Kementrian Lembaga: OJK

  • Kasus CSR BI: KPK Kembali Periksa Anggota DPR Fraksi Nasdem Satori

    Kasus CSR BI: KPK Kembali Periksa Anggota DPR Fraksi Nasdem Satori

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa anggota DPR Fraksi Partai Nasdem, Satori dalam kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI).

    Satori kembali diperiksa hari ini di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (21/4/2025). Sebelumnya, politisi itu sudah beberapa kali diperiksa KPK dalam kasus CSR BI dalam kapasitasnya sebagai saksi. 

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama S, Anggota DPR RI,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Senin (21/4/2025). 

    Satori diketahui merupakan anggota DPR yang sebelumnya menjabat di Komisi XI atau Komisi Keuangan DPR. Komisi tersebut di antaranya bermitra dengan BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Kementerian Keuangan (Kemenkeu). 

    KPK tengah mendalami peran Satori serta rekannya, anggota DPR Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan, terkait dengan peran mereka sebagai mantan anggota Komisi XI atau Komisi Keuangan DPR pada periode 2019-2024. Seperti halnya Satori, Heri juga sudah pernah diperiksa KPK. 

    Rumah kedua politisi tersebut juga sudah pernah digeledah oleh penyidik beberapa waktu lalu. Beberapa lokasi lain yang pernah digeledah yakni kantor Gubernur BI Perry Warjiyo, kantor OJK dan lain-lain. 

    Adapun, KPK menduga bahwa dana CSR yang disalurkan bank sentral itu diterima oleh penyelenggara negara melalui yayasan.

    KPK menduga terjadi penyimpangan, di mana CSR diberikan ke penyelenggara negara melalui yayasan yang direkomendasikan namun tak sesuai peruntukannya.

    Uang dana CSR, atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) itu pun diduga sempat berpindah-pindah rekening sebelum terkumpul lagi ke satu rekening yang diduga merupakan representasi penyelenggara negara. Bahkan, dana itu sudah ada yang berubah bentuk ke aset seperti bangunan hingga kendaraan.

    Sebagaimana dana CSR, bantuan sosial itu harusnya disalurkan ke dalam bentuk seperti perbaikan rumah tidak layak huni hingga beasiswa.

    “Ada yang dalam bentuk bangunan, ada yang dalam bentuk kendaraan dan lain-lain. Jadi di situ penyimpangannya tidak sesuai peruntukkannya. Harusnya, dana CSR yang diberikan kepada mereka, dititipkan lah karena mereka merekomendasikan yayasan. Harusnya disalurkan,” terang Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu beberapa waktu lalu.

  • OJK Sebut Perempuan Sering Jadi Korban Scam Keuangan

    OJK Sebut Perempuan Sering Jadi Korban Scam Keuangan

    Jakarta

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap, perempuan mendominasi jumlah korban penipuan keuangan. Berdasarkan data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK 2023, sebanyak 66,75% tingkat literasi keuangan perempuan. Sementara tingkat inklusi sebesar 76,08%.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengungkap, ada beberapa modus penipuan yang kerap menyasar perempuan. Pertama, melalui pesan singkat di sosial media.

    Biasanya, para pelaku menggunakan bahasa yang tidak biasa digunakan. Perempuan yang akrab disapa Kiki ini mengatakan, pelaku penipuan menggunakan AI untuk mengirim pesan kebanyakan korbannya.

    “Satu, itu benar-benar yang online. Saya saja yang punya Instagram, ada yang DM (direct message), ‘kamu cantik sekali, boleh berkenalan?’ udah pasti itu scam. Bahasanya itu bahasa bukan orang Indonesia. ‘Anda ini ada di mana? Saya tertarik, ingin tahu’. Kalau orang Indonesia ngomongnya kayak gitu kan. Itu bisa AI dari luar,” kata Kiki kepada wartawan di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (21/4/2025).

    Modus kedua, Kiki menyebut para penipu biasanya berdalih relationship atau hubungan pacaran. Ia menyebut, banyak perempuan yang diajak bertemu kemudian diminta untuk melakukan transfer sejumlah uang.

    “Tapi yang level ketemu langsung juga banyak. Jadi kayak dikira punya relationship, tapi ternyata zonk,” ungkapnya.

    Berdasarkan survei sebelumnya, Kiki menyebut banyak perempuan yang terjebak dalam putaran pinjaman online (pinjol) ilegal. Ia menyebut, mudahnya perempuan menjadi korban lantaran digunakan untuk kebutuhan konsumtif.

    Nqmun begitu, Kiki menegaskan, OJK sendiri memiliki fokus yang besar terhadap perlindungan konsumen perempuan. Untuk keuangan syariah OJK menghadirkan Sahabat Ibu Cakap Keuangan Syariah (SICANTIK) dan Ibu Anak Cakap Keuangan (BUNDAKU).

    “Sebetulnya kalau OJK ini kita fokus kepada perempuan itu nggak kurang-kurang, luar biasa. Bahkan kita tuh fokus banget untuk perempuan dan komunitas-komunitas perempuan,” tutupnya.

    (kil/kil)

  • Kenapa AS Kritik Pembayaran QRIS di Indonesia dan Apa Dampaknya?

    Kenapa AS Kritik Pembayaran QRIS di Indonesia dan Apa Dampaknya?

    PIKIRAN RAKYAT – Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyampaikan kritik terhadap sejumlah kebijakan sistem keuangan dan pembayaran digital di Indonesia, terutama yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    Kritik ini tertuang dalam laporan tahunan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers (NTE) yang dirilis akhir Maret 2025 oleh Kantor Perwakilan Dagang AS (United States Trade Representative/USTR).

    Apa Alasan QRIS Dikritik AS?

    Salah satu sorotan utama dari AS adalah implementasi Quick Response Indonesian Standard (QRIS).

    Menurut USTR, banyak perusahaan AS di sektor pembayaran dan perbankan merasa tidak dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan tersebut.

    Mereka khawatir karena tidak diberi ruang untuk menyampaikan pandangan, terutama terkait integrasi QRIS dengan sistem pembayaran internasional yang sudah mereka gunakan.

    Dengan kata lain, AS tidak mempermasalahkan konsep QRIS itu sendiri, melainkan mekanisme penyusunannya yang dianggap tertutup dan berpotensi menutup akses pasar bagi pelaku asing.

    Aturan Kepemilikan Asing Dinilai Menghambat

    AS juga mengkritik berbagai pembatasan kepemilikan asing di sektor sistem pembayaran dan keuangan. Contohnya:

    Peraturan BI No. 22/23/PBI/2020: membatasi kepemilikan asing di perusahaan layanan pembayaran (front-end) maksimal 85 persen, tetapi hak suara hanya 49 persen. Untuk penyedia infrastruktur (back-end), kepemilikan asing dibatasi hanya 20 persen.

    Kebijakan ini dinilai kurang transparan karena disusun tanpa konsultasi dengan pihak internasional.

    GPN: Syarat yang Ketat

    Aturan soal Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) juga menjadi sorotan. GPN mewajibkan semua transaksi kartu debit dan kredit ritel diproses oleh lembaga switching lokal berizin BI. Perusahaan asing yang ingin masuk harus memenuhi beberapa ketentuan:

    Kepemilikan saham dibatasi hanya 20 persen. Wajib bermitra dengan perusahaan lokal berizin GPN. Harus mendukung transfer teknologi dan pengembangan industri dalam negeri.

    Kebijakan ini dianggap bisa meminggirkan perusahaan asing, apalagi sejak Mei 2023 seluruh transaksi kartu kredit pemerintah diwajibkan diproses lewat GPN.

    Kebijakan OJK Soal Kepemilikan Saham Bank

    Selain BI, OJK juga dikritik karena menerapkan batas kepemilikan saham bank oleh satu pihak maksimal 40 persen, baik investor lokal maupun asing.

    Meskipun masih ada ruang untuk pengecualian, kebijakan ini tetap dipandang sebagai hambatan bagi investor internasional.

    Ada juga aturan lain seperti:

    Surat Edaran BI No. 15/49/DPKL: kepemilikan asing di perusahaan pelaporan kredit swasta dibatasi hingga 49 persen. 

    Peraturan BI No. 18/40/PBI/2016: batas kepemilikan asing 20 persen di perusahaan pemrosesan transaksi pembayaran, kecuali untuk investasi lama yang sudah melebihi batas tersebut.

    AS Ingin Kebijakan Lebih Inklusif

    Secara keseluruhan, AS menilai berbagai kebijakan BI dan OJK dapat menyulitkan perusahaan asing, khususnya di sektor keuangan dan sistem pembayaran digital.

    Yang dipermasalahkan bukanlah kebijakan seperti QRIS atau GPN itu sendiri, tapi bagaimana aturan tersebut diterapkan tanpa pelibatan pelaku usaha internasional dan dengan pembatasan kepemilikan yang ketat.

    Pemerintah AS berharap agar Indonesia membuka ruang dialog dan mempertimbangkan masukan dari perusahaan asing, demi menciptakan iklim perdagangan dan investasi yang lebih inklusif dan adil. *** 

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • OJK Prihatin Keuangan Pekerja Migran Memburuk setelah Pulang Indonesia – Page 3

    OJK Prihatin Keuangan Pekerja Migran Memburuk setelah Pulang Indonesia – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku prihatin dengan kenyataan menyedihkan yang dihadapi oleh banyak pekerja migran Indonesia (PMI) saat kembali ke tanah air.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengatakan kondisi keuangan PMI banyak yang memburuk setelah mereka pulang, dan salah satu penyebab utamanya adalah tidak adanya tabungan yang mereka simpan selama bekerja di luar negeri.

    “Misalnya ya, cerita klasik pekerja migran Indonesia berangkat, kemudian gajinya semua sudah dikirim ke Indonesia ya, pulang-pulang, kemudian mulai dari nol lagi karena enggak punya tabungan,” ujar Friderica atau yang akrab disapa Kiki, dalam acara Edukasi Keuangan PMI dalam rangka Hari Kartini di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (21/4/2025).

    Perempuan yang akrab disapa Kiki ini, menceritakan bahwa banyak PMI yang mengirimkan hampir seluruh gaji mereka ke keluarga di Indonesia, sehingga ketika mereka pulang, mereka harus mulai dari nol karena tidak memiliki tabungan untuk kembali membangun kehidupan mereka.

    Selain masalah keuangan, Kiki juga mencatat banyak PMI yang menjadi korban kejahatan selama bekerja di luar negeri. Tidak sedikit yang terjebak dalam situasi yang merugikan, seperti penipuan atau bahkan terjerat kasus hukum di negara tempat mereka bekerja.

    Beberapa PMI pun menghadapi skema penipuan ketika mereka kembali ke Indonesia, seperti dijadikan jaminan pinjaman oleh pihak yang tidak dikenal atau menjadi korban penipuan berkedok asmara.

    “Karena banyak juga kita dengar, baca di berita. (Para PMI) bukan ketipu di sana tapi ketika balik ke Indonesia di bandara ketemu orang dan lain-lain uangnya hilang dan sebagainya. Ditawar investasi ilegal, investasi bonong dan lain-lain,” ujarnya.

     

  • Ketiga Kalinya, Kader Nasdem Satori Diperiksa KPK

    Ketiga Kalinya, Kader Nasdem Satori Diperiksa KPK

    GELORA.CO – Anggota DPR Fraksi Partai Nasdem, Satori untuk ketiga kalinya diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi dana sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI).

    Pantauan RMOL, Satori didampingi beberapa orang tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Senin 21 April 2025 sekitar pukul 08.50 WIB, 

    Selanjutnya pada pukul 09.21 WIB, Satori menuju ruang pemeriksaan di lantai 2 Gedung Merah Putih KPK.

    Dalam perkara ini, tim penyidik telah menggeledah rumah anggota DPR Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan di Jalan Pelikan 1 Blok U7 Nomor 9 RT04 RW07, Kelurahan Rengas, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan pada Rabu malam, 5 Februari 2025 hingga Kamis dini hari, 6 Februari 2025.

    Dari sana, tim penyidik mengamankan bukti barang bukti elektronik berupa handphone, dokumen, surat, dan catatan-catatan.

    Sebelumnya pada Jumat, 27 Desember 2024, tim penyidik juga telah memeriksa Heri Gunawan sebagai saksi. Selain itu di hari yang sama, tim penyidik juga memeriksa anggota DPR Fraksi Partai Nasdem, Satori. Satori juga telah diperiksa KPK pada Selasa 18 Februari 2025.

    Pada Senin 16 Desember 2024, tim penyidik telah melakukan penggeledahan di kantor BI, salah satunya ruang kerja Gubernur BI, Perry Warjiyo. Selanjutnya pada Kamis, 19 Desember 2024, tim penyidik melanjutkan upaya paksa penggeledahan di salah satu ruangan di direktorat OJK.

    Dari kedua tempat itu, tim penyidik mengamankan dan menyita barang bukti elektronik (BBE) dan beberapa dokumen yang diduga berkaitan dengan perkara.

  • Hati-hati Modus Penipuan Keuangan Love Scam Intai Pekerja Migran Indonesia – Page 3

    Hati-hati Modus Penipuan Keuangan Love Scam Intai Pekerja Migran Indonesia – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Frederica Widyasari Dewi, mengingatkan seluruh Pekerja Migran Indonesia (PMI) untuk lebih waspada terhadap berbagai bentuk penipuan, khususnya skema penipuan berbasis hubungan asmara atau love scam, serta penipuan keuangan lainnya yang marak terjadi, baik di luar negeri maupun saat kembali ke tanah air.

    “Banyak love scam juga nanti rasanya dari P2M juga sudah membekali ya. Hati-hati banyak sekali skema-skema penipuan-penipuan yang harus diwaspadai supaya Bapak-ibu ini, mas-mbak ini bekerja dengan penuh keringat ya, dengan penuh air mata meninggalkan keluarga di rumah,” kata Friderica dalam Edukasi Keuangan PMI dalam rangka perayaan hari Kartini, di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (21/4/2025).

    Perempuan yang akrab disapa Kiki ini mengungkapkan keprihatinannya terhadap masih banyaknya PMI yang menjadi korban dari berbagai bentuk penipuan, terutama yang melibatkan manipulasi emosi, identitas pribadi, hingga jebakan investasi bodong.

    Oleh karena itu, ia mengajak para pekerja migran untuk terus meningkatkan kewaspadaan serta memahami bahwa tidak semua orang yang ditemui di luar negeri memiliki niat baik.

    Ia juga mengingatkan bahwa sifat masyarakat Indonesia yang ramah dan suka membantu seringkali menjadi celah yang dimanfaatkan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab.

    Menurutnya, ada banyak kasus di mana PMI diminta meminjamkan nama untuk pengajuan pinjaman, dijanjikan akan dibayar kembali, namun akhirnya justru meninggalkan masalah hukum dan utang yang menumpuk.

    “Mas dan Mbak hati-hati dengan scam keuangan yang banyak sekali. Bapak-ibu ini kan kita dari Indonesia biasa orangnya baik-baik, ramah-ramah ya. Dimintai tolong apa, selalu kita membantu betul ya. Nanti kalau ada di sana bilang boleh tak pinjem namamu untuk ngajuin pinjaman, nanti saya sumpah deh saya yakin nanti saya bayar kamu dan lain-lain. Itu hati-hati,” jelasnya.

     

  • OJK Ingatkan PMI Waspada Penipuan dan Bijak Kelola Uang – Page 3

    OJK Ingatkan PMI Waspada Penipuan dan Bijak Kelola Uang – Page 3

    Kiki juga mengingatkan para calon PMI untuk berhati-hati terhadap berbagai bentuk penipuan, terutama yang menyangkut keuangan. Mulai dari penggunaan identitas untuk pinjaman ilegal, love scam, hingga bujuk rayu investasi bodong yang sering menargetkan PMI karena dianggap memiliki dana segar.

    “Hati-hati banyak sekali skema-skema penipuan-penipuan yang harus diwaspadai supaya Bapak-ibu ini, mas-mbak ini bekerja dengan penuh keringat ya, dengan penuh air mata meninggalkan keluarga di rumah. Jangan sampai nanti pulang-pulang zonk ya,” tegasnya.

    Tak hanya itu, ia juga mengingatkan banyak PMI yang justru menjadi korban saat sudah kembali ke Indonesia.

    “Karena banyak juga kita dengar, baca di berita bukan ketipu di sana tapi ketika balik ke Indonesia di bandara ketemu orang dan lain-lain uangnya hilang dan sebagainya. Ditawar investasi ilegal, investasi bonong dan lain-lain,” ujar Kiki.

    Pentingnya Menyiapkan Masa Depan

    Menurut Kiki, menjadi PMI bukanlah profesi yang ingin dijalani seumur hidup. Sebagian besar dari mereka berangkat dengan tujuan utama untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga, memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anak, atau membangun usaha setelah masa kerja di luar negeri selesai.

    Untuk itu, perencanaan keuangan menjadi aspek yang tidak boleh diabaikan. Dalam acara ini, para calon PMI dibekali informasi mengenai pentingnya menabung, merencanakan keuangan, menghindari konsumsi berlebihan, serta potensi untuk memulai usaha kecil menengah (UMKM) sebagai bentuk keberlanjutan ekonomi setelah mereka kembali ke Indonesia.

    “Ini salah satu bentuk komitmen OJK untuk berkontribusi ya, untuk memberikan pembekalan kepada mas-mbak para calon PMI. Karena mas-mbak ini dibilang sebagai pahlawan negara, pahlawan bangsa yang banyak memberikan devisa dan lain-lain. Tetapi bagaimana nasib mas-mbak ke depan juga harus tentu kita perjuangkan dan kita fikirkan,” katanya.

     

  • Himperra Ungkap SLIK Masih Jadi Hambatan MBR Beli Rumah

    Himperra Ungkap SLIK Masih Jadi Hambatan MBR Beli Rumah

    Bisnis.com, JAKARTA — Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) mengungkapkan aturan kredit bagi calon konsumen yang memiliki kredit non lancar pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) masih menjadi hambatan dalam kepemilikan rumah. 

    Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Himperra Ari Tri Priyono mengapresiasi upaya yang tengah diperjuangkan oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) untuk meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperjelas aturan kredit bagi calon konsumen yang memiliki kredit non lancar pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Pasalnya, selama ini SLIK masih menjadi salah satu hambatan terbesar masyarakat MBR untuk mendapatkan akses pembiayaan perumahan lewat perbankan. 

    “Kenyataan di lapangan, teman-teman pengembang mendapatkan beberapa hambatan karena bank sulit menyetujui calon pembeli yang berstatus rendah di SLIK. Padahal dalam aturan OJK, tidak ada ketentuan yang melarang pemberian kredit/pembiayaan untuk debitur yang memiliki kredit dengan kualitas non-lancar. Kami ingin ada solusi dari masalah itu,” ujarnya dilansir Antara, Minggu (20/4/2025).

    Dia menyambut baik rencana kebijakan Kementerian PKP untuk memperluas kebijakan maksimal penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sebesar Rp12 juta untuk lajang dan Rp14 juta untuk yang sudah menikah.

    “Artinya kebijakan itu makin memperluas peluang MBR bisa mendapatkan rumah, mulai dari rentang pendapatan Rp3 juta – Rp14 juta. Kebijakan ini sangat baik. Jangan dibalik, hanya masyarakat yang bergaji Rp14 jt saja yang dapat beli rumah subsidi seperti di TikTok,” katanya. 

    Ari mengusulkan ada skema baru untuk kelompok sasaran berpenghasilan di atas Rp8 juta hingga Rp14 juta agar bisa membeli rumah. Hal ini agar masyarakat yang selama ini ingin membeli rumah di atas Rp185 jt sampai dengan Rp400 jutaan bisa menikmati insentif bunga murah.

    “Suku bunga KPR-nya bisa 2% hingga 3% di atas suku bunga KPR subsidi yang berlaku saat ini. Kami yakin banyak yang tertarik,” ucapnya. 

    Dia meyakini konsumen milenial akan sangat tertarik selain angsuran terjangkau, cicilan flat, dan dapat rumah komersial yang secara lokasi, desain, dan kualitas lingkungan jauh lebih baik dari rumah subsidi. 

    Ari mendukung himbauan pemerintah akan pembangunan perumahan subsidi yang berkualitas. Hal ini diwujudkan dengan membentuk sekolah Himperra dalam membina dan mendidik anggota untuk meningkatkan skil sehingga memiliki kualitas dan kapasitas dalam membangun rumah MBR. 

    “Himperra juga secara khusus menunjuk bidang khusus yang menangani penjaminan mutu dan kualitas pembangunan rumah DPP Himperra. Ini semua dilakukan DPP untuk mendukung penuh program  pembangunan rumah berkualitas dari program 3 juta rumah program Presiden Prabowo,” tutur Ari.

    Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho menuturkan selain memperluas kelompok penerima subsidi sampai dengan yang berpenghasilan Rp14 juta, pemerintah juga akan meningkatkan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sampai dengan dua kali lipat yaitu sebanyak 440.000 unit rumah sepanjang 2025. Di samping penyediaan pendanaan rumah komersil (harga rumah Rp400 juta) dengan kuota hingga 100.000 unit melalui mekanisme pasar.

    “Untuk mendukung pembiayaan program 3 juta rumah, pemerintah dan BI menyiapkan dukungan likuiditasnya lewat peningkatan kuota FLPP hingga 440 ribu unit (bunga KPR 5% dan harga rumah Rp175 juta). Dengan proyeksi kebutuhan pendanaan sebesar Rp 56,6 triliun. Terdiri atas SBUM Rp1,8 triliun, FLPP Rp47 trilun dan SMF Rp7,9 triliun,” ujarnya. 

    Direktur Consumer BTN Hirwandi Gafar berpendapat adanya penambahan kuota FLPP menjadi dua kali lipat tahun ini merupakan kesempatan yang baik bagi masyarakat pengembangan dan perbankan.

    “Kami sambut baik kenaikan kuota tetapi teman teman pengembang juga harus terus meningkatkan kualitas pengembangannya, baik fisik bangunan maupun kenyamanan lingkungan. Jangan sampai peningkatan kuantitas tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas,” katanya. 

  • BTPN Syariah Bagikan Dividen Rp 34,5 Per Saham, Setara Rp 265 Miliar

    BTPN Syariah Bagikan Dividen Rp 34,5 Per Saham, Setara Rp 265 Miliar

    Jakarta, Beritasatu.com – PT Bank BTPN Syariah Tbk menetapkan pembagian dividen tunai sebesar Rp 34,5 per saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2025. Jumlah tersebut mencerminkan total distribusi dividen sekitar Rp 265,78 miliar atau 25% dari laba bersih sepanjang tahun buku 2024.

    Direktur Kepatuhan sekaligus Corporate Secretary BTPN Syariah Arief Ismail menyampaikan, keputusan ini merupakan bentuk apresiasi terhadap dukungan para pemangku kepentingan, khususnya para investor.

    “Dividen ini menjadi bukti komitmen kami dalam memberikan nilai tambah kepada pihak-pihak yang telah memercayakan misinya untuk melayani masyarakat inklusi,” ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu (20/4/2025).

    Selama 2024, BTPN Syariah mencatatkan laba bersih sebesar Rp 1,06 triliun. Selain itu, bank menyalurkan pembiayaan senilai Rp 10,2 triliun kepada segmen masyarakat inklusi.

    Dari sisi kesehatan keuangan, bank menunjukkan performa yang solid. Return on Asset (RoA) tercatat sebesar 6,3%, sedangkan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) mencapai 53,2$. RUPST juga menyetujui penempatan laba ditahan sebesar Rp 775,49 miliar sebagai modal untuk mendukung pertumbuhan usaha ke depan.

    Sepanjang tahun lalu, BTPN Syariah terus mendorong perilaku unggul di kalangan nasabah inklusi melalui prinsip BDKS, Berani Berusaha, Disiplin, Kerja Keras, dan Saling Bantu. Pendampingan berkelanjutan, insentif, serta penghargaan diberikan kepada nasabah yang konsisten dalam menerapkan prinsip tersebut.

    Sejalan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 2 Tahun 2024 mengenai Tata Kelola Syariah untuk bank umum syariah dan unit usaha syariah, BTPN Syariah juga memperbarui komposisi Dewan Pengawas Syariah (DPS). RUPST yang berlangsung pada Kamis (17/4/2025) menetapkan penambahan anggota DPS menjadi tiga orang.

    H Cecep Maskanul Hakim resmi diangkat sebagai anggota DPS yang baru. Ia sebelumnya menjabat sebagai Ketua DPS di anak perusahaan bank, PT BTPN Syariah Ventura. Dengan demikian, susunan terbaru DPS adalah H Ikhwan Abidin sebagai ketua, serta H Muhamad Faiz dan H Cecep Maskanul Hakim sebagai anggota.

  • AS Kritik Kebijakan QRIS di Indonesia, Pembayaran Digital Bakal Dilarang?

    AS Kritik Kebijakan QRIS di Indonesia, Pembayaran Digital Bakal Dilarang?

    PIKIRAN RAKYAT – Pemerintah Amerika Serikat (AS) menilai beberapa aturan yang diterapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) bisa menghambat aktivitas perdagangan, khususnya bagi perusahaan asal Negeri Paman Sam. Salah satunya kebijakan Quick Response Indonesian Standard (QRIS).

    Penilaian ini disampaikan dalam laporan tahunan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers (NTE) yang dirilis akhir Maret 2025 oleh Kantor Perwakilan Dagang AS atau United States Trade Representative (USTR).

    Laporan membahas hambatan perdagangan di 59 negara mitra dagang, termasuk Indonesia. Salah satu perhatian utama AS adalah soal sistem pembayaran di Indonesia, seperti penerapan QRIS.

    USTR menyebut perusahaan-perusahaan AS, termasuk penyedia layanan pembayaran dan bank, khawatir karena mereka merasa tidak dilibatkan dalam proses penyusunan kebijakan QRIS.

    Mereka merasa tidak diberi kesempatan menyampaikan pendapat, terutama terkait bagaimana QRIS bisa terintegrasi dengan sistem pembayaran internasional yang sudah ada.

    Pembayaran QRIS Bakal Dilarang?

    AS, lewat laporan USTR, menyampaikan dua hal Utama soal kritik terhadap QRIS di Indonesia:

    Kurangnya keterlibatan perusahaan asing (termasuk dari AS) dalam proses pembuatan kebijakan QRIS oleh Bank Indonesia: Mereka merasa tidak diajak berdiskusi atau memberikan masukan, padahal kebijakan ini bisa berdampak besar pada bisnis mereka.

    Risiko keterbatasan akses untuk bersaing di pasar Indonesia: Misalnya, karena QRIS dan GPN mewajibkan semua transaksi domestik diproses oleh lembaga lokal, perusahaan pembayaran asing jadi kesulitan ikut serta atau harus tunduk pada syarat kepemilikan saham yang ketat.

    Dengan begitu, yang dipermasalahkan bukan QRIS-nya secara konsep, melainkan mekanisme penerapannya dan aturan pembatasan asing yang menyertainya. Mereka ingin kebijakan ini lebih inklusif dan tetap membuka peluang bagi perusahaan internasional.

    Pembatasan Kepemilikan Asing dan Aturan GPN di Sektor Keuangan

    USTR juga menyoroti aturan pembatasan kepemilikan asing dalam industri sistem pembayaran di Indonesia. Misalnya:

    Peraturan BI No. 22/23/PBI/2020 yang isinya membatasi kepemilikan asing di sektor pembayaran: maksimal 85 persen untuk perusahaan layanan (front-end), tapi hanya 49 persen yang bisa punya hak suara, dan 20 persen untuk infrastruktur pembayaran (back-end).

    Kebijakan ini dinilai kurang transparan karena minim konsultasi dengan pihak internasional.

    Kemudian AS mengkritisi aturan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang mewajibkan seluruh transaksi kartu debit dan kredit ritel di Indonesia diproses oleh lembaga lokal berizin BI. Kepemilikan asing dibatasi hanya 20%, dan perusahaan asing harus bermitra dengan penyedia lokal serta mendukung industri dalam negeri.

    AS juga menyoroti aturan OJK yang membatasi kepemilikan saham bank maksimal 40 persen, serta pembatasan kepemilikan asing di perusahaan pelaporan kredit (maksimal 49 persen) dan perusahaan pemrosesan pembayaran (maksimal 20%).

    Menurut AS, berbagai pembatasan ini dianggap menghambat masuknya perusahaan asing di sektor keuangan dan sistem pembayaran digital Indonesia. Mereka berharap kebijakan lebih terbuka dan melibatkan pelaku usaha internasional.

    Dibahas Saat Negosiasi Tarif

    Isu sistem pembayaran seperti QRIS dan GPN turut dibahas dalam negosiasi tarif resiprokal antara Indonesia dan AS. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut pemerintah sudah berkoordinasi dengan BI dan OJK menanggapi masukan dari AS.

    “Juga termasuk di dalamnya sektor keuangan. Kami sudah berkoordinasi dengan OJK dan Bank Indonesia, terutama terkait dengan payment yang diminta oleh pihak Amerika,” ujar Airlangga, dalam konferensi, dikutip dari YouTube Perekonomian RI, Minggu, 20 April 2025.

    Airlangga belum merinci langkah pemerintah bersama BI dan OJK terkait tarif Trump. Selain sistem pembayaran, isu lain yang disorot AS mencakup perizinan impor lewat OSS, insentif pajak dan bea cukai, serta kuota impor.

    “Pembahasan ini guna mendiskusikan opsi-opsi yang ada terkait kerja sama bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat yang kita berharap bahwa situasi daripada perdagangan yang kita kembangkan bersifat adil dan berimbang,” ujarnya. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News