Kementrian Lembaga: Ombudsman

  • Ombudsman Lapor Mendag, Lima Pelaku Usaha Kurangi Takaran Minyakita – Halaman all

    Ombudsman Lapor Mendag, Lima Pelaku Usaha Kurangi Takaran Minyakita – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ombudsman RI melaporkan ke Menteri Perdagangan Budi Santoso hasil temuan mereka terkait adanya lima pelaku usaha melakukan pengurangan takaran Minyakita.

    “Temuan ini setelah Ombudsman melakukan uji petik,” ujar Yeka di Jakarta, Jumat (21/3/2025).

    Yeka memaparkan, uji petik dilakukan di enam provinsi, yakni Jakarta, Bengkulu, Sumatera Barat, Gorontalo, Kalimantan Selatan, dan Banten.

    Dari temuan Ombudsman, ucap Yeka, terdapat lima pelaku usaha melakukan pengurangan isi Minyakita.

    “Jadi di atas 30 mililiter sampai dengan 270 mililiter,” kata Yeka.

    Uji petik, kata Yeka, melakukan beberapa penilaian, yakni volume, kesesuaian terkait harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp15.700, dan kesesuaian atribut pelabelan.

    Hasil temuan itu, telah diserahkan ke Kementerian Perdagangan untuk ditindaklanjuti. Yeka berujar, Ombudsman menyarankan Kemendag untuk melakukan evaluasi.

    “Baik dalam penerapan HET, distribusi Minyakita hingga Sistem Informasi Minyak Goreng Curah,” terang Yeka.

    Simirah harus dievaluasi agar lebih transparan. Hal ini dirasa perlu dilakukan agar seluruh pelaku usaha bisa mendapatkan akses.

    “Karena sebetulnya tadi keterangan menurut Pak Menteri Minyakita ini adalah produk yang sangat laris di lapangan,” tutur Yeka.

    Temuan

    Ombudsman RI menyampaikan hasil temuan uji petik pengawasan Minyakita di 6 Provinsi kepada Menteri Perdagangan Budi Santoso, Jumat (21/3/2025) di Kantor Kementerian Perdagangan.

    Hasilnya, sebanyak 24 dari 65 sampel atau 36,92 persen, terjadi pengurangan volume Minyakita dengan kisaran 10-270 mililiter. Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih menyampaikan pertemuan dengan Menteri Perdagangan untuk menyampaikan saran perbaikan terkait pengawasan dan distribusi Minyakita.

    “Kali ini kami fokus pengawasan Minyakita. Kami melakukan uji petik di 6 provinsi yaitu Jakarta, Banten, Bengkulu, Gorontalo, Kalsel dan Sumatra Barat,” ujarnya.

    Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menjelaskan pasa 16-18 Maret, pihaknya melakukan uji petik untuk menguji kesesuaian volume, Harga Eceran Tertinggi (HET) dan atribut pelabelan pada produk Minyakita di 6 provinsi.

    “Dari 65 sampel, ada 24 sampel ada yg volumenya kurang dari seharusnya. Ada 5 pelaku usaha yang melakukan pengurangan volume di atas 30-270 mililiter,” ucap Yeka.

    Para pelaku usaha ini nama-namanya telah disampaikan kepada Kementerian Perdagangan. Kemudian terkait HET, Ombudsman menyatakan seluruh sampel uji petik menunjukkan Minyakita di atas HET Rp 15.700 dengan rata-rata harga sebesar Rp 17.769.

    Harga terendah terpantau di Bengkulu dan Kalimantan Selatan sebesar Rp 16.000 tercatat di Bengkulu. Sedangkan harga tertinggi Minyakita di Banten dan Bogor mencapai Rp 19.000. Yeka meminta Kementerian Perdagangan untuk melakukan evaluasi mengenai margin sebesar Rp 500 yang telah ditetapkan pemerintah.

    “Pembagian margin ini perlu dievaluasi. Jangan-jangan margin Rp 500 ini terlalu kaku. Misalnya dari sisi kewilayahannya belum efisien. Simirah (Sistem Informasi Minyak Goreng Curah) harus dievaluasi,” tegas Yeka.

    Beberapa saran perbaikan Ombudsman di antaranya penguatan aspek pengawasan dengan meningkatkan pengawasan terhadap produsen dan distributor Minyakita untuk memastikan produk yang beredar di masyarakat memenuhi standar yang telah ditetapkan.

    Kedua, menegakkan sanksi keras terhadap produsen dan distributor yang terbukti melanggar regulasi serta memperketat izin edar bagi produsen dan distributor dengan memperhatikan transparansi dan kepatuhan terhadap standar volume kemasan.

    Selain itu, Ombudsman juga memberikan saran perbaikan dalam hal peningkatan transparansi dan akuntabilitas. Yakni dengan melakukan evaluasi terkait rantai distribusi dan kebijakan harga produk agar sesuai dengan HET dan terjangkau oleh masyarakat. Kedua, memastikan labelisasi kemasan Minyakita jelas dan akurat agar konsumen dapat mengetahui dengan pasti jumlah dan kualitas produk yang dibeli.

    Terakhir, Ombudsman juga menyarankan agar dapat diupayakan kompensasi yang adil bagi konsumen yang mengalami kerugian akibat praktik menyimpang oleh produsen atau distributor.

    Sementara itu, Menteri Perdagangan Budi Santoso menyampaikan bahwa temuan Ombudsman terkait Minyakita semakin memperkuat temuan Kemendag di lapangan. Pihaknya akan menjadikan temuan Ombudsman sebagai salah satu bahan referensi dalam pembuatan kebijakan.

  • Ombudsman Sampaikan ke Mendag Hasil Temuan Isi Minyakita Disunat 270 Mililiter – Halaman all

    Ombudsman Sampaikan ke Mendag Hasil Temuan Isi Minyakita Disunat 270 Mililiter – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ombudsman RI menyampaikan hasil temuan uji petik pengawasan Minyakita di 6 Provinsi kepada Menteri Perdagangan Budi Santoso, Jumat (21/3/2025) di Kantor Kementerian Perdagangan.

    Hasilnya, sebanyak 24 dari 65 sampel atau 36,92 persen, terjadi pengurangan volume Minyakita dengan kisaran 10-270 mililiter. 

    Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih menyampaikan pertemuan dengan Menteri Perdagangan untuk menyampaikan saran perbaikan terkait pengawasan dan distribusi Minyakita.

    “Kali ini kami fokus pengawasan Minyakita. Kami melakukan uji petik di 6 provinsi yaitu Jakarta, Banten, Bengkulu, Gorontalo, Kalsel dan Sumatra Barat,” ujarnya di Jakarta, Jumat (21/3/2025).

    Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menjelaskan pasa 16-18 Maret, pihaknya melakukan uji petik untuk menguji kesesuaian volume, Harga Eceran Tertinggi (HET) dan atribut pelabelan pada produk Minyakita di 6 provinsi.

    “Dari 65 sampel, ada 24 sampel ada yg volumenya kurang dari seharusnya. Ada 5 pelaku usaha yang melakukan pengurangan volume di atas 30-270 mililiter,” ucap Yeka.

    Para pelaku usaha ini nama-namanya telah disampaikan kepada Kementerian Perdagangan. Kemudian terkait HET, Ombudsman menyatakan seluruh sampel uji petik menunjukkan Minyakita di atas HET Rp 15.700 dengan rata-rata harga sebesar Rp 17.769.

    Harga terendah terpantau di Bengkulu dan Kalimantan Selatan sebesar Rp 16.000 tercatat di Bengkulu. Sedangkan harga tertinggi Minyakita di Banten dan Bogor mencapai Rp 19.000. Yeka meminta Kementerian Perdagangan untuk melakukan evaluasi mengenai margin sebesar Rp 500 yang telah ditetapkan pemerintah.

    “Pembagian margin ini perlu dievaluasi. Jangan-jangan margin Rp 500 ini terlalu kaku. Misalnya dari sisi kewilayahannya belum efisien. Simirah (Sistem Informasi Minyak Goreng Curah) harus dievaluasi,” tegas Yeka.

    Beberapa saran perbaikan Ombudsman di antaranya penguatan aspek pengawasan dengan meningkatkan pengawasan terhadap produsen dan distributor Minyakita untuk memastikan produk yang beredar di masyarakat memenuhi standar yang telah ditetapkan.

    Kedua, menegakkan sanksi keras terhadap produsen dan distributor yang terbukti melanggar regulasi serta memperketat izin edar bagi produsen dan distributor dengan memperhatikan transparansi dan kepatuhan terhadap standar volume kemasan.

    Selain itu, Ombudsman juga memberikan saran perbaikan dalam hal peningkatan transparansi dan akuntabilitas. Yakni dengan melakukan evaluasi terkait rantai distribusi dan kebijakan harga produk agar sesuai dengan HET dan terjangkau oleh masyarakat. Kedua, memastikan labelisasi kemasan Minyakita jelas dan akurat agar konsumen dapat mengetahui dengan pasti jumlah dan kualitas produk yang dibeli.

    Terakhir, Ombudsman juga menyarankan agar dapat diupayakan kompensasi yang adil bagi konsumen yang mengalami kerugian akibat praktik menyimpang oleh produsen atau distributor.

    Sementara itu, Menteri Perdagangan Budi Santoso menyampaikan bahwa temuan Ombudsman terkait Minyakita semakin memperkuat temuan Kemendag di lapangan. Pihaknya akan menjadikan temuan Ombudsman sebagai salah satu bahan referensi dalam pembuatan kebijakan.

    Polri Tangani 12 Laporan Kasus Minyakita

    Dittipideksus Bareskrim Polri menyampaikan, ada 12 laporan yang sedang ditangani terkait penyimpangan produk Minyakita.

    Wadirtipideksus Bareskrim Polri Kombes Samsu Arifin mengatakan, 7 dari 12 laporan tersebut masih dalam tahap penyelidikan.

    “Untuk kasus Minyakita, sampai hari ini sudah ada 12 laporan polisi yang sedang ditangani oleh Polri. Kemudian 7 masih dalam tahap penyelidikan,” kata Samsu, kepada wartawan usai kegiatan Dialog Publik Divisi Humas Polri, di Kemang, Jakarta Selatan, Kamis (20/3/2025).

    Dari hasil penyelidikan tersebut, Samsu menuturkan, pihaknya berhasil mengamankan 11 orang tersangka.

    “Jumlah tersangka 11. Ini sudah diproses baik di Bareskrim Polda Jawa Barat, Banten, Gorontalo, dan Jawa Timur,” jelasnya.

    Sementara itu, ia menyebut, pihak kepolisian terus mengikuti perkembangan mengenai bahan kebutuhan pokok, terutama dalam tahapan hari besar keagamaan nasional (HBKN).

    Menurutnya, di waktu-waktu yang demikian, potensi terjadinya penyimpangan-penyimpangan produk pangan selalu terjadi.

    “(HKBN) sehingga potensi terjadinya penyimpangan-penyimpangan, baik dalam takaran, ukuran, harga, ini selalu terjadi,” ungkap Samsu.

    Sebelumnya, jajaran Satgas Pangan Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat membongkar kasus peredaran MinyaKita yang tidak sesuai takaran. 

    Hal itu terungkap setelah pihak kepolisian menggerebek MinyaKita di wilayah Kavling DKI, Jalan Ulim Nomor 11, Meruya Utara, Kembangan, Jakarta Barat, Selasa (12/3/2025).

    Sebanyak 1.600 karton dengan total 19.200 kemasan MinyaKita berhasil disita.

    Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Twedi Aditya Bennyahdi menuturkan ada dua tersangka yang berhasil diamankan, yakni RS dan IH yang merupakan Direktur Utama dan Operator pabrik.

    “Diduga dalam proses pengemasan ukuran 1 liter, PT Jaya Batavia Globalindo melakukan pengisian tidak sesuai dengan berat kemasan, melainkan hanya terisi 800 mL sampai 850 mL,” kata Twedi, Rabu, (19/3/2025).

    Menurutnya, pengungkapan tersebut dilakukan setelah adanya laporan warga yang merasa dirugikan dengan penjualan MinyaKita yang tak sesuai takaran.

    Saat penggeledahan dilakukan, polisi mengamankan sejumlah barang bukti.

    Mulai dari mesin filling, mesin sealer, mesin untuk pengepakan, hingga tanki-tanki minyak dengan berbagai ukuran. 

    Yakni, ukuran 1.000 liter dan 5.000 liter.

    Selain itu, polisi juga mengamankan sejumlah kartu timbang terkait pengiriman MinyaKita ke berbagai daerah di Jabodetabek.

    Diketahui, surat tersebut dikirim oleh kedua tersangka kepada sejumlah sopir sejak tanggal 10 Maret 2025 hingga 8 Maret 2025.

    Rata-rata, tersangka RS dan IH melakukan pengiriman sebanyak 200 – 800 karton tiap satu kali jalan.

    “Kemudian (polisi temukan) pouch plastik, kantong plastik ukuran 1 liter, sebanyak 140 kardus dengan isi 1 kardusnya 1.500 lembar. Jadi total pouch plastiknya sebanyak 210.000 lembar,” kata Twedi.

    “Kardus MinyaKita yang belum terpakai sebanyak 10.000 lembar,” imbuhnya.

    Atas perbuatannya itu, pelaku dijerat dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pendustrian Pasal 120 dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak 3 miliar rupiah. 

    Kemudian, keduanya juga dikenakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 62 ayat 1 huruf A, B, C.

    Keduanya terancam pidana paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.

  • Ombudsman menemukan lima pengusaha nakal kurangi isi Minyakita

    Ombudsman menemukan lima pengusaha nakal kurangi isi Minyakita

    Ada sekitar lima pelaku usaha yang melakukan pengurangannya itu luar biasa. Jadi di atas 30 mililiter sampai dengan 270 mililiter.

    Jakarta (ANTARA) – Ombudsman RI menyebut ditemukan lima pelaku usaha yang melakukan pengurangan takaran minyak goreng rakyat (MGR) atau yang dikenal dengan merek Minyakita.

    Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan temuan tersebut didapat setelah melakukan uji petik atau pengukuran satuan barang, di enam provinsi, seperti Jakarta, Bengkulu, Sumatera Barat, Gorontalo, Kalimantan Selatan, dan Banten.

    “Ada sekitar lima pelaku usaha yang melakukan pengurangannya itu luar biasa. Jadi di atas 30 mililiter sampai dengan 270 mililiter,” ujar Yeka, di Jakarta, Jumat.

    Yeka menjelaskan dalam uji petik, ada tiga kriteria yang menjadi penilaian yakni kesesuaian terkait volume, kesesuaian terkait harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp15.700, dan kesesuaian atribut pelabelan.

    Lebih lanjut, kata Yeka, nama-nama perusahaan yang melakukan pelanggaran telah diserahkan kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk ditindaklanjuti sesuai dengan aturan yang berlaku.

    Ombudsman mengusulkan agar Kementerian Perdagangan melakukan evaluasi, baik dalam penerapan HET, distribusi Minyakita hingga Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (Simirah).

    “Kuncinya Simirah harus dievaluasi agar lebih transparan, sehingga semua pelaku usaha bisa mendapatkan akses. Karena sebetulnya tadi keterangan menurut Pak Menteri (Budi Santoso) Minyakita ini adalah produk yang sangat laris di lapangan,” kata Yeka.

    Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan mengevaluasi secara menyeluruh terkait dengan distribusi, pengaturan dan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng rakyat (MGR) atau Minyakita.

    “Ke depan kita akan atur semua, mulai dari distribusinya, termasuk repacker-nya kemudian D1 (distributor 1), D2, dan HET-nya. Kita evaluasi semua,” ujar Budi, usai melakukan pertemuan dengan Ketua Ombudsman RI Mokhamad Najih, di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat.

    Budi menyampaikan, sebelumnya telah melakukan pertemuan dengan para pengemas atau repacker Minyakita. Berdasarkan hasil diskusi, Budi mengatakan bahwa tidak semua pengemas melakukan kecurangan.

    Kemendag juga menerima masukan-masukan dari para pengemas. Oleh karena itu, ke depan, Kemendag juga akan mengatur soal repacker.

    Lebih lanjut, kata Budi, pengawasan akan terus dilakukan dan diperketat, khususnya menjelang Lebaran 2025.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

  • Ombudsman Temukan 5 Pelaku Usaha Sunat Takaran Minyakita hingga 270 ML

    Ombudsman Temukan 5 Pelaku Usaha Sunat Takaran Minyakita hingga 270 ML

    Jakarta

    Ombudsman RI menemukan 5 pelaku usaha yang mengurangi takaran Minyakita. Temuan ini merupakan hasil penelusuran yang dilakukan di 6 provinsi, yaitu Jakarta, Bengkulu, Sumatera Barat, Gorontalo, Kalimantan Selatan, dan Banten

    Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika mengatakan dalam penelusurannya terdapat 63 sampel Minyakita, kemudian 24 di antaranya diketahui takarannya telah dikurangi. Pengurangan takaran besarannya 30-270 mililiter (ML).

    “Khususnya lagi yang ada sekitar 5 pelaku usaha yang melakukan pengurangannya itu luar biasa. Jadi di atas 30 mililiter sampai dengan 270 mililiter,” kata dia di Kemendag, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).

    Selain itu, berdasarkan penelusuran di 6 provinsi, Minyakita juga dijual di atas HET. Yeka merinci, seharusnya alur HET Minyakita dari produsen ke D1 Rp 13.500/liter, D1 ke D2 Rp 14.000, D2 ke pengecer Rp 14.500, pengecer jual ke konsumen Rp 15.700.

    Sementara yang ditemukan Ombudsman RI, harga Minyakita di pasaran atau sampai ke konsumen Rp 16.000-19.000/liter. Untuk itu, dia mengusulkan Kemendag mengevaluasi distribusi hingga HET Minyakita.

    “Oleh karena itu kata kuncinya Simirah harus dievaluasi agar lebih transparan sehingga semua pelaku usaha bisa mendapatkan akses.Karena sebetulnya tadi keterangan Pak Menteri Minyakita ini adalah produk yang sangat laris di lapangan,” pungkasnya.

    (ada/ara)

  • Ombudsman Datangi Kantor Kemendag, Imbas Heboh Minyakita?

    Ombudsman Datangi Kantor Kemendag, Imbas Heboh Minyakita?

    Bisnis.com, JAKARTA — Ombudsman menyambangi kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag) bertemu Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso usai kasus penyunatan Minyakita mencuat di publik.

    Ketua Ombudsman Mokhammad Najih mengatakan pertemuan ini dilakukan untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi data terkait Minyakita.

    “Pertemuan kami ini menjalankan salah satu fungsi Ombudsman, melakukan koordinasi dan sinkronisasi terkait dengan berbagai informasi, terutama dalam konteks penyelenggaran pelayanan publik di bidang perdagangan,” kata Najih dalam konferensi pers di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (21/3/2025).

    Najih menyampaikan bahwa pertemuan kali ini difokuskan untuk membahas isu Minyakita. Dia menjelaskan, pihaknya melakukan uji petik secara acak di beberapa provinsi.

    “Dan uji petik itu kita laksanakan setelah adanya beberapa langkah-langkah yang sudah diambil oleh Kementerian Perdagangan dan Satgas Pangan,” ujarnya.

    Sementara itu, Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika meyampaikan bahwa temuan itu berdasarkan uji petik selama tiga hari sejak 16–18 Maret 2025 di 6 provinsi, di antaranya Jakarta, Bengkulu, Sumatra Barat, Gorontalo, Kalimantan Selatan, dan Provinsi Banten.

    Mengacu hasil uji petik, Ombudsman menemukan adanya tiga kriteria dalam kasus Minyakita. Salah satunya adalah terkait ketidaksesuaian volume Minyakita.

    “Terkait dengan volume [Minyakita], kami menemukan dari 63 sampel itu ada 24 sampel yang volume takarannya itu kurang dari yang seharusnya,” ujar Yeka.

    Yeka bahkan menyatakan sekitar 5 pelaku usaha melakukan penyunatan isi Minyakita dengan takaran tertinggi, yakni di atas 30–270 mililiter (ml).

    “Jadi kemasannya itu kurang lebih berkurang 30–270 mililiter dari yang seharusnya,” bebernya.

    Lebih lanjut, Ombudsman akan menyerahkan kepada Kementerian Perdagangan untuk melakukan tindaklanjut. “Nah nanti apakah itu nanti sanksi hukum dan segala macamnya yang penting itu di Kementerian Perdagangan,” terangnya.

    Selain itu, Ombudsman juga menemukan adanya ketidaksesuaian harga eceran tertinggi (HET) Minyakita. Berdasarkan uji petik, ditemukan seluruh sampel di 6 provinsi alias 63 sampel Minyakita melampaui HET Rp12.500 per liter.

    Padahal, dia menyebut, regulasi Minyakita di Kemendag mengatur HET secara rigid, mulai dari produsen, distributor lini 1 (D1), D2, hingga pengecer.

    Dia menjelaskan, produsen ke D1 dipatok Rp13.500, D1 ke D2 adalah Rp14.000, D2 ke pengecer seharga Rp14.500, sedangkan pengecer ke konsumen seharga Rp15.700 per liter. Namun sayangnya, ungkap dia, konsumen harus membayar di kisaran Rp16.000–Rp19.000 per liter untuk dapat membeli Minyakita.

  • Mendag Mau Evaluasi Distribusi Minyakita Buntut Volume Disunat

    Mendag Mau Evaluasi Distribusi Minyakita Buntut Volume Disunat

    Jakarta

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso akan mengevaluasi lagi alur distribusi Minyakita. Hal ini dilakukan karena banyak temuan Minyakita dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) dan volume 1 liter dikurangi.

    “Ke depan kita akan atur semua, mulai dari distribusinya, repackernya, D1 D2, HET-nya kita evaluasi semua,” kata Budi di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).

    Untuk diketahui, alur distribusi Minyakita terpantau dalam Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH). Sistem itu digunakan pemerintah untuk memetakan rantai distribusi dan harga minyak goreng, khususnya Minyakita.

    Budi menjelaskan, pengawasan dan evaluasi terus dilakukan oleh pemerintah. Kemudian, temuan-temuan terkait pelanggaran Minyakita muncul setelah pihaknya memperketat pengawasan pada momen Natal dan Tahun Baru 2025.

    “Kemudian kita temukan memang beberapa misalnya ada bundling ya, kemudian juga harga di atas HET. Baru ditemukan takaran yang tidak sesuai itu tanggal 24 Januari di Tangerang,” ungkapnya.

    “Jadi itu terus, sebenarnya pengawasan reguler terus dilakukan, karena apa? Karena kan kita juga ada Satgas Pangan, kemudian kita ada Dinas,” tambahnya.

    Hal ini dikatakan usai melakukan pertemuan dengan Ombudsman RI. Dalam pertemuan itu, Ombudsman RI menyampaikan temuannya terkait pelanggaran penjualan Minyakita hingga pengurangan takaran.

    Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika melaporkan temuan pelanggaran distribusi dan HET Minyakita. Pihaknya melakukan uji dari 63 sampel dari 6 provinsi, Jakarta, Bengkulu, Sumatera Barat, Gorontalo, Kalimantan Selatan, dan Banten.

    “Dari 63 sampel, ada 24 sampel yang volume atau takarannya itu kurang dari yang seharusnya. Dan khususnya lagi, ada sekitar 5 pelaku usaha yang melakukan pengurangannya itu luar biasa di atas 30 sampai dengan 270 mililiter,” ungkapnya.

    Berdasarkan penelusuran di 6 provinsi itu, harga Minyakita berada di atas HET. Yeka merinci, HET Minyakita dari produsen ke D1 Rp 13.500/liter, D1 ke D2 Rp 14.000, D2 ke pengecer Rp 14.500, pengecer jual ke konsumen Rp 15.700.

    Sementara yang ditemukan Ombudsman RI, harga Minyakita di pasaran Rp 16.000/liter sampai Rp 19.000/liter. Untuk itu, dia mengusulkan Kemendag melakukan evaluasi terhadap distribusi hingga HET Minyakita.

    “Oleh karena itu kata kuncinya Simirah harus dievaluasi agar lebih transparan sehingga semua pelaku usaha bisa mendapatkan akses. Karena sebetulnya tadi keterangan Pak Menteri Minyakita ini adalah produk yang sangat laris di lapangan,” pungkasnya.

    (ada/ara)

  • Mendag siap lakukan evaluasi Minyakita secara menyeluruh

    Mendag siap lakukan evaluasi Minyakita secara menyeluruh

    Ke depan kita akan atur semua, mulai dari distribusinya, termasuk repacker-nya kemudian D1 (distributor 1), D2, dan HET-nya

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan mengevaluasi secara menyeluruh terkait dengan distribusi, pengaturan dan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng rakyat (MGR) atau Minyakita.

    “Ke depan kita akan atur semua, mulai dari distribusinya, termasuk repacker-nya kemudian D1 (distributor 1), D2, dan HET-nya. Kita evaluasi semua,” ujar Budi usai melakukan pertemuan dengan Ketua Ombudsman RI Mokhamad Najih di kantor Kemendag, Jakarta, Jumat.

    Budi menyampaikan, sebelumnya telah melakukan pertemuan dengan para pengemas atau repacker Minyakita. Berdasarkan hasil diskusi, Budi mengatakan bahwa tidak semua pengemas melakukan kecurangan.

    Kemendag juga menerima masukan-masukan dari para pengemas. Oleh karena itu, ke depan, Kemendag juga akan mengatur soal repacker.

    Lebih lanjut, kata Budi, pengawasan akan terus dilakukan dan diperketat, khususnya menjelang Lebaran 2025.

    Selain itu, bersamaan dengan hal tersebut, Kemendag juga akan melakukan evaluasi secara menyeluruh. Evaluasi ini, dilakukan berdasarkan hasil temuan dan pengawasan di lapangan, agar ke depannya kebijakan terkait Minyakita tidak merugikan produsen, distributor, pengecer dan konsumen.

    “Semua itu akan dijadikan bahan referensi, bahan masukan di dalam membuat kebijakan-kebijakan terkait distribusi dan sebagainya berkaitan dengan Minyakita,” kata Budi.

    Sementara itu, Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih mengatakan bahwa pertemuan dengan Menteri Perdagangan merupakan salah satu fungsi dari Ombudsman untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi terkait dengan pelayanan publik di bidang perdagangan, khususnya Minyakita.

    Najih menyampaikan Ombudsman telah melakukan uji petik atau pengujian atas satuan barang, secara acak di beberapa provinsi, sebagai langkah untuk memberi masukan terkait dengan perlindungan masyarakat.

    “Ini menjadi masukan, saran perbaikan, bagaimana langkah-langkah yang sudah ditempuh, diambil ke depan agar lebih baik lagi, sehingga perlindungan masyarakat terhadap masalah ini bisa teratasi dengan baik,” ujar Najih.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Faisal Yunianto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pelantikan Dua Perangkat Desa di Brebes Berjalan di Tengah Protes dan Ancaman Gugatan Hukum
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        20 Maret 2025

    Pelantikan Dua Perangkat Desa di Brebes Berjalan di Tengah Protes dan Ancaman Gugatan Hukum Regional 20 Maret 2025

    Pelantikan Dua Perangkat Desa di Brebes Berjalan di Tengah Protes dan Ancaman Gugatan Hukum
    Tim Redaksi
    BREBES, KOMPAS.com
    – Dua calon
    perangkat Desa
    Dukuhturi, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten
    Brebes
    , Jawa Tengah, resmi dilantik di kantor kepala desa setempat pada Rabu (17/3/2025).
    Pelantikan ini tetap berlangsung meskipun enam peserta seleksi
    perangkat desa
    berencana mengajukan gugatan terhadap hasil seleksi yang mereka anggap cacat hukum dan tidak sah.
    Dua perangkat desa yang dilantik adalah Fatkhuroh sebagai Kaur Tata Usaha dan Umum, serta Safrida Tri Mardiananingsih sebagai Kaur Perencanaan.
    Prosesi pelantikan dilakukan oleh Kepala Desa Dukuhturi, Johan Wahyudi, dengan disaksikan oleh Camat Ketanggungan, Nurudin.
    Kepala Desa Dukuhturi, Johan Wahyudi, menegaskan bahwa pelantikan tersebut telah sesuai dengan regulasi yang berlaku.
    “Kami melantik dua perangkat desa ini berdasarkan surat rekomendasi Pj Bupati dan semuanya sudah sesuai aturan,” ujar Johan Wahyudi kepada wartawan usai pelantikan, Rabu (19/3/2025).
    Sebelumnya, enam peserta seleksi perangkat desa di Desa Dukuhturi menyampaikan protes terhadap hasil seleksi yang dinilai tidak sah.
    Mereka telah melayangkan aduan kepada Bupati Brebes, Inspektorat, Dinpermades, dan Ombudsman RI.
    Melalui kuasa hukumnya, Mulyono Aprilliandi, mereka menilai bahwa seleksi yang dilakukan pada 15 Januari 2025 tidak sesuai dengan Peraturan Bupati (Perbup) Brebes Nomor 100 Tahun 2020 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian
    Perangkat Desa
    .
    “Dalam aturannya, peserta yang lolos seleksi ditentukan oleh nilai tertinggi. Tapi yang terjadi adalah sistem bobot dari tiap tahapan seleksi (50%-30%-20%) tanpa ada dasar aturannya,” ujar Mulyono kepada wartawan, Selasa (25/2/2025).
    Mulyono juga menyoroti bahwa pengumuman hasil seleksi baru dilakukan tiga hari setelah ujian, yang seharusnya diumumkan pada hari yang sama sesuai dengan ketentuan dalam Perbup Nomor 100 Tahun 2020.
    “Terdapat bukti bahwa salah satu panitia memberikan informasi hasil ujian secara personal kepada peserta tertentu sebelum pengumuman resmi. Penguji juga tidak bisa menunjukkan legalitasnya. Serta masih banyak praktik yang tidak sesuai aturan,” tambahnya.
    Berdasarkan temuan tersebut, pihaknya meminta agar Pemerintah Desa Dukuhturi membatalkan hasil seleksi yang dianggap cacat hukum dan maladministratif.
    Selain itu, mereka menuntut dilakukan audit terhadap panitia seleksi melalui Inspektorat Kabupaten Brebes serta merekomendasikan pelaksanaan ulang seleksi perangkat desa sesuai dengan peraturan yang berlaku.
    Jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi, mereka akan membawa permasalahan ini ke jalur hukum, termasuk melaporkan dugaan maladministrasi ke Ombudsman RI Jawa Tengah serta mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk membatalkan hasil seleksi.
    “Kami juga akan melakukan gugatan ke PTUN untuk membatalkan hasil seleksi yang telah ditetapkan,” pungkas Mulyono.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Titah Prabowo di Balik Percepatan Pengangkatan CASN dan PPPK

    Titah Prabowo di Balik Percepatan Pengangkatan CASN dan PPPK

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah akhirnya mempercepat pengangkatan Calon Aparatur Sipil Negara alias CASN dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja alias PPPK setelah diprotes banyak pihak.

    Sekadar informasi, awalnya pemerintah menunda pelantikan CASN dan PPPK. CASN semula akan dilantik pada Oktober 2025. Sementara itu, PPPK baru dilantik pada tahun depannya lagi.

    Sontak, kebijakan ini menuai pro dan kontra. Apalagi, banyak CASN atau PPPK yang rela keluar pekerjaan sebelumnya, demi untuk menjadi abdi negara.

    Namun setelah menuai pro dan kontra, pemerintah menarik ucapannya. Mereka akhirnya mau mempercepat proses penganggaran CASN dan PPPK dari jadwal sebelumnya.

    Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menyampaikan bahwa keputusan ini diambil setelah melalui proses pematangan, simulasi, dan berbagai pertimbangan terkait kebutuhan negara.

    “Pak Menteri Sekretaris Negara bersama Ibu Menpan RB sudah mengumumkan bahwa setelah pemerintah melakukan pematangan dan berbagai macam simulasi, pengangkatan CASN bisa dipercepat,” ujarnya saat ditemui Bisnis di Kebon Sirih, Senin (17/3/2025) malam.

    Menurutnya, pengangkatan CASN akan dilakukan paling lambat Juni 2025 untuk Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan paling lambat Oktober 2025 untuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

    Hasan juga menegaskan bahwa pengangkatan ini akan menjadi afirmasi terakhir bagi daerah-daerah yang memiliki banyak formasi ASN.

    “Pak Mensesneg juga menyatakan bahwa ini afirmasi terakhir ya. Jadi, pengangkatan- pengangkatan yang dari daerah-daerah yang banyak itu untuk ASN ini afirmasi yang terakhir. Untuk selanjutnya, semua CASN akan mengikuti tes yang reguler, sesuai dengan kompetensi dan kebutuhan negara,” ucapnya.

    Hasan menekankan bahwa CASN bukan sekadar program pembukaan lapangan kerja, melainkan bagian dari sistem pelayanan publik yang menjadi tulang punggung negara.

    Oleh karena itu, proses pengangkatannya harus dilakukan dengan analisis jabatan yang matang agar sesuai dengan kebutuhan pemerintahan. “ASN ini, mereka akan berpuluh-puluh tahun di [formasi] situ. Makanya kami butuh kompetensi, butuh analisa jabatan, butuh pemempatan yang sesuai dengan kebutuhan, kebutuhan pemerintahan saat ini,” tutur Hasan.

    Dia juga menjelaskan bahwa pemerintah telah menyusun formula agar proses pengangkatan berjalan dengan baik. Meskipun batas waktu pengangkatan CPNS ditetapkan hingga Juni 2025, prosesnya dapat dilakukan lebih awal tergantung kesiapan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah masing-masing.

    “Jadi ada yang mungkin diangkat bulan depan, ada yang Mei, ada yang Juni. Tapi paling lambat harus Juni,” imbuhnya.

    5 Catatan Ombudsman 

    Sebelum akhirnya dipercepat, Ombudsman memberikan 5 catatan terkait penundaan pengangkatan calon aparatur sipil negara (CASN) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK. 

    Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng menuturkan penundaan pengangkatan CASN berdampak pada efektivitas pelayanan publik. Menurutnya, CASN sebagai motor birokrasi sangat penting dalam peningkatan pelayanan publik di instansinya masing-masing.

    “Ribuan CASN tenaga kesehatan di suatu daerah yang belum diangkat dalam kurun waktu yang cukup lama akan berakibat terganggunya layanan kesehatan,” katanya.

    Pertama, untuk pemerintah yakni, perlu mengukur unsur kerugian publik akibat penundaan CASN tersebut. Karena selain berdampak bagi pelayanan publik, juga berpotensi terjadinya maladministrasi pelayanan bidang kepegawaian.

    “Untuk itu, pemerintah perlu memikirkan pendekatan solutif untuk mengatasi penundaan berlarut pengangkatan seperti upaya ganti rugi, pendekatan khusus pemerintah ke tempat kerja sebelumnya, dan opsi-opsi lainnya,” terangnya.

    Kedua, Ombudsman meminta pemerintah agar transparan soal alasan penundaan pengangkatan CASN TA 2024. Dia berpandangan kepastian informasi akan membantu para CASN ini menyiapkan langkah-langkah antisipatif agar kondisi perekonomiannya tidak terganggu.

    Ketiga, Ombudsman RI mendesak pemerintah untuk menyusun skema penyelesaian melalui mekanisme pengangkatan CASN TA 2024 secara bertahap bagi instansi yang sudah siap secara administratif dan finansial.

    “Sebanyak 207 dari 602 instansi meminta penundaan pengangkatan dengan alasan penataan formasi, pembaharuan administrasi, dan sebagainya. Kemenpan-RB maupun BKN wajib memastikan bahwa 395 instansi yang sudah siap untuk segera melakukan pengangkatan terhadap para CASN yang telah lulus tanpa harus dilakukan sekaligus [serentak],” tegas Robert.

    Keempat, tutur dia, pemerintah perlu menerbitkan produk hukum atau regulasi yang berkaitan dengan kepastian pengangkatan CASN TA 2024. Penerbitan tersebut dapat menjadi jaminan kepastian pemerintah dalam menyelesaikan persoalan ini.

    Kelima, adalah pihaknya berharap perbedaan tafsir atas hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR RI dengan pemerintah dapat terselesaikan dengan segera.

    Arahan Prabowo 

    Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa pemerintah telah mengambil keputusan terkait percepatan pengangkatan Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) formasi 2024.

    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) menyampaikan keputusan ini diambil sebagai bagian dari komitmen pemerintah untuk memberikan kepastian bagi para CASN yang telah lama menunggu proses pengangkatan.

    “Pengangkatan CASN dipercepat yaitu untuk CPNS diselesaikan paling lambat Juni 2025 sedangkan untuk PPPK seluruhnya selesai Oktober 2025,” ujarnya di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, menurut pantauan Youtube, Senin (17/3/2025).

    Nantinya, Prasetyo menekankan bahwa penyelesaian pengangkatan ini bakal ditindaklanjuti dan dilakukan sesuai kesiapan setiap Kementerian dan Lembaga serta Pemerintah Daerah (Pemda) dan instansi terkait.

    Diaa menambahkan kebijakan ini selaras dengan arahan Presiden Prabowo yang menegaskan bahwa setiap kebijakan pemerintah harus mengutamakan kepentingan masyarakat.

    Penyesuaian dalam pengangkatan CASN dilakukan untuk memastikan optimalisasi penempatan, terutama bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), dengan tetap memperhatikan hak-hak mereka, termasuk ketepatan penggajian, penempatan, serta kesesuaian formasi.

    Tak hanya itu, kata Prasetyo, seluruh kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah diminta untuk segera melakukan analisis dan simulasi guna memastikan pengangkatan CASN sesuai dengan jadwal terbaru yang telah ditetapkan.

    “Presiden menegaskan kepada seluruh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah untuk menjaga nilai-nilai meritokrasi dalam manajemen ASN,” ucapnya.

  • Seharusnya yang Diperkuat Lembaga Pengawasan

    Seharusnya yang Diperkuat Lembaga Pengawasan

    loading…

    Sekjen PBHI Nasional Gina Sabrina menyoroti sejumlah pasal bermasalah dalam revisi UU Kejaksaan. Foto/istimewa

    JAKARTA – Revisi Undang-Undang (RUU) Kejaksaan terus menuai polemik di masyarakat. Penambahan kewenangan jaksa dalam RUU tersebut dinilai berlebihan.

    Sekjen PBHI Nasional Gina Sabrina menilai, rencana revisi tidak hanya menyangkut persoalan perampasan kebebasan individu, tetapi juga berkaitan dengan upaya legitimasi serta penguatan kekuasaan.

    “Alih-alih membatasi kewenangan, revisi terhadap berbagai aturan justru berpotensi memperluas serta memperkuat otoritas lembaga yang terlibat,” ujarnya, dalam diskusi bertajuk “UU dan RUU Kejaksaan membuat Jaksa Jadi lembaga Superbody yang Mengancam Negara Hukum” di Universitas Trisakti, Jakarta, Jumat (14/3/2025).

    Gina juga menyoroti beberapa pasal yang dianggap bermasalah, salah satunya penambahan kewenangan bagi Kejaksaan seperti pemberian hak kepada intelijen Kejaksaan untuk melakukan penyelidikan, pemberian imunitas bagi jaksa, serta tugas pengamanan pelaksanaan pembangunan dan operasi peran lainnya.

    “Sebelum memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Kejaksaan, seharusnya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap institusi tersebut untuk memastikan efektivitas dan akuntabilitasnya,” katanya.

    Menurut Gina, penambahan kewenangan jaksa berupa intelijen bisa melakukan penyelidikan, imunitas, pengamananan pelaksanaan pembangunan, harusnya dilakukan evaluasi terlebih dahulu sebelum dilakukannya revisi terhadap dan memperkuat kejaksaan. Terlebih yang berkaitan dan bersentuhan dengan demokrasi, hak asasi manusia dan negara hukum.

    “Seharusnya yang perlu dilakukan adalah memperkuat mekanisme pengawasan baik internal maupun eksternal. Memperkuat lembaga-lembaga pengawas seperti Komnas HAM, Komisi Kejaksaan, Komisi Kepolisian, Ombudsman, baik dari aspek anggaran, kewenangan, dan sebagainya,” katanya

    (cip)