsung.

    Akan tetapi, masyarakat belum mengeluhkan soal aktivitas pembangunan pagar tersebut.

    Pada 8 September 2024, DKP Banten kembali melakukan patroli dengan melibatkan Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).

    Kala itu, DKP Banten mengaku telah menginstruksikan agar aktivitas pemagaran dihentikan.

    Ombudsman RI Banten saat ini juga telah turun tangan melakukan investigasi untuk mengungkap siapa dalang di balik pembangunan pagar laut di Tangerang itu.

    Mereka akan memanggil pihak terkait, termasuk DKP Banten dan pihak lainnya yang dinilai mempunyai informasi vital.(Tim Tribunnews/Aphia/Malau)