Kementrian Lembaga: OJK

  • Menkum Sebut Ketentuan Polisi Menjabat di Instansi Lain Perlu Diatur

    Menkum Sebut Ketentuan Polisi Menjabat di Instansi Lain Perlu Diatur

    Menkum Sebut Ketentuan Polisi Menjabat di Instansi Lain Perlu Diatur
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan, ketentuan soal polisi yang menjabat di luar Kepolisian Republik Indonesia (Polri) perlu diatur, bisa lewat undang-undang atau aturan di bawahnya.
    Hal ini disampaikan Supratman merespons adanya Peraturan Polisi Nomor 10 Tahun 2025 yang membuka jalan polisi dapat menjabat di 17 kementerian dan lembaga.
    “Intinya ini harus diatur, tidak boleh tidak diatur. Baik di undang-undang maupun di peraturan di bawahnya,” ujar Supratman dalam konferensi pers penutupan rapat koordinasi Kemenkum, Jakarta, Kamis (18/12/2025).
    Supratman mengaku belum mengetahui sikap terbaru Presiden Prabowo Subianto terhadap
    Perpol 10/2025
    .
    Namun, ia menyinggung pernyataan
    Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo
    yang menyebutkan Perpol 10/2025 akan ditingkatkan menjadi Peraturan Pemerintah (PP).
    “Kemarin sudah disampaikan sama Pak Kapolri kan? Apakah nanti dimasukkan di dalam Undang-Undang Polri, hasil rekomendasi dari Tim Reformasi Polri juga masih akan kita bahas, belum ya,” kata Supratman.
    Diberitakan sebelumnya, keputusan Kapolri meneken Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia dinilai bermasalah.
    Lewat aturan tersebut, Kapolri mengatur bahwa polisi dapat menduduki jabatan di 17 kementerian/lembaga, meski hal itu sudah dilarang oleh
    Mahkamah Konstitusi
    (MK).
    MK lewat putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang diketok pada 13 November 2025 melarang anggota Polri menduduki jabatan sipil sebelum mengundurkan diri atau pensiun.
    Namun, tak sampai sebulan kemudian, pada 9 Desember 2025, Listyo Sigit justru meneken Perpol 10/2025 yang membuka pintu bagi polisi aktif untuk menjabat di 17 kementerian/lembaga di luar Polri.
    Instansi-instansi dimaksud adalah Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Hukum, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Kementerian Kehutanan.
    Kemudian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Lembaga Ketahanan Nasional, Otoritas Jasa Keuangan.
    Lalu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Badan Narkotika Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Intelijen Negara, Badan Siber Sandi Negara, dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
    Kapolri mengaku tidak ambil pusing soal pihak-pihak yang menilai Perpol 10/2025 bertentangan dengan putusan MK.
    Sigit mengeklaim, Perpol 10/2025 dibuat justru untuk menghormati putusan MK yang melarang polisi menjabat di instansi luar Polri.
    “Yang jelas, langkah yang dilakukan oleh kepolisian sudah dikonsultasikan baik dengan kementerian terkait, baik dengan stakeholder terkait, maupun dengan lembaga terkait. Sehingga baru di sinilah Perpol tersebut,” kata Sigit di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025).
    Ia melanjutkan, materi Perpol 10/2025 juga akan dimuat dalam revisi Undang-Undang Polri dan peraturan pemerintah (PP).
    “Perpol ini tentunya nanti akan ditingkatkan menjadi PP dan kemudian kemungkinan akan dimasukkan dalam revisi undang-undang,” kata Kapolri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Transaksi kripto RI turun 24,53 persen, Tokocrypto perkuat likuiditas

    Transaksi kripto RI turun 24,53 persen, Tokocrypto perkuat likuiditas

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai transaksi aset kripto pada November 2025 mencapai Rp37,20 triliun, turun 24,53 persen dibandingkan Oktober 2025 yang tercatat sebesar Rp49,29 triliun.

    Secara kumulatif sepanjang 2025 (year to date/YtD), total nilai transaksi aset kripto tercatat mencapai Rp446,77 triliun. Sementara pada periode sama tahun lalu (Januari-November 2024), nilainya mencapai Rp556,53 triliun, yang artinya terjadi penurunan sekitar Rp109,76 triliun atau setara 19,72 persen (YoY).

    Menanggapi hal itu, CEO Tokocrypto Calvin Kizana dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, menjelaskan penurunan transaksi secara umum sejalan dengan pergerakan harga Bitcoin yang diperkirakan mencatatkan bulan terburuk kedua sepanjang 2025.

    Pada November, harga Bitcoin terkoreksi lebih dari 17 persen akibat kombinasi arus keluar dana dari ETF Bitcoin, melemahnya permintaan institusional, serta meningkatnya tekanan jual dari investor jangka pendek.

    “Tekanan pasar global semakin besar setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump memperluas kebijakan tarif terhadap China pada 10 Oktober 2025, yang memicu penilaian ulang risiko di pasar global,” jelas Calvin.

    “Volatilitas berlanjut hingga November dan diperparah oleh penutupan pemerintahan AS yang memecahkan rekor, sehingga memperketat likuiditas di pasar keuangan tradisional,” tambahnya.

    Adapun di tengah perlambatan pasar tersebut, Tokocrypto mencatatkan kinerja yang relatif solid.

    Hingga November 2025, total nilai transaksi di platform ini telah mendekati Rp150 triliun.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Inkonsistensi yang Dilegalkan

    Inkonsistensi yang Dilegalkan

    OLEH: AHMADIE THAHA

       

    ADA masa ketika hukum di negeri ini berdiri tegak seperti tiang bendera setiap Senin pagi: lurus, kaku, dan sedikit menegangkan. Tetapi belakangan, hukum kita tampaknya lebih mirip karet gelang — bisa ditarik ke mana saja, dipelintir secukupnya, lalu diklaim tetap utuh.

    Tidak putus meski ditarik ke mana saja, kata mereka. Hanya lentur. Dan dalam kelenturan itulah, kita menyaksikan satu demi satu putusan konstitusi diuji bukan oleh pengadilan, melainkan oleh kreativitas birokrasi.

    Yusril Ihza Mahendra, dengan ketenangan seorang profesor yang sudah kenyang debat konstitusi, belum lama ini menyimpulkan sesuatu yang pahit tapi jujur yakni hukum Indonesia sering inkonsisten.

    Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menurut Undang-Undang bersifat final dan mengikat, dalam praktiknya kerap diperlakukan seperti rekomendasi seminar — boleh diikuti, boleh juga tidak, tergantung suasana batin dan kepentingan.

    Pernyataan itu belum sempat menjadi kutipan tetap di slide kuliah hukum tata negara, tiba-tiba pihak Kepolisian RI (Polri) datang membawa contoh empirisnya dengan terbitnya Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025.

    Jika ini film, kita akan menyebutnya plot twist. Jika ini sinetron, penonton akan berteriak, “Lho, kok bisa?” Tetapi karena ini negara hukum, para pakar ramai-ramai mendiskusikannya, sementara publik hanya bisa menghela napas panjang.

    Yang membuat cerita ini semakin ironis adalah konteks waktunya. Presiden Prabowo Subianto belum lama ini membentuk Komisi Percepatan Reformasi Polri, dipimpin oleh Jimly Asshiddiqie — nama yang bagi mahasiswa hukum lebih sakral daripada daftar pustaka skripsi.

    Komisi ini dibentuk untuk membenahi Polri: dari regulasi, kelembagaan, hingga kultur. Singkatnya, Polri sedang masuk bengkel besar nasional. Namun, sebelum mesin Polri dibongkar dan onderdilnya diperiksa, dari dalam bengkel justru keluar suara mesin yang dipaksa ngebut.

    Kapolri menandatangani Perpol 10/2025, sebuah peraturan yang oleh Harian Kompas disebut secara lugas dan tanpa basa-basi sebagai “pembangkangan konstitusional.” Ini bukan istilah sembarangan. Ini tudingan serius: bahwa sebuah peraturan internal lembaga negara bertentangan langsung dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

    Masalahnya bukan sepele. Mahkamah Konstitusi, lewat Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025, telah menyatakan bahwa frasa di Pasal 28 ayat (3) UU Polri — yang bunyinya: “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” — bertentangan dengan UUD 1945.

    Frasa itu dipangkas oleh MK dalam putusannya terbaru, dicoret, dan secara hukum dinyatakan mati. Artinya, pasal itu sudah tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. Dalam istilah medis, death certificate-nya sudah keluar.

    Tetapi di republik yang penuh kejutan ini, kematian hukum sering kali bersifat administratif, bukan eksistensial. Frasa yang sudah mati itu justru dijadikan fondasi hidup Perpol 10/2025. Seolah-olah MK hanya memberikan cuti sakit, bukan vonis akhir.

    Maka, berbekal SK tersebut, anggota Polri aktif tetap atau kembali diberi jalan untuk menduduki jabatan di luar struktur kepolisian, di 17 kementerian dan lembaga negara, baik jabatan manajerial maupun non manajerial.

    Tujuh belas! Angka yang mengesankan. Hampir seperti daftar fakultas di universitas besar. Dari urusan politik-keamanan, energi, hukum, kehutanan, kelautan, perhubungan, hingga lembaga-lembaga super strategis seperti OJK, PPATK, BIN, BSSN, bahkan KPK.

    Negara mendadak terasa seperti papan catur raksasa, dan perwira Polri bisa melangkah ke banyak petak. Sementara bidak lain — ASN karier —  hanya bisa menonton dari garis start. Tak ayal, dari Jimly hingga Mahfud MD gerah dengan Perpol itu.

    Bahkan, Zennis Helen, dosen hukum tata negara tak setenar Yusril, masuk membawa pisau analisis yang tajam tapi dingin. Ia mengingatkan sesuatu yang seharusnya menjadi pelajaran dasar: asas penjenjangan norma.

    Ia mengutip Hans Kelsen yang sudah mengajarkannya hampir seabad lalu melalui Stufenbau Theorie. Bahwa norma hukum itu bertingkat. Yang rendah tidak boleh melawan yang tinggi. Jika melawan, ia gugur dengan sendirinya.

    Dalam bahasa Latin yang sering membuat mahasiswa mengangguk sambil pura-pura paham, lex superior derogat legi inferiori. Peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah. Ini bukan sekadar etika hukum. Ini struktur logika negara hukum.

    Memang benar, Perpol yang diterbitkan Kapolri tidak masuk dalam hierarki utama Pasal 7 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Tetapi ia tetap peraturan. Ia tetap regeling. Ia tetap tunduk pada asas penjenjangan norma.

    Perpol tersebut tidak hidup di alam bebas, apalagi di luar konstitusi. Maka ketika Perpol 10/2025 bertentangan dengan putusan MK, yang terjadi bukan perbedaan tafsir biasa, melainkan anomali hukum.

    Anomali ini terasa semakin ganjil karena, pasca putusan MK, pihak Polri sempat menarik satu perwira tingginya dari jabatan sipil. Publik melihat ini sebuah isyarat kepatuhan yang tampak manis di awal.

    Tetapi nyatanya, itu pemanis saja. Dengan Perpol tadi, anggota Polri aktif justeru merasa punya hak untuk bercokol dengan nyaman di berbagai kementerian dan lembaga. Bahkan posisi mereka kini dilegitimasi ulang lewat Perpol baru.

    Maka, penarikan itu pun terlihat seperti formalitas: cukup untuk disebut patuh, tapi tidak cukup untuk benar-benar taat.

    Dampaknya tidak berhenti pada soal legalitas. Ia merembet ke jantung tata kelola negara. Sistem meritokrasi ASN — yang selama ini didorong habis-habisan agar birokrasi diisi oleh kompetensi, bukan koneksi — terancam menjadi jargon kosong.

    ASN yang puluhan tahun meniti karier, mengikuti pelatihan, menunggu promosi, bisa tersalip oleh jalur penugasan berseragam cokelat. Meritokrasi pun berubah menjadi dekorasi, indah di dokumen, rapuh di praktik.

    Dalam perspektif sosiologi birokrasi, ini berbahaya. Ia merusak kultur kerja, mematahkan motivasi, dan menciptakan kasta implisit di tubuh birokrasi.

    Negara-negara demokrasi mapan sangat hati-hati dalam urusan ini. Inggris memisahkan polisi dari jabatan birokrasi sipil strategis. Amerika Serikat, dengan segala kekuatannya, tetap menjaga jarak institusional agar aparat penegak hukum tidak menjadi perpanjangan tangan kekuasaan administratif.

    Pihak Kepolisian Indonesia tampaknya memilih jalur berbeda yaitu memperluas ruang, lalu berharap konflik kepentingan bisa dikelola dengan surat mutasi.

    Padahal, jalan keluar konstitusional tersedia. Zennis Helen menyebut dua jalur. Pertama, dialog administratif melalui Komisi Percepatan Reformasi Polri. Komisi ini justru punya legitimasi moral dan politik untuk mengingatkan pimpinan Polri bahwa reformasi bukan sekadar slogan.

    Kedua, uji legalitas Perpol ke Mahkamah Agung. Karena Perpol adalah peraturan, maka MA menjadi rumah pengujiannya.

    Dua jalan ini memang tidak instan. Ia butuh waktu, energi, dan kesabaran. Tetapi negara hukum memang tidak dibangun dengan jalan pintas. Ia dibangun dengan kepatuhan pada prosedur, bahkan ketika prosedur itu tidak nyaman.

    Di titik inilah, pernyataan Yusril Ihza Mahendra menemukan wajahnya yang paling terang. Inkonsistensi hukum bukan lagi diskursus akademik, melainkan pengalaman sehari-hari warga negara.

    Ketika putusan MK bisa “diakali” lewat peraturan internal, maka istilah “final dan mengikat” berubah dari norma menjadi retorika. Dan ketika itu terjadi berulang-ulang, kepercayaan publik pelan-pelan terkikis — bukan oleh satu skandal besar, melainkan oleh kebiasaan kecil yang dianggap wajar.

    Negara tidak selalu runtuh oleh kudeta berdarah. Kadang ia melemah karena terlalu sering menoleransi penyimpangan kecil. Putusan yang dibelokkan. Norma yang dinegosiasikan. Konstitusi yang diperlakukan seperti saran, bukan perintah.

    Mungkin inilah paradoks terbesar kita hari ini. Reformasi Polri ingin memperbaiki institusi, tetapi justru diuji oleh regulasi dari dalam. Seperti seseorang yang ingin diet serius, tetapi lemari esnya penuh kue tart ulang tahun.

    Dan publik, yang menyaksikan semua ini, hanya bisa bertanya dengan logika paling sederhana — logika yang bahkan tidak butuh gelar profesor: jika putusan Mahkamah Konstitusi saja bisa diperlakukan seperti ini, lalu apa sebenarnya yang benar-benar final di negeri ini?

  • Superbank Optimistis Garap Pasar Bank Digital Pasca Melantai di BEI

    Superbank Optimistis Garap Pasar Bank Digital Pasca Melantai di BEI

    JAKARTA – PT Super Bank Indonesia Tbk (SUPA) resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu, 17 Desember.

    Dalam penawaran umum perdana (IPO) ini, Superbank menetapkan harga saham sebesar Rp635 per lembar dengan melepas sebanyak 4,4 miliar saham baru, yang setara dengan 13 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO. Dari aksi korporasi tersebut, perseroan berhasil meraih dana segar senilai Rp2,79 triliun.

    Dana hasil IPO akan dimanfaatkan untuk mempercepat ekspansi usaha serta memperkuat kemampuan Superbank sebagai bank berbasis layanan digital.

    Berdasarkan prospektus, sekitar 70 persen dana akan dialokasikan sebagai modal kerja untuk memperbesar penyaluran kredit ke segmen underbanked, baik ritel maupun UMKM, yang menjadi fokus utama pertumbuhan perseroan.

    Sementara itu, sekitar 30 persen dana IPO akan digunakan untuk belanja modal, mencakup pengembangan produk pendanaan dan pembiayaan, sistem pembayaran digital, infrastruktur teknologi informasi, penguatan sistem operasional, serta investasi jangka panjang di bidang kecerdasan buatan (AI), analitik data, dan keamanan siber.

    Presiden Direktur Superbank Tigor M. Siahaan menyampaikan bahwa pencatatan saham ini menjadi tonggak penting dalam upaya memperkuat struktur permodalan sekaligus memperluas jangkauan layanan keuangan digital bagi masyarakat Indonesia, dan IPO ini menandai fase baru dalam Journey of Trust Superbank.

    a menjelaskan perjalanan tersebut berawal dari kepercayaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memberikan izin transformasi Superbank menjadi bank dengan layanan digital yang berfokus pada segmen underbanked.

    Menurutnya kepercayaan itu kemudian diperkuat oleh dukungan para pemegang saham dan jutaan nasabah yang telah menggunakan layanan perseroan.

    “Sebagai perusahaan publik, kami berkomitmen untuk terus menjaga dan menumbuhkan kepercayaan tersebut, sekaligus memperluas akses layanan keuangan bagi lebih banyak masyarakat Indonesia, Superbank For All,” ujarnya dalam konferensi pers Rabu, 17 Desember.

    Tigor menilai potensi pertumbuhan bank digital di Indonesia masih sangat besar, mengingat pangsa pasar perbankan digital secara keseluruhan masih relatif kecil dibandingkan industri perbankan nasional.

    Ia memperkirakan total market share bank digital di Indonesia saat ini masih berada di kisaran 1 persen.

    Dalam menghadapi persaingan, Tigor menyampaikan Superbank mengandalkan strategi berbasis ekosistem sebagai keunggulan utama, salah satunya melalui dukungan ekosistem Grab.

    Menurutnya dengan puluhan juta pengguna dari layanan transportasi, pengantaran, dan OVO, Superbank menempatkan diri sebagai mitra yang terintegrasi erat dalam ekosistem tersebut.

    “Jadi kami merasa pendekatan ekosistem ini akan menjadi pembeda besar ke depannya,” katanya.

    Sejak awal transformasinya, Tigor menjelaskan bahwa Superbank mengusung model bisnis digital-first dengan memanfaatkan ekosistem Grab dan OVO untuk menjangkau masyarakat secara langsung melalui platform yang telah digunakan dan dipercaya.

    Ia menambahkan strategi ini mulai dijalankan pada 2024, ketika Superbank menjadi bank digital pertama di Indonesia yang memungkinkan pengguna dan mitra Grab membuka rekening, menabung, serta menggunakan rekening tersebut sebagai metode pembayaran langsung di aplikasi Grab tanpa perlu mengunduh aplikasi tambahan.

    Ia menambahkan strategi tersebut dilanjutkan pada tahun ini melalui peluncuran berbagai inovasi, antara lain OVO Nabung by Superbank, produk tabungan berbasis ekosistem yang memungkinkan pengguna OVO menabung secara instan dengan bunga hingga 5 persen per tahun, serta Kartu Untung, produk tabungan berbasis gamifikasi hasil kolaborasi dengan KakaoBank.

    Tigor menyebutkan implementasi strategi ekosistem ini terbukti memberikan hasil nyata, baik dalam membangun kredibilitas, mempercepat adopsi, maupun menyederhanakan pengalaman perbankan dalam aktivitas sehari-hari pengguna.

    Sejak peluncuran aplikasi digital pada Juni 2024, Superbank telah melayani lebih dari 5 juta nasabah dengan tingkat keterlibatan yang terus meningkat.

    “Momentum ini tercermin dari pertumbuhan rata-rata jumlah transaksi harian yang meningkat lebih dari 40 persen pada kuartal ketiga 2025 dibandingkan periode sebelumnya, dengan lebih dari 1 juta transaksi diproses setiap harinya,” jelasnya.

    Ke depan, Tigor menyampaikan Superbank akan terus memperkuat sinergi ekosistem digital Grab–OVO dan Emtek, serta dukungan dari pemegang saham strategis lainnya, termasuk Singtel, KakaoBank, dan GXS.

    “Kombinasi kapabilitas teknologi, jangkauan ekosistem, dan pengalaman perbankan regional ini semakin memperkuat posisi Superbank dalam menghadirkan layanan finansial yang lebih inklusif, relevan, dan berkelanjutan bagi masyarakat Indonesia,” ucapnya.

    Senada, CEO Grab Indonesia Neneng Goenadi mengatakan, pihaknya menyambut pencatatan perdana saham Superbank di Bursa Efek Indonesia sebagai tonggak penting dalam upaya bersama dalam memperluas akses layanan keuangan yang aman, inklusif, dan terjangkau bagi jutaan pengguna, mitra pengemudi, dan UMKM di Indonesia.

    “Dengan kapabilitas perbankan digital Superbank yang terintegrasi di aplikasi Grab dan OVO, kami melihat peluang yang semakin besar untuk memanfaatkan teknologi dan data secara bertanggung jawab guna menghadirkan solusi tabungan dan pembiayaan yang relevan bagi segmen underbanked, sekaligus memperkuat pertumbuhan ekonomi digital Indonesia dalam jangka panjang,” jelasnya.

    Ia menambahkan Grab akan terus mendukung Superbank dalam memaksimalkan kekuatan ekosistem kami untuk mendorong inovasi dan pertumbuhan yang berkelanjutan.

    Adapun, pencatatan saham Superbank menambah daftar emiten sektor keuangan digital di BEI dan mencerminkan tingginya minat pasar terhadap model perbankan berbasis ekosistem yang dinilai memiliki prospek pertumbuhan jangka panjang, meskipun tetap dihadapkan pada tantangan kualitas aset dan pencapaian profitabilitas.

    Sebagai informasi, pada hari pertama perdagangan, saham SUPA dibuka di level Rp790 atau melonjak 24,41 persen dari harga IPO Rp635, dan langsung menyentuh batas auto reject atas (ARA).

    Pada kesempatan yang sama, Direktur BEI Kristian Manullang, menyampaikan bahwa Superbank menjadi perusahaan ke-26 yang melantai di BEI sepanjang 2025, dan merupakan emiten ke-956 sejak Bursa Efek Indonesia berdiri.

    “Pencapaian hari ini tersebut merupakan hasil kerja keras seluruh jajaran manajemen dan karyawan Perseroan untuk memperkuat permodalan, memperluas kapasitas pembiayaan, serta meningkatkan peran Perseroan dalam mendukung pertumbuhan sektor riil dan inklusi keuangan nasional,” tuturnya.

  • Peringati Hari Ibu ke-97, Fatma Saifullah Yusuf Bakti Sosial di Muara Angke

    Peringati Hari Ibu ke-97, Fatma Saifullah Yusuf Bakti Sosial di Muara Angke

    Jakarta

    Ketua Bidang III Solidaritas Perempuan Untuk Indonesia (Seruni) sekaligus Penasihat I DWP Kemensos, Fatma Saifullah Yusuf menghadiri acara Bakti Sosial Hari Ibu ke-97 Tahun 2025 yang diprakarsai oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bersama masyarakat pesisir rumah apung di Pelabuhan Muara Angke, Selasa (16/12).

    “Bakti sosial ini sebagai momentum untuk memastikan perempuan mendapatkan ruang, kesempatan, dan dukungan untuk terus berkarya, khususnya perempuan yang bekerja di wilayah pesisir,” kata Fatma dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (17/12/2025).

    Adapun bakti sosial bertajuk ‘Perempuan Sehat Keluarga Sejahtera, Untuk Indonesia Emas 2045’ ini merupakan hasil kolaborasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, serta para mitra dalam hal ini yayasan filantropi, yayasan nirlaba, dan dunia usaha.

    Rangkaian kegiatan terdiri dari dialog dengan perempuan pemecah kerang, penyaluran bantuan sembako dari Yayasan Seruni, Yayasan Rabu Biru, dan PT Astra Internasional untuk 375 kepala keluarga penerima manfaat. Bantuan sembako dari Yayasan Seruni terdiri dari beras seberat 20 kg untuk masing-masing penerima manfaat.

    Selanjutnya, juga ada kegiatan cek kesehatan gratis bagi 100 orang warga, cek kesehatan bagi 50 orang ibu hamil, pemberian vitamin serta edukasi kesehatan dari Ikatan Bidan Indonesia. Kemudian pelatihan tata boga, pelatihan tata rias, serta edukasi literasi dan dongeng untuk anak dari mobil pintar PT Askrindo.

    Disamping itu, juga terdapat kegiatan pemberdayaan bagi perempuan di wilayah pesisir seperti edukasi literasi keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), edukasi pemberdayaan masyarakat oleh PT Astra Internasional, serta workshop penggerak keluarga kelompok perempuan nelayan Muara Angke oleh Yayasan Ashoka. Rangkaian kegiatan bakti sosial tersebut akan dilaksanakan sampai Tanggal 22 Desember 2025.

    “Di Asta Cita ini sudah tertera komitmen pemerintah untuk menguatkan, untuk memberdayakan perempuan-perempuan Indonesia. Salah satunya, pada hari ini kita menerjemahkan Asta Cita tersebut dalam rangkaian kegiatan peringatan Hari Ibu ke-97,” ujarnya.

    Lebih lanjut, dia menambahkan, bahwa program-program prioritas Presiden seperti Cek Kesehatan Gratis, Koperasi Kelurahan/Desa Merah Putih, hingga Sekolah Rakyat di peruntukan untuk seluruh masyarakat Indonesia, salah satunya perempuan di wilayah pesisir bisa mengakses Cek Kesehatan Gratis di fasilitas Kesehatan pemerintah.

    Pada kesempatan yang sama, Arifatul juga berdialog dengan perempuan pemecah kerang yang mendapatkan pelatihan dari Yayasan Ashoka. Salah satunya yaitu Dwi Junianti yang berbagi cerita terkait suka duka bekerja sebagai pemecah kerang dengan penghasilan kurang lebih Rp60 ribu sehari.

    “Saya setiap hari ngupas kalau kerangnya lagi kotor itu, 1 blongnya (panci besar) itu Rp25 ribu. Kalau kerangnya lagi bagus, dagingnya banyak itu, ada kenaikan Rp30 ribu. Jadi paling banyak sehari bisa 2 blong, paling sedikit 1 blong,” ungkap Dwi.

    Ia menyampaikan jika cuaca di laut sedang kurang baik, maka nelayan tidak pergi melaut, sehingga terkadang tidak bisa memecah kerang. Disamping itu, kendala lainnya adalah ketika terjadi banjir di sekitar rumah apung, maka tidak ada bisa beraktivitas dan terjadi masalah kesehatan seperti gatal-gatal.

    Sementara itu, Rosy perwakilan Ibu-Ibu dari wilayah pesisir RT 07 menyampaikan ketika bekerja memecah kerang, anak-anak di rumah menjadi kurang terawasi. Ia berharap adanya fasilitas belajar dan bermain untuk anak yang mudah di akses.

    “Sembari mereka ngupas, mungkin bisa ada ruang yang aman dan nyaman untuk anak-anak mereka gitu,” ucap Rosy.

    Menanggapi tantangan yang dialami ibu-ibu pemecah kerang, Arifatul menjelaskan melalui bakti sosial ini, akan banyak kegiatan pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan dalam pengembangan diri seperti pelatihan olahan makanan berbahan dasar ikan dan olahan kerajinan kulit kerang, sehingga kulit kerang bernilai jual. Terkait, kendala masalah kesehatan seperti kaki gatal, Ia mengajak Ibu-Ibu untuk memanfaatkan program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di Puskesmas setempat.

    “Kalau lagi ngerjain ngupas kulit kerang, kakinya sakit, gatal. Ibu bisa ke puskesmas, karena puskesmas itu gratis Ibu. Jadi ibu jangan ragu, ibu merasa sakit, pusing atau apa, langsung berobat, supaya terdeteksi sejak dini,” kata Arifatul.

    Sebagai informasi, turut hadir dalam kegiatan ini Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan; Ketua Umum Seruni, Tri Tito Karnavian dan jajaran Seruni Kabinet Merah Putih; Plt. Wakil Wali Kota Jakarta Utara, Fredy Setiawan, serta pejabat lainnya.

    (akd/ega)

  • Setumpuk PR Registrasi SIM Card dengan Biometrik: Lansia, 3T, dan Keamanan

    Setumpuk PR Registrasi SIM Card dengan Biometrik: Lansia, 3T, dan Keamanan

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tetapkan registrasi SIM card dengan biometrik pengenalan wajah mulai 1 Juli 2026, namun sejumlah hambatan harus diantisipasi agar program ini berjalan lancara.

    Pakar Keterbukaan Informasi Publik dan Pelindungan Data Pribadi Alamsyah Saragih, menilai masih banyak aspek yang harus dipertimbangkan secara serius sebelum kebijakan tersebut diterapkan.

    Menurut Alamsyah, biometrik memiliki risiko yang cukup besar. Biometrik bukanlah kata sandi yang bisa diganti apabila terjadi kebocoran data. Jika data biometrik bocor, risikonya bersifat seumur hidup.

    “Ada tiga risiko yang harus diperhatikan bukan hanya pelanggaran privasi, tetapi juga eksklusi sosial dan mission creep,” ujarnya di acara talkshow bertajuk Ancaman Kejahatan Digital serta Urgensi Registrasi Pelanggan Seluler Berbasis Biometrik Face Recognition yang digelar Komdigi di Jakarta, Rabu (17/12/2025)

    Mantan Komisioner Ombudsman RI periode 2016–2021 itu menambahkan kelompok rentan seperti lansia, penyandang disabilitas, pekerja informal, serta masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil berpotensi mengalami kesulitan dalam mengakses sistem biometrik.

    Keterbatasan infrastruktur dan literasi digital di sejumlah daerah juga menjadi tantangan tersendiri. Selain itu, kesiapan akses teknologi biometrik di Indonesia dinilai belum merata. Alamsyah mencontohkan potensi persoalan dalam kondisi darurat.

    “Kalau ini tidak dimitigasi, ini akan jadi sumber keributan. Tidak kebayang misalnya ada bencana, handphone hilang, lalu orang harus pakai face recognition, tapi sistemnya belum jalan,”

    Untuk menghindari berbagai risiko tersebut, Alamsyah menyarankan pemerintah melakukan simulasi kebijakan dengan berbagai skenario kasus sebelum implementasi penuh dilakukan. Simulasi ini penting untuk mengidentifikasi potensi masalah dan menyiapkan solusi yang adil bagi seluruh masyarakat.

    Alamsyah juga menekankan pentingnya pembatasan tujuan penggunaan data biometrik secara tegas. Menurutnya, tanpa pembatasan yang ketat, data biometrik yang awalnya digunakan untuk verifikasi kepemilikan SIM berpotensi dimanfaatkan untuk kepentingan lain.

    “Kalau tidak ada pembatasan, niscaya bisa digunakan untuk yang lain. Mau tidak mau pemerintah harus membatasi dengan sangat ketat dan membangunnya bersama pihak-pihak lain,” ujarnya.

    Selain itu, jaminan hukum atas opsi non biometrik juga dinilai penting. Opsi ini diperlukan untuk memastikan keadilan bagi masyarakat yang tidak mampu atau tidak memungkinkan menggunakan sistem biometrik, seperti lansia dan penyandang disabilitas.

    Alamsyah menilai mitigasi harus menjadi prioritas utama sebelum kebijakan ini dijalankan.

    Beberapa langkah mitigasi yang perlu dilakukan antara lain dasar hukum khusus dan pembatasan tujuan penggunaan biometrik, pemisahan database biometrik dan data komunikasi, penerapan enkripsi serta prinsip irreversibility, penguatan hak subjek data, penyediaan opsi non biometrik dan kebijakan inklusif, pengawasan independen, sanksi tegas, serta audit berkala, dan larangan penggunaan biometrik untuk surveillance massal

    Perlu diperhatikan praktik pengawasan massal selama ini justru paling banyak dilakukan oleh aparat negara.

    “Perilaku surveillance massal ini paling banyak dilakukan oleh aparat. Be careful kalau untuk tujuan itu. Kalau mau dilakukan, harus ada aturan yang jelas, sementara aturan untuk surveillance massal itu belum ada,” tegasnya.

    Alamsyah juga menguraikan sejumlah poin regulasi yang dinilai belum siap. Pertama, belum adanya pasal eksplisit yang membatasi penggunaan biometrik SIM card hanya untuk registrasi SIM, sehingga membuka risiko function creep ke ranah lain seperti perpajakan, intelijen, dan profiling.

    Kedua, belum terdapat larangan tegas terkait integrasi database biometrik dengan data komunikasi.

    Ketiga, opsi nonbiometrik belum dijamin secara eksplisit dalam regulasi yang ada.

    Keempat, hak warga sudah diatur dalam UU PDP, namun mekanisme implementasinya masih lemah dan penegakannya belum teruji.

    Terakhir, pengawasan independen masih menjadi persoalan. Otoritas pelindungan data pribadi saat ini masih berada di bawah eksekutif dan belum setara dengan Data Protection Authority (DPA) di Eropa yang bersifat independen.

    Diketahui, Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah,mengatakan sistem biometrik akan ditetapkan mulai 1 Juli 2026 dan wajib digunakan untuk seluruh pendaftaran kartu baru.

    Kebijakan ini diambil sebagai respons atas kondisi keamanan digital Indonesia yang dinilai memprihatinkan.

    Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga saat ini kerugian akibat kejahatan digital atau digital scam telah mencapai Rp8,7 triliun. Sebanyak 399.780 konsumen tercatat telah melaporkan kasus penipuan digital kepada OJK. (Nur Amalina)

  • Gelar RUPSLB, BRI Perkuat Tata Kelola dan Akselerasi Kinerja Tahun 2026

    Gelar RUPSLB, BRI Perkuat Tata Kelola dan Akselerasi Kinerja Tahun 2026

    Jakarta

    PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). RUPSLB kali ini diselenggarakan di Kantor Pusat BRI Jakarta dan dihadiri oleh jajaran Dewan Komisaris dan Direksi BRI.

    Direktur Utama BRI Hery Gunardi menyampaikan kinerja Perseroan menunjukkan tren yang konsisten menuju capaian akhir tahun yang solid. Pertumbuhan kredit dan pembiayaan diupayakan dapat berada di kisaran guidance tahun 2025 Perusahaan, dengan tetap mempertimbangkan kondisi makroekonomi global dan domestik. Sementara kualitas aset diperkirakan tetap berada pada level yang terkendali.

    Adapun, BRI mencatatkan kinerja keuangan yang terjaga hingga Triwulan III Tahun 2025, ditopang oleh pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan serta pengelolaan risiko yang pruden. Secara konsolidasian, total aset Perseroan meningkat menjadi Rp2.123 triliun, didorong oleh pertumbuhan kredit dan pembiayaan sebesar 6,26% secara tahunan (year on year/yoy).

    Dari sisi pendanaan, Perseroan mencatat Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp1.475 triliun, tumbuh 8,25% yoy yang sebagian besar terbentuk dari dana murah (giro dan tabungan) dengan komposisi 67,7%, sehingga mendukung efisiensi biaya dana Perseroan. Kualitas aset Perseroan tetap terjaga, tercermin dari rasio Non-Performing Loan (NPL) yang berada pada level 3,1%, dengan NPL Coverage mencapai 183,1%. Hal ini mencerminkan kehati-hatian Perseroan dalam mengelola risiko kredit di tengah dinamika perekonomian.

    Dari sisi funding, struktur DPK diproyeksikan masih ditopang oleh dana murah dengan rasio Current Account & Saving Account (CASA) yang mendukung efisiensi biaya dana secara berkelanjutan. Adapun profitabilitas diperkirakan tetap terjaga sejalan dengan kinerja asset.

    “Dari sisi profitabilitas, laba bersih konsolidasian Perseroan tercatat sebesar Rp 41,23 triliun, didukung oleh capaian Return on Asset (ROA) sebesar 2,7% dan Return on Equity (ROE) sebesar 17,0%. Sementara itu, tingkat permodalan Perseroan tetap kuat dengan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) konsolidasi dan bank only masing-masing sebesar 25,4% dan 23,0%, yang memberikan ruang memadai untuk mendukung pertumbuhan bisnis jangka panjang,” ungkapHery, dalam keterangan tertulis, Rabu (17/12/2025).

    Adapun RUPSLB menyetujui tiga mata acara rapat, yakni Perubahan Anggaran Dasar Perseroan, Pendelegasian Kewenangan Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Tahun 2026, serta Perubahan Susunan Pengurus Perseroan.

    Dalam agenda pertama, RUPSLB menyetujui perubahan Anggaran Dasar Perseroan dalam rangka penyesuaian dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang berlaku. Perubahan tersebut antara lain mencakup penyesuaian terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2025, termasuk pengaturan mengenai hak-hak istimewa atas Saham Seri A Dwiwarna milik Negara Republik Indonesia.

    Selain itu, perubahan Anggaran Dasar juga dilakukan untuk menyesuaikan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 30 Tahun 2024 tentang Konglomerasi Keuangan dan Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan.

    Agenda kedua RUPSLB menyetujui pendelegasian kewenangan kepada Dewan Komisaris, dengan terlebih dahulu memperoleh persetujuan tertulis dari Pemegang Saham Seri B Terbanyak, untuk menyetujui Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Perseroan Tahun 2026, termasuk perubahannya.

    Pada agenda ketiga, RUPSLB menyetujui perubahan susunan Pengurus Perseroan sebagaimana telah ditetapkan, sehingga susunan Direksi dan Komisaris perseroan menjadi sebagai berikut:

    Dewan Komisaris

    Komisaris Utama

    Kartika WirjoatmodjoWakil Komisaris Utama / Komisaris IndependenParman NataatmadjaKomisarisHelvi Yuni MorazaKomisarisAwan Nurmawan NuhKomisaris IndependenLukmanul KhakimKomisaris IndependenEdi Susianto

    *Anggota Dewan Komisaris yang diangkat tersebut baru dapat melaksanakan tugas dan fungsi dalam jabatannya apabila telah mendapat persetujuan dari OJK dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Direksi

    Direktur Utama Hery GunardiWakil Direktur UtamaViviana Dyah Ayu Retno Kumalasari*Direktur MicroAkhmad PurwakajayaDirektur Commercial Banking Alexander Dippo Paris Y.SDirektur Treasury and International BankingFarida ThamrinDirektur Corporate BankingRiko TasmayaDirektur Network and Retail Funding Aquarius RudiantoDirektur Information Technology Saladin Dharma Nugraha EffendiDirektur Operations Hakim PutratamaDirektur Legal and ComplianceMahdi Yusuf*Direktur Manajemen RisikoEty Yuniarti*Direktur Finance and StrategyAchmad Royadi*Direktur Consumer Banking Aris Hartanto*

    *Anggota Direksi yang diangkat tersebut baru dapat melaksanakan tugas dan fungsi dalam jabatannya apabila telah mendapat persetujuan dari OJK dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    (akn/ega)

  • Pelaku Usaha Wait and See

    Pelaku Usaha Wait and See

    Jakarta

    Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan permintaan kredit perbankan sampai saat ini belum kuat alias masih melemah. Hal itu tercermin dari pertumbuhan kredit perbankan pada November 2025 yang tercatat 7,74% (yoy), hanya meningkat sedikit dari bulan sebelumnya 7,36% (yoy).

    Perry mengatakan perilaku pelaku usaha cenderung wait and see hingga membuat permintaan kredit belum kuat. Selain itu, penurunan suku bunga kredit yang masih lambat juga memicu permintaan kredit masih lemah.

    “Permintaan kredit terindikasi belum kuat dipengaruhi oleh perilaku wait and see dari pelaku usaha, optimalisasi pembiayaan internal oleh korporasi, serta penurunan suku bunga kredit yang masih lambat,” kata Perry dalam konferensi pers virtual, Rabu (17/12/2025).

    Sebagai informasi, penurunan suku bunga kredit perbankan cenderung lebih lambat yaitu 24 bps dari 9,20% pada awal 2025 menjadi 8,96% pada November 2025. Perry memandang penurunan ini perlu terus didorong.

    “BI memandang efektivitas transmisi pelonggaran kebijakan moneter terhadap penurunan suku bunga perbankan perlu terus didorong. Pelonggaran kebijakan moneter yang telah ditempuh BI dan penempatan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) pemerintah di perbankan perlu diikuti dengan penurunan suku bunga perbankan lebih cepat,” imbuhnya.

    Perry menyebut fasilitas pinjaman yang belum dicairkan (undisbursed loan) pada November 2025 masih besar yaitu mencapai Rp 2.509,4 triliun atau 23,18% dari plafon kredit yang tersedia. Sementara dari sisi penawaran, kapasitas pembiayaan bank tetap memadai ditopang oleh rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang meningkat menjadi 29,67% dan DPK yang tumbuh 12,03% (yoy).

    “Perkembangan ini turut didorong oleh ekspansi likuiditas moneter dan pelonggaran KLM BI, serta ekspansi keuangan pemerintah termasuk penempatan dana pemerintah pada beberapa bank besar,” jelas Perry.

    Minat penyaluran kredit perbankan diklaim masih baik tecermin pada persyaratan pemberian kredit (lending requirement) yang semakin longgar, kecuali pada segmen kredit konsumsi dan UMKM akibat peningkatan risiko kredit pada kedua segmen tersebut. Kondisi ini memengaruhi pertumbuhan kredit UMKM yang terkontraksi sebesar 0,64% (yoy) pada November 2025.

    “BI memperkirakan pertumbuhan kredit 2025 berada pada batas bawah kisaran 8-11% (yoy) dan akan meningkat pada 2026. Ke depan, BI akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan KSSK untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan serta memperbaiki struktur suku bunga,” pungkasnya.

    Tonton juga video “Ara Setuju soal Usulan Hapus SLIK OJK: Menghambat Program Prabowo”

    (aid/fdl)

  • BRI Bagi-bagi Dividen Interim Rp 137 per Saham, Catat Tanggalnya

    BRI Bagi-bagi Dividen Interim Rp 137 per Saham, Catat Tanggalnya

    Jakarta

    PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) mengumumkan rencana pembagian dividen interim untuk Tahun Buku 2025. Pembagian dividen interim sebagai upaya BRI dalam memberikan nilai tambah kepada negara dan pemegang saham. Informasi ini disampaikan melalui keterbukaan informasi kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hari ini.

    Corporate Secretary BRI Dhanny mengungkapkan dividen interim Tahun Buku 2025 akan dibagikan berdasarkan laporan keuangan Perseroan yang berakhir pada tanggal 30 September 2025, dimana hingga akhir September 2025, BRI mencatatkan kinerja keuangan yang solid dengan laba bersih secara konsolidasi sebesar Rp 41,2 triliun, ditopang oleh pertumbuhan pembiayaan UMKM serta pengelolaan risiko yang terjaga.

    “Adapun dividen interim yang akan dibagikan sebesar Rp 137 per saham dan akan dibayarkan kepada pemegang saham yang tercatat dalam Daftar Pemegang Saham (DPS) pada tanggal pencatatan (recording date) yang telah ditetapkan,” kata Dhanny dalam keterangan tertulis, Rabu (17/12/2025).

    Dia mengatakan pembagian dividen interim ini telah memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk Undang-Undang Perseroan Terbatas, Peraturan OJK terkait keterbukaan informasi, serta Anggaran Dasar Perseroan yang telah memperoleh persetujuan dari Kementerian Hukum Republik Indonesia.

    “Melalui pembagian dividen interim ini, BRI menegaskan kinerja keuangan yang solid serta fundamental bisnis yang kuat, sejalan dengan strategi pertumbuhan berkelanjutan Perseroan dalam mendukung perekonomian nasional, khususnya melalui penguatan pembiayaan UMKM dan transformasi berkelanjutan BRI ke depan. Selain itu sebagai bank milik negara, pembagian dividen interim ini juga menjadi wujud kontribusi nyata BRI dalam mendukung penerimaan negara dan pembangunan nasional”, tutup Dhanny.

    Berikut adalah jadwal pembagian dividen interim.

    1. Pengumuman jadwal dan tata cara pembagian dividen interim: 17 Desember 2025

    2. Akhir periode perdagangan saham dengan hak dividen interim (cum dividen):

    Pasar Reguler dan Negosiasi: 29 Desember 2025Pasar Tunai: 2 Januari 2026

    3. Awal periode perdagangan saham tanpa hak dividen interim (ex dividen):

    Pasar Reguler dan Negosiasi: 30 Desember 2025Pasar Tunai: 5 Januari 2026

    4. Daftar pemegang saham yang berhak dividen interim: 2 Januari 2026

    5. Pembayaran dividen interim: 15 Januari 2026

    (akd/ega)

  • Menko Yusril Serahkan 33 Rekomendasi Kebijakan Strategis ke-14 Kementerian/Lembaga

    Menko Yusril Serahkan 33 Rekomendasi Kebijakan Strategis ke-14 Kementerian/Lembaga

    Menko Yusril Serahkan 33 Rekomendasi Kebijakan Strategis ke-14 Kementerian/Lembaga
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyerahkan 33 rekomendasi kebijakan kepada 14 Kementerian dan Lembaga (K/L).
    Yusril mengatakan, 33 rekomendasi disusun melalui proses sinkronisasi dan koordinasi sektoral terkait isu-isu strategis.
    Tujuannya adalah untuk menjamin keselarasan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 dan visi Astacita Presiden.

    Rekomendasi kebijakan
    ini bertujuan untuk menghindari tumpang tindih kebijakan, memastikan efektivitas program, serta menyelesaikan isu-isu yang tidak dapat ditangani oleh satu kementerian secara mandiri,” kata Yusril, dalam konferensi pers di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (17/12/2025).
    Yusril mengatakan, dari 33 rekomendasi tersebut,
    Kementerian Hukum
    mendapatkan porsi terbesar, yaitu 13 rekomendasi.
    Poin-poin penting yang dilampirkan di antaranya adalah beneficial
    ownership
    , interoperabilitas data kekayaan intelektual, keadilan restoratif (
    restorative justice
    ), hingga pembaruan KUHP.
    Sementara itu, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan mendapatkan 6 rekomendasi yang menyoroti penanganan warga keturunan Filipina (Filipino Descent), penanganan tahanan
    overstay
    , serta penguatan Balai Pemasyarakatan (BAPAS).
    Kemudian, terdapat rekomendasi untuk Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), salah satunya berisi pembentukan lembaga regulasi nasional atau badan legislasi nasional.
    “Pembentukan lembaga regulasi nasional atau istilah lain dalam badan legislasi nasional ini adalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perubahan undang-undang 2012 dan 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan,” ujar dia.
    Selain itu, Yusril juga menyerahkan rekomendasi untuk Kementerian HAM, Komnas HAM, dan LPSK.
    Kementerian/Lembaga di sektor HAM ini diminta melakukan sinkronisasi satu data korban dan pemulihan korban pelanggaran HAM berat.
    Yusril mengatakan, kementeriannya terus memantau pelaksanaan rekomendasi ini secara ketat.
    Dia memastikan, Kemenko Kumham Imigrasi akan melakukan evaluasi pada tahun 2026.
    “Kami akan melakukan pemantauan dan evaluasi atas tindak lanjut rekomendasi ini pada tahun 2026 mendatang untuk memastikan implementasi berjalan sesuai rencana aksi dan memberikan manfaat nyata bagi
    pembangunan nasional
    ,” ucap dia.
    Berikut ini rincian rekomendasi yang diserahkan Kemenko Kumham Imipas kepada 14 Kementerian/Lembaga:
    1. Kementerian Hukum (13 Rekomendasi): Fokus pada beneficial ownership, interoperabilitas data kekayaan intelektual, royalti musik, keadilan restoratif, pembaruan KUHP, arbitrase, partisipasi publik (meaningful participation), akses keadilan, dan reformasi regulasi.
    2. Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (6 Rekomendasi): Termasuk interoperabilitas data, penanganan Filipino Descent (Sumatera Utara), tahanan overstay, implementasi KUHP, dan penguatan layanan BAPAS.
    3. Kementerian Dalam Negeri (6 Rekomendasi): Meliputi data Pos Lintas Batas Negara (PLBN), status warga keturunan Filipina di Sulawesi Utara, perlindungan pekerja migran, dan diklat HAM terpadu.
    4. PPATK (3 Rekomendasi): Fokus pada transparansi korporasi dan kepatuhan Financial Action Task Force (FATF).
    5. OJK (3 Rekomendasi): Penguatan tata kelola
    beneficial ownership
    dan verifikasi multipihak.
    6. BNPP (1 Rekomendasi): Optimalisasi tata kelola Pos Lintas Batas Negara.
    7. Kementerian HAM (1 Rekomendasi): Sinkronisasi satu data korban pelanggaran HAM berat.
    8. BKN (1 Rekomendasi): Percepatan diklat HAM terpadu bagi ASN dan guru.
    9. Komnas HAM (1 Rekomendasi): Sinkronisasi pemulihan korban pelanggaran HAM berat.
    10. LPSK (1 Rekomendasi): Penguatan satu data pemulihan korban pelanggaran HAM berat.
    11. KemenPPPA (1 Rekomendasi): Akselerasi revisi UU Perlindungan Anak.
    12. BP2MI (1 Rekomendasi): Pembentukan Perda perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
    13. Baleg DPR (1 Rekomendasi): Percepatan pembahasan revisi UU Perlindungan Anak.
    14. KemenPAN-RB (1 Rekomendasi): Pembentukan lembaga regulasi nasional (Badan Legislasi Nasional).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.