Kementrian Lembaga: OJK

  • BI Tegaskan Payment ID Masih Tahap Uji Coba untuk Bansos Nontunai – Page 3

    BI Tegaskan Payment ID Masih Tahap Uji Coba untuk Bansos Nontunai – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Bank Indonesia (BI) menegaskan Payment ID masih dalam tahap uji coba untuk program pemerintah, salah satunya bantuan sosial nontunai (bansos nontunai). Program bansos nontunai itu akan diluncurkan oleh pemerintah pada September 2025 di Banyuwangi, Jawa Timur.

    “Sampai hari ini belum ada Payment ID. Kita masih kalau dalam bahasa digital itu sand box, uji coba, eksperimen. Itu yang kita masih kerjakan di Bank Indonesia. Dukungan yang kita berikan use case terkait dengan uji cobanya itu bansos nontunai,” ujar Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) BI Dicky  Kartikoyono kepada wartawan, Selasa (12/8/2025).

    Uji coba yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk membantu program pemerintah yakni bansos nontunai yang merupakan kewenangan pemerintah. Penyaluran bansos nontunai yang akan diluncurkan itu dikabarkan melalui pendekatan baru.

    “Persis pendekatannya seperti apa tolong dicek. Kita lagi tunggu. Kayak apa yang harus kita bantu dengan melihat data yang ada di sistem keuangan,” ujar dia.

    Ia menegaskan, uji coba dilakukan untuk mengidentifikasi dari apa yang selama BI sudah punya. Selain itu, untuk menerapkan Payment ID juga membutuhkan aturan antara lain Peraturan Bank Indonesia (PBI), aturan turunan hingga petunjuk teknis (juknis) dan membangun infrastruktur. Adapun sistem ini menjadi bagian dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030.

    “Bank Indonesia sejak dulu berada di bawah Undang-Undang Rahasia Bank. Kenapa? Rahasia bank itu berkaitan dengan sistem keuangan. Kalau tidak ada kerahasiaan bank siapa yang mau simpan. Kalau ada pembukaan rekening (data-red) rekening itu kalau ada masalah hukum, dan izin langsung kepala OJK sekarang, Gubernur BI,” kata Dicky.

    Dicky menegaskan, kerahasiaan data individu sangat penting dalam sistem keuangan karena tulang punggung bisnis lembaga keuangan. Dengan demikian, kerahasiaan data sangat dilindungi.

    “Harus dengan persetujuan dari pemilik datanya, tidak bisa sembarangan. Itu backbone bisnis kepercayaan yakni bisnis perbankan. Bahkan sekarang keluar UU Perlindungan Data Pribadi, privacy itu dilindungi betul, dan hanya bisa digunakan sesuai dengan persetujuan pemiliknya ini yang kami jaga betul,” kata dia.

     

  • KPK Urai Benang Kusut Kasus Korupsi CSR BI OJK

    KPK Urai Benang Kusut Kasus Korupsi CSR BI OJK

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini tengah mengurai kasus CSR BI-OJK. Mulai dari motif mengalirnya dana CSR ke BI-OJK hingga lobi-lobi apa yang terjadi dibalik kasus ini atau hanya gratifikasi.

    Sejak tahun lalu, KPK mencari alat bukti terkait penyalahgunaan dana CSR BI-OJK. KPK juga sudah menggeledah adalah miliki Gubernur BI Perry Warjiyo dan sejumlah ruangan lain di kantor Bank Indonesia Jalan MH Thamrin.

    Adapun CSR seharusnya diberikan untuk kegiatan sosial di masyarakat. Namun, hingga saat ini, KPK menemukan bahwa dana tersebut mengalir ke anggota DPR melalui yayasan, sehingga muncul dugaan terkait penyalahgunaan CSR Bank Indonesia yang disalurkan.

    KPK menyatakan apabila dana tersebut disalurkan dengan benar, maka hal tersebut tidak dipermasalahkan. Sebab, saat CSR diberikan oleh suatu institusi, tetapi bukan untuk peruntukannya, maka di situ letak dugaan korupsinya.

    Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Prasetyo menegaskan bahwa penyidik tetap mengusut tuntas perkara dugaan korupsi CSR BI dan OJK ini. Hingga saat ini, KPK mencatatkan ada 2 anggota DPR yakni terlibat yakni dari Satori dari Fraksi Partai Nasdem dan Heri Gunawan dari Fraksi Partai Gerindra.

    Selain dugaan korups berupa penerimaan gratifikasi terkait dengan pengelolaan dana CSR BI dan OJK, lembaga antirasuah juga mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada kasus tersebut.

    Dua orang itu ditetapkan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) No.52 dan No.53, dan diterbitkan pada. Sebelumnya, kasus tersebut sudah naik ke tahap penyidikan per Desember 2024.

    Adapun dua orang tersebut adalah Satori dari Fraksi Partai Nasdem dan Heri Gunawan dari Fraksi Partai Gerindra. “Penyidik telah menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang cukup dan kemudian dua hari ke belakang menetapkan dua orang tersangka sebagai berikut yaitu HG anggota Komisi XI periode 2019-2024, kemudian ST anggota Komisi XI periode 2019-2024,” ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Kamis (7/8/2025).

    Pada keterangan sebelumnya, Asep menyebut lembaganya juga tengah mendalami dugaan keterlibatan pihak lainnya termasuk dari pihak BI, OJK, maupun anggota DPR lainnya. Namun, hingga saat ini, KPK masih mendalami kasus ini.

    “Sedang kita dalami masing-masing. Yang sudah ada, sudah firm itu dua [tersangka] seperti itu. Yang lainnya kita akan dalami,” terang Asep.

    Lembaga antirasuah sebelumnya menduga terdapat modus penyelewengan hingga pertanggungjawaban fiktif terhadap penggunaan dana Program Sosial BI dan OJK.

    Dana yang disalurkan itu dianggarkan secara resmi oleh bank sentral. Dana PSBI itu lalu diberikan ke yayasan-yayasan yang mengajukan untuk berbagai program kemasyarakatan, seperti perbaikan rumah tidak layak huni (rutilahu), pendidikan dan kesehatan.

    Keterlibatan DPR Komisi XI dalam Kasus CSR BI-OJK

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami aliran dana CSR BI-OJK. Tersangka yang diperiksa KPK menyebutkan bahwa banyak anggota Komisi XI juga mendapatkan dana tersebut.

    Hal itu disampaikan oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers penetapan tersangka terkait dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) program CSR BI dan OJK

    “Bahwa menurut pengakuan tersangka ST, sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut,” kata Asep, Kamis (7/8/2025).

    Asep menekankan penyidik akan mengembangkan kasus tersebut untuk menemukan fakta-fakta baru. Adapun aliran dana CSR BI-OJK dibahas dalam rapat tertutup di DPR.

    “Tentunya kami akan mendalami keterangan dari saudara ST ini siapa saja yang menerima dana bantuan sosial dari Komisi XI ini,” jelas dia.

    Dari hasil penyidikan sementara, KPK menemukan ada dugaan korupsi dalam penyaluran dana CSR BI-OJK. Selain tersangka ST (Satori), KPK juga menetapkan HG (Heri Gunadi). Keduanya merupakan anggota Komisi XI periode 2019-2024. Mereka menggunakan uang untuk kebutuhan pribadi seperti membangun rumah makan hingga showroom.

    Asep menuturkan, HG diduga menerima Rp15,8 miliar yang digunakan untuk kebutuhan pribadi, seperti seperti pembangunan rumah, pengelolaan outlet minuman, hingga pembelian tanah dan kendaraan.

    Sementara itu, total ST menerima uang Rp12,52 miliar. Uang itu digunakan untuk deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, hingga pembelian kendaraan.

    Benarkah Dana Mengalir ke Anggota Komisi XI DPR dan Partai?

    Sementara itu, anggota Komisi XI Melchias Markus Mekeng dengan tegas membantah sebagian besar Anggota Komisi XI menerima dana CSR BI dan OJK sebagaimana disampaikan oleh salah satu tersangka dalam kasus ini, Satori (ST).

    Pernyataan dari fraksi partai Golkar itu disampaikan di Komplek Parlemen, Jumat (8/8/2025). Dia menjelaskan dana untuk kegiatan sosial itu langsung disalurkan ke pihak yang dituju seperti gereja, masjid, atau UMKM.

    “Penyidik tentu akan mendalami setiap keterangan dari para pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka ataupun saksi-saksi yang dipanggil untuk dimintai keterangannya dalam perkara ini,” kata Budi kepada wartawan, Senin (11/8/2025).

    Terutama, katanya, dugaan dana yang mengalir ke sebagian Anggota Komisi XI DPR RI, partai-partai terkait, atau pihak lainnya yang terlibat dalam penyelewengan dana Program Sosial Bank Indonesia (PBSI) ini.

    “Hal ini untuk memastikan setiap rupiah uang negara tidak disalahgunakan untuk keuntungan pribadi maupun pihak-pihak lainnya, dengan berbagai modus tindak pidana korupsi,” tambahnya.

    Diketahui, minggu lalu KPK menetapkan dua tersangka yang merupakan anggota Komisi Keuangan atau XI DPR periode 2019-2024. Hal ini disampaikan oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers, Kamis (7/8/2025). 

    Berdasarkan hasil pemeriksaan, HG menerima total Rp15,86 miliar dengan rincian; Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Lalu, tersangka berinisial ST menerima total Rp12,52 miliar yang meliputi Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lain.

    Keduanya menggunakan dana tersebut untuk kebutuhan pribadi seperti membangun rumah makan, membeli tanah dan bangunan, membuka showroom, hingga untuk mengelola kedai minuman.

    Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Selain itu, mereka juga dijerat dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-(1) KUHP.

  • Lomba Digitalisasi Pasar 2025, Perluas Akses Pedagang dan Tingkatkan Daya Saing – Page 3

    Lomba Digitalisasi Pasar 2025, Perluas Akses Pedagang dan Tingkatkan Daya Saing – Page 3

    Dikutip dari Pemprov DKI Jakarta, Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekda DKI Jakarta, Suharini Eliawati, mengatakan Lomba Digitalisasi Pasar 2025 merupakan bagian dari upaya mempercepat transformasi digital di sektor perdagangan tradisional dan meningkatkan inklusi keuangan di kalangan pelaku usaha pasar.

    “Kami ingin menghadirkan pasar yang nyaman. Jadi, penilaian tidak hanya soal kemudahan bertransaksi digital, tetapi juga kebersihan, keamanan, serta penataan fasilitas umum dan pedagang kaki lima. Semoga lewat lomba ini pasar-pasar tradisional bisa terus berkembang,” jelasnya.

    Eli mengatakan sebanyak 20 pasar tradisional dijadikan lokasi percontohan dalam lomba ini. 

    “Penilaian lomba terbagi dalam dua aspek, yaitu Aspek Pasar yang dinilai oleh tim juri dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, serta Aspek Digitalisasi Perbankan yang dinilai oleh OJK dan Bank Indonesia berdasarkan laporan dari bank peserta. Nantinya, pasar-pasar pemenang akan menjadi percontohan bagi 133 pasar lainnya yang dikelola Perumda Pasar Jaya, maupun bagi daerah lain di Indonesia,” terangnya.

    Sementara itu, Kepala Bapenda DKI Jakarta, Lusiana Herawati, menyatakan, digitalisasi membuka akses pembiayaan yang lebih luas, memungkinkan transaksi yang lebih aman, serta mendorong terciptanya ekosistem pasar yang tertib dan bersih. 

    Ia berharap kegiatan ini dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem transaksi digital, sekaligus mendorong perluasan layanan keuangan yang inklusif.

    “Transaksi digital juga memberikan banyak manfaat bagi pedagang, seperti proses yang lebih cepat, aman, dan praktis. Mereka tidak perlu lagi repot menyediakan uang kembalian dan bisa merasa tenang karena dana langsung masuk ke rekening,” ujar Lusiana.

     

    (*)

  • Jumlah Investor Pasar Modal Tembus Melebihi Target Tahun 2025

    Jumlah Investor Pasar Modal Tembus Melebihi Target Tahun 2025

    JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa jumlah investor pasar modal Indonesia telah melampaui target yang ditetapkan pada 2025 sebesar 2 juta investor baru dimana hingga 7 Agustus 2025, jumlah investor bertambah sebanyak 2,7 juta.

    Sebagai informasi, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) sebelumnya menargetkan sebanyak 66 perusahaan melakukan penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO) sepanjang 2025, disertai dengan peningkatan jumlah investor yang signifikan.

    Adapun dengan penambahan ini, total investor pasar modal sekarang mencapai 17.570.281, atau tumbuh 18,15 persen jika dibandingkan dengan akhir tahun 2024 yang sebesar 14.871.639.

    Deputi Komisioner Pengawas Emiten, Transaksi Efek, dan Pemeriksaan Khusus OJK, I.B. Aditya Jayaantara menyampaikan bahwa angka tersebut masih akan terus bertambah.

    “Jika tren ini berlanjut, jumlah investor bisa menembus angka 18,2 juta. Mayoritas investor berasal dari kelompok usia di bawah 30 tahun,” ujarnya dalam konferensi pers peringatan 48 tahun diaktifkannya kembali Pasar Modal Indonesia, Senin, 11 Agustus. 

    Sedangkan dari sisi demografi, kelompok usia di bawah 30 tahun mendominasi struktur investor dengan persentase 54,25 persen dengan nilai aset mencapai Rp58,08 triliun.

    Sementara kelompok usia 31–40 tahun menempati posisi kedua dengan porsi 24,81 persen dan nilai aset Rp282,09 triliun, berikutnya diikuti oleh kelompok usia 41–50 tahun sebanyak 12,25 persen dengan nilai aset Rp219,03 triliun.

    Di sisi lain, tren penawaran saham perdana (IPO) juga menunjukkan pergerakan positif.

    Per 8 Agustus 2025, terdapat 14 emiten baru di pasar saham dan 2 emiten Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS), dengan total nilai emisi mencapai Rp8,49 triliun.

    Aditya juga menambahkan, saat ini terdapat 13 calon emiten dalam pipeline IPO, yang diperkirakan memiliki nilai emisi efektif mencapai Rp16,65 triliun.

    Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyampaikan bahwa ada 13 perusahaan saat ini berada dalam daftar antrean (pipeline) IPO. 

    Dia menambahkan total nilai indikatif dari aksi korporasi tersebut diperkirakan mencapai Rp16,65 triliun.

    “Aktivitas penghimpunan dana dari pasar modal telah mencapai Rp144,78 triliun dengan 16 emiten baru dan masih terdapat 13 perusahaan dalam pipeline penawar umum dengan nilai indikatif Rp16,65 triliun,” ungkapnya dalam acara Seremoni Pembukaan Perdagangan dalam Rangka 48 Tahun Diaktifkannya Kembali Pasar Modal Indonesia, Senin, 11 Agustus. 

    Mahendra juga menyoroti peran penting pasar modal dalam menjaga stabilitas ekonomi, meskipun pada awal dan kuartal kedua tahun ini sempat mengalami tekanan, pasar modal Indonesia tetap menunjukkan ketangguhan dan kemampuan adaptasi yang baik terhadap berbagai tantangan global.

    “Ini menjadi bukti bahwa infrastruktur pasar modal kita semakin tangguh dalam menghadapi gejolak eksternal dan komitmen bersama kita untuk menjaga stabilitas dan kepastian sekalipun dengan kondisi eksternal yang tidak semakin mudah,” ujarnya. 

    Mahendra menyampaikan berdasarkan data hingga Jumat, 8 Agustus 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada posisi 7.533,39, atau menguat sebesar 6,41 persen secara year-to-date (ytd) dengan kapitalisasi pasar juga mengalami kenaikan 9,88 persen menjadi Rp13.555 triliun. 

    Dia menambahkan, dalam peringatan 48 tahun diaktifkannya kembali Pasar Modal Indonesia mengusung tema “Mewujudkan Ekonomi Mandiri, Berdaulat, dan Maju Bersama” turut menegaskan komitmen bersama dalam mendukung program Asta Cita pemerintah, khususnya dalam memperkuat peran pasar modal untuk mendorong kemandirian ekonomi nasional.

    Ia menyampaikan hal ini dilakukan dengan membuka akses yang lebih luas kepada masyarakat, memperkuat kedaulatan ekonomi, serta mempercepat transformasi menuju Indonesia yang sejahtera, maju, dan modern.

    “Tema ini juga sejalan dengan tema hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia tahun ini bersatu berdaulat rakyat sejahtera Indonesia maju,” pungkasnya.

  • BEI Bantu Kejagung Usut Kasus Dugaan Korupsi yang Libatkan Emiten

    BEI Bantu Kejagung Usut Kasus Dugaan Korupsi yang Libatkan Emiten

    Jakarta

    Bursa Efek Indonesia (BEI) berkomitmen untuk membantu Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) yang menyeret PT Atlas Resources Tbk (ARII). Dugaan tersebut muncul dalam kerja sama investasi PT PLN Batu Bara Investasi (PLNBBI) pada 2018-2020.

    Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI, Kristian Manullang, menyebut pihaknya bersedia memberikan data terkait aktivitas transaksi perseroan. Namun begitu, terang Kristian, BEI tak memiliki wewenang untuk menghentikan total perdagangan ARII sepanjang adanya dugaan kasus tersebut.

    Pasalnya, kewenangan pemblokiran dapat dilakukan sesuai persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam konteks ini, BEI hanya berperan untuk mengawasi perusahaan terkait.

    “Iya (membantu Kejagung). Kalau memblokir, kalau memang diminta memblokir harus melalui OJK,” ungkap Kristian kepada wartawan di Main Hall BEI, Jakarta, Senin (11/8/2025).

    Ke depan, Kristian menyebut penuntasan dugaan kasus akan dilakukan sesuai peran pengawasan. “Jadi kita harus bagi-bagi (peran), tidak semuanya (dilimpahkan ke BEI),” imbuhnya.

    Untuk diketahui, dugaan kasus tipikor ini bermula pada tahun 2018, di mana pada saat itu Direktur Utama ARII, Andre Abdi, menandatangani kontrak kerja sama investasi dengan PLNBBI terkait pengambilalihan saham anak usaha PT Atlas Resources Tbk.

    Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terdapat kejanggalan pembayaran pada kerja sama kedua perusahaan tersebut dengan indikasi pembayaran melebihi nilai wajar. Hal ini berpotensi memicu kerugian keuangan negara.

    (acd/acd)

  • Asosiasi soal Kasus Dugaan Kartel Pinjol: Sudah Busa-busa Saya Menjelaskan

    Asosiasi soal Kasus Dugaan Kartel Pinjol: Sudah Busa-busa Saya Menjelaskan

    Jakarta

    Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan menggelar sidang kasus dugaan kartel bunga pinjaman daring (pindar) atau fintech peer-to-peer (P2P) lending pada Kamis (14/8/2025). Menjelang sidang tersebut, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) setidaknya sudah empat kali dipanggil.

    Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar mengatakan pihaknya sudah beberapa kali menjalin komunikasi dengan KPPU sebelum sidang ini digelar untuk menjelaskan persoalan bunga pindar tersebut.

    “Apakah pernah diskusi dengan KPPU? Saya empat kali dipanggil, Pak. Sudah busa-busa ini mulut saya menjelaskan. Sorry to say, saya jelaskan dari awal bahwa kita tidak ada niat jahat. Kita hanya mau protect consumer. Kalau ada yang mau lebih murah silakan. Ada yang mau gratis lagi silakan,” kata Entjik dalam Diskusi Publik di Kantor Celios, Jakarta, Senin (11/8/2025).

    Entjik menegaskan pihaknya mengatur ketentuan bunga batas atas untuk menghindari adanya platform pindar yang menerapkan bunga lebih tinggi. Ia juga menepis telah berkomplot untuk menyeragamkan harga atau melakukan price fixing demi kepentingan segelintir pihak.

    Ia menjelaskan penetapan besaran bunga pindar atau yang lebih dikenal dengan sebutan pinjol ini merupakan arahan dan ketetapan langsung dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kebijakan tersebut menjadi salah satu langkah untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.

    Penetapan bunga pindar ini juga menjadi salah satu upaya untuk membedakan pindar dengan pinjol ilegal yang meresahkan masyarakat. Jangan sampai ada perusahaan yang mematok bunga setinggi langit hingga merugikan konsumen.

    “Kita menghargai proses hukum ini, tetapi saya mau jelaskan bahwa tidak ada maksud kami untuk menentukan bunga-walaupun itu sudah arahan OJK-demi keuntungan. Ini tujuannya consumer protection, kita melindungi konsumen agar bunga tidak gila-gilaan,” jelasnya.

    Entjik juga mempertanyakan maksud KPPU yang menuduh industri fintech P2P lending bersekongkol seperti penjahat untuk menyesuaikan bunga pinjaman. Menurutnya, tidak adil apabila pindar dituduh melakukan kejahatan, sedangkan keberadaan pinjol ilegal yang lebih krusial justru malah dibiarkan.

    “Ini Tom Lembong kedua, nggak fair, sangat nggak fair. Kami melindungi konsumen tapi kita dituntut. Kita tetapkan ini untuk batas atas, bukan bawah, agar ‘hei, para pindar ini jangan terlalu banyak untung’,” ujarnya.

    Berdasarkan situs resmi KPPU, sidang perdana kasus dugaan kartel bunga pinjol akan digelar pada Kamis (14/8/2025) dengan agenda pertama memaparkan laporan dugaan pelanggaran oleh investigator.

    (shc/rrd)

  • Asosiasi Pinjol Sebut Bunga 0,3% per Hari Paling Ideal

    Asosiasi Pinjol Sebut Bunga 0,3% per Hari Paling Ideal

    Jakarta

    Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memandang bahwa bunga pinjaman daring (pindar) atau pinjol untuk sektor konsumtif sebesar 0,3% merupakan persentase yang paling ideal. Apabila turun di bawah itu, ada kemungkinan jumlah penyalurannya ikut menurun.

    Berdasarkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SE OJK) Nomor 19/SEOJK.05/2023, ditetapkan bahwa pinjaman konsumtif untuk tenor kurang dari 6 bulan berada di angka 0,3% per hari. Sedangkan untuk tenor lebih dari 6 bulan ditetapkan sebesar 0,2% per hari. Bisa jadi di tahun depan angkanya kembali disesuaikan.

    Ketua Umum AFPI Entjik S Djafar mengatakan, penyesuaian suku bunga pinjol sepenuhnya merupakan kebijakan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Angka ini turun cukup signifikan dibandingkan dengan awal AFPI berdiri yakni sebesar 0,8% per hari.

    Secara bertahap, suku bunga pinjol telah beberapa kali mengalami penurunan. Setelah sebelumnya ditetapkan sebesar 0,8% per hari sebagai acuan awal, bunga pinjol telah turun menjadi 0,4% per hari pada tahun 2023. Lalu angkanya kembali turun menjadi 0,3% di 2024, dan mengalami penyesuaian kembali di tahun ini.

    “Nah saat ini 0,3% (per hari) itu kita rasakan sudah pas. Sudah benar,” kata Entjik dalam Diskusi Publik di Kantor Celios, Jakarta, Senin (11/8/2025).

    Menurutnya, persentase 0,3% per hari merupakan titik keseimbangan yang pas antara kebutuhan lender, borrower, serta penyelenggara. Ketiga pihak tersebut memperoleh keuntungan serta manfaat yang pas.

    Hal ini juga terlihat dari angka disbursement atau penyalurannya yang justru mengalami peningkatan, meski bunga pinjol berangsur mengalami penurunan. Namun apabila angka ini diturunkan lagi pada tahun depan ke posisi 0,2% per hari, bisa jadi keseimbangan itu terganggu.

    “0,3% ini kita rasakan cukup karena resiko juga masih bisa ter-cover. Kalau diturunkan bagaimana pak ke 0,2%? Maka saya yakin 1.000% disburse pasti turun. Kenapa? Pasti penyelenggaraannya mikir-mikir untuk memberi pinjaman kepada masyarakat yang berisiko,” jelasnya.

    Secara keseluruhan, per Juni 2025 ini pokok pembiayaan atau outstanding pinjaman dari pindar mencapai Rp 83,52 triliun. Angka ini masih cukup jauh tertinggal dari outstanding pinjol ilegal yang diproyeksikan mencapai Rp 260 triliun.

    Entjik mengatakan, angka ini sudah menurun dibandingkan dengan masa lampau. Kondisi naiknya angka penyaluran pindar juga didukung dengan peralihan dari sejumlah konsumen pinjol ilegal ke pindar.

    Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital Celios Nailul Hudamenilai, besaran bunga pinjol untuk tahun depan perlu disesuaikan dengan kondisi yang akan datang. Menurutnya, angka yang ideal sekarang belum tentu tepat di tahun depan.

    Hal ini mengingat besaran bunga merupakan hal yang sensitif bagi berbagai pihak. Selain dari pinjaman itu sendiri, Nailul melihat bahwa bunga fintech P2P Lending juga mesti dipertimbangkan dari sisi investor, baik dari lokal maupun asing.

    “Lender itu pasti akan mempertimbangkan investasi lainnya untuk menjadi tempat dia berinvestasi atau portfolio mereka investasi. Jadi memang sangat kritis sekali. Kalau boleh saya katakan 0,3% itu sudah ideal, tapi belum tentu tahun depan seperti apa,” ujar Nailul.

    “Karena tahun depan bisa jadi untuk suku bunga Bank Indonesia itu naik tinggi sekali, sehingga orang akan lebih cenderung untuk menanamkan investasinya di SBN ataupun di deposito dan sebagainya. Di sini sangat-sangat kritis sekali untuk bisa menyeimbangkan antara keinginan dari lender dan juga keinginan dari borrower,” sambungnya.

    Apabila tidak ada pendanaan, lanjut Nailul, maka likuiditas platform pinjol akan berkurang, hingga dapat menyebabkan penyaluran kepada peminjam juga turun. Kondisi tersebut dapat dimanfaatkan untuk rentenir masuk menawarkan opsi pinjamannya.

    (acd/acd)

  • Tunggu Restu OJK, Peluncuran ETF Emas Ditargetkan November

    Tunggu Restu OJK, Peluncuran ETF Emas Ditargetkan November

    Jakarta

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggodok aturan untuk peluncuran Exchange Traded Fund (ETF) Emas. Adapun produk investasi ini direncanakan meluncur akhir tahun ini.

    Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK, Aditya Jayaantara, menyebut pihaknya masih melakukan penyesuaian peraturan. Namun begitu, ia tak menyebut pasti kapan peraturan tersebut dirampungkan.

    Nantinya, kebijakan ini akan berbentuk Peraturan OJK (POJK) khusus untuk reksa dana dengan underlying emas. Adapun sebelumnya, POJK usaha bullion sendiri diterbitkan OJK untuk sektor perbankan.

    “Kalau kita membuat suatu aturan itu, kita harus melihatnya secara kompleks. Ini barang ini, baru saja dikeluarkan, izin bank bullion, sekarang EFT-nya segera kita keluarkan,” kata Aditya dalam acara Konferensi Pers HUT-48 Pasar Modal di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (11/8/2025).

    Aditya menjelaskan, POJK tentang ETF emas memuat aturan tentang mekanisme perdagangan hingga perusahaan pengelola emas. Selain itu, POJK ini juga mewajibkan pengelola untuk transparan dalam mengelola risiko.

    “Nanti di situ kita akan atur juga terkait dengan tugas, tanggung jawab dari masing-masing pihak,” tegasnya.

    Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama BEI, Iman Rachman menargetkan peluncuran ETF emas akan dilakukan pada bulan November mendatang. Saat ini, peluncuran produk reksa dana itu hanya tinggal menunggu aturan dari OJK.

    “Insya Allah November, akhir tahun ini kita bisa launching. Tergantung POJK tadi,” tutupnya.

    (acd/acd)

  • Investasi Ilegal Intai Masyarakat yang Ingin Peroleh Penghasilan Lebih Cepat
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        11 Agustus 2025

    Investasi Ilegal Intai Masyarakat yang Ingin Peroleh Penghasilan Lebih Cepat Regional 11 Agustus 2025

    Investasi Ilegal Intai Masyarakat yang Ingin Peroleh Penghasilan Lebih Cepat
    Tim Redaksi
    SOLO, KOMPAS.com
    – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Solo, Jawa Tengah, terus berupaya meningkatkan literasi keuangan di kalangan masyarakat, terutama terkait investasi ilegal.
    Perkembangan teknologi digital telah memicu modifikasi dalam praktik investasi ilegal, sehingga banyak masyarakat terjebak dalam tawaran yang menggiurkan.
    “Kita tidak putus-putus melakukan literasi. Memang sekarang dengan perkembangan teknologi digital saat ini banyak investasi ilegal melakukan modifikasi-modifikasi,” ungkap Kepala Kantor OJK Solo, Eko Hariyanto, pada Senin (11/8/2025).
    Eko menilai meskipun literasi keuangan masyarakat telah meningkat, mereka masih rentan terhadap penawaran investasi yang menjanjikan hasil cepat.
    “Di sini masalah penawaran yang menggiurkan, mendapatkan hasil lebih cepat masih tegiur investasi ilegal,” tambahnya.
    Untuk mengatasi masalah ini, Eko berharap tokoh masyarakat, tokoh agama, dan stakeholder lainnya dapat berkolaborasi untuk memberikan pemahaman literasi keuangan kepada masyarakat agar terhindar dari investasi ilegal.
    “Kami harapkan pemuka agama, tokoh masyarakat ikut membantu memberikan arahan kepada masyarakatnya untuk menghindari investasi ilegal tadi,” kata Eko.
    Lebih lanjut, Eko menjelaskan bahwa sasaran investasi ilegal tidak hanya kalangan bawah, tetapi juga mencakup seluruh lapisan masyarakat.
    Hal ini disebabkan oleh dampak dari perkembangan teknologi digital yang semakin pesat.
    “Oleh karena itu, pemahaman literasi keuangan menjadi kunci agar masyarakat tidak mudah terjebak atau menjadi korban investasi ilegal,” tegasnya.
    “Kita sudah menyisir seluruh lapisan masyarakat. Baik masyarakat umum, mahasiswa, bahkan ASN itu selalu memberikan pemahaman (literasi keuangan) dan pelaku UMKM,” pungkas Eko.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Investasi Ilegal Intai Masyarakat yang Ingin Peroleh Penghasilan Lebih Cepat
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        11 Agustus 2025

    Investasi Ilegal Intai Masyarakat yang Ingin Peroleh Penghasilan Lebih Cepat Regional 11 Agustus 2025

    Investasi Ilegal Intai Masyarakat yang Ingin Peroleh Penghasilan Lebih Cepat
    Tim Redaksi
    SOLO, KOMPAS.com
    – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Solo, Jawa Tengah, terus berupaya meningkatkan literasi keuangan di kalangan masyarakat, terutama terkait investasi ilegal.
    Perkembangan teknologi digital telah memicu modifikasi dalam praktik investasi ilegal, sehingga banyak masyarakat terjebak dalam tawaran yang menggiurkan.
    “Kita tidak putus-putus melakukan literasi. Memang sekarang dengan perkembangan teknologi digital saat ini banyak investasi ilegal melakukan modifikasi-modifikasi,” ungkap Kepala Kantor OJK Solo, Eko Hariyanto, pada Senin (11/8/2025).
    Eko menilai meskipun literasi keuangan masyarakat telah meningkat, mereka masih rentan terhadap penawaran investasi yang menjanjikan hasil cepat.
    “Di sini masalah penawaran yang menggiurkan, mendapatkan hasil lebih cepat masih tegiur investasi ilegal,” tambahnya.
    Untuk mengatasi masalah ini, Eko berharap tokoh masyarakat, tokoh agama, dan stakeholder lainnya dapat berkolaborasi untuk memberikan pemahaman literasi keuangan kepada masyarakat agar terhindar dari investasi ilegal.
    “Kami harapkan pemuka agama, tokoh masyarakat ikut membantu memberikan arahan kepada masyarakatnya untuk menghindari investasi ilegal tadi,” kata Eko.
    Lebih lanjut, Eko menjelaskan bahwa sasaran investasi ilegal tidak hanya kalangan bawah, tetapi juga mencakup seluruh lapisan masyarakat.
    Hal ini disebabkan oleh dampak dari perkembangan teknologi digital yang semakin pesat.
    “Oleh karena itu, pemahaman literasi keuangan menjadi kunci agar masyarakat tidak mudah terjebak atau menjadi korban investasi ilegal,” tegasnya.
    “Kita sudah menyisir seluruh lapisan masyarakat. Baik masyarakat umum, mahasiswa, bahkan ASN itu selalu memberikan pemahaman (literasi keuangan) dan pelaku UMKM,” pungkas Eko.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.