Kementrian Lembaga: Ombudsman

  • Cegah Distribusi Terhambat, Pemerintah Diminta Pertimbangkan Penyesuaian Klasifikasi Mutu Beras

    Cegah Distribusi Terhambat, Pemerintah Diminta Pertimbangkan Penyesuaian Klasifikasi Mutu Beras

    JAKARTA — Ombudsman meminta Badan Pangan Nasional (Bapanas) agar mempertimbangkan penyesuaian Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras agar harmonis dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020. Hal ini upaya agar tidak berpotensi menghambat distribusi.

    “Penyesuaian ini penting agar pasokan beras di pasar tetap terjaga. Ke depan, perlu ada kebijakan standar mutu beras yang memberikan insentif peningkatan kualitas produksi beras,” kata Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, dalam keterangan resminya, dikutip Sabtu, 9 Agustus 2025.

    Yeka mengungkapkan sejumlah persoalan di rantai tata niaga beras. Di tingkat petani, produktivitas padi saat ini di wilayah amatan mencapai rata-rata 5,5 ton per hektare, meningkat dibanding dua hingga tiga musim sebelumnya yang kerap mengalami gagal panen.

    “Namun, sangat disayangkan varietas padi yang digunakan oleh petani masih banyak yang ditemukan tidak tersertifikasi.”

    “Selain itu, harga gabah saat ini sudah mencapai di kisaran Rp7.500–Rp 8.400 per kilogram. Hal ini tentu akan mendorong kenaikan harga beras juga sehingga HET (harga eceran tertinggi) beras akan sulit patuhi,” tuturnya.

    Di tingkat penggilingan padi, persaingan untuk mendapatkan gabah semakin ketat. Bahkan, hal itu memicu banyak penggilingan padi kecil tidak beroperasi dan sudah ada yang tutup.

    “Gudang penggilingan padi banyak yang kosong tidak memiliki stok gabah maupun beras akibat kekhawatiran para pelaku usaha terhadap kebijakan tata niaga perberasan saat ini.”

    “Sementara harga beras di pasar naik berkisar Rp2.000–Rp 3.000 per kilogram. Mayoritas beras dijual dalam bentuk curah tanpa label mutu,” ungkap Yeka.

    Untuk mengatasi persoalan tersebut, Pemerintah diminta mengevaluasi penerapan HET beras sesuai kondisi riil, serta membina dan menata industri penggilingan padi agar lebih modern, efisien, harmonis, dan menyejahterakan petani.

    “Dalam kondisi persaingan gabah yang sangat tinggi, penerapan HET beras premium dinilai tidak efektif sehingga disarankan untuk dihapus dengan fokus pengendalian harga pada beras medium,” kata Yeka.

    Standar Mutu dan Harga Beras akan Direformasi

    Pemerintah tengah mengkaji perubahan standar mutu dan harga batas atas beras nasional. Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, mengatakan sejumlah opsi sedang disiapkan untuk disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

    Langkah-langkah ini diambil guna mewujudkan sistem perberasan yang lebih adil, transparan, dan berpihak pada konsumen.

    “Jadi, yang sedang Pemerintah matangkan itu bagaimana harga terbentuk dan kualitas standar beras.”

    “Kemudian yang berikutnya juga mengenai zonasi. Hal ini juga nanti tentunya menjadi salah satu yang harus didiskusikan.”

    “Namun, terlalu dini untuk menginformasikan apa yang akan diputuskan. Pasti kami akan upayakan yang terbaik untuk perberasan nasional,” ujar Arief.

    Transformasi ini mencakup revisi atas dua regulasi, yakni Peraturan Bapanas Nomor 2 Tahun 2023 tentang Klasifikasi Mutu Beras (premium, medium, submedium, pecah) dan Peraturan Bapanas Nomor 5 Tahun 2024 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras di Berbagai Wilayah.

  • Ombudsman RI sebut Istilah Beras Oplosan Kurang Tepat

    Ombudsman RI sebut Istilah Beras Oplosan Kurang Tepat

    JAKARTA – Ombudsman Republik Indonesia (RI) menilai istilah beras oplosan yang belakangan ramai diperbincangkan kurang tepat digunakan.

    Menurut Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, yang terjadi di lapangan adalah praktik pencampuran (mixing) antar varietas, bentuk beras (utuh, butir patah, menir), beras lama dengan baru, maupun beras impor dengan lokal.

    “Praktik tersebut umum terjadi dan aman dikonsumsi selama tidak menyesatkan konsumen. Hal yang dilarang adalah membohongi konsumen,” tegas Yeka dalam keterangan resminya, Jumat, 8 Agustus.

    Ia menambahkan, larangan yang jelas berlaku adalah mencampur beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dengan beras komersial di pasaran. Dalam penegakan hukum, Ombudsman RI mendukung langkah aparat terhadap pelanggaran label, isi, dan kemasan beras.

    Namun, Yeka mengingatkan agar penindakan mengedepankan prinsip ultimum remedium dengan pembinaan dan edukasi terlebih dahulu, terutama jika perbedaan mutu tidak signifikan atau disebabkan faktor penanganan dan transportasi.

    Ombudsman juga mendorong pemerintah segera melepaskan cadangan beras Perum Bulog ke pasar demi memastikan kebutuhan masyarakat terpenuhi.

    “Beras di gudang Bulog harus segera keluar mengingat masyarakat membutuhkan ketersediaan beras, sementara pelaku usaha pun perlu diyakinkan dengan mekanime yang menjamin rasa aman agar mau menyerap beras Bulog,” ujar Yeka.

    Menurut Yeka, sebagian beras di gudang Bulog sudah berumur lebih dari satu tahun, bahkan ada yang berasal dari Februari 2024, sehingga berpotensi mengalami penurunan kualitas.

    Untuk memperlancar distribusi, ia menyarankan Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyesuaikan Peraturan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras agar selaras dengan SNI 6128/2020.

    “Penyesuaian ini penting agar pasokan beras di pasar tetap terjaga. Ke depan, perlu ada kebijakan standar mutu beras yang memberikan insentif peningkatan kualitas produksi beras,” katanya.

  • Gaduh Beras Oplosan: Penggilingan Padi Tutup hingga Ritel Pangkas Harga

    Gaduh Beras Oplosan: Penggilingan Padi Tutup hingga Ritel Pangkas Harga

    Bisnis.com, JAKARTA — Puluhan penggilingan padi kecil menutup bisnisnya imbas adanya kekhawatiran dalam menjalankan usaha perberasan di Tanah Air. Hal ini terjadi usai adanya temuan beras yang tidak sesuai mutu dan dijual menjadi beras premium alias beras oplosan.

    Ombudsman mengungkap sebanyak 10 dari 23 penggilingan padi kecil menutup usahanya usai ramai temuan beras oplosan.

    Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengatakan, temuan itu ia dapatkan saat Ombudsman melakukan uji petik di Kecamatan Tempuran, Karawang dan sekitarnya.

    “Ada 23 penggilingan padi di wilayah itu dan 10 [penggilingan padi] sudah tutup sekarang. Apa penyebab tutupnya? Selain persaingan juga karena kondisi yang sekarang terjadi, ada ketakutan,” kata Yeka dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat (8/8/2025).

    Yeka juga menemukan stok beras di penggilingan padi semakin menipis imbas kasus beras oplosan. Kini, stok beras di tingkat penggilingan padi hanya berkisar 5–10%. Padahal, sebelumnya, rata-rata stok beras di penggilingan padi biasanya mencapai 100 ton. Namun, saat ini, stoknya hanya mencapai 5%.

    Yeka mengungkap, stok beras yang semakin menipis di tingkat penggilingan padi lantaran mereka takut dalam menjalankan usaha perberasan.

    “Kami tanya mengapa seperti ini? Mereka [penggilingan padi] menjawab sama, takut,” ujarnya.

    Bahkan kini, Yeka menyebut, para penggilingan padi menjual beras dengan karung polos tanpa mencantumkan label.

    Untuk itu, Ombudsman meminta agar pemerintah segera mengembalikan kondisi perberasan Indonesia menjadi kondusif, mulai dari penggilingan kecil, penggilingan besar, hingga pedagang kecil juga besar. Dengan begitu, beras di tingkat konsumen tersedia dengan harga terjangkau.

    “Karena semuanya sama begitu, mengatakan ‘kami takut’. Nah, ini kita negara apa kalau pelaku usaha perberasan seperti ini seperti mereka ini jualan barang haram atau jualan barang yang tidak legal sampai takut. Jadi, pemerintah harus segera membuat rasa aman dan nyaman,” ujarnya.

    Dalam catatan Bisnis, Presiden Prabowo Subianto pernah mengancam akan menyita penggilingan padi nakal yang mempermainkan harga beras lantaran telah mengganggu hajat hidup orang banyak.

    Prabowo mengungkap dirinya mendapatkan laporan bahwa pada 2,5 bulan lalu, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat penggilingan telah sesuai dengan harga pembelian pemerintah (HPP) di level Rp6.500 per kilogram.

    Prabowo juga mengeklaim telah menertibkan pengusaha penggilingan padi dengan merujuk pada Undang-Undang Dasar 1945, terutama pada Pasal 33.

    Terlebih, dia menyatakan penggilingan padi merupakan cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.

    “Kalau penggilingan padi tidak mau tertib, tidak mau patuh kepada kepentingan negara. Ya, saya gunakan sumber hukum ini, saya katakan saya akan sita penggiling-penggiling padi itu,” ujar Prabowo dalam pidato saat meluncurkan kelembagaan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, Senin (21/7/2025).

    Kepala Negara RI kembali menekankan bahwa dirinya tak segan-segan akan menyita penggilingan padi dan menyerahkannya ke koperasi, termasuk Koperasi Desa/Kelurahan (KopDes/Kel) Merah Putih.

    “Saya akan sita dan akan saya serahkan [penggilingan padi] kepada koperasi untuk dijalankan,” ucap Prabowo.

    Dalam kesempatan itu, Prabowo juga mengungkap pengusaha penggilingan padi yang nakal juga diisi oleh para pemain besar. Namun, dia tidak merinci daftar pemain besar pengusaha penggilingan padi yang nakal itu.

    “Waktu saya dapat laporan, ada penggiling-penggiling padi yang nakal-nakal. Yang aneh, penggilingan padi yang besar yang paling nakal,” tutupnya.

    Ancaman Kelangkaan

    Ombudsman mengkhawatirkan risiko terjadinya kelangkaan beras imbas kasus beras oplosan akan melebar ke hal lain, termasuk ke ranah politik.

    Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengungkap kelangkaan maupun ketiadaan stok beras itu terkonfirmasi dari pertemuan yang telah dilakukan Ombudsman dengan pelaku usaha beras.

    Berdasarkan informasi yang ia terima, kelangkaan maupun ketiadaan stok beras terkonfirmasi. Di mana, penggilingan besar yang biasanya memiliki stok 30.000 ton setiap hari, kini hanya memiliki 2.000 ton.

    Padahal, Yeka menilai, ketersediaan pangan merupakan hal yang penting dibandingkan yang lain. Menurut Yeka, pemerintah harus segera mengatasi kelangkaan beras agar tak merembet ke persoalan lain.

    “Ketersediaan pangan ini akhirnya menjadi hal penting, hal utama dibandingkan dengan hal-hal yang lainnya. Karena kalau sampai beras ini tidak ada, isunya bisa lari ke mana-mana, bisa ke persoalan politik dan lain sebagainya,” kata Yeka konferensi pers di Kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat (8/8/2025).

  • Ombudsman Soroti Risiko Politik di Balik Kelangkaan Beras

    Ombudsman Soroti Risiko Politik di Balik Kelangkaan Beras

    Bisnis.com, JAKARTA — Ombudsman mengkhawatirkan kelangkaan beras imbas kasus beras oplosan akan melebar ke hal lain, termasuk ke ranah politik.

    Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengungkap kelangkaan maupun ketiadaan stok beras itu terkonfirmasi dari pertemuan yang telah dilakukan Ombudsman dengan pelaku usaha beras.

    Berdasarkan informasi yang ia terima, kelangkaan maupun ketiadaan stok beras terkonfirmasi. Di mana, penggilingan besar yang biasanya memiliki stok 30.000 ton setiap hari, kini hanya memiliki 2.000 ton.

    Padahal, Yeka menilai, ketersediaan pangan merupakan hal yang penting dibandingkan yang lain. Menurut Yeka, pemerintah harus segera mengatasi kelangkaan beras  agar tak merembet ke persoalan lain.

    “Ketersediaan pangan ini akhirnya menjadi hal penting, hal utama dibandingkan dengan hal-hal yang lainnya. Karena kalau sampai beras ini tidak ada, isunya bisa lari ke mana-mana, bisa ke persoalan politik dan lain sebagainya,” kata Yeka konferensi pers di Kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat (8/8/2025).

    Untuk itu, Ombudsman mendorong agar pemerintah segera melepas cadangan beras pemerintah (CBP) di Perum Bulog ke pasar. “Yang paling yang harus segera dirumuskan oleh pemerintah sekarang, masyarakat perlu ketersediaan beras,” ujarnya.

    Namun, Yeka menyebut pemerintah perlu menahan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023 (Perbadan 2/2023) tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras, sebelum melepas CBP milik Bulog ke masyarakat.

    Sebab, ungkap Yeka, para penggilingan padi enggan menyerap gabah setara beras milik Bulog lantaran sebagian beras sudah lama tertimbun alias tak memenuhi persyaratan mutu dari Perbadan 2/2023.

    “Sebagian beras yang ada di Bulog itu, itu kan beras impor tahun lalu Ada yang berumur 1 tahun, Februari 2024, jadi sudah 1 tahun lebih. Otomatis pasti, mohon maaf, bau apek,” ujarnya.

    Di sisi lain, dalam Perbadan 2/2023 pada Pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang yang memproduksi dan/atau mengimpor beras untuk diedarkan wajib memenuhi persyaratan, minimal bebas hama, bebas bau apek, asam, dan bau asing lainnya, dan persyaratan keamanan.

    “Di dalam persyaratan mutu label, pelaku usaha dilarang mengolah ataupun juga menggunakan beras apek sebagai bahan baku untuk trading beras,” jelas Yeka.

    Oleh karena itu, sambung dia, Ombudsman meminta agar Bapanas menunda pemberlakuan Perbadan 2/2023 agar beras bisa tersedia di pasar.

    “Jadi orang bolehlah tidak sesuai, tidak memenuhi semua, tidak harus memenuhi semua persyaratan. Beberapa persyaratan seperti butir patah bisa, tetapi seperti bau apek, di Bulog berasnya sudah sebagian bau apek. Kalau itu dilarang, bagaimana?“ tuturnya.

    Meski begitu, Yeka menjelaskan bahwa beras apek tersebut masih bisa diproses lagi sebab ini hanya persoalan penyimpanan.

    Stok Beras Bulog Melimpah

    Dalam catatan Bisnis, Perum Bulog mengungkap total stok yang dikuasai telah mencapai 4,2 juta ton beras per 14 Juli 2025.

    Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani menyatakan stok beras jumbo yang dikuasai Bulog itu terdiri dari CBP dan stok komersial.

    “Per 14 Juli 2025, itu cadangan beras pemerintah adalah totalnya 4.237.120 ton. Kemudian untuk stok komersialnya adalah 14.139 ton. Jadi total beras kita adalah sekitar 4.251.259 ton,” ujar Rizal dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (14/7/2025).

    Sementara itu, realisasi pengadaan gabah kering panen (GKP) telah mencapai 3,7 juta ton dan realisasi pengadaan beras sebesar 726.000 ton. Dengan demikian, total pengadaan beras dalam negeri pada 2025 mencapai 2.765.051 ton.

    “Untuk pengadaan gabah menyumbang sekitar 75% dari total realisasi pengadaan beras yang mencerminkan fokus strategis Bulog dalam mendukung petani secara langsung,” jelasnya.

    Adapun seiring dengan stok beras di gudang Perum Bulog yang menumpuk, Rizal memastikan pihaknya secara rutin melakukan perawatan setiap bulan, mulai dari fumigasi, pengemasan ulang (repackaging), hingga penyemprotan.

    Selain itu, dia juga memastikan Bulog melaksanakan standar operasional prosedur (SOP) dalam hal perawatan beras di gudang Bulog. “Supaya ini bisa long time, long term itu berasnya,” imbuhnya.

    Rizal menyebut dana yang digelontorkan Perum Bulog untuk mengelola beras di dalam gudang tergantung dari kapasitas gudang dan jumlah beras. Namun, dia enggan memberikan informasi secara detail berapa dana yang digelontorkan Bulog dalam melakukan perawatan di gudang. 

    “Gudang filial hampir di seluruh provinsi ada, karena kan jumlah yang sekarang 4,2 juta ton itu kan cukup besar. Mungkin di tempat kami juga sudah full, jadi ada beberapa pihak-pihak gudang yang rekanan dan sebagainya yang harus kita pinjam atau kita sewa,” pungkasnya.

  • Terungkap! Ini Biang Kerok Harga Beras di Pasar Lebih Mahal dari Ritel Modern

    Terungkap! Ini Biang Kerok Harga Beras di Pasar Lebih Mahal dari Ritel Modern

    Bisnis.com, JAKARTA — Ombudsman mengungkap harga beras di pasar tradisional jauh lebih mahal dibandingkan ritel modern. Kondisi ini jauh berbeda dengan harga beras di ritel modern yang justru sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET).

    Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengatakan beras yang kini dijual di pasar tradisional paling murah dibanderol Rp12.000 per kilogram, sedangkan paling mahal mencapai Rp16.500 per kilogram.

    Ini artinya, harga beras yang dijual di pasar tradisional telah melambung di atas HET beras premium. Sebagai informasi, HET beras premium nasional dibanderol Rp14.900 per kilogram.

    “Kemarin saya melihat di pasar Ini ironisnya begini. Kan tadi saya katakan paling murah Rp12.000 [per kilogram], paling mahal itu Rp16.500 [per kilogram]. Jadi, barang beras yang sekarang ada di pasar itu Sudah melebihi HET-nya. Kan HET premium itu Rp14.900 [per kilogram], kemarin Rp16.500 [per kilogram],” kata Yeka konferensi pers di Kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat (8/8/2025).

    Menurut Yeka, telah terjadi fenomena kesenjangan implementasi kebijakan harga (HET) antara pasar tradisional dan pasar modern.

    Hal ini dibuktikan dengan masyarakat yang membeli beras di pasar tradisional justru harus membayar lebih mahal dibanding pasar modern (kelas menengah ke atas), yang menikmati harga sesuai HET.

    “Coba bisa dibayangkan di pasar tradisional, masyarakat ketemu dengan harga beras di atas HET. Di pasar modern, masyarakat ketemu harga HET. Jadi, sebetulnya kebijakan HET ini menguntungkan siapa?” ujarnya.

    Alhasil, masyarakat di pedesaan harus merogoh kocek lebih mahal untuk bisa menikmati beras berkualitas yang dibeli di pasar tradisional maupun toko kelontong seperti warung Madura.

    “Kalau di perdesaan, masyarakat akhirnya kalau ingin menikmati beras yang enak harus membeli di atas HET. Silakan dicek warung-warung Madura dan segala macam, [beras] di atas HET semua,” tuturnya.

    Yeka menyebut fenomena ini merupakan hal yang tidak adil bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah yang berbelanja ke pasar tradisional atau warung kecil.

    “Kalau kita beli beras ke supermarket Kita harus beli beras lebih murah, jadinya sesuai HET. Padahal, orang yang masuk ke pasar supermarket itu adalah menengah atas. Jadi, nggak fair,” ungkapnya.

    Ombudsman menyimpulkan, biang kerok mahalnya harga beras di pasar tradisional lantaran telah terjadi subsidi terbalik yang menguntungkan konsumen kelas menengah ke atas. Sebab, masyarakat kecil yang membeli beras di pasar tradisional justru membayar lebih mahal.

    Yeka mengungkap, penggilingan menjual beras ke ritel modern dengan harga sesuai HET, sehingga keuntungan mereka berkurang. Sayangnya, untuk menutup kerugian, penggilingan justru menaikkan harga beras yang dijual ke pasar tradisional.

    “Karena ternyata ini kompensasi bagi penggilingan atau bagi perusahaan si supermarket, katakanlah dia rugi kalau di pasar tradisional, dia bisa dapat untung. Jadi pasar tradisional yang mensubsidi barang di pasar supermarket,” terangnya.

    Yeka menegaskan fenomena ini sangat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, di mana masyarakat memerlukan ketersediaan pangan dengan harga yang terjangkau.

    Dia menekankan bahwa tugas negara adalah menyediakan pangan dengan harga yang terjangkau. Sayangnya, hal itu berbanding terbalik dengan keadaan yang terjadi di lapangan.

    “Tapi ini kebalik. Di pasar modern, masyarakat mendapatkan harga yang relatif murah. Tapi di pasar tradisional, masyarakat mendapatkan harga yang relatif mahal,” pungkasnya.

  • Ombudsman Ungkap Beras Sisa Impor Menumpuk Setahun di Gudang Bulog

    Ombudsman Ungkap Beras Sisa Impor Menumpuk Setahun di Gudang Bulog

    Jakarta

    Ombudsman mengungkap beras sisa impor tahun lalu yang masih berada di Gudang Bulog. Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengatakan umur stok beras tersebut pun sudah setahun lamanya dan tidak disalurkan ke pasar.

    “Sebagian beras yang ada di Bulog itu kan beras impor tahun lalu. Ada yang berumurnya sudah 1 tahun, dari Februari 2024. Jadi sudah 1 tahun lebih, otomatis pasti mohon maaf, bau apek. Nah, sementara di dalam persyaratan mutu label, pelaku usaha dilarang mengolah ataupun juga menggunakan beras apek sebagai bahan baku untuk trading (perdagangan) beras,” kata dia dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Jumat (8/8/2025).

    Menurutnya beras di gudang Perum Bulog yang sudah mengalami bau tidak sedap karena kondisi lamanya penyimpanan, tetap bisa dikonsumsi masyarakat. Namun hal itu bisa dilakukan jika beras tersebut dilakukan proses perbaikan lagi oleh Perum Bulog.

    “Lantas kalau bau apek itu, masyarakat masih bisa konsumsi. Karena bisa diolah lagi, bisa diproses lagi. Jadi jangan dipikir bahwa nanti beras apek, lantas konsumen tidak akan bisa konsumsi, tidak. Itu persoalan penyimpanan saja. Jadi itu bisa diproses lagi. Namun proses ini (terkendala) peraturan tadi, dilarang memproses yang baru apek. Akhirnya, ya, ketersediaan beras sebagai pasokan nanti berkurang,” ungkapnya.

    Dia pun mendorong Badan Pangan Nasional agar memberikan kebijakan kepada Perum Bulog untuk segera melakukan pelepasan stok tersebut ke pasaran demi menstabilkan harga.

    “Ke depan diharapkan Badan pangan Nasional lentur untuk merespons pemberlakuan Perbadan nomor 2 tahun 2023 terkait mutu beras. Terkait mutu dan label beras, kalau tidak salah agar beras bisa tersedia di pasar, beras harus segera dilepas,” terang Yeka.

    Penggilingan padi tutup, pasokan beras mulai seret

    Menurut Yeka kelangkaan beras mulai terjadi di penggilingan padi dan ritel modern. Ia mengatakan temuan ini setelah dirinya dan tim melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah penggilingan di Kecamatan Tempuran, Karawang, Jawa Barat.

    Dari sidak itu didapat informasi di kawasan tersebut terdapat 23 penggilingan padi. Namun sudah ada 10 penggilingan yang gulung tikar. Temuan berikutnya, stok beras di penggilingan telah menipis.

    Kondisi ini terjadi karena dua hal. Pertama karena produksi padi yang menurun dan kedua ketakutan penggilingan tersebut menjalankan usahanya. Ketakutan ini terjadi imbas pemeriksaan dari penegak hukum terkait mutu, kualitas, hingga kasus oplosan beras.

    “Stok mereka berkisar antar 5% sampai 10%. Jadi misalnya biasanya mereka punya 100 ton rata-rata stok, sekarang itu baru punya 5 ton. Jadi stok penggilingan bukan kosong lah, stoknya menipis,” ujarnya.

    Kemudian, Yeka juga telah mengundang sejumlah pelaku usaha untuk mengkonfirmasi temuan tersebut. Menurutnya, terdapat penggilingan besar yang stoknya juga menipis. Sayangnya, dia enggan menyebutkan nama penggilingan besar tersebut.

    “Ada penggilingan besar yang biasanya punya stok 30 ribu ton, stok 30 ribu ton setiap hari, sekarang tinggal 2 ribu ton. Ada yang punya 5 ribu ton, sekarang tinggal 200 ton,” ungkapnya.

    Selain kelangkaan beras di penggilingan, Yeka juga menyebut saat ini kondisi serupa terjadi di ritel modern. Menurutnya beras di rak-rak khusus beras di ritel modern mulai hilang.

    “Hari ini, tadi pagi saya terjunkan untuk melihat beras di pasar modern retail kosong, bahkan raknya sudah berganti yang tadinya rak beras, sekarang sudah berganti jadi rak aqua,” tutur Yeka.

    (ada/hns)

  • Ombudsman Desak Pemerintah Cabut HET Beras Premium

    Ombudsman Desak Pemerintah Cabut HET Beras Premium

    Bisnis.com, JAKARTA — Ombudsman meminta agar pemerintah untuk segera mencabut harga eceran tertinggi (HET) beras premium imbas temuan beras yang tidak sesuai mutu dan dijual menjadi beras premium alias beras oplosan.

    Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika meminta pemerintah agar segera mempertimbangkan untuk mencabut HET beras premium. Menurutnya, pemerintah hanya perlu mengatur HET beras medium.

    “HET beras premium cabut, biarkan swasta menyediakan beras sesuai dengan mekanisme pasar,” kata Yeka dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat (8/8/2025).

    Menurut Yeka, pemerintah bisa mengevaluasi harga beras jika ke depan komoditas ini mengalami fluktuasi harga. Salah satunya adalah dengan melakukan operasi pasar melalui penyaluran beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) yang setara dengan HET beras medium.

    Dengan demikian, Yeka menuturkan bahwa tidak perlu lagi diberlakukan HET beras premium untuk pelaku usaha swasta.

    “Untuk pelaku usaha swasta premiumnya itu dihilangkan. Jadi sudah tidak ada lagi HET premium yang diberlakukan untuk swasta. Jadi HET medium itu hanya berlaku bagi pemerintah saja,” ujarnya.

    Di sisi lain, Yeka juga menyoroti wacana pemerintah yang ingin merumuskan HET beras menjadi satu harga dan satu jenis beras reguler. Hal ini menyusul rencana pemerintah untuk menghapus klasifikasi beras premium dan beras medium.

    Menurut Yeka, jika pemerintah menerapkan satu beras satu harga, maka masyarakat akan kehilangan beras dengan kualitas bermutu baik. Bahkan, menurutnya, Indonesia bisa tertinggal jauh dalam hal perberasan dengan negara lain.

    “Dan mohon maaf kalau kita menerbitkan beras 30%:70%, 30% butir patahnya misalnya ya dengan harga sekian, ya kita ketinggalan jauh sama negara lain. Negara lain itu beras itu bahkan paling rendah itu butir patahnya 5%. Kita menjual dengan 30%,” ungkapnya.

    Selain itu, Yeka menilai konsumen kelas menengah atas pada akhirnya membeli beras di harga Rp13.900 per kilogram atau lebih rendah dari kemampuan daya belinya.

    “Padahal sebetulnya mereka [menengah atas] potensi dan daya belinya tinggi. Oleh karena itu, ombudsman meminta agar HET premium itu justru dihapuskan,” tuturnya.

    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan, proses perhitungan HET beras menjadi satu harga dan satu jenis beras reguler masih bergulir.

    “Oh, harganya [HET beras satu jenis] lagi dirumuskan,” kata Zulhas saat ditemui di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta, Selasa (5/8/2025).

    Namun, Zulhas tak memberikan informasi secara detail kapan pemerintah akan mengumumkan harga beras satu harga itu. Dia hanya memastikan perhitungan HET beras reguler tengah diperhitungkan. “Lagi dihitung,” ujarnya.

    Dalam catatan Bisnis, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyatakan implementasi kebijakan perberasan nasional melalui perubahan standar mutu, jenis, dan harga batas atas dipastikan akan ada periode transisi dan zonasi harga. Nantinya, kebijakan ini akan menyesuaikan kondisi geografis Indonesia.

    Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, transisi dan zonasi harga beras ini diharapkan dapat diterima dengan baik oleh pelaku usaha hingga konsumen.

    Setelah ada keputusan, pemerintah bakal memberikan waktu transisi untuk penyesuaian sehingga tidak serta-merta langsung diterapkan. Namun, implementasi secara cepat juga diperlukan untuk meredam fluktuasi pasar beras.

    “Memang tidak bisa terhadap perubahan suatu kebijakan, kemudian langsung dieksekusi tanpa ada periode transisi. Tapi ini juga harus disegerakan. Jadi kurang lebih, nanti itu akan in between premium dan medium [standar mutu beras],” terangnya.

    Arief menyatakan bahwa beras yang akan diatur pemerintah nantinya adalah beras reguler yang sering dikonsumsi masyarakat. Sementara itu, beras khusus dikembalikan ke mekanisme pasar dan standar mutunya ditentukan melalui suatu proses sertifikasi.

    “Untuk beras yang reguler, itu beras yang seperti kita makan biasanya, baik beras panjang maupun bulat. Itu harganya tetap akan pemerintah batasi,” ujarnya.

    Selain itu, sambung dia, syarat mutu beras juga disiapkan dengan berbagai kriteria. Meski begitu, derajat sosoh mutlak 95% dan kadar air 14%. “Butir pecah berapanya, itu nanti disampaikan,” tandasnya.

  • Ombudsman Minta Pemerintah Buka Keran Stok Cadangan Beras, Ad Apa?

    Ombudsman Minta Pemerintah Buka Keran Stok Cadangan Beras, Ad Apa?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ombudsman RI meminta kepada pemerintah agar segera melepas cadangan beras pemerintah (CBP) yang ada di gudang Bulog. Hal ini agar tidak terjadinya kelangkaan beras yang ada di masyarakat, di mana kasus kecurangan beras yang sedang marak membuat beras langka ditingkat peritel modern.

    “Ombudsman mendorong agar pemerintah segera melepas cadangan beras yang ada di gudang Bulog untuk mengisi pasar yang saat ini ada indikasi kelangkaan,” kata Yeka dalam konferensi pers di Gedung Ombudsman RI, Jumat (8/8/2025).

    Yeka menambahkan masyarakat saat ini membutuhkan kepastian terkait ketersediaan beras terutama ditingkat peritel modern. “Sekarang bagaimana caranya agar beras ini ada di pasar? Lepas. Ini kita tidak perlu lagi berdebat bagaimana nanti stok pangan kita ke depan. Masyarakat perlu kepastian soal ketersediaan beras,” tambah Yeka.

    Adapun kondisi saat ini, beras ditingkat peritel modern hampir langka, karena beras premium kemasan terpantau kosong di beberapa peritel modern.

    Sebelumnya, Ketua Umum Aprindo Solihin mengakui pihaknya memang menarik beras yang dinilai bermasalah dari rak-rak ritel modern. Ia berdalih bahwa langkah ini diambil untuk menjaga ketenangan anggota dan menjaga kepercayaan konsumen.

    “Yang barang terindikasi, yang telah diumumkan ada pengoplosan itu kita tarik dari display,” ujar Solihin kepada CNBC Indonesia, Sabtu (3/8/2025).

    “Ya… sesuai dengan yang diumumkan oleh pemerintah melalui pihak kepolisian. Imbauan memang ada permintaan untuk tidak menarik. Tetapi di lapangannya kan berbeda ya. Jadi kita peritel juga tidak mau mengambil risiko. Sehingga pendisplay-an atas barang tersebut sudah kita tarik dari rak-rak, untuk tidak kita display. Dan dalam waktu dekat kita akan kembalikan kepada supplier,” lanjutnya.

    Langkanya beras premium ditingkat peritel modern terjadi setelah kasus harga beras yang meninggi. Harga beras yang tinggiini diketahui sudah melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditentukan.

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ombudsman Ungkap Biang Kerok Harga Beras di Pasar Naik

    Ombudsman Ungkap Biang Kerok Harga Beras di Pasar Naik

    Jakarta

    Harga beras di pasar tradisional mengalami kenaikan. Berdasarkan pantauan Ombudsman RI, kenaikan terutama jenis premium yang tembus Rp 16.500/kilogram (kg).

    Padahal, Harga Eceran Tertinggi (HET) beras premium ditetapkan pemerintah Rp 14.900/kg. Menurut hasil pemeriksaan Ombudsman RI, kenaikan harga beras di pasar ini terjadi karena ada permainan dari penggilingan.

    “Mengapa beras di pasar tradisional itu harganya di atas HET premium? Karena ternyata ini kompensasi bagi penggilingan atau bagi perusahaan. Di supermarket katakanlah dia rugi, kalau di pasar tradisional, dia bisa dapat untung. Jadi pasar tradisional yang mensubsidi,” kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, dalam konferensi pers di kantor Ombudsman RI, Jakarta, Jumat (8/8/2025).

    Yeka menyebut juga terjadi ketidakadilan, di mana harga beras di pasar tradisional mengalami kenaikan. Tetapi ketika membeli beras di supermarket lebih murah atau sesuai HET.

    “Dengan undang-undang kita bahwa sebetulnya masyarakat memerlukan ketersediaan pangan dengan harga yang terjangkau. Dan tugas negara adalah menyediakan pangan dengan harga yang terjangkau. Tapi ini kebalik, di pasar modern masyarakat mendapatkan harga yang relatif murah. Tapi di pasar tradisional, masyarakat mendapatkan harga yang relatif mahal,” ucapnya.

    Untuk itu, Yeka menyarankan agar pemerintah menghapus HET beras premium. Hal ini dilakukan agar beras premium mengikuti harga beras saja.

    “Karena tadi persoalan HET, maka Ombudsman meminta agar pemerintah segera mempertimbangkan untuk mencabut HET beras premium, biarkan swasta menyediakan beras sesuai dengan mekanisme pasar. Pemerintah bisa mengevaluasi kalau beras harganya sudah mahal, maka pemerintah bisa melakukan operasi pasar melalui penyaluran beras SPHP,” ucapnya.

    Berdasarkan data Panel Harga Pangan, Jumat (8/8/2025) harga rata-rata beras premium secara nasional berada di level Rp 16.278/kg. Angka itu di atas HET premium Rp 14.900/kg. Kemudian, harga beras medium Rp 14.539/kg. Angka itu juga di atas HET beras medium sebesar Rp 12.500/kg.

    (acd/acd)

  • Penggilingan Padi Ramai-ramai Tutup Imbas Isu Beras Oplosan

    Penggilingan Padi Ramai-ramai Tutup Imbas Isu Beras Oplosan

    Bisnis.com, JAKARTA — Ombudsman mengungkap sebanyak 10 dari 23 penggilingan padi kecil menutup usahanya imbas adanya kekhawatiran dalam menjalankan usaha perberasan di Tanah Air. Hal ini menyusul adanya temuan beras yang tidak sesuai mutu dan dijual menjadi beras premium alias beras oplosan.

    Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengatakan, temuan itu ia dapatkan saat Ombudsman melakukan uji petik di Kecamatan Tempuran, Karawang dan sekitarnya.

    “Ada 23 penggilingan padi di wilayah itu dan 10 [penggilingan padi] sudah tutup sekarang. Apa penyebab tutupnya? Selain persaingan juga karena kondisi yang sekarang terjadi, ada ketakutan,” ungkap Yeka dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman, Jakarta, Jumat (8/8/2025).

    Yeka juga menemukan stok beras di penggilingan padi semakin menipis imbas kasus beras oplosan. Kini, stok beras di tingkat penggilingan padi hanya berkisar 5–10%. Padahal, sebelumnya, rata-rata stok beras di penggilingan padi biasanya mencapai 100 ton. Namun, saat ini, stoknya hanya mencapai 5%.

    Yeka mengungkap, stok beras yang semakin menipis di tingkat penggilingan padi lantaran mereka takut dalam menjalankan usaha perberasan.

    “Kami tanya mengapa seperti ini? Mereka [penggilingan padi] menjawab sama, takut,” bebernya.

    Bahkan kini, Yeka menyebut, para penggilingan padi menjual beras dengan karung polos tanpa mencantumkan label.

    Untuk itu, Ombudsman meminta agar pemerintah segera mengembalikan kondisi perberasan Indonesia menjadi kondusif, mulai dari penggilingan kecil, penggilingan besar, hingga pedagang kecil juga besar. Dengan begitu, beras di tingkat konsumen tersedia dengan harga terjangkau.

    “Karena semuanya sama begitu, mengatakan ‘kami takut’. Nah, ini kita negara apa kalau pelaku usaha perberasan seperti ini seperti mereka ini jualan barang haram atau jualan barang yang tidak legal sampai takut. Jadi, pemerintah harus segera membuat rasa aman dan nyaman,” ujarnya.

    Dalam catatan Bisnis, Presiden Prabowo Subianto pernah mengancam akan menyita penggilingan padi nakal yang mempermainkan harga beras lantaran telah mengganggu hajat hidup orang banyak.

    Prabowo mengungkap dirinya mendapatkan laporan bahwa pada 2,5 bulan lalu, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat penggilingan telah sesuai dengan harga pembelian pemerintah (HPP) di level Rp6.500 per kilogram.

    Prabowo juga mengeklaim telah menertibkan pengusaha penggilingan padi dengan merujuk pada Undang-Undang Dasar 1945, terutama pada Pasal 33.

    Terlebih, dia menyatakan penggilingan padi merupakan cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.

    “Kalau penggilingan padi tidak mau tertib, tidak mau patuh kepada kepentingan negara. Ya, saya gunakan sumber hukum ini, saya katakan saya akan sita penggiling-penggiling padi itu,” ujar Prabowo dalam pidato saat meluncurkan kelembagaan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, Senin (21/7/2025).

    Kepala Negara RI kembali menekankan bahwa dirinya tak segan-segan akan menyita penggilingan padi dan menyerahkannya ke koperasi, termasuk Koperasi Desa/Kelurahan (KopDes/Kel) Merah Putih. “Saya akan sita dan akan saya serahkan [penggilingan padi] kepada koperasi untuk dijalankan,” imbuhnya.

    Dalam kesempatan itu, Prabowo juga mengungkap pengusaha penggilingan padi yang nakal juga diisi oleh para pemain besar. Namun, dia tidak merinci daftar pemain besar pengusaha penggilingan padi yang nakal itu.

    “Waktu saya dapat laporan, ada penggiling-penggiling padi yang nakal-nakal. Yang aneh, penggilingan padi yang besar yang paling nakal,” tutupnya.