Kementrian Lembaga: OJK

  • OJK terbitkan peraturan tentang penyedia likuiditas perdagangan efek

    OJK terbitkan peraturan tentang penyedia likuiditas perdagangan efek

    POJK ini berlaku sebagai landasan hukum atas kegiatan penyedia likuiditas dalam melakukan tindakan mencakup penjualan dan pembelian efek

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK Nomor 18 Tahun 2024 tentang Penyedia Likuiditas sebagai upaya meningkatkan pendalaman pasar keuangan dan meningkatkan likuiditas efek yang diperdagangkan melalui penyelenggara pasar.

    “POJK ini berlaku sebagai landasan hukum atas kegiatan penyedia likuiditas dalam melakukan tindakan mencakup penjualan dan pembelian efek oleh perusahaan efek atau pihak lain secara terus menerus untuk menjaga likuiditas perdagangan efek pada penyelenggara pasar,” kata Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi M Ismail Riyadi di Jakarta, Senin.

    POJK ini antara lain mengatur keberadaan penyedia likuiditas atau liquidity provider sebagai pihak yang telah mendapat persetujuan dari penyelenggara pasar untuk dapat memperdagangkan efek dan memiliki kewajiban untuk melakukan kuotasi atas efek tertentu yang telah ditetapkan oleh penyelenggara pasar guna mendukung terciptanya likuiditas perdagangan efek tersebut.

    Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2024

  • OJK: Dukungan regulasi diharapkan beri ruang bagi bank salurkan KPR

    OJK: Dukungan regulasi diharapkan beri ruang bagi bank salurkan KPR

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Departemen Perizinan dan Manajemen Krisis Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aslan Lubis menyampaikan, dukungan berbagai regulasi yang diterbitkan otoritas diharapkan dapat memberikan ruang bagi perbankan dalam penyaluran kredit kepemilikan rumah (KPR).

    “Dengan aturan-aturan (yang diterbitkan OJK), kami berharap ini bisa melonggarkan atau memberikan ruang bagi perbankan untuk penyaluran kredit,” kata Aslan dalam “Dialog Solusi Pendanaan Program 3 Juta Rumah” di Jakarta, Senin.

    Salah satu regulasi untuk mendukung pertumbuhan pasar perumahan nasional yaitu tidak ada larangan bagi bank untuk menyalurkan kredit atas pengadaan atau pengolahan tanah kepada pengembang.

    Hal ini sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) No.27/2022 yang mencabut POJK No.44/2017 jo. POJK No.16/2018 yang mengatur tentang pembatasan pemberian kredit untuk pengadaan/pengolahan tanah.

    “Sebagaimana diketahui, kalau untuk kita debitur akhir atau konsumen akhir, membeli rumah itu kita tidak bisa membeli kavling untuk dapat kredit dari bank. Tetapi untuk pengembang ini bisa dilakukan,” ujar Aslan.

    Kemudian, OJK juga telah mengeluarkan POJK No.32/POJK.03/2018 jo. POJK No.38/POJK.03/2019 yang memungkinkan penyediaan dana dalam rangka pengadaan perumahan dapat diberikan pengecualian batas maksimum pemberian kredit (BMPK) dalam hal dijamin oleh lembaga keuangan penjaminan atau asuransi BUMN dan BUMD.

    “Untuk pengadaan lahan misalnya bagi para pengembang itu butuh dana yang cukup besar. Dalam konteks itu, nanti bisa dikecualikan dari BMPK-nya bank,” imbuh Aslan.

    Dukungan dalam bentuk regulasi selanjutnya yaitu SEOJK No.24/SEOJK.03/2021 tentang Perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) Risiko Kredit dengan Pendekatan Standar. Dengan aturan ini, bobot risiko kredit beragun rumah tinggal berdasarkan rasio loan to value (LTV). Melalui bobot risiko granular, semakin kecil LTV maka semakin kecil bobot ATMR Kredit.

    “Jadi kalau Bank Indonesia mengatur loan to value-nya semakin kecil, maka bobotnya di ATMR nantinya ini akan mempengaruhi modal yang dibutuhkan untuk kredit tersebut semakin kecil pula,” kata dia.

    Aslan menambahkan terdapat pula regulasi yang mendukung penetapan kualitas aset produktif berdasarkan satu pilar yang tertuang dalam POJK 40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Penetapan kualitas aset produktif untuk debitur dengan plafon sampai dengan Rp5 miliar hanya didasarkan atas satu pilar, yakni ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga.

    Ia menjelaskan, ada tiga pilar yang digunakan perbankan untuk menguji layak atau tidak layaknya debitur antara lain prospek usaha, kemampuan membayar, serta angsuran yang dimiliki. Khusus masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam konteks KPR, maka hanya satu pilar yang berlaku yakni kemampuan membayar.

    “Sayangnya, ini juga yang sama-sama kita ketahui, untuk masyarakat MBR ini kemampuannya kurang juga. Jadi memang kalau mengandalkan dana perbankan untuk membantu memenuhi kebutuhan perumahan bagi MBR memang sangat sulit rasanya,” ujar dia.

    Aslan mengamini bahwa dibutuhkan pendanaan yang sangat besar untuk membantu masyarakat kelompok MBR untuk dapat memiliki rumah. Sementara dana terbesar di perbankan yaitu dana jangka pendek sehingga akan ada mismatch yang sangat besar antara dana yang dihimpun oleh perbankan untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang.

    “Merujuk pada data price to income ratio tahun 2023, data UMP dibandingkan dengan kemampuan dia (masyarakat) membayar untuk rumah yang layak huni, yang paling tinggi itu adalah 73 tahun di Surabaya dan yang tersingkat di Bekasi itu pun 22 tahun,” katanya.

    “Kemudian kalau dilihat dari sisi pendapatan per kapita, yang tersingkat adalah 4 tahun di Jakarta Pusat dan yang terpanjang adalah 37 tahun di Depok. Artinya, kita membutuhkan dana yang sangat besar untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Aslan.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2024

  • Video : Dunia Kembali Gelap, OJK Bicara Efeknya di Pasar Keuangan

    Video : Dunia Kembali Gelap, OJK Bicara Efeknya di Pasar Keuangan

    Video :

    Video : Dunia Kembali Gelap, OJK Bicara Efeknya di Pasar Keuangan

    News

    6 jam yang lalu

  • 8 Cara agar Terhindar dari Pinjol Ilegal

    8 Cara agar Terhindar dari Pinjol Ilegal

    Jakarta, Beritasatu.com – Pinjaman online (pinjol) ilegal kini semakin menjamur dan menjadi perhatian pemerintah. Namun, bagaimana cara agar terhindar dari pinjol ilegal?

    Pinjol ilegal yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat menimbulkan risiko besar, mulai dari bunga yang tidak wajar hingga penyalahgunaan data pribadi pengguna.

    Meskipun pinjol legal menawarkan kemudahan, pinjol ilegal sering kali memanfaatkan situasi ini dengan menawarkan pinjaman dengan bunga tinggi, biaya tersembunyi, serta praktik penagihan yang tidak manusiawi.

    Oleh karena itu, untuk melindungi diri Anda dari kerugian finansial dan sosial, sangat penting untuk memahami bagaimana cara menghindari pinjol ilegal.

    Berikut ini delapan cara yang bisa diambil untuk menghindari pinjol ilegal.

    1. Pilih pinjol terdaftar di OJK
    Cara pertama yang paling penting dalam terhindar pinjol ilegal adalah memastikan pinjol yang Anda pilih terdaftar di OJK. Pinjol yang terdaftar akan mematuhi regulasi yang ada, sehingga lebih aman digunakan. Anda bisa memeriksa daftar pinjol resmi melalui situs OJK atau menghubungi call center OJK di nomor 157.

    2. Baca ulasan dan testimoni pengguna
    Sebelum memilih pinjol, pastikan untuk mencari tahu pengalaman pengguna lain. Ulasan negatif yang mengeluhkan bunga tinggi, biaya tidak transparan, atau metode penagihan kasar bisa menjadi tanda bahaya. Pilihlah pinjol yang memiliki reputasi baik agar terhindar dari pinjol ilegal yang berisiko.

    3. Perhatikan syarat dan ketentuan
    Selalu baca syarat dan ketentuan pinjol dengan seksama. Pinjol ilegal sering menyembunyikan biaya tambahan atau bunga tinggi dalam dokumen yang panjang dan membingungkan. Pastikan Anda memahami semua biaya yang akan dikenakan, termasuk bunga dan denda keterlambatan.

    4. Jangan memberikan informasi pribadi berlebihan
    Pinjol ilegal sering meminta akses ke data pribadi yang tidak relevan, seperti kontak telepon atau akun media sosial. Hindari memberikan informasi tersebut dan batasi izin aplikasi melalui pengaturan ponsel Anda.

    5. Hindari pinjol dengan janji tidak masuk akal
    Pinjol ilegal sering menawarkan pinjaman dengan bunga rendah atau tanpa syarat, yang terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan. Waspadai janji-janji ini, karena sering kali bertujuan untuk menjebak korban. Selalu berhati-hati dengan penawaran yang tidak masuk akal.

    6. Laporkan pinjol ilegal
    Jika Anda menemukan pinjol yang mencurigakan, segera laporkan ke OJK melalui WhatsApp di 081-157-157-157 atau email Satgas Waspada Investasi di waspadainvestasi@ojk.go.id. Tindak kejahatan digital juga dapat dilaporkan melalui situs patrolisiber.id.

    7. Tingkatkan literasi keuangan
    Memiliki pemahaman yang baik tentang keuangan membantu Anda membuat keputusan finansial yang lebih bijak. Pelajari cara mengelola keuangan, membuat anggaran, dan menabung. Dengan literasi keuangan yang baik, Anda bisa lebih mudah membedakan pinjol legal dan ilegal.

    8. Gunakan pinjol sesuai kebutuhan
    Gunakan pinjaman online hanya untuk kebutuhan mendesak, bukan untuk keperluan konsumtif. Sebelum meminjam, pastikan Anda mampu mengembalikan pinjaman sesuai dengan tenggat waktu yang telah ditentukan.

    Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, Anda dapat lebih mudah menghindari pinjol ilegal dan meminimalkan risiko yang mungkin timbul.

    Selalu ingat untuk memilih pinjol yang terdaftar di OJK dan berhati-hati terhadap tawaran yang terdengar terlalu bagus. Cara terhindar pinjol ilegal adalah dengan selalu waspada, teliti, dan bijak dalam membuat keputusan keuangan.

  • Fenomena Mahasiswa di Malang, Titipkan Barang di Tempat Gadai 
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        16 Desember 2024

    Fenomena Mahasiswa di Malang, Titipkan Barang di Tempat Gadai Surabaya 16 Desember 2024

    Fenomena Mahasiswa di Malang, Titipkan Barang di Tempat Gadai
    Tim Redaksi
    MALANG, KOMPAS.com
    – Mahasiswa di Kota Malang, Jawa Timur, kini menjadikan tempat-tempat gadai sebagai alternatif untuk
    penitipan barang
    .
    Fenomena ini terungkap dalam survei pengawasan yang dilakukan oleh Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Malang.
    Kepala Kantor
    OJK Malang
    , Biger Adzanna Maghribi menjelaskan, fenomena ini biasanya meningkat menjelang libur semester.
    Banyak mahasiswa yang memilih untuk menggadaikan barang-barang berharga mereka, seperti sepeda motor dan laptop, daripada membawanya pulang ke kampung halaman.
    “Mahasiswa merasa lebih aman untuk menyimpan barang-barang berharganya di tempat-tempat gadai daripada di tempat kosnya,” ujar Biger, di Malang, Senin (16/12/2024).
    Ia menambahkan, keputusan ini merupakan ide kreatif dari mahasiswa.
    “Daripada membawa sepeda motor atau menenteng laptop ke kampung halamannya, atau disimpan di tempat kosnya, mereka memilih di tempat-tempat gadai,” imbuh dia.
    Fenomena ini tidak hanya terjadi di kalangan mahasiswa perguruan tinggi negeri, tetapi juga di kalangan mahasiswa perguruan tinggi swasta.
    Biger menjelaskan, fungsi pegadaian bagi masyarakat adalah untuk mendapatkan uang jangka pendek.
    Ia menyarankan agar mahasiswa yang melakukan praktik ini memilih tempat gadai yang resmi dan berada di bawah pengawasan OJK.
    “Jadi ibaratnya mahasiswa ini gadai, dapat uang, terus diambil lagi dalam rentang waktu 1-2 bulan saat mau masuk kuliah lagi. Itu dianggap sebagai biaya titip barang,” kata Biger.
    Ia menekankan pentingnya memilih tempat gadai yang resmi, sehingga jika terjadi ketidaksesuaian, OJK dapat memberikan bantuan.
    Di sisi lain, Biger juga mengakui, ada mahasiswa yang terpaksa menggadaikan barang-barang mereka karena tekanan ekonomi.
    “Fenomena seperti ini kita temukan saat survei pengawasan, biasanya kita lakukan setahun sekali ke tempat-tempat gadai. Ada juga yang menggadaikan sendok, piring, garpu, gelas, mungkin itu karena faktor ekonomi, butuh uang,” kata dia.
    Dengan kondisi ini, OJK Malang terus berupaya untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa tentang pentingnya memilih lembaga gadai yang tepercaya demi keamanan barang dan finansial mereka.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • OJK beri 34 sanksi administratif di sektor pembiayaan selama November

    OJK beri 34 sanksi administratif di sektor pembiayaan selama November

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjatuhkan 34 sanksi administratif kepada 18 perusahaan penyelenggara layanan keuangan di sektor pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro, dan lembaga jasa keuangan lainnya (PVML) sepanjang November 2024.

    Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga PVML OJK Agusman menyampaikan dalam keterangannya yang dikutip di Jakarta, Senin, bahwa pihaknya memberikan sanksi administratif yang terdiri dari 10 sanksi denda dan 24 sanksi peringatan tertulis dalam rangka menegakkan kepatuhan dan integritas industri sektor tersebut.

    “Selama bulan November 2024, OJK telah mengenakan sanksi administratif kepada empat perusahaan pembiayaan, tiga perusahaan modal ventura, dan 11 penyelenggara P2P lending atas pelanggaran yang dilakukan terhadap POJK (Peraturan OJK) yang berlaku, maupun hasil pengawasan dan/atau tindak lanjut pemeriksaan,” katanya.

    Ia mengatakan bahwa pihaknya juga melakukan pengawasan secara ketat (close monitoring) terhadap PT Lunaria Annua Teknologi (KoinP2P), terkait pemberitaan mengenai KoinP2P yang melakukan penundaan pembayaran (standstill) kepada sebagian pemberi dana (lender).

    OJK akan terus memantau progres dan realisasi komitmen manajemen dan pemegang saham pengendali (PSP) KoinP2P, termasuk langkah-langkah perbaikan yang perseroan dilakukan.

    Agusman menyatakan bahwa pihaknya kini juga bekerja sama dengan aparat penegak hukum terkait tindak lanjut proses penegakan hukum dugaan tindak pidana sektor jasa keuangan yang dilakukan mantan CEO PT Investree Radika Jaya (Investree) Adrian Asharyanto alias Adrian Gunadi.

    Adrian telah ditetapkan sebagai tersangka dan telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

    “OJK berharap upaya penegakan kepatuhan dan pengenaan sanksi tersebut dapat mendorong pelaku industri sektor PVML meningkatkan aspek tata kelola yang baik, prinsip kehati-hatian, dan pemenuhan terhadap ketentuan yang berlaku sehingga pada akhirnya dapat berkinerja lebih baik dan berkontribusi secara optimal,” ucap Agusman.

    Sementara itu, terkait pemenuhan ketentuan ekuitas minimum perusahaan pembiayaan, ia menuturkan bahwa terdapat lima perusahaan dari 147 perusahaan yang belum memenuhi ketentuan kewajiban ekuitas minimum Rp100 miliar per Oktober 2024.

    Selain itu, terdapat pula 10 dari 97 penyelenggara P2P lending yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum Rp7,5 miliar. Dari 10 penyelenggara tersebut, lima diantaranya sedang dalam proses analisis permohonan peningkatan modal disetor.

    “OJK terus melakukan langkah-langkah yang diperlukan berdasarkan progress action plan upaya pemenuhan kewajiban ekuitas minimum dimaksud berupa injeksi modal dari pemegang saham, maupun dari investor lokal/asing strategis yang kredibel, termasuk pengembalian izin usaha,” imbuhnya.

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2024

  • OJK: Piutang pembiayaan BNPL capai Rp8,41 triliun per Oktober 2024

    OJK: Piutang pembiayaan BNPL capai Rp8,41 triliun per Oktober 2024

    Pertumbuhan ini antara lain disebabkan oleh makin besarnya kebutuhan masyarakat atas layanan BNPL oleh perusahaan pembiayaan dan adanya peningkatan jumlah pelaku dari lima menjadi tujuh perusahaan pembiayaan

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, berdasarkan data per Oktober 2024, piutang pembiayaan Buy Now Pay Later (BNPL) oleh perusahaan pembiayaan (PP) sebesar Rp8,41 triliun atau tumbuh sebesar 63,89 persen secara year on year (yoy).

    “Pertumbuhan ini antara lain disebabkan oleh makin besarnya kebutuhan masyarakat atas layanan BNPL oleh perusahaan pembiayaan dan adanya peningkatan jumlah pelaku dari lima menjadi tujuh perusahaan pembiayaan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman di Jakarta, Senin.

    Kinerja dan pertumbuhan BNPL oleh perusahaan pembiayaan diperkirakan akan terus meningkat seiring perkembangan perekonomian berbasis digital.

    Di samping itu, Agusman menuturkan, belajar dari pengalaman masa lalu terkait momen Natal dan Tahun Baru, saat ini belum terlihat adanya lonjakan pendanaan pada industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech peer to peer (P2P) lending.

    OJK selalu mengimbau kepada masyarakat untuk dapat menggunakan P2P Lending dengan bijak dan pertimbangkan dengan kemampuan membayar kembali sehingga masyarakat memiliki kondisi finansial yang baik.

    Di sisi lain, Agusman mengatakan per Oktober 2024, terdapat empat dari 147 perusahaan pembiayaan yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum. Hal itu disebabkan antara lain karena belum dilakukannya penyuntikan modal, atau proses peningkatan permodalan yang sedang dilakukan belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    Saat ini OJK sedang memfinalisasi penyusunan ketentuan mengenai LPBBTI atau Rancangan Peraturan OJK LPBBTI yang merupakan turunan dari Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

    Pada Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) itu, akan diatur antara lain mengenai pelindungan konsumen melalui penguatan mitigasi risiko yang wajib dilakukan oleh penyelenggara LPBBTI.

    Selain itu, OJK juga sedang melakukan penyusunan RPOJK Tata Kelola yang berlaku bagi seluruh industri PVML. Penyusunan kebijakan tersebut ditujukan untuk meningkatkan aspek good corporate governance dalam menyelenggarakan kegiatan usaha.

    Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
    Editor: Ahmad Buchori
    Copyright © ANTARA 2024

  • OJK: Piutang pembiayaan BNPL capai Rp8,41 triliun per Oktober 2024

    OJK catat piutang pinjaman “online” naik 29,23 persen yoy pada Oktober

    ingkat risiko kredit bermasalah (pinjaman online) secara agregat (TWP90) dalam kondisi terjaga stabil di posisi 2,37 persen, turun dari September 2024 yang sebesar 2,38 persen

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa total outstanding (piutang) pembiayaan industri pinjaman online atau financial technology (fintech) peer-to-peer (P2P) lending tumbuh 29,23 persen year-on-year (yoy) menjadi Rp75,02 triliun per Oktober 2024.

    Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman mengatakan dalam keterangannya di Jakarta, Senin, bahwa pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada September 2024 yang mencapai 33,73 persen yoy.

    “Tingkat risiko kredit bermasalah (pinjaman online) secara agregat (TWP90) dalam kondisi terjaga stabil di posisi 2,37 persen, turun dari September 2024 yang sebesar 2,38 persen,” ujarnya.

    Sementara itu, piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan meningkat 8,37 persen yoy pada Oktober 2024 menjadi Rp501,89 triliun.

    Ia juga menyampaikan bahwa profil risiko perusahaan pembiayaan terjaga baik dengan rasio pembiayaan bermasalah bruto atau Non-Performing Financing (NPF) gross tercatat sebesar 2,60 persen dan rasio pembiayaan bermasalah neto atau NPF nett sebesar 0,77 persen.

    Kedua capaian rasio tersebut membaik dibandingkan September 2024 yang mencatatkan NPF gross 2,62 persen dan NPF nett 0,81 persen.

    Meskipun begitu, ia mengatakan bahwa rasio antara utang dan ekuitas atau gearing ratio perusahaan pembiayaan meningkat menjadi 2,34 kali per Oktober 2024, dibandingkan pada bulan sebelumnya yang hanya tercatat sebesar 2,33 kali.

    Agusman juga menyatakan bahwa pihaknya mencatat pertumbuhan pembiayaan perusahaan modal ventura terkontraksi sebesar 5,6 persen yoy dengan nilai pembiayaan tercatat sebesar Rp16,32 triliun.

    Pertumbuhan tersebut lebih baik dibandingkan pada September 2024 yang terkontraksi 8,1 persen yoy dengan nilai pembiayaan Rp16,25 triliun.

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2024

  • OJK beri 34 sanksi administratif di sektor pembiayaan selama November

    OJK catat laba industri fintech P2P lending Rp1.097,51 miliar

    Peningkatan laba ini antara lain karena adanya peningkatan pendapatan operasional yang disertai dengan efisiensi dari beban operasional

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat laba industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech peer to peer (P2P) lending per Oktober 2024 meningkat dibandingkan bulan sebelumnya dari Rp806,05 miliar menjadi Rp1.097,51 miliar.

    “Peningkatan laba ini antara lain karena adanya peningkatan pendapatan operasional yang disertai dengan efisiensi dari beban operasional,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman di Jakarta, Senin.

    Agusman menuturkan, per Oktober 2024, terdapat 19 penyelenggara LPBBTI yang memiliki tingkat wanprestasi 90 (TWP90) di atas 5 persen. Terhadap penyelenggara tersebut, OJK memberikan surat peringatan dan meminta penyelenggara membuat action plan untuk memperbaiki kualitas pendanaannya.

    OJK juga terus melakukan monitoring terhadap kualitas pendanaan LPBBTI dan melakukan tindakan pengawasan termasuk pemberian sanksi administratif dalam hal ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan.

    Saat ini, terdapat 10 Penyelenggara LPBBTI yang belum memenuhi ekuitas minimum Rp7,5 miliar. Dari 10 penyelenggara LPBBTI tersebut, lima penyelenggara sedang dalam proses analisis permohonan peningkatan modal disetor.

    Hal ini disebabkan antara lain karena belum dilakukannya penyuntikan modal, atau proses peningkatan permodalan yang sedang dilakukan belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
    Editor: Ahmad Buchori
    Copyright © ANTARA 2024

  • Aturan Penagihan Pinjol Menurut OJK, Ini Etikanya

    Aturan Penagihan Pinjol Menurut OJK, Ini Etikanya

    Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 35/POJK.05/2018 Tahun 2028 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, disebutkan bahwa jika debitur gagal memenuhi kewajibannya atau wanprestasi, perusahaan pembiayaan wajib melakukan penagihan.

    Penagihan ini mencakup berbagai upaya yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan untuk memperoleh haknya atas kewajiban debitur, termasuk eksekusi agunan jika diperlukan. Selain itu, masih ada sejumlah aturan yang mengatur tentang penagihan Debt Collector dan Pinjol.

    Berikut aturan penagihan pinjol dan debt collector menurut OJK yang wajib diketahui. Cek selengkapnya di bawah ini.

    Boleh bekerja sama dengan pihak ketiga

    Pada Pasal 47 ayat (1) dan (2) peraturan OJK tersebut, disebutkan bahwa penagihan dilakukan dengan cara memberikan surat peringatan sesuai dengan waktu yang tercantum dalam perjanjian pembiayaan. Isinya adalah rincian keterlambatan pembayaran, jumlah pokok utang, bunga, dan denda yang terutang.

    Selain itu, perusahaan pembiayaan juga bisa bekerja sama dengan pihak ketiga dalam penagihan kepada debitur. Kerja sama ini harus memenuhi beberapa ketentuan, antara lain:

    Kerja sama dengan pihak ketiga harus dituangkan dalam perjanjian tertulis yang bermeterai. Pihak ketiga yang bekerja sama harus memenuhi persyaratan berikut: Berbadan hukum, memiliki izin dari instansi berwenang. dan memiliki tenaga kerja yang tersertifikasi di bidang penagihan dari lembaga terakreditasi oleh OJK. Perusahaan pembiayaan bertanggung jawab penuh atas segala dampak dari kerja sama tersebut. Perusahaan pembiayaan wajib melakukan evaluasi berkala terhadap kerja sama dengan pihak ketiga.

    Aturan penagihan pinjol

    Sementara itu, untuk layanan fintech seperti pinjol, aturan tentang penagihan diatur dalam Pasal 102 dan Pasal 103 Peraturan OJK Nomor 10/POJK.05/2022 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi. Beberapa ketentuan yang diatur dalam peraturan tersebut, antara lain:

    1. Penyelenggara wajib melakukan penagihan kepada penerima dana yang wanprestasi dengan memberikan surat peringatan sesuai dengan jangka waktu perjanjian.

    2. Penyelenggara dapat bekerja sama dengan pihak ketiga untuk penagihan, dengan syarat:

    Pihak ketiga harus berbadan hukum. Memiliki izin dari instansi berwenang. Memiliki SDM yang tersertifikasi dalam penagihan oleh lembaga yang terdaftar di OJK. Pihak ketiga tidak boleh merupakan afiliasi dari penyelenggara atau pemberi dana.

    3. Penyelenggara bertanggung jawab atas dampak dari kerja sama dan wajib melakukan evaluasi berkala.

    Berdasarkan ketentuan tersebut, pihak ketiga yang diberi kuasa untuk melakukan penagihan harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, seperti berbadan hukum, memiliki izin, dan memiliki SDM yang tersertifikasi.

    Etika penagihan

    Menurut Pasal 191 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia (PBI) 23/2021, penagihan yang dilakukan oleh debt collector wajib mematuhi etika yang telah ditentukan. Beberapa pokok etika yang diatur adalah:

    Penagihan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika menggunakan penyedia jasa penagihan, penyedia jasa pembayaran harus memastikan bahwa penagihan dilakukan hanya untuk utang dengan kualitas kredit yang buruk atau macet, dan pelaksanaan penagihannya harus sebanding dengan jika dilakukan oleh penyedia jasa pembayaran itu sendiri.

    Etika penagihan utang juga dapat diatur lebih lanjut oleh organisasi pengatur mandiri (Self Regulatory Organization/SRO) dengan persetujuan dari Bank Indonesia.

    Dalam konteks fintech, penagihan juga harus dilakukan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan peraturan yang ada. Penyelenggara fintech wajib melakukan penagihan dengan itikad baik.

    Perusahaan fintech dilarang melakukan penagihan dengan intimidasi, kekerasan fisik atau mental, atau cara-cara yang melanggar norma seperti menyebarkan kebencian rasial, agama, atau merendahkan martabat debitur, baik di dunia nyata maupun di dunia maya (cyberbullying), terhadap debitur, harta bendanya, maupun keluarga atau kerabatnya.

    Lebih lanjut, Surat Edaran OJK 19/2023 mengatur bahwa penyelenggara pinjaman online (pinjol) tidak boleh menyebarkan data pribadi pengguna kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari pengguna, kecuali terdapat pengecualian yang diatur oleh perundang-undangan yang berlaku.

    Demikianlah aturan penagihan pinjol dan debt collector menurut OJK yang wajib dipatuhi.