Kementrian Lembaga: OJK

  • Jejak literasi keuangan dari pegunungan hingga kepulauan di Sulsel

    Jejak literasi keuangan dari pegunungan hingga kepulauan di Sulsel

    Makassar (ANTARA) – Warga yang mengenakan jaket dan sarung satu per satu keluar rumah menuju kebun, saat kabut masih menyelimuti perkampungan kecil di Gunung Lompobattang yang bersebelahan dengan Gunung Bawakaraeng, tepatnya di Dusun Lembang Bu’ne, Kelurahan Cikoro, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

    Langkah kaki yang bergegas menuju kebun yang didominasi sayuran itu menjadi pemandangan sehari-hari, ketika Matahari belum menyembul di balik Gunung Lompobattang dan Bawakaraeng.

    Tergurat kebahagiaan yang memancar di wajah mereka, ketika memanen sayuran dan pedagang pengumpul segera membawa ke kota untuk dijual.

    Tidak ada uang tunai sebagai lambang transaksi antara petani dan pedagang pengumpul di lokasi perkebunan itu. Hanya ada jabat tangan sebagai tanda kesepakatan atau dil dari harga produksi petani di Lembang Bu’ne.

    Salah seorang pedagang pengumpul, Rustam, kala itu hanya mengeluarkan telepon seluler pintar dari kantong jaketnya dan memperlihatkan bukti transfer kepada Rahman Daeng Rabi. Ia sudah mentransfer sejumlah uang melalui mobile banking ke rekening BRI milik lelaki paruh baya itu.

    Setelah sayur kol, wortel, buncis, dan labu siam tertata rapi di atas truk, pedagang pengumpul bersama truknya pun melaju meninggalkan Dusun Lembang Bu’ne menuju Kota Makassar.

    Selama ini yang dikenal masyarakat adalah Kecamatan Malakaji sebagai penyuplai sayur ke Kota Makassar, namun di balik nama tersebut sebagian besar sayur diproduksi di Dusun Lembang Bu’ne yang berada di kawasan Gunung Lompobattang, dengan ketinggian 2.874 mdpl.

    Terlepas dari aktivitas keseharian warga Lembambune di Kabupaten Gowa itu, saat Matahari sudah mulai condong ke barat dan kabut tipis mulai kembali menyelimuti perkampungan tersebut, sejumlah ibu rumah tangga dan pekerja kebun berkumpul di lego-lego atau teras rumah yang cukup besar untuk menampung hingga 20 orang.

    Mereka berkumpul, bukan untuk arisan, melainkan belajar mengelola keuangan melalui Program Literasi Keuangan Desa Inklusif yang digagas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan perbankan daerah, maupun perguruan tinggi selaku mitra.

    Menurut Fatmawati, ibu rumah tangga, yang juga membantu suaminya di kebun, rata-rata petani maupun ibu rumah tangga sudah memiliki rekening bank untuk menyimpan uang dari hasil kebun maupun untuk persiapan kebutuhan rumah tangga atau biaya sekolah anak.

    Selain itu, untuk transaksi keuangan, misalnya mentransfer uang atau mendapatkan uang tunai, rata-rata menggunakan fasilitas BRI Link yang mudah terjangkau daripada harus ke bank yang berada di kota kabupaten yang jaraknya cukup jauh sekitar 5 – 10 kilometer.

    Selain itu, lanjut dia, anak-anaknya yang sudah SMA atau perguruan tinggi sudah menggunakan mobile banking atau aplikasi uang digital, sehingga orang tua yang belum mahir menggunakan mobile banking, cukup meminta bantuan anaknya untuk keperluan token listrik atau isi pulsa dan data, misalnya.

    Literasi dan inklusi keuangan yang mulai dirasakan manfaatnya oleh warga pegunungan, juga sudah merambah ke wilayah kepulauan, di antaranya di Pulau Sabutung, Desa Mattiro Kanja, Kecamatan Liukang Tupabiring Utara, Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Sulsel.

    Warga di pulau itu sangat terbantu dengan adanya peran laku pandai yang menjadi jembatan antara bank dan warga pulau. Pasalnya, lewat agen laku pandai, warga pulau dapat melakukan setoran, penarikan, hingga pembayaran tagihan listrik, tanpa perlu menyeberang ke daratan.

    Menurut Ketua Kelompok Pemberdayaan Perempuan di Pulau Sabutung, Sitti Saleha Daeng Sinagara, kalau dulu untuk transaksi di bank harus menyeberang ke daratan di ibu kota Kabupaten Pangkep, kini cukup ke agen laku pandai BRI Link. Semua urusan terkait bank ataupun iuran dapat diselesaikan di pulau.

    Cukup memberikan tambahan biaya admin Rp10 ribu, hingga Rp20 ribu untuk sekali transaksi, semua urusan keuangan dapat diselesaikan.

    Hal itu diakui warga Pulau Sabutung lainnya, Sahariah Daeng Kerra bahwa biaya admin yang diberikan pengelola laku pandai itu lebih murah dibandingkan harus ke kota melakukan transaksi langsung ke bank yang sedikitnya membutuhkan biaya Rp100 ribu untuk pergi pulang.

    Salah seorang agen laku pandai, Risma mengatakan, transaksi yang dilakukan warga Pulau Sabutung rata-rata Rp5 juta – Rp20 juta per hari.

    Transaksi tersebut untuk transfer, pembayaran cicilan atau barang COD Market Place, hingga untuk pembelian token listrik, dengan nilai transaksi bervariasi. Biaya administrasi dikenakan rata-rata Rp10 ribu per transaksi.

    Dua potret sisi kehidupan warga di pegunungan maupun kepulauan itu menunjukkan literasi dan inklusi keuangan pelan tapi pasti sudah mulai menyebar, tanpa batas geografis lagi.

    Hal itu sejalan dengan data OJK yang mencatat indeks literasi keuangan masyarakat Sulsel meningkat signifikan dari 33,8 persen pada 2019 menjadi di atas 50 persen pada 2024. Sementara pada tahun yang sama (2024) indeks inklusi keuangan di wilayah Sulsel mencapai 85 persen.

    Fenomena tersebut menunjukkan bahwa masyarakat di daerah itu semakin banyak mengenal, memahami, dan memanfaatkan layanan keuangan formal, seperti perbankan, hingga keuangan nonformal, dengan menggunakan dompet digital untuk bertransaksi ataupun memenuhi kebutuhan mereka.

    Menurut Kepala OJK Sulselbar Moch Muchlasin, gerakan literasi dan inklusi keuangan yang telah digencarkan OJK di wilayah Sulselbar diharapkan membentuk tatanan baru masyarakat yang tidak hanya paham tentang nilai uang, tetapi juga mampu mengelolanya dengan bijak untuk kehidupan yang lebih sejahtera.

    Dia mengatakan, kalau sebelumnya masyarakat masih terbiasa menyimpang uang di rumah, kini sudah beralih ke layanan keuangan digital.

    Perubahan tersebut tidak hanya mencerminkan penerapan kemajuan teknologi di sektor keuangan, tetapi juga menunjukkan kemandirian ekonomi yang sudah mulai tumbuh dari akar rumput.

    Editor: Masuki M. Astro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Bos OJK Usulkan Hapus Buku dan Hapus Tagih Diberlakukan Lagi

    Bos OJK Usulkan Hapus Buku dan Hapus Tagih Diberlakukan Lagi

    Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, mengusulkan kepada pemerintah agar pelaksanaan program hapus buku dan hapus tagih di bank-bank Himbara diberlakukan kembali.

    Menurut Mahendra, langkah ini penting untuk memberikan ruang yang lebih efektif bagi perbankan dalam menata kembali portofolio kredit bermasalah, terutama di segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

    Mahendra menjelaskan, OJK telah menyampaikan usulan tersebut kepada pemerintah dengan harapan adanya peninjauan ulang dan penyesuaian dalam pelaksanaannya.

    “Kami sudah sampaikan pada pemerintah untuk hal itu bisa dilihat peninjauannya untuk bisa diperpanjang dan juga dilakukan penyesuaian-penyesuaian, sehingga langkah-langkah yang bisa ditempuh oleh bank lebih efektif dalam menerapkan proses untuk hapus buku-tagih sesuai dengan yang justru diharapkan oleh pemerintah itu sendiri bisa segera terlaksanakan,” kata Mahendra saat ditemui usai menghadiri acara FEKDI dan IFSE 2025, di JCC, Jakarta, Kamis (30/10/2025).

    Ia menilai bahwa kebijakan ini merupakan salah satu cara untuk mempercepat proses pemulihan perbankan dan menjaga stabilitas sektor keuangan nasional.

     

  • Rp 200 Triliun Sudah Diguyur Tapi Kredit Masih Seret, Apa yang Salah?

    Rp 200 Triliun Sudah Diguyur Tapi Kredit Masih Seret, Apa yang Salah?

    Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyoroti masih rendahnya penyaluran kredit kepada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

    Padahal, pemerintah telah menggelontorkan dana hingga Rp 200 triliun untuk memperkuat permodalan dan mendorong pemulihan ekonomi di sektor tersebut. Namun, kenyataannya, pertumbuhan kredit UMKM masih tertinggal dibandingkan sektor lain dalam industri keuangan.

    “Memang pertumbuhan dari segi industri dan juga permintaan dan ekonomi di lapis yang dilayani oleh kelompok UMKM sampai belakangan ini memang lebih rendah daripada rata-rata,” kata Mahendra saat ditemui usai menghadiri acara FEKDI dan IFSE 2025, di JCC, Jakarta, Kamis (30/10/2025).

    Menurut Mahendra, perlambatan ini mencerminkan lemahnya permintaan dari sisi industri maupun pelaku ekonomi kecil yang menjadi target utama program pembiayaan.

    Meskipun begitu, Mahendra optimistis bahwa tren perbaikan mulai terlihat di sektor riil. Ia menyebut beberapa indikator menunjukkan adanya pemulihan permintaan kredit, khususnya dari UMKM yang bergerak di sektor perdagangan dan manufaktur kecil.

    “Tapi kita sudah mulai melihat adanya pemulihan di sektor riil yang terkait dengan pembiayaan UMKM itu sendiri kita harapkan bisa membaiknya,” ujarnya

     

  • OJK dorong pemerintah perpanjang kebijakan hapus piutang macet UMKM

    OJK dorong pemerintah perpanjang kebijakan hapus piutang macet UMKM

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong pemerintah untuk memperpanjang kebijakan hapus piutang macet, baik melalui hapus buku maupun hapus tagih, bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024.

    Sebagai catatan, masa berlaku PP tersebut telah berakhir pada 5 Mei 2025.

    “Kami sudah sampaikan kepada pemerintah, peninjauannya agar bisa diperpanjang dan dilakukan penyesuaian sehingga langkah yang ditempuh oleh bank lebih efektif dalam menerapkan hapus buku-hapus tagih sesuai yang diharapkan pemerintah,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar di Jakarta, Kamis.

    Mahendra mengatakan pihaknya melihat potensi dari kebijakan hapus piutang macet tersebut untuk bisa bekerja secara efektif dalam mendukung pertumbuhan UMKM.

    Menurutnya, meski pertumbuhan industri dan UMKM masih lebih rendah dari rata-rata, terlihat adanya pemulihan pada sektor riil yang terkait dengan pembiayaan UMKM.

    Sementara itu, Mahendra melihat masih ada kendala kinerja pembiayaan berbagai bank, utamanya Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD).

    “Ini yang perlu dipulihkan, antara lain melalui hapus buku dan hapus tagih bagi mereka yang masih ada dalam catatan di perbankan terkait,” tuturnya.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • OJK dorong pemerintah perpanjang kebijakan hapus piutang macet UMKM

    OJK tegaskan transformasi digital perlu inovasi bertanggung jawab

    Kami meyakini transformasi digital harus dibangun dengan landasan kuat kepercayaan terhadap sistem, tata kelola dan perlindungan konsumen

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menegaskan transformasi digital harus berjalan beriringan dengan inovasi yang bertanggung jawab.

    “Kami meyakini bahwa transformasi digital harus dibangun dengan landasan kuat kepercayaan terhadap sistem, tata kelola dan perlindungan konsumen. Oleh karena itu, inovasi dan mitigasi risiko serta tata kelola yang terpercaya harus berjalan beriringan,” kata Mahendra dalam kegiatan FEKDI x IFSE 2025 di Jakarta, Kamis.

    Hal itu yang melandasi OJK berkolaborasi dengan Bank Indonesia (BI) menyelenggarakan FEKDI x IFSE 2025. Kegiatan ini merupakan bentuk sinergi nasional dalam mempercepat transformasi ekonomi dan keuangan digital Indonesia.

    Secara bersamaan, kegiatan ini juga selaras dengan misi Asta Cita untuk memperkuat kemandirian dan daya saing ekonomi Indonesia.

    Sejalan dengan itu, lanjut Mahendra, OJK terus memperkuat fondasi pengaturan dan pengawasan berbasis teknologi, memperluas akses pembiayaan digital secara bertanggung jawab dan memastikan inovasi berjalan seiring dengan perlindungan konsumen dan integritas sistem keuangan.

    Melalui sinergi lintas instansi, OJK berkomitmen menjaga ekosistem keuangan digital yang aman, adaptif dan inklusif, yang tidak hanya mendorong pertumbuhan tetapi juga memastikan seluruh transformasi memberi manfaat nyata bagi seluruh lapisan masyarakat.

    OJK pun terus memperkuat pengaturan dan pengawasan berbasis data dan teknologi, termasuk melalui pemanfaatan supervisory technology, integrasi data lintas sektor, serta kolaborasi yang lebih erat dengan otoritas fiskal, moneter dan pelaku industri.

    Dengan berbagai langkah itu, OJK optimistis Indonesia tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga menjadi salah satu penentu dan pengarah tata kelola ekonomi digital di kawasan.

    “Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk terus memperkuat koordinasi, menghadirkan inovasi yang bertanggung jawab dan memastikan transformasi digital ini benar-benar menghadirkan kemajuan yang inklusif bagi seluruh rakyat Indonesia,” tuturnya.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Menkeu Purbaya Minta Himbara Tak Salurkan Kredit ke Konglomerat, Ini Kata Bos OJK

    Menkeu Purbaya Minta Himbara Tak Salurkan Kredit ke Konglomerat, Ini Kata Bos OJK

    Liputan6.com, Jakarta – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang mengingatkan lima bank Himbara agar tidak menyalurkan dana kredit sebesar Rp 200 triliun kepada kalangan konglomerat.

    Mahendra menyatakan, kinerja dan penyaluran dana perbankan menjadi bagian dari pengawasan yang juga dilihat langsung oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan.

    “Saya rasa kalau update mengenai kinerja itu langsung dilihat oleh pihak pemerintah, Kementerian Keuangan,” ujar Mahendra saat ditemui usai menghadiri acara FEKDI dan IFSE 2025, di JCC, Jakarta, Kamis (30/10/2025).

    Meski enggan berkomentar lebih jauh, Mahendra menegaskan, OJK terus memantau kinerja industri perbankan nasional, termasuk penyaluran kredit oleh bank-bank milik negara (Himbara), agar tetap sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Jadi, saya tidak akan masuk pada mengomentari apa yang tentu menjadi kewenangan dari pemerintah untuk masuk ke situ,” ujarnya.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengingatkan agar penyaluran kredit senilai Rp 200 triliun oleh bank-bank Himbara tidak difokuskan kepada konglomerat, tetapi mengalir ke sektor produktif dan pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM).

    “Sebetulnya kita minta ke perbankan yang simpan dana itu, jangan anda kasih ke konglomerat,” ujar Purbaya di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa, 28 Oktober 2025.

    Realisasi Penyaluran Dana Rp 200 Triliun

    Sebelumnya, Menkeu Purbaya melaporkan realisasi penyerapan dana pemerintah yang disalurkan kepada Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) terus meningkat. Dana tersebut disalurkan untuk memperkuat likuiditas serta mendukung pembiayaan produktif.

     

  • EY: Prospek IPO RI positif seiring makroekonomi stabil-likuiditas kuat

    EY: Prospek IPO RI positif seiring makroekonomi stabil-likuiditas kuat

    Kunci sukses emiten Indonesia ke depan adalah kesiapan menghadapi volatilitas dan kemampuan membangun kepercayaan investor

    Jakarta (ANTARA) – Perusahaan jasa profesional multinasional EY memproyeksikan prospek Initial Public Offering (IPO) di Indonesia tetap positif hingga akhir 2025, ditopang oleh kondisi likuiditas yang kuat, kebijakan moneter longgar dan stabilitas makroekonomi.

    Namun demikian, Partner EY-Parthenon Indonesia Reuben Tirtawidjaja mengingatkan untuk tetap mewaspadai ketidakpastian politik dan volatilitas ekonomi di tingkat global.

    “Kunci sukses emiten Indonesia ke depan adalah kesiapan menghadapi volatilitas dan kemampuan membangun kepercayaan investor melalui tata kelola yang solid dan strategi pertumbuhan berkelanjutan,” ujar Reuben sebagaimana keterangan resmi di Jakarta, Kamis.

    EY menilai fokus pasar modal Indonesia saat ini adalah emiten bernilai tinggi dan berfundamental kuat, sejalan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menekankan kualitas dibandingkan kuantitas aksi IPO​​​​​​​​​​​​​​.

    EY melaporkan jumlah aksi IPO di Indonesia turun 35 persen year on year (yoy) per kuartal III- 2025, namun, total penghimpunan dana justru melonjak hampir tiga kali lipat menjadi 906 juta dolar AS.

    “Selama tahun berjalan 2025, aktivitas IPO di Indonesia didominasi sektor industri, energi, konsumer dan kesehatan. Momentum ini akan berlanjut di kuartal IV, dengan pipeline 13 perusahaan yang siap melantai di bursa,” ujar Reuben.

    Ia mengatakan kinerja IPO Indonesia tahun 2025 didorong oleh sejumlah emiten besar, di antaranya PT Merdeka Gold Resources Tbk (EMAS) mencatatkan penggalangan dana senilai 283 juta dolar AS, diikuti PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) sebesar 146 juta dolar AS.

    Kemudian, PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK) sebesar 142 juta dolar AS, dan diikuti PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk (YUPI) sebesar 123 juta dolar AS.

    Sebagai perbandingan, pada periode sama tahun lalu hanya ada satu IPO dengan nilai di atas 50 juta dolar AS, yaitu PT Ancara Logistics Indonesia Tbk (ALII) yang meraih dana 55 juta dolar AS.

    “Investor kini lebih berhati-hati dalam memilih emiten, menilai tidak hanya potensi keuntungan, namun juga narasi pertumbuhan, tata kelola dan kesiapan menghadapi disrupsi teknologi,” ujar Reuben.

    Dalam pipeline (antrean) IPO, tercatat ada 13 perusahaan, dengan rincian 5 perusahaan dengan aset di atas Rp250 miliar, 6 perusahaan dengan aset Rp50-250 miliar, serta 2 perusahaan beraset di bawah Rp50 miliar.

    Sementara itu, secara global, momentum IPO meningkat 19 persen (yoy) dengan lonjakan nilai mencapai 89 persen (yoy)

    Di Asia Tenggara, Singapura memimpin perolehan dana IPO per kuartal III-2025 dengan nilai 1,5 miliar dolar AS, disusul Indonesia di posisi kedua dengan 478 juta dolar AS.

    Pewarta: Muhammad Heriyanto
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Edukasi Jadi Fondasi OJK Wujudkan Pelindungan Menyeluruh

    Edukasi Jadi Fondasi OJK Wujudkan Pelindungan Menyeluruh

    Jakarta, Beritasatu.com – Nurlaili baru saja turun dari ojek online di depan rumah kontrakannya di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, setelah seharian bekerja di toko pakaian. Saat ingin membuka pintu, ponselnya tiba-tiba berdering nyaring. Ia pikir itu panggilan dari temannya, jadi tanpa pikir panjang langsung diangkatnya. Ternyata panggilan itu dari seorang debt collector.

    “Bayar utang lu sekarang. Kalau kagak, data lu gua sebar,” kata Nurlaili menirukan suara debt collector yang meneleponnya, Selasa (28/10/2025).

    Peristiwa itu terjadi persis setahun yang lalu. Nurlaili bercerita, dalam kondisi ekonomi yang terdesak karena sudah berbulan-bulan menganggur, ketika itu ia menerima pesan WhatsApp yang menawarkan pinjaman online. Tanpa pikir panjang, ia langsung mengajukan pinjaman. Belakangan baru diketahui kalau aplikasi pinjaman online (pinjol) yang menawarkan pinjaman itu statusnya ilegal.

    Tidak sampai sehari, uang pinjaman itu langsung masuk ke rekeningnya. Nurlaili sempat merasa lega karena kebutuhannya terpenuhi, tetapi ternyata itu menjadi awal dari kesulitan besar dalam hidupnya. Bunga pinjaman yang sangat tinggi membuatnya kesulitan untuk melunasi. Saat jatuh tempo tiba dan ia belum mampu membayar, dendannya juga mencekik. Berbagai cacian dan ancaman juga datang dari pihak penagih.

    “Saya enggak tahu kalau pinjolnya ilegal. Bukannya enggak mau bayar, tapi memang waktu itu belum ada uang. Bunga sama dendanya juga tinggi banget sampai susah buat dilunasin. Saya malu, semua orang jadi tahu karena ikutan diteror,” cerita Nurlaili.

    Karena tak tahan dengan tekanan dan rasa malu, akhirnya Nurlaili memutuskan untuk menjual sepeda motornya demi melunasi semua utangnya. “Saya kapok,” ucapnya.

    Kisah Nurlaili hanyalah satu dari banyak cerita serupa di berbagai daerah. Di balik kemudahan teknologi digital, banyak masyarakat terjebak dalam jerat pinjaman online ilegal yang menawarkan kemudahan dan kecepatan. Bahayanya, pinjol ilegal menerapkan bunga tinggi dan denda keterlambatan yang tidak wajar. Pinjol ilegal juga bisa mengakses kontak dan data pribadi untuk melakukan tindak pidana.

    Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sejak 1 Januari hingga 30 September 2025, OJK telah menerima 17.531 pengaduan terkait entitas ilegal. Dari total pengaduan itu, sebanyak 13.999 pengaduan terkait pinjaman online ilegal, dan 3.532 pengaduan terkait investasi ilegal.

    Selain pinjol dan investasi ilegal, penipuan atau scam online juga marak terjadi. Pelaku kerap menyamar sebagai kerabat, teman dekat, bahkan tokoh publik. Dengan bantuan teknologi deepfake berbasis artificial intelligence (AI), tak sedikit korban yang akhirnya tertipu.

    Seperti yang dikisahkan Bupati Banyumas, Sadewo Tri Lastiono. Namanya pernah disalahgunakan oleh pelaku scam online untuk meminta uang kepada korban. Pelaku mengaku sebagai Sadewo yang ingin menjual mobil dan meminta down payment (DP) kepada korban.

    “Ada yang pakai nama saya via WhatsApp, saya butuh duit mau jual mobil dan minta DP, dan ada yang kena Rp 5 juta,” ujar Sadewo dalam acara Puncak Bulan Inklusi Keuangan 2025 di Rita Mall Purwokerto, Sabtu (18/10/2025).

    Pelindungan Konsumen Jasa Keuangan

    Dalam kegiatan meningkatkan literasi dan inklusi keuangan bagi pengurus pusat dan anggota Dharma Pertiwi yang digelar secara hybrid, Rabu (22/10/2025), Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menyampaikan, dampak kemajuan teknologi memberikan kemudahan di hampir semua aspek, baik dalam pendidikan, komunikasi, hingga layanan keuangan.

    Namun, di balik kemudahan tersebut, ada bahaya yang mengintai. Mulai dari penyalahgunaan data pribadi, penipuan atau scam, serangan siber, hingga aktivitas keuangan ilegal. Karenanya, kegiatan meningkatkan literasi keuangan menjadi bagian yang penting. Tidak hanya untuk menghindari risiko kejahatan keuangan digital, tetapi juga meningkatkan daya tahan finansial.

    “Kenapa belajar literasi keuangan itu penting? Ada satu studi yang dilakukan Organisation for Economic Co-operation and Development (EOCD), literasi keuangan itu bisa memperkuat financial resilience atau daya tahan finansial keluarga,” kata Friderica.

    Dalam melindungi masyarakat dari risiko di sektor keuangan, OJK memiliki peranan yang sangat penting. Dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK, lembaga ini bertugas mengatur, mengawasi seluruh sektor jasa keuangan mulai dari perbankan, pasar modal, asuransi, hingga fintech dan industri keuangan non-bank (IKNB), serta melindungi konsumen dan masyarakat.

    OJK juga memperkuat upaya pelindungan melalui penerbitan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.

    Friderica menyampaikan, penerbitan POJK tersebut merupakan respons cepat OJK selaku regulator atas amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) untuk memperkuat pelindungan konsumen dan masyarakat.

    Ditegaskan Friderica, pelindungan konsumen dan masyarakat bukan hanya soal menangani pengaduan. Konsep pelindungan konsumen dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang dimulai dari edukasi kepada konsumen dan masyarakat, pengawasan perilaku pelaku usaha jasa keuangan (market conduct), dan penanganan pengaduan konsumen.

    “Pelindungan konsumen itu bukan pemadam kebakaran, bukan di akhir, tetapi kita mulai dari awal, dari edukasi, pengawasan market conduct, kemudian penanganan pengaduan,” kata Friderica.

    Edukasi, lanjut Friderica, adalah fondasi utama agar masyarakat memahami produk dan layanan keuangan yang mereka gunakan. Untuk itu, OJK secara rutin menyelenggarakan program edukasi bersama stakeholder dan pelaku usaha jasa keuangan (PUJK). Program ini dilakukan baik secara online maupun offline.

    Infografis program literasi dan inklusi keuangan OJK 2025 – (Beritasatu.com/-)

    Selama periode Januari-September 2025, OJK telah menyelenggarakan 4.736 kegiatan edukasi keuangan yang menjangkau 7.094.592 peserta. Melalui platform digital Sikapi Uangmu, saluran komunikasi khusus edukasi keuangan, OJK telah menerbitkan 252 konten edukasi yang berhasil menarik 2.071.316 viewers.

    Dalam kegiatan edukasi keuangan, OJK memaparkan berbagai modus kejahatan keuangan digital dan tips menghindarinya, hingga langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum memilih produk atau jasa keuangan.

    Learning Management System Edukasi Keuangan (LMSKU) juga mencatat 34.597 pengguna dengan total akses modul sebanyak 22.531 kali, serta penerbitan 14.570 sertifikat kelulusan modul. Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (Gencarkan) juga dijalankan secara masif dengan 38.396 kegiatan yang menjangkau 206.072.665 peserta atau viewers.

    Sementara itu dalam aspek layanan konsumen, sejak Januari hingga 22 September 2025, OJK mencatat 372.958 permintaan layanan melalui Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK), termasuk 37.295 pengaduan.

    Sinergi Satgas PASTI

    Friderica menambahkan, melalui Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal atau Satgas PASTI, hingga akhir September 2025, OJK telah berhasil menghentikan 1.556 entitas pinjaman online ilegal dan 284 penawaran investasi ilegal. Satgas juga mengajukan pemblokiran 2.422 nomor kontak debt collector pinjaman ilegal kepada Kementerian Komunikasi dan Digital, serta memonitor 22.993 nomor telepon yang dilaporkan korban penipuan, yang ditindaklanjuti dengan pemblokiran.

    Sejak peluncuran pada November 2024 sampai 30 September 2025, Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) atau Pusat Penanganan Penipuan Transaksi Keuangan menerima 274.772 laporan penipuan, terdiri dari 163.945 laporan yang disampaikan korban melalui pelaku usaha sektor keuangan, dan 110.827 laporan langsung dari korban. Total rekening yang dilaporkan mencapai 443.235, dan 87.819 rekening diblokir. Total kerugian yang dilaporkan senilai Rp 6,1 triliun, sementara dana yang sudah diblokir sebesar Rp 374,2 miliar.

    Salah satu kasus terbaru terungkap di Sumatera Utara (Sumut). Satgas PASTI bekerja sama dengan Polda Sumut berhasil menangkap pelaku kasus penipuan keuangan yang dilaporkan melalui IASC. Korban berinisial RS menderita kerugian mencapai Rp 254 juta. Modus yang digunakan pelaku adalah melalui panggilan telepon dengan taktik rekayasa sosial dengan mengaku sebagai kerabat korban.

    Ketua Satgas PASTI, Rizal Ramadhani dalam konferensi pers di Mapolda Sumut, Rabu (15/10/2025) menyampaikan, keberhasilan penanganan kasus ini menunjukkan kuatnya sinergi antaranggota Satgas PASTI yang terdiri dari regulator, kementerian, lembaga negara, aparat penegak hukum, dan pelaku industri jasa keuangan. Ia menekankan, sinergi tersebut menjadi faktor penting dalam menghadapi penipuan yang semakin kompleks dan merugikan masyarakat.

    “Sebagai upaya perlindungan konsumen dan masyarakat, Satgas PASTI akan terus memperkuat kolaborasi serupa untuk menindak aktivitas keuangan ilegal dan penipuan transaksi keuangan yang merugikan publik,” kata Rizal.

    Sementara itu, dalam rangka pengawasan perilaku PUJK (market conduct), sejak 1 Januari hingga 30 September 2025, OJK telah mengenakan sembilan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan 15 sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 394 juta atas pelanggaran ketentuan pelindungan konsumen dalam penyediaan informasi dalam iklan.

    Perkuat Peran TPAKD

    OJK juga terus mendorong program penguatan inklusi keuangan melalui kolaborasi dengan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) di 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota di Indonesia.

    Dalam Rapat Koordinasi Nasional TPAKD 2025 pada Jumat (10/10/2025), Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar menegaskan, OJK akan terus memperkuat peran TPAKD sebagai katalis pemerataan ekonomi nasional.

    Disampaikan Mahendra, TPAKD perlu melakukan langkah strategis untuk mencapai target inklusi keuangan nasional. Pertama, penguatan infrastruktur dan ekosistem keuangan digital serta perluasan titik akses keuangan di daerah, agar seluruh masyarakat dapat menggunakan layanan keuangan yang mudah, aman, dan terjangkau.

    Kedua, peningkatan literasi dan inklusi keuangan harus terus dioptimalkan, seiring dengan pendalaman sektor keuangan dan penguatan perlindungan konsumen. Ketiga, TPAKD diharapkan menjaga keberlanjutan kegiatan agar konsisten dan memberikan manfaat nyata bagi perekonomian daerah. Keempat, TPAKD perlu meningkatkan kemampuan anggota dalam beradaptasi dengan perubahan ekonomi dan inovasi keuangan.

    Untuk memperkuat ekosistem akses keuangan di daerah, OJK telah meluncurkan Roadmap TPAKD 2026–2030, yang menjadi panduan pengembangan layanan keuangan di seluruh wilayah Indonesia.

    “Roadmap ini menjadi acuan arah kebijakan TPAKD dan langkah-langkah transformatif ke depan. Roadmap ini dirancang untuk memperkuat ekosistem akses keuangan di daerah secara terarah, khususnya untuk pembiayaan UMKM,” kata Mahendra.

    Infografis hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 – (Beritasatu.com/-)

    Melalui berbagai inisiatif yang telah dijalankan, tingkat literasi dan inklusi keuangan di Indonesia telah meningkat. Dari hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025, indeks literasi keuangan mencapai 66,46% dan indeks inklusi keuangan 80,51%. Hasil SNLIK 2025 ini meningkat dibanding SNLIK 2024 yang menunjukkan indeks literasi keuangan 65,43% dan indeks inklusi keuangan 75,02%.

    Tantangan Perlindungan Konsumen

    Program perlindungan konsumen dan masyarakat yang dijalankan OJK terus menghadapi tantangan baru seiring pesatnya perkembangan industri keuangan digital. Modus kejahatan finansial kini semakin canggih, sehingga masyarakat yang belum memiliki literasi keuangan memadai membutuhkan perlindungan ekstra.

    Berdasarkan hasil SNLIK 2025, masih ada sejumlah kelompok masyarakat dengan tingkat literasi dan inklusi keuangan yang lebih rendah dari rata-rata nasional. Mereka adalah penduduk perempuan, penduduk yang tinggal di perdesaan, penduduk umur 15-17 tahun dan 51-79 tahun, penduduk dengan pendidikan rendah (tamat SMP/sederajat ke bawah), serta penduduk yang bekerja sebagai petani, peternak, pekebun, nelayan, pelajar atau mahasiswa, ibu rumah tangga, dan belum bekerja.

    Oleh karena itu, Friderica menegaskan OJK akan terus memperkuat program literasi dan inklusi keuangan bagi kelompok rentan tersebut. Kolaborasi lintas sektor juga akan ditingkatkan untuk membangun kepercayaan publik terhadap industri keuangan.

    Friderica juga berpesan agar masyarakat selalu mempelajari dengan cermat setiap tawaran produk dan jasa keuangan sebelum mengambil keputusan. Pastikan produk tersebut sesuai dengan kebutuhan dan profil risiko diri, serta pahami seluruh isi kontrak sebelum menandatangani kesepakatan.

    Friderica mengingatkan agar masyarakat tidak mudah tergiur dengan penawaran yang terdengar tidak masuk akal. Banyak kasus penipuan berasal dari produk keuangan ilegal yang menjanjikan keuntungan besar tanpa risiko.

    “Supaya terhindar dari skema penipuan, selalu ingat prinsip 2L, legal dan logis. Legal artinya pastikan produk atau layanan yang ditawarkan sudah memiliki izin dari otoritas atau lembaga terkait yang mengawasi. Logis artinya selalu memperhatikan hasil atau keuntungan yang ditawarkan, apakah logis atau tidak,” pesan Friderica.

    OJK juga meminta pelaku usaha jasa keuangan untuk memperkuat tata kelola internal, mulai dari desain produk, pemasaran, penjualan, hingga layanan purnajual. Diyakini Friderica, sinergi antara konsumen yang melek finansial dan industri yang bertanggung jawab pada akhirnya akan menciptakan ekosistem keuangan yang sehat.

  • Di FinExpo 2025, BNI Perkuat Inklusi Keuangan dan Transaksi Digital

    Di FinExpo 2025, BNI Perkuat Inklusi Keuangan dan Transaksi Digital

    Jakarta, CNBC Indonesia – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI terus menunjukkan komitmennya dalam memperluas literasi dan inklusi keuangan nasional. Hal ini ditandai dengan berpartisipasi aktif dalam ajang Financial Expo (FinExpo) 2025 yang digelar di Tunjungan Plaza, Surabaya, pada 23-26 Oktober 2025.

    Kegiatan yang diinisiasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama kementerian, lembaga, dan pelaku industri jasa keuangan ini menjadi bagian dari rangkaian Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2025, dengan tema ‘Inklusi Keuangan Untuk Semua, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju’.

    Direktur Network & Retail Funding BNI Rian Kaslan menuturkan, FinExpo menjadi momentum penting bagi BNI untuk memperkuat peran sebagai lembaga keuangan yang inklusif dan berorientasi pada pemanfaatan teknologi digital.

    “FinExpo menjadi wadah strategis bagi BNI untuk hadir lebih dekat dengan masyarakat. Melalui kegiatan ini, kami ingin mengajak lebih banyak orang untuk mengenal, memiliki, dan menggunakan produk serta layanan keuangan formal agar manfaatnya bisa dirasakan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Rian dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (29/10/2025).

    Dalam ajang tersebut, BNI turut memperkenalkan fitur-fitur unggulan aplikasi mobile banking wondr by BNI, termasuk wondr Insight, yang membantu nasabah memantau pola pengeluaran dan mengelola keuangan secara lebih cerdas.

    “wondr by BNI hadir tidak hanya untuk memudahkan transaksi sehari-hari, tetapi juga memberi pemahaman lebih dalam tentang aktivitas keuangan pengguna,” jelas Rian.

    Di sisi lain, lanjut dia, BNI juga menghadirkan fitur Life Goals, yang membantu nasabah merencanakan tujuan keuangan seperti menabung untuk pendidikan, liburan, atau pembelian rumah dengan sistem autodebet. Tujuan dari kehadiran fitur ini untuk meningkatkan kedisiplinan finansial serta mendukung perencanaan keuangan jangka panjang.

    Tak ketinggalan, BNI turut mengedukasi pengunjung agar lebih aktif bertransaksi digital menggunakan QRIS dan berbagai layanan digital lainnya. Selain itu, BNI menyoroti peran penting jaringan BNI Agen46 dalam memperluas inklusi keuangan, terutama di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal).

    Melalui Agen46, masyarakat dapat dengan mudah melakukan berbagai layanan perbankan, seperti pembukaan rekening, tarik dan setor tunai, pembayaran tagihan, transfer, hingga pengajuan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

    “BNI Agen46 menjadi pintu masuk pertama masyarakat untuk mengenal perbankan dan dunia digital. Kami ingin memastikan akses keuangan tidak hanya tersedia di kota besar, tetapi juga menjangkau masyarakat di pelosok,” tambah Rian.

    Rian menegaskan, BNI akan terus menghadirkan inovasi produk dan layanan yang tidak hanya mempermudah transaksi, tetapi juga memberi nilai tambah dalam pengelolaan keuangan pribadi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

    “BNI berkomitmen untuk terus mendukung peningkatan literasi dan inklusi keuangan nasional melalui layanan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Melalui wondr by BNI dan jaringan Agen46, kami ingin memastikan akses keuangan yang lebih luas, mudah, dan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat,” terangnya.

    Dengan demikian, partisipasi BNI dalam FinExpo 2025 semakin menegaskan perannya sebagai bank yang tidak hanya menghadirkan kemudahan transaksi, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi nasional melalui pemerataan akses keuangan dan peningkatan literasi finansial masyarakat Indonesia.

    (rah/rah)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Airlangga sebut kepatuhan eksportir tempatkan DHE SDA capai 90 persen

    Airlangga sebut kepatuhan eksportir tempatkan DHE SDA capai 90 persen

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut tingkat kepatuhan eksportir dalam penempatan devisa hasil ekspor (DHE) telah mencapai sekitar 90 persen.

    Pernyataan itu disampaikan Airlangga usai melaporkan perkembangan DHE kepada Presiden RI Prabowo Subianto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu.

    “Realisasinya ‘compliance’-nya sudah sekitar 90 persen,” ujar Airlangga.

    Terkait angka tersebut, Airlangga menjelaskan capaian itu mencakup seluruh ekspor sumber daya alam (SDA). “90 persen dari yang seluruh ekspor, yang SDA,” kata dia.

    Meski begitu, pemerintah tetap akan melakukan penyempurnaan dan evaluasi lanjutan terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut.

    “Kami sedang melakukan penyempurnaan bersama dengan BI (Bank Indonesia) OJK (Otoritas Jasa Keuangan), dan Kementerian Keuangan,” ucap Airlangga.

    Ketika ditanya mengenai penyerapan anggaran, Airlangga menyebut hal itu akan dibicarakan secara teknis lebih lanjut. “Nanti dibicarakan teknis detail, tadi kita bicara secara keseluruhan,” kata dia.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo meminta Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk meninjau ulang soal peraturan pemerintah (PP) tentang devisa hasil ekspor (DHE), hingga membahas optimalisasi penerimaan pajak tahun 2025.

    Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menjelaskan bahwa dalam rapat terbatas yang diselenggarakan di Kediaman Kertanegara, Jakarta, Kamis (16/10), Presiden Prabowo menginginkan peninjauan ulang peraturan soal DHE agar berjalan optimal.

    “Bapak Presiden menghendaki untuk kita terus-menerus melakukan review terhadap peraturan-peraturan yang berkenaan dengan masalah keuangan kita, termasuk di dalamnya tentang aturan devisa hasil ekspor,” kata Pras, sapaan akrabnya, dalam video keterangan pers yang diterima di Jakarta.

    Diketahui, Presiden Prabowo menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 pada Februari 2025 yang mewajibkan seluruh eksportir menyimpan dana devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) di bank-bank dalam negeri terhitung sejak 1 Maret 2025.

    Pewarta: Fathur Rochman
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.