Kementrian Lembaga: Ombudsman

  • 3
                    
                        Rumah Cluster Bersertifikat Pun Kena Gusur di Tambun, Ombudsman: Aneh, Negara Tidak Akui Produk Legal
                        Nasional

    3 Rumah Cluster Bersertifikat Pun Kena Gusur di Tambun, Ombudsman: Aneh, Negara Tidak Akui Produk Legal Nasional

    Rumah Cluster Bersertifikat Pun Kena Gusur di Tambun, Ombudsman: Aneh, Negara Tidak Akui Produk Legal
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Anggota
    Ombudsman RI
    Yeka Hendra Fatika merasa prihatin atas penggusuran perumahan di
    cluster Setia Mekar
    , Tambun Selatan, Bekasi.
    Yeka mengatakan, Ombudsman RI belum menerima laporan terkait kasus penggusuran tersebut.
    “Belum ada laporannya. Belum ada laporannya. Cuma saya juga enggak bisa kasih komentar, prihatin saja ya. Komentar saya prihatin aja,” kata Yeka di Gedung Ombudsman RI, dikutip Selasa (4/2/2025).
    Meski demikian, Yeka mengatakan perlunya tata kelola terkait sertifikat hak milik (SHM) atas rumah yang berada dalam perumahan tersebut.
    “Berarti kalau begitu negara sudah tidak mengakui produk legal yang dikeluarkan oleh negara. Ini suatu keanehan ya, yang sebetulnya perlu ditata kelola terkait hal ini, perlu dibenahi gitu ya. Kasihan masyarakat,” ujarnya.
    Sebelumnya, Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II mengeksekusi dan mengosongkan lahan terhadap 27 bidang tanah di
    Cluster Setia Mekar
    Residence 2 pada Kamis (30/1/2025).
    Eksekusi ini merujuk pada putusan Pengadilan Negeri Bekasi dengan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tertanggal 25 Maret 1997.
    Total lahan yang dieksekusi mencakup area seluas 3.100 meter persegi, termasuk tanah, ruko, dan warung.
    “Untuk penghuninya, total ada 14 orang,” kata Ahmad Bari, Minggu (3/2/2025).
    Sementara itu, pihak developer Cluster Setia Mekar Residence 2 di Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, berkomitmen untuk bertanggung jawab atas penggusuran lahan yang terjadi.
    Hal ini disampaikan oleh Abdul Bari, perwakilan developer, melalui pesan tertulis pada Senin (3/2/2025).
    “Bentuk perlawanan melalui gugatan penolakan eksekusi di PN Cikarang dan PN Kota Bekasi merupakan bentuk tanggung jawab developer,” ujar Bari, Senin.
    Sebagai developer, ujar Bari, ia telah memenuhi dua aspek utama dalam pengembangan properti, yaitu legalitas tanah yang berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) dan legalitas bangunan yang berupa Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
    “Kedua hal tersebut telah dipenuhi dan diproses sesuai ketentuan aturan yang berlaku,” tambahnya.
    Lebih lanjut, Bari merinci langkah-langkah yang telah dilakukan dalam proses transaksi jual beli.
    Berdasarkan hasil pengecekan Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SKPT) oleh notaris di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bekasi, SHM tidak terblokir, tidak terdapat sita, dan tidak ada sengketa.
    Selain itu, kata Bari, transaksi juga telah dilakukan di hadapan notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
    Di sisi lain, pembayaran pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh) juga telah divalidasi.
    Menurut Bari, proses balik nama ke atas nama pembeli yang beriktikad baik juga telah dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi.
    Lalu, pembelian dilakukan melalui KPR bank yang telah melewati verifikasi keabsahan legalitas tanah dan bangunan sehingga dapat memperoleh fasilitas KPR.
    “Hak dan kewajiban para pihak telah dijalankan secara benar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ucap Bari.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Konsumsi Solar Bertambah dan Tangkapan Ikan Berkurang

    Konsumsi Solar Bertambah dan Tangkapan Ikan Berkurang

    PIKIRAN RAKYAT – Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Banten, Fadli Afriadi menyebut, kerugian yang dialami nelayan di sekitar proyek pembangunan pagar laut mencapai sekira Rp24 miliar. Berdasarkan data Ombudsman, kerugian tersebut dirasakan oleh 3.888 nelayan.

    “Berdasarkan perhitungan kami, minimal kerugian yang dialami oleh hampir 4 ribu nelayan itu sekurang-kurangnya Rp24 miliar,” kata Fadli dalam Konferensi Pers Hasil Investigasi Atas Prakarsa Sendiri Ombudsman RI Permasalahan Pagar Laut di Kabupaten Tangerang Banten, di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Senin, 3 Februari 2025.

    Fadli menjelaskan, nilai kerugian tersebut muncul akibat sejumlah faktor seperti bertambahnya konsumsi bahan bakar solar untuk mengoperasikan kapal, penurunan hasil tangkapan ikan, dan kerusakan pada kapal nelayan. Pagar laut menyebabkan nelayan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli 4 sampai 6 liter solar per hari.

    “Karena ada berbagai asumsi itu dari jumlah bahan bakar yang bertambah antara 4-6 liter solar per hari, lalu hasil tangkapan yang berkurang, kerusakan kapal, sehingga angkanya Rp24 miliar. Terhitung dari Agustus 2024-Januari 2025,” tutur Fadli.

    Fadli mengatakan, angka tersebut memang belum sepenuhnya akurat lantaran Ombudsman tidak melakukan sensus secara langsung. Menurutnya, estimasi kerugian diperoleh dari hasil wawancara dengan sejumlah nelayan yang diharapkan dapat mewakili pengalaman mereka.

    “Kita tidak bisa mendapatkan angka yang pas karena kita tidak melakukan sensus. Kita cuma melakukan wawancara dengan beberapa nelayan yang saya harap itu mewakili yang dialami nelayan,” katanya.

    Pembuatan Pagar Laut Adalah Upaya Menguasai Ruang Laut 

    Sebelumnya, Ombudsman Perwakilan Provinsi Banten menemukan indikasi kuat bahwa pembangunan pagar laut di wilayah perairan Tangerang bertujuan untuk menguasai ruang laut secara sepihak. Hal ini disampaikan Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Banten, Fadli Afriadi dalam konferensi pers di kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Senin, 3 Februari 2025.

    “Kita meyakini ada indikasi yang kuat bahwa keberadaan pagar laut ini adalah dalam rangka upaya menguasai ruang laut,” kata Fadli.

    Fadli menuturkan, dugaan tersebut terlihat dengan adanya temuan dokumen yang menunjukkan upaya penguasaan ruang laut seluas 370 hektare di Kohod, Tangerang, Banten, yang sebagian dokumen atau seluruhnya sudah diterbitkan.

    Kemudian, lanjut Fadli, ada pihak yang sama kembali mengajukan permohonan penguasaan laut seluas 1.415 atau hampir 1.500 hektare. Berdasarkan peta, ujung terluar dari wilayah yang diajukan sama persis dengan lokasi pembangunan pagar laut.

    “Sehingga kita meyakini bahwa munculnya pagar laut ini memiliki korelasi yang sangat kuat dengan pengajuan hak di laut yang modusnya bagaimana menaikkan status girik menjadi tanah sama seperti yang terjadi di Kohod,” ucap Fadli.

    Selain itu, diungkapkan Fadli, ada surat mengindikasikan bahwa pihak yang mengajukan permohonan hak atas laut sengaja membangun sekatan-sekatan tradisional seperti cerucu dari bambu untuk memudahkan identifikasi kepemilikan luas laut.

    “Itu jelas dari surat pengajuan tersebut, sehingga memudahkan identifikasi. Kami menenggarai identifikasi ini pengukuran karena gimana pengukurannya kalau batasnya tidak ada,” ucap Fadli.

    DKP Banten Lakukan Maladministrasi

    Fadli menyebut Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten melakukan maladministrasi lantaran mengabaikan laporan masyarakat soal adanya pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang. Menurutnya, meskipun ada upaya dari DKP Banten dalam menanggapi laporan masyarakat tetapi proses penanganannya berlangsung lebih lama dari yang diharapkan.

    “Kami menyatakan bahwa memang ada maladministrasi. Kami mengapresiasi upaya yang sudah dilakukan DKP di saat mendapatkan laporan masyarakat, langsung melakukan kunjungan lapangan, melakukan penghentian saat panjangnya masih 10 Km, berkoordinasi dengan KKP, tapi membutuhkan waktu yang lama sampai 22 Januari kemarin baru dilakukan pembongkaran,” kata Fadli.

    Fadli mengatakan, pihaknya memahami segala keterbatasan DKP Banten yang sudah berupaya menangani permasalahan pagar laut. Akan tetapi, kata dia, upaya pembongkaran pagar laut yang baru terlaksana pada 22 Januari 2025, belum maksimal dan panjang pagar laut justru semakin bertambah.

    “Upaya itu belum maksimal karena butuh waktu lama untuk melakukan pembongkaran dan panjangnya semakin bertambah dibanding saat dihentikan,” tutur Fadli.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Ombudsman Sebut Pembuatan Pagar Laut Adalah Upaya Menguasai Ruang Laut

    Ombudsman Sebut Pembuatan Pagar Laut Adalah Upaya Menguasai Ruang Laut

    PIKIRAN RAKYAT – Ombudsman Perwakilan Provinsi Banten menemukan indikasi kuat bahwa pembangunan pagar laut di wilayah perairan Tangerang bertujuan untuk menguasai ruang laut secara sepihak. Hal ini disampaikan Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Banten, Fadli Afriadi dalam konferensi pers di kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Senin, 3 Februari 2025. 

    “Kita meyakini ada indikasi yang kuat bahwa keberadaan pagar laut ini adalah dalam rangka upaya menguasai ruang laut,” kata Fadli.

    Fadli menuturkan, dugaan tersebut terlihat dengan adanya temuan dokumen yang menunjukkan upaya penguasaan ruang laut seluas 370 hektare di Kohod, Tangerang, Banten, yang sebagian dokumen atau seluruhnya sudah diterbitkan. 

    Kemudian, lanjut Fadli, ada pihak yang sama kembali mengajukan permohonan penguasaan laut seluas 1.415 atau hampir 1.500 hektare. Berdasarkan peta, ujung terluar dari wilayah yang diajukan sama persis dengan lokasi pembangunan pagar laut.

    “Sehingga kita meyakini bahwa munculnya pagar laut ini memiliki korelasi yang sangat kuat dengan pengajuan hak di laut yang modusnya bagaimana menaikkan status girik menjadi tanah sama seperti yang terjadi di Kohod,” ucap Fadli. 

    Selain itu, diungkapkan Fadli, ada surat mengindikasikan bahwa pihak yang mengajukan permohonan hak atas laut sengaja membangun sekatan-sekatan tradisional seperti cerucu dari bambu untuk memudahkan identifikasi kepemilikan luas laut. 

    “Itu jelas dari surat pengajuan tersebut. sehingga memudahkan indentifikasi. Kami menenggarai identifikasi ini pengukuran karena gimana pengukurannya kalau batasnya tidak ada,” ucap Fadli.

    Ombudsman Sebut DKP Banten Lakukan Maladministrasi

    Fadli menyebut Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten melakukan maladministrasi lantaran mengabaikan laporan masyarakat soal adanya pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang. Menurutnya, meskipun ada upaya dari DKP Banten dalam menanggapi laporan masyarakat tetapi proses penanganannya berlangsung lebih lama dari yang diharapkan. 

    “Kami menyatakan bahwa memang ada maladministrasi. Kami mengapresiasi upaya yang sudah dilakukan DKP di saat mendapatkan laporan masyarakat, langsung melakukan kunjungan lapangan, melakukan penghentian saat panjangnya masih 10 Km, berkoordinasi dengan KKP, tapi membutuhkan waktu yang lama sampai 22 Januari kemarin baru dilakukan pembongkaran,” kata Fadli. 

    Fadli mengatakan, pihaknya memahami segala keterbatasan DKP Banten yang sudah berupaya menangani permasalahan pagar laut. Akan tetapi, kata dia, upaya pembongkaran pagar laut yang baru terlaksana pada 22 Januari 2025, belum maksimal dan panjang pagar laut justru semakin bertambah.

    “Upaya itu belum maksimal karena butuh waktu lama untuk melakukan pembongkaran dan panjangnya semakin bertambah dibanding saat dihentikan,” tutur Fadli. 

    Minta DKP Banten Tuntaskan Penertiban Pagar Laut 

    Ombudsman mendorong DKP Banten segera mengkoordinasikan dan menuntaskan penertiban pagar laut yang masih tersisa. Berdasarkan informasi yang diterima Ombudsman, sisa pagar yang belum dibongkar sepanjang 11 Kilometer. 

    Selain itu, lanjut Fadli, Ombudsman mendorong DKP Banten berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta aparat penegak hukum (APH) untuk menyelidiki indikasi adanya penyalahgunaan pemanfaatan ruang laut dari segi administratif maupun pidana. Menurutnya, langkah ini penting untuk penegakan hukum dan pemberian efek jera terhadap pihak yang melanggar aturan.

    “Kita juga memahami fungsi pengawasan wilayah bukan hanya DKP, tapi juga ada instansi lainnya. Tapi, bagaimanapun sesuai Undang-Undang (UU), bahwa 12 mil itu memang merupakan tanggung jawab Pemda,” ujarnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Hitungan Ombudsman, Pagar Laut Tangerang Bikin Rugi 4.000 Nelayan dengan Nilai Mencapai Rp24 Miliar – Halaman all

    Hitungan Ombudsman, Pagar Laut Tangerang Bikin Rugi 4.000 Nelayan dengan Nilai Mencapai Rp24 Miliar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Ombudsman RI Provinsi Banten mengindikasikan adanya kerugian nelayan mencapai Rp24 miliar dampak dari adanya pagar laut yang berada di perairan Kabupaten Tangerang.

    Karena itu, menurut Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Banten Fadli Afriadi, ditengarai adanya maladministrasi berupa pengabaian terhadap laporan, terkait pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang.

    “Berdasarkan penghitungan kami, minimal, ini minimal kerugian yang dialami hampir 4.000 nelayan mencapai sekurang-kuranganya Rp24 miliar,” ujar Fadli di Kantor Ombudsman, Jakarta, Senin (3/2/2025).

    Ombudsman, kata Fadli, telah mendapat informasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten tentang adanya pagar laut di kawasan Kronjo, yang sudah dihentikan juga sebelumnya oleh DKP Banten.

    Namun tanggal 28 November, lanjut dia, mendapati informasi bahwa masih ada pagar laut. Sehingga tanggal 5 Desember 2024, Ombudsman melakukan kunjungan lapangan.

    “Dan melakukan pengecekan atas keberadaan pagar laut yang memang masih ada,” tutur Fadli.

    Ombudsman Banten menilai adanya maladministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum DKP Banten dalam menindaklanjuti dan menyelesaikan pengaduan masyarakat.

    Hal tersebut sebagai bagian dari pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan sumberdaya Kelautan dan Perikanan di wilayah perairan laut sampai dengan 12 mil, berdasarkan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah dan daerah.

    “Kita meminta agar DKP mengkoordinir, mendorong, menuntaskan penertiban pembongkaran pagar laut yang saat ini masih tersisa,” kata Fadli.

    Berdasarkan informasi terakhir yang diterima Ombudsman Banten, masih ada sekitar 11 km, sehingga diminta untuk dituntaskan.

    “Kedua, Ombudsman Banten meminta agar DKP Banten berkoordinasi dengan pihak terkait baik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI, maupun aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti adanya indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang laut,” imbuhnya.

    Hal tersebut baik secara administratif maupun dipidana sebagai salah satu upaya penegakan hukum pencegahan serta pemberian efek jera. Ombudsman Banten memahami bahwa fungsi pengawasan wilayah tidak hanya DKP, tapi juga ada instansi vertikal dan instansi pusat lainnya yang memiliki tugas di sana.

    “Tapi bagaimanapun sesuai dengan undang-undang ya, bahwa 12 mil laut itu memang merupakan tanggung jawab undang dari kelolaan dari pemerintahan daerah,” ujar Fadli.

    Fadli mengatakan DKP juga sudah berupaya dengan koordinasi bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan RI serta TNI AL dalam rangka membongkar pagar laut tersebut, meski belum maksimal, karena membutuhkan waktu yang lama untuk pembongkaran dan panjang yang semakin bertambah dibanding saat dihentikan.

     

  • Ombudsman Sebut DKP Banten Lakukan Maladministrasi, Abaikan Laporan Warga Soal Pagar Laut

    Ombudsman Sebut DKP Banten Lakukan Maladministrasi, Abaikan Laporan Warga Soal Pagar Laut

    PIKIRAN RAKYAT – Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Banten Fadli Afriadi menyebut Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten melakukan maladministrasi lantaran mengabaikan laporan masyarakat soal adanya pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang.

    Menurutnya, meskipun ada upaya dari DKP Banten dalam menanggapi laporan masyarakat tetapi proses penanganannya berlangsung lebih lama dari yang diharapkan.

    “Kami menyatakan bahwa memang ada maladministrasi. Kami mengapresiasi upaya yang sudah dilakukan DKP di saat mendapatkan laporan masyarakat, langsung melakukan kunjungan lapangan, melakukan penghentian saat panjangnya masih 10 Km, berkoordinasi dengan KKP, tapi membutuhkan waktu yang lama sampai 22 Januari kemarin baru dilakukan pembongkaran,” kata Fadli dalam konferensi pers di kantor Ombudsman, Jakarta Selatan, Senin, 3 Februari 2025.

    Fadli mengatakan, pihaknya memahami segala keterbatasan DKP Banten yang sudah berupaya menangani permasalahan pagar laut. Akan tetapi, kata dia, upaya pembongkaran pagar laut yang baru terlaksana pada 22 Januari 2025, belum maksimal dan panjang pagar laut justru semakin bertambah.

    “Upaya itu belum maksimal karena butuh waktu lama untuk melakukan pembongkaran dan panjangnya semakin bertambah dibanding saat dihentikan,” tutur Fadli. 

    Oleh karena itu Ombudsman mendorong DKP Banten segera mengkoordinasikan dan menuntaskan penertiban pagar laut yang masih tersisa. Berdasarkan informasi yang diterima Ombudsman, sisa pagar yang belum dibongkar sepanjang 11 Kilometer. 

    Selain itu, lanjut Fadli, Ombudsman mendorong DKP Banten berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta aparat penegak hukum (APH) untuk menyelidiki indikasi adanya penyalahgunaan pemanfaatan ruang laut dari segi administratif maupun pidana. Menurutnya, langkah ini penting untuk penegakan hukum dan pemberian efek jera terhadap pihak yang melanggar aturan.

    “Kita juga memahami fungsi pengawasan wilayah bukan hanya DKP, tapi juga ada instansi lainnya. Tapi, bagaimanapun sesuai Undang-Undang (UU), bahwa 12 mil itu memang merupakan tanggung jawab Pemda,” ujarnya.

    Dilaporkan ke KPK 

    Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad bersama sejumlah pegiat antikorupsi melaporkan dugaan korupsi yang terjadi di Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk atau PIK 2. Menurut Samad, diduga ada praktik suap di balik penetapan PIK 2 sebagai PSN.  

    “Kita ingin KPK lebih konsentrasi menelisik, melakukan investigasi terhadap proyek strategis nasional. Karena kita melihat di dalamnya bahwa kuat dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi di dalam penetapannya sebagai proyek strategis nasional,” kata Samad kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jumat, 31 Januari 2025. 

    Samad menyebut kedatangannya ke kantor KPK bersama Mochammad Jasin, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, dan Ketua Riset LBH-AP Muhammadiyah, Ghufroni diterima langsung Ketua KPK Setyo Budiyanto dan wakilnya Fitroh Rohcahyanto serta Ibnu Basuki Widodo.

    Menurutnya, lembaga antirasuah berwenang memeriksa penyelenggara negara di tingkat daerah maupun tingkat pusat lantaran dugaan korupsi tersebut telah merugikan keuangan negara. 

    “Penetapan PIK menjadi PSN itu tidak terlepas dari praktik kongkalikong, praktik suap menyuap. Dan lebih jauh kita bisa melihat bahwa disitu ada kerugian negara,” ucap Samad.

    Lebih lanjut Samad mengaku pihaknya telah mengantongi banyak data terkait dugaan korupsi penetapan PSN PIK 2. Menurutnya, data itu bisa langsung diserahkan kepada KPK untuk membantu lembaga antirasuah melakukan penyelidikan lebih cepat. 

    “Tapi kami yakin juga bahwa KPK juga pasti punya data yang cukup untuk melakukan yang namanya pulbaket (Pengumpulan bahan dan Keterangan),” ujar Samad. 

    Laporkan Penerbitan Sertifikat Laut 

    Samad juga melaporkan adanya dugaan suap dan gratifikasi dalam penerbitan Hak Guna Bangunan di atas laut yang diduga dilakukan anak perusahaan Agung Sedayu Group. Dalam hal ini, dia meminta KPK segera memanggil pihak-pihak yang diduga mengetahui penerbitan Hak Guna Bangunan tersebut. 

    “Kita melaporkan tentang ada dugaan kuat terjadi suap menyuap gratifikasi di dalam penerbitan sertifikat di atas laut. Yang diduga kuat dilakukan oleh Agung Sedayu Grup dan anak perusahaannya,” ucap Samad. 

    “Oleh karena itu, kita meminta supaya KPK tidak usah khawatir memanggil orang yang merasa dirinya kuat selama ini, yaitu Aguan,” ujarnya melanjutkan.

    Samad bersama pegiat antikorupsi mendorong KPK supaya memeriksa sejumlah pihak yang berlatar belakang penyelenggara negara maupun swasta. Sebab, kata dia, tidak boleh ada seseorang secara individu mengatur negara ataupun mengatur presiden.

    “Penyelenggara negara itu siapa? Mulai dari kementerian, sampai aparat tingkat bawah, kabupaten, provinsi, maupun sampai yang paling di atas. Jadi semua kita minta diperiksa,” ujar Samad.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Soal Pagar Laut di Tangerang, Anggota DPR Fraksi PKB: Indonesia Negara Hukum Bukan Negara Kekuasaan – Halaman all

    Soal Pagar Laut di Tangerang, Anggota DPR Fraksi PKB: Indonesia Negara Hukum Bukan Negara Kekuasaan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota DPR RI Komisi III, Abdullah meminta instansi yang berwenang untuk segera memproses penyidikan dan penyelidikan terkait polemik pagar laut di Kabupaten Tangerang.

    Dari langkah tersebut, dirinya meminta agar diumumkan siapa saja yang diduga melanggar administrasi maupun pidana.

    “Ingat, Indonesia ini negara hukum bukan negara kekuasaan. Para pakar dan berbagai lapisan masyarakat yang mempertanyakan penegakan hukum kepada tersangka atau yang diduga bersalah adalah peringatan dini dari mereka terkait kepercayaan pada penegakan hukum,” ujar Abduh melalui keterangan tertulis, Rabu (29/1/2025).

    Penegakan hukum dengan mengumumkan tersangka atau terduga pelaku menjadi sangat penting setelah kerugian yang terjadi dapat dipaparkan perkiraannya. 

    Seperti kerusakan lingkungan laut dan nelayan yang terganggu mata pencaharaiannya.

    Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengatakan kerugian dari pagar laut ini menurut Ombudsman RI mencapai sekitar Rp116,91 miliar per tahun. 

    Rinciannya mulai dari penurunan pendapatan nelayan sebesar Rp93,31 miliar per tahun, kemudian peningkatan biaya operasional sebesar Rp18,60 miliar per tahun dan kerusakan ekosistem laut sebesar Rp5 miliar per tahun. 

    Ditambah lagi adanya warga Desa Kohod yang melaporkan dugaan masalah pencatutan namanya dalam sertifikat hak guna bangunan (HGB) ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

    “Terkait sudah adanya data-data pelanggaran dan kerugian dari pagar laut yang dialami negara dan nelayan atau warga Desa Kohod, ini saya khawatir dengan anggapan banyak pihak yang menilai negara kalah dengan mereka oligarki,” kata Abduh.

    Legislator dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah (Jateng) VI ini juga menyoroti kemunculan buzzer yang bertugas melakukan pembenaran dengan argumen yang tak logis dan tak sesuai fakta.

    “Buzzer pembela oligarki dalam kasus pagar laut sudah dideteksi netizen di berbagai platform media sosial. Sudah tidak mempan hal-hal penggiringan opini untuk melakukan pembenaran terhadap pelanggaran hukum, saya minta pihak-pihak yang melakukan dan bagian dari operasi tersebut berhenti,” tutur Abduh. 

    Kelindan buzzer dan oligarki dalam kasus pagar laut, kata Abduh, akan memengaruhi Indeks Negara Hukum untuk Indonesia. 

    Selama satu dekade Indeks Negara Hukum untuk Indonesia cenderung stagnan. Pada 2015 skor Indeks negara hukum RI 0,51 dan pada 2024, skor indeks ada pada angka 0,53. Pada 2024 peringkat Indonesia pada indeks tersebut menurun dari posisi 66 ke posisi 68 dari 142 negara. 

    Dirinya juga meminta semua pemangku kepentingan yang terkait dalam kasus pagar laut untuk menegakan hukum dan mendukung Presiden Prabowo Subianto dengan program Asta Cita bidang hukum. 

    “Kasus pagar laut harus diusut tuntas dengan kolaborasi semua pihak. Ini sebagai bentuk dukungan terhadap misi bidang hukum Presiden Prabowo yaitu memperkuat reformasi politik, hukum dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi,” pungkasnya. 

  • Tak Hanya Kholid, Nelayan Heri Juga Berani Bongkar Kasus Pagar Laut, Sama-sama Singgung Agung Sedayu

    Tak Hanya Kholid, Nelayan Heri Juga Berani Bongkar Kasus Pagar Laut, Sama-sama Singgung Agung Sedayu

    TRIBUNJATIM.COM – Tak hanya Kholid, nelayan Heri Amri Fasa juga menjadi sorotan setelah sama-sama vokal membongkar kasus pagar laut Tangerang.

    Kedua nelayan dari Banten ini sama-sama tegas membantah proyek pagar laut dibangun secara swadaya oleh nelayan setempat.

    Mereka membantah klaim yang disebutkan oleh Jaringan Rakyat Pantura (JRP).

    Lantas siapakah nelayan Heri?

    Diketahui, Heri berasal dari Kabupaten Serang, Banten.

    Sama seperti Kholid, Heri juga menggantungkan hidup dari hasil melaut.

    Dalam siniar Abraham Samad SPEAK UP pada Kamis (23/1/2025), 

    Heri mengungkapkan dirinya bekerja sebagai pembudidaya rumput laut.

    “Saya berbudidaya rumput laut,” ujar dia.

    Heri juga sudah lebih dulu mengurus kasus ini sebelum pagar laut Tangerang ramai diberitakan.

    Bersama Kholid, mereka menjadi dua dari sekian nelayan yang mendampingi Ombudsman RI saat melakukan sidak pagar laut di Pulau Cangkir, Kecamatan Kronjo, pada Desember 2024.

    Dua-duanya juga terlibat dalam audiensi bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten.

    “Karena ada pemagaran ini, (nelayan) jadi terganggu,” ujarnya saat mendampingi Ombudsman RI sidak.

    “Jadilah kita audiensi ke DKP, menanyakan, sebenarnya apa sih ini (pagar laut?)” imbuh Heri.

    Dua nelayan asal Banten, Kholid dan Heri Amri Fasa sama-sama vokal menyuarakan kasus pagar laut Tangerang, keduanya kompak menyebut pembangunan pagar laut terkait Agung Sedayu Group (perusahaan milik Sugianto Kusuma alias Aguan) (YouTube/Abraham Samad SPEAK UP – Tribunnews.com Irwan Rismawan – Dok KKP)

    “Dari DKP bilang, kita tidak punya wewenang untuk menindak.”

    “Kewenangan kita hanya melaporkan ke pusat,” jelas Heri, dikutip dari tayangan di kanal YouTube Ombudsman RI.

    Heri dan Kholid juga sama-sama menyebut pagar laut di Tangerang merupakan bagian dari proyek strategis nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK).

    Heri menyinggung soal Agung Sedayu saat hadir dalam siniar Abraham Samad SPEAK UP bersama Kholid.

    Ia mengaku tahu proyek pembangunan pagar laut terkait Agung Sedayu dari para pekerja.

    Hal itu diketahui Heri saat ia berusaha mencari informasi mengenai adanya calo-calo tanah di pesisir utara Kabupaten Serang.

    “Akhirnya kita mencoba mencari informasi (soal calo tanah), karena yang sudah terjadi itu di Kabupaten Tangerang, kalau saya kan di Kabupaten Serang, kami menemukan ada pagar-pagar.”

    “Kita tanya ke nelayan-nelayan, ini pagar apa, siapa yang pasang? Ini kata pekerjanya untuk Agung Sedayu,” jelas Heri, seperti melansir Tribunnews.com.

    Tak hanya itu, Heri dan Kholid juga sama-sama mengatakan, mereka sudah sejak lama berhadapan dengan proyek PIK.

    Bahkan, kata keduanya, mereka bersama rekan-rekan nelayan, sempat mengajukan gugatan terhadap PIK 1 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas kasus penambangan pasir laut.

    Gugatan tersebut dikabulkan pada tahun 2016 silam.

    Tetapi kini mereka kembali menghadapi masalah yang sama.

    Nama Aguan disebut nelayan Heri dan Kholid terlibat dalam kasus pagar laut di perairan Tangerang.

    Aguan adalah pendiri PT Agung Sedayu Group yang memiliki nama asli Sugianto Kusuma.

    PT Agung Sedayu Group sendiri merupakan pengembang dari PSN PIK 2.

    Namun tudingan dibantah oleh kuasa hukum PSN PIK 2, Muannas Alaidid.

    Muannas menegaskan, PSN PIK 2 tidak melakukan pembangunan pagar laut.

    Ia menyebut, justru pagar laut itu dibuat secara swadaya oleh masyarakat setempat.

    Muannas juga memastikan pembangunan pagar laut tidak termasuk lokasi PSN maupun PIK 2.

    “Bukan pengembang yang pasang, ngapain urusin beginian (pagar laut)?” kata dia kepada wartawan, beberapa waktu lalu.

    “Tidak ada kaitan sama sekali dengan pengembang, karena lokasi pagar tidak berada di wilayah PSN maupun PIK 2,” katanya.

    Chairman Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan (TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN)

    Lebih lanjut Muannas menyebut, pagar laut dibangun untuk melindungi lahan milik masyarakat dari abrasi.

    Abrasi adalah proses pengikisan tanah di pesisir pantai yang disebabkan oleh gelombang, arus, atau pasang surut laut.

    Hal itu dikatakan Muannas ketika menjelaskan kepemilikan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) ASG di sekitar tempat pagar laut Tangerang dibangun.

    Ia menegaskan bahwa SHGB milik kliennya tidak berada di tengah lautan atau perairan seperti yang disangkakan publik.

    Muannas menyampaikan, SHGB tersebut terletak di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang.

    “Itu 30 kilometer dari enam Kecamatan, paling satu Kecamatan,” ujar Muannas dikutip dari Kompas.com, Kamis (23/1/2025).

    “Yang PANI, PIK 2 cuma di Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang,” imbuhnya.

    Muannas menambahkan, ASG membeli lahan di Desa Kohod dari masyarakat, beberapa tahun yang lalu.

    Pembelian lahan dilakukan ASG ketika masyarakat mempertahankan harta bendanya dari dampak abrasi.

    Karena alasan itulah, Muannas mempertanyakan pihak-pihak yang menyalahkan ASG karena polemik pagar laut Tangerang.

    “Pagar laut itu bisa jadi pembatas warga yang tanahnya hilang. Waktu itu, pemerintah enggak ada.”

    “Mereka harus juang setengah mati buat mempertahankan harta bendanya. Giliran kita beli, kita disalahi,” beber Muannas.

    Mengutip Kompas.com, hingga saat ini, pemerintah baru mengungkap dua nama perusahaan yang berkaitan dengan pagar laut Tangerang, yakni PT IAM dan PT CIS.

    Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid mengatakan, ada 266 SHGB dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan pagar laut Tangerang.

    Jumlah tersebut bertambah tiga SHGB dari jumlah sebelumnya 263 bidang yang menjadi milik PT IAM sebanyak 234 bidang, PT CIS 20 bidang, dan perorangan sembilan bidang.

    Kementerian ATR/BPN juga menemukan 17 Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama perorangan di kawasan pagar laut Tangerang.

    Meski begitu, Nusron tidak merinci siapa pemilik tiga bidang tambahan atas sertifikat HGB pagar laut.

    Termasuk luas area dalam di sertifikat, baik di dalam maupun luar garis pantai.

    Ia hanya menyebutkan, dari 266 HGB pagar laut yang sudah ditemukan, sertifikat ini terbit pada 2022-2023.

    “Nah, ini kan belum selesai semua. Sebanyak 266 kami baru kerja dua hari. Melototin satu-satu, cocokin peta itu kan butuh waktu,” ujar Nusron, dikutip dari Antara, Rabu (22/1/2025).

    “Akan tetapi, ada beberapa dari 266 itu yang memang terbukti berada di luar garis pantai, dan itu akan ditinjau ulang,” tambahnya.

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

  • Sekda Bali pastikan penggunaan dana pungutan wisman sesuai aturan

    Sekda Bali pastikan penggunaan dana pungutan wisman sesuai aturan

    Realisasi total pendapatan PWA per 31 Desember 2024 mencapai lebih dari Rp318 miliar

    Denpasar (ANTARA) – Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali Dewa Made Indra di hadapan Ombudsman Bali memastikan penggunaan dana pungutan wisatawan mancanegara yang dikumpulkan pemerintah daerah sejak 14 Februari 2024, sesuai aturan yang berlaku.

    Dewa Made Indra dalam keterangannya di Denpasar, Jumat, menyampaikan sesuai dengan amanat Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pungutan Bagi Wisatawan Asing (PWA), retribusi itu untuk melindungi lingkungan alam dan kebudayaan Bali.

    “Realisasi total pendapatan PWA per 31 Desember 2024 mencapai lebih dari Rp318 miliar, melebihi target awal sebesar Rp250 miliar, seluruh pendapatan tersebut telah masuk ke kas daerah dan telah dialokasikan sesuai peruntukannya,” kata Dewa Indra.

    Sekda Bali menyebutkan penggunaan pendapatan pungutan wisman itu untuk urusan perlindungan kebudayaan, lingkungan dan pengelolaan sampah di Bali.

    Dari sisi melindungi kebudayaan, Pemprov Bali mengalokasikan dana untuk desa adat, subak dan pura, agar tata cara upacara agama sesuai dengan kaedah yang sebenarnya, serta pemberian bantuan keuangan khusus (BKK) bagi seniman.

    Selanjutnya dalam hal lingkungan, birokrat asal Buleleng itu mengatakan telah menyalurkan bantuan keuangan khusus ke kabupaten/kota untuk pengelolaan sampah dan tempat pengolahan sampah reduce, reuse, recycle (TPS3R) di tiap wilayah.

    “Seluruh anggaran telah disalurkan sesuai peruntukan di masing-masing pos,” ujarnya.

    Dewa Indra memastikan Pemprov Bali terbuka dan transparan dalam pengelolaan pungutan wisman, namun yang menjadi kendala adalah proses pemungutan karena lebih dari separuh wisman belum membayar Rp150.000.

    “Tahun 2025 kami berharap penerimaan dapat meningkat seiring dengan perbaikan berbagai kendala yang kami hadapi di lapangan,” kata dia.

    Sementara itu Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Bali Ni Nyoman Sri Widhiyanti menyampaikan bahwa pertemuan ini untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan pelayanan publik melalui evaluasi kebijakan serta langkah-langkah yang akan diambil guna meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan pelayanan kepariwisataan budaya Bali bagi wisatawan asing.

    Isu ini menjadi penting sebab Ombudsman Bali menyampaikan beberapa keluhan terkait sistem pungutan wisman, kendala aplikasi, kurangnya sosialisasi, hingga kejelasan peruntukan penerimaannya.

    Oleh karena itu, menurut dia, penting dilakukan penyempurnaan terhadap kebijakan ini, apalagi jika tepat pengalokasiannya maka menjadi langkah strategis menjaga kelestarian Bali.

    “Namun, diperlukan penyempurnaan tata kelola agar dapat meningkatkan PAD Bali serta kualitas pelayanan kepariwisataan budaya,“ ujar Nyoman Sri.

    Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

  • Razman Nasution Ngotot Ingin Adopsi Lolly? Khawatir Putri Nikita Mirzani Dianiaya: Keluar dari Situ!

    Razman Nasution Ngotot Ingin Adopsi Lolly? Khawatir Putri Nikita Mirzani Dianiaya: Keluar dari Situ!

    TRIBUNJATIM.COM – Razman Nasution tetap ingin adopsi Laura Meizani Mawardi alias Lolly? 

    Diketahui, putri Nikita Mirzani tersebut sempat minta diadopsi jadi anak pengacara Razman Nasution. 

    Namun kini, Razman Nasution tak tahu kebedaraan Lolly. 

    Sebab, Lolly sudah dibawa pulang oleh keluarga, yakni budenya. 

    Pihak Nikita Mirzani pun melarang Razman Nasution menemui Lolly

    Mengetahu hal ini, Razman Nasution bak bersikukuh mengadopsi Lolly. 

    Bahkan pengacara yang juga kuasa hukum Vadel Badjideh ini menyebut Lolly bagian dari keluarganya. 

    “Kami dengan keluarga tetap welcome kepada Lolly.”

    “Dan Lolly tetap akan menjadi bagian dari keluarga kami,” ungkap Razman, melansir dari grid.id, Jumat (24/1/2025).

    Bahkan, Razman Nasution menyuruh Lolly keluar jika merasa teraniaya. 

    “Tapi Lolly seandainya kamu mendengar pembicaraan ini, jangan ragu, jangan takut, sampaikan keluhan kamu,” ujar Razman Arif Nasution saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (23/1/2025).

    Razman Arif Nasution juga menyampaikan pada Laura Meizani untuk mencarinya apabila dia merasa teraniaya.

    “Kalau kamu teraniaya, keluar kamu dari situ!” tegasnya.

    Razman Arif Nasution pun bersikukuh untuk menyelamatkan Laura Meizani dengan menempuh berbagai instansi.

    “Cari Om! Kita cari lagi instansi terkait ke Komnas HAM, Ombudsman, ke DPR RI saya akan bawa dan selamatkan anak ini, kalau perlu ke Mabes Polri,” tutup Razman Arif Nasution. 

    Nikita Mirzani dan kuasa hukumnya, Fahmi Bachmid. Kasus Lolly dijemput paksa Nikita Mirzani sempat menggegerkan publik. Setelah ramai huru-hara penjemputan paksa, kabar Lolly kini terungkap. (TRIBUNNEWS)

    Di samping itu, pihak Nikita Mirzani tegas melarang Razman Nasution menemui Lolly. 

    Hal itu disampaikan kuasa hukum Nikita Mirzani, Fahmi Bachmid. 

    “Tempatnya di mana saya tahu dan saya mengantar. Tapi tidak boleh saya beritahu, di rumah istimewa,” kata Fahmi, dikutip dari YouTube Intens Investigasi, Rabu (22/1/2024).

    Hanya ada tiga orang yang bisa mengunjungi Lolly di rumah istimewa.

    Siapa saja?

    “Hanya saya, Nikita, dan budenya,” jelasnya.

    Kendati begitu, dengan tegas Fahmi Bachmid mengatakan keluarga Nikita melarang Razman Arif Nasution menemui Lolly.

    “Satu, tidak mempunyai hubungan darah. Yang kedua, bukan orang tuanya. Yang ketiga, bukan walinya,” terang Fahmi.

    Herannya pihak Nikita Mirzani soal Razman Nasution datangi Komnas HAM soal Lolly. (Kolase Istimewa/TribunJatim.com)

    Seperti yang diketahui bahwa Razman Nasution berniat mengadopsi Lolly.

    Keputusan tersebut disampaikannya pasca Lolly kabur dari rumah aman pada 11 Januari 2025 lalu dan meminta bantuan Razman Nasution.

    Fahmi Bachmid menegaskan, Razman Nasution dilarang menemui Lolly.

    “Dilarang, bukan lagi tidak boleh, dilarang!”

    “Anda percaya, yang saya bisa membawa anak itu.

    Buktinya anak itu lebih sayang kepada Nikita Mirzani. Lebih sayang kepada budenya sehingga dia mau ke sana,” bebernya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di grid.id 

    Berita Seleb lainnya

  • Aksi Tolak PSN SWL, Nelayan Surabaya dan Mahasiswa Demo di Kementerian KKP dan Surati Ombudsman RI

    Aksi Tolak PSN SWL, Nelayan Surabaya dan Mahasiswa Demo di Kementerian KKP dan Surati Ombudsman RI

    Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Bobby Koloway

    TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Nelayan Kenjeran bulat menolak Proyek Strategis Nasional (PSN) Surabaya Waterfront Land (SWL) dilanjutkan. Mereka menyuarakan sikap ini kepada sejumlah kementerian di pemerintah pusat.

    Hal ini merupakan langkah lanjutan setelah sebelumnya masyarakat nelayan juga mendapat dukungan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dan Komisi C DPRD Surabaya. Upaya ini menjadi penting mengingat hanya pemerintah pusat yang bisa menghentikan pengerjaan PSN.

    Kementerian yang didatangi nelayan tersebut di antaranya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Rabu (22/1/2025). “Kami di Jakarta sejak Selasa (21/1/2025),” kata Koordinator Forum Masyarakat Madani Maritim (F3M), Heroe Budiarto dikonfirmasi dari Surabaya, Jumat (24/1/2025).

    Di KKP, nelayan berharap Kementrian dapat menghentikan penerbitan izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) sebagai dasar reklamasi. Mereka bersama sejumlah aliansi dan organisasi masyarakat lain turut menggelar aksi.

    “Kami menyerahkan dokumen penolakan dengan harapan kementerian mempertimbangkan suara nelayan, petani tambak, UMKM, dan warga pesisir yang tersebar di 12 kelurahan, 4 kecamatan di Surabaya. Mereka semua terdampak,” kata Heroe.

    Perwakilan elemen nelayan tersebut mengaku belum menemui titik terang. KKP seakan menutup pintu komunikasi dengan nelayan. “Kami menduga ada nuansa politis,” katanya.

    Di Jakarta, pihaknya mendapatkan dukungan advokasi dari beberapa pihak lain. Di antaranya Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah.

    F3M turut berkunjung ke kantor PP Muhammadiyah dan bertemu dengan Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM dan Hikmah, Busyro Muqoddas, dan beberapa elemen masyarakat lainnya. “Kami mendapatkan bantuan advokasi dari berbagai pihak,” katanya.

    Selain dari elemen masyarakat, dukungan juga datang dari parlemen. Fraksi PDI Perjuangan dan PKS DPR RI yang di antaranya Anggota DPR RI Reni Astuti, turut mengundang mereka dan ikut dalam rapat kerja Komisi IV DPR RI dengan Kementerian KKP, Kamis (23/1/2024).

    Melalui forum rapat kerja DPR bersama KKP, Anggota Komisi IV DPR RI Sonny Danapramita (Fraksi PDI Perjuangan) dan Riyono (Fraksi PKS) menyerahkan dokumen penolakan PSN SWL dari F3M kepada Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono. “Kami dari atas balkon, berharap Kementerian menindaklanjuti dokumen penolakan ini,” katanya.

    Tak cukup dengan hal tersebut, nelayan dengan didukung mahasiswa dan organisasi Muhammadiyah Surabaya juga melayangkan surat kepada Ombudsman. Menurut mereka, ada kesalahan administrasi dalam penerbitan status SWL sebagai bagian dari PSN

    Di antaranya, dugaan pelanggaran kepemilikan tanah oleh pengembang SWL (dari yang awalnya kepemilikan seluas memiliki 50 hektar, namun bertambah hingga 100 hektar). Kemudian, penunjukan PT Granting Jaya sebagai operator PSN yang dinilai tidak transparan.

    “Hal ini memiliki potensi risiko praktik Korupsi, kolusi dan nepotisme. Alasan penunjukan tersebut juga dipertanyakan, mengingat PT Granting Jaya memiliki beberapa catatan hukum,” katanya.

    “Sehingga, kami mendesak Ombudsman untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah RI untuk membatalkan PSN SWL dengan alasan melanggar Perda RTRW, merusak RTH dan area konservasi, merampas ruang laut yang menjadi lahan mata pencaharian masyarakat pesisir, hingga adanya potensi pelanggaran HAM jika PSN SWL tetap dilanjutkan,” katanya.

    Tak cukup di sini, perjuangan nelayan rencananya masih akan berlanjut. Mereka tengah meminta audiensi dengan Menteri KKP, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

    “Kami saat ini tengah kembali ke Surabaya karena kami juga harus berkerja sebagai nelayan. Namun, perjuangan ini belum selesai karena kami akan terus berjuang hingga PSN SWL dibatalkan,” tegasnya. 

    Sebelumnya, dukungan terhadap sikap nelayan yang menolak PSN dilontarkan Anggota DPR RI Sonny Danapramita (Fraksi PDI Perjuangan) dan Riyono (Fraksi PKS). Mereka juga menyerahkan dokumen penolakan kepada Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono. 

    Pada penjelasannya, Sonny mengungkap telah bertemu nelayan di pesisir Surabaya. Menurut Sonny, selayaknya Kementerian menindaklanjuti rencana Presiden Prabowo Subianto yang akan mengkaji ulang PSN yang telah ditetapkan pemerintahan sebelumnya. SWL sebagai PSN di era sebelumnya, layak untuk dievaluasi.

    “Beberapa waktu lalu, kami telah bertemu dengan Forum Masyarakat Madani Maritim. Intinya adalah selaras dengan pernyataan Pak Presiden yang akan mengevaluasi PSN,” kata Sonny.

    “Mereka menolak reklamasi pantai di Timur Surabaya terkait dengan Surabaya Waterfront Land. Kenapa ini penting? Kami sampaikan langsung dokumen ini kepada Pak Menteri, karena kami sudah janji bahwa kami akan menyampaikan langsung kepada Pak Menteri,” kata Sonny pada forum rapat kerja di DPR RI dengan KKP tersebut.