Kementrian Lembaga: NASA

  • NASA Tunda Peluncuran Roket Artemis 1 Akibat Masalah Pendinginan Mesin

    NASA Tunda Peluncuran Roket Artemis 1 Akibat Masalah Pendinginan Mesin

    Jakarta, CNN Indonesia

    Masalah pendinginan mesin pada roket raksasa Artemis 1 memaksa badan penerbangan dan antariksa AS (NASA) membatalkan peluncurannya yang dijadwalkan hari ini, Senin pagi waktu setempat atau malam WIB.

    Sebelumnya, NASA telah mengisi bahan bakar megaroket Space Launch System (SLS) pertamanya itu untuk meluncurkan misi bulan Artemis 1 yang dijadwalkan pada 08:33 EDT (19.33 WIB).

    Namun, pengontrol peluncuran tidak dapat mendinginkan salah satu dari empat mesin utama ke suhu yang dibutuhkan untuk menangani propelan atau peluncur super dinginnya.

    Dikutip dari Space, masalah ini menghentikan rencana peluncuran roket SLS dan pesawat ruang angkasa Orion yang tidak berawak untuk uji terbang 42 hari di sekitar bulan.

    Pejabat NASA menyebut pendinginan mesin roket SLS sebelum mengalirkan hidrogen cair kriogenik dan oksigen cair adalah langkah yang dibutuhkan sebelum roket dapat diluncurkan. Menurutnya, tiga mesin lulus proses itu. Namun, mesin No. 3 gagal.

    “Pengontrol peluncuran mengkondisikan mesin dengan meningkatkan tekanan pada tangki tahap inti untuk mengalirkan beberapa propelan kriogenik ke mesin agar mencapai kisaran suhu yang tepat untuk memulainya,” kata pejabat NASA dalam sebuah pernyataan.

    “Mesin 3 tidak dikondisikan dengan benar melalui proses pembuangan, dan para insinyur sedang memecahkan masalah,” lanjut dia.

    Keempat mesin ini terbang pada program pesawat ulang-alik NASA dari kendaraan yang dapat digunakan kembali.

    Menurut juru bicara NASA Derrol Nail, pengkondisian mesin bukanlah sesuatu yang dapat diverifikasi tim selama proses “latihan pakaian basah” (wet dress) yang berakhir pada bulan Juni.

    “Ini adalah hal yang ingin mereka uji selama Wet Dress 4 tetapi tidak bisa,” kata Nail.

    “Jadi ini adalah kesempatan pertama bagi tim untuk melihatnya secara langsung. Masalahnya sangat rumit bahkan untuk mendapatkan suhu yang ditentukan, menurut para insinyur,” urainya.

    Masalah pengkondisian Mesin No. 3 ini muncul saat NASA bekerja melalui serangkaian gangguan selama hitungan mundur, termasuk kebocoran hidrogen cair di awal proses pengisian bahan bakar dan kemungkinan retakan di bagian penguat inti yang dikenal sebagai flensa antartank.

    Bagian irtu menghubungkan tangki hidrogen cair dan oksigen cair raksasa SLS. Tangki tersebut dapat menampung 730.000 galon (3,3 juta liter) propelan gabungan.

    “Flensa adalah sambungan sambungan yang berfungsi seperti jahitan pada kemeja, ditempelkan di bagian atas dan bawah intertank sehingga kedua tangki dapat dilampirkan,” kata NASA dalam pembaruan.

    Insinyur NASA menemukan bahwa retakan itu sebenarnya pada busa isolasi pada flensa, bukan pada struktur logam roket.

    “Es yang terbentuk pada dasarnya adalah udara yang didinginkan oleh tangki yang terperangkap di dalam celah busa tetapi bukan tangki sebenarnya,” kata Nail.

    Personel NASA, katany, telah melihat retakan serupa pada busa ketika digunakan pada pesawat ulang-alik sebelum pensiun pada 2011.

    Masalah Mesin No. 3 dan keretakan itu sejalan kekhawatiran tentang kebocoran hidrogen cair roket. Kebocoran selama proses pengisian bahan bakar tampak mirip dengan yang terjadi selama tes pengisian bahan bakar SLS awal tahun ini, kata Nail.

    “Meskipun masalah serupa diidentifikasi dalam latihan wet dress sebelumnya, itu mungkin tidak selalu menjadi penyebab yang sama,” tulis pejabat NASA.

    NASA menghentikan dan memulai kembali aliran hidrogen cair ke dalam tangki dalam upaya untuk memverifikasi kebocoran dan bahkan melanjutkan dengan mengisi bahan bakar tahap atas roket setinggi 322 kaki (98 meter) sementara para insinyur mengerjakan masalah tersebut.

    Badai

    Sebelum masalah pendinginan, NASA menghadapi tantangan selama hitungan mundur peluncuran. Badai lepas pantai dan kilat menunda pengisian bahan bakar roket SLS hampir satu jam, memaksa pengontrol peluncuran bekerja ngebut.

    Dengan pembatalan peluncuran hari ini, NASA bisa mencoba setidaknya dua hari berikutnya untuk menerbangkan Artemis 1 ke bulan.

    Jika masalah Mesin No. 3 terpecahkan, lembaga ini dapat mencoba meluncurkan lagi Jumat (2/9) atau Senin (5/9), jika cuaca memungkinkan.

    Jika NASA tidak dapat meluncurkan pada 5 September, percobaan peluncuran berikutnya kemungkinan akan dilakukan pada Oktober, kata manajer misi. Peluang peluncuran terutama dibatasi oleh fase Bulan dan kondisi pencahayaan saat proses masuk kembali.

    “Kesempatan paling awal, tergantung pada apa yang terjadi dengan mesin ini, akan terjadi pada 2 September,” kata Nail. “Namun, kami akan menunggu penentuan seperti apa rencananya ke depan.”

    (tim/arh)

    [Gambas:Video CNN]

  • Sempat Disambar Petir, Roket Terbesar NASA Meluncur 30 Menit Lagi

    Jakarta, CNN Indonesia

    Roket terbesar milik Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) SLS-Orion diperkirakan akan tetap diluncurkan hari ini, 29 Agustus pukul 08.33 EDT atau 19.33 WIB, meski sempat disambar petir beberapa hari lalu.

    Persiapan roket terbesar NASA dalam misi Artemis I sempat mengalami kendala akibat sambaran petir pada Minggu (28/8). Terhitung ada tiga sambaran petir ke menara sistem proteksi petir di Launch Pad 39B, yakni sambaran ke Menara 1, dan dua sambaran ke Menara 2, seperti dikutip situs NASA.

    Kendati demikian, ahli meteorologi bersama U.S. Space Force Space Launch Delta 45 memperkirakan kondisi cuaca akan membaik baik saat peluncuran misi Artemis I. Roket Space Launch System (SLS) NASA itu akan lepas landas dari Pad 39B di Kennedy Space Center untuk misi Artemis I.

    Artemis I merupakan sebuah misi yang akan mengirim pesawat ruang angkasa Orion dalam perjalanan enam minggu tanpa awak ke orbit Bulan dan lalu kembali ke Bumi.

    NASA berencana untuk menggunakan misi Artemis untuk membangun kehidupan manusia permanen di Bulan serta mempelajari cara membawa manusia ke Mars.

    Artemis I akan menjadi peluncuran pertama SLS dan yang kedua untuk kapsul Orion NASA.

    Dilansir dari Space, Senin (29/8), misi ini merupakan batu loncatan untuk misi Artemis 2 dan Artemis 3, yang masing-masing akan membawa manusia ke orbit Bulan dan permukaan Bulan.

    Bagaimana cara menonton siaran langsungnya?

    Misi ini merupakan penerbangan roket NASA ke Bulan pertama setelah misi Apollo yang sangat terkenal. Nantinya kapsul akan memuat serangkaian eksperimen yang dirancang untuk membantu menjaga astronaut tetap aman di penerbangan Artemis di masa depan.

    Salah satu fokus utama dalam misi ini adalah mengamati paparan radiasi luar angkasa.

    Sebanyak 10 cubesat akan dibawa di atas Artemis I, dan tiga di antaranya fokus pada radiasi.

    Selain itu, cubesat akan fokus ke “stasiun cuaca luar angkasa” untuk mengukur partikel dan medan magnet, perangkat pencitraan yang akan digunakan di Lagrange Point 2 Bumi-bulan untuk mengukur radiasi di plasmasfer Bumi, serta studi ragi bersel tunggal untuk mengamati efek radiasi ruang pada organisme hidup.

    Cubesat lain juga akan melakukan studi permukaan Bulan menggunakan kamera inframerah untuk mencari air serta hidrogen dekat permukaan di daerah yang dibayangi secara permanen di sekitar kutub selatan Bulan.

    Sementera itu, satu cubesat yang diberi nama NEA Scout akan ditempatkan di orbit cislunar dan menghabiskan dua tahun menggunakan teknologi layar surya untuk mencegat dan menangkap gambar 2020 GE, sebuah asteroid dengan lebar kurang dari 18 meter. NEA sendiri adalah singkatan dari asteroid dekat Bumi.

    Live streaming proses peluncuran SLS-Orion dalam misi Artemis I dapat disaksikan di kanal YouTube NASA pada link berikut.

    (lom/mik)

    [Gambas:Video CNN]

  • Objek Diameter 5 Km Kelilingi Jupiter, Bulan Terkecil atau Asteroid?

    Objek Diameter 5 Km Kelilingi Jupiter, Bulan Terkecil atau Asteroid?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Peneliti menemukan sebuah objek langit yang diduga bulan mini, yang terkecil yang pernah terpantau, yang berada di dekat planet terbesar di tata surya, Jupiter.

    Jika satelit berbatu yang hanya berukuran sebesar Manhattan adalah sebuah bulan, maka ini akan menjadi salah satu bulan terkecil yang pernah ada.

    Lembaga Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menyebut “bulan” sebagai representasi benda padat yang terbentuk secara alami yang mengorbit sebuah planet, planet kerdil, atau asteroid.

    Lebih dari 200 bulan telah diidentifikasi di Tata Surya, tetapi jumlah sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi, seperti dikutip Science Alert.

    Bulan yang baru ditemukan ini memiliki diameter sekitar 5 kilometer dan berjarak sekitar 201 kilometer dari satelit Jupiter, Polymele yang memiliki lebar 27 kilometer. Peneliti menyebut Polymele berada sekitar 772 juta kilometer dari Bumi pada saat pengamatan.

    “Jarak itu kira-kira setara dengan menemukan koin 25 sen di trotoar di Los Angeles ketika mencoba melihatnya dari gedung pencakar langit di Manhattan,” tulis NASA dalam sebuah pernyataan.

    Satelit kecil itu ditemukan oleh para ilmuwan yang bekerja pada misi Lucy NASA. Misi ini mengirimkan wahana antariksa untuk mempelajari beberapa asteroid Trojan, atau kelompok besar batuan ruang angkasa yang terletak di setiap sisi Jupiter pada orbitnya mengelilingi Matahari.

    Misi Lucy diluncurkan pada 16 Oktober 2021, dan akan tiba di asteroid Trojan pada akhir 2027, setelah berhenti sebentar di sabuk asteroid antara Mars dan Jupiter.

    Sampai saat itu, para ilmuwan misi Lucy mencoba mempelajari lebih lanjut tentang beberapa batuan misterius ini untuk membantu mengidentifikasi di mana lokasi penelitian yang paling berguna.

    Pada 27 Maret, target Trojan Lucy terkecil, yang dikenal sebagai Polymele, melintas di depan bintang yang jaraknya jauh, memungkinkan para ilmuwan misi untuk secara akurat mengukur ukuran batu ruang angkasa dengan mengamati seberapa banyak cahaya bintang yang terhalang asteroid saat melesat melewatinya.

    Namun, tim juga mengamati kedipan berikutnya yang lebih kecil dan tak terduga saat asteroid kedua mengikuti di belakang Polymele.

    Pemimpin peneliti Marc Buie yang juga seorang astronom di Southwest Research Institute di Boulder, Colorado menyebut setelah timnya melakukan peninjauan data, mereka menyimpulkan kedipan kedua tersebut “bisa jadi adalah satelit.”

    Dikutip dari NASA, Jupiter memiliki 79 satelit alami alias bulan. Sebanyak 53 di antaranya sudah memiliki nama. Sisanya masih proses registrasi. Yang paling mencuri perhatian para peneliti adalah empat bulan pertama yang ditemukan para astronom yang disebut satelit-satelit Galilea.

    (lom/arh)

    [Gambas:Video CNN]