Kementrian Lembaga: NASA

  • Tanda Kiamat Sudah Dekat Makin Nyata, Terlihat Jelas Dari Daun

    Tanda Kiamat Sudah Dekat Makin Nyata, Terlihat Jelas Dari Daun

    Jakarta, CNBC Indonesia – Tanda-tanda akhir dari dunia semakin mudah terlihat. Bahkan, salah satu tanda ‘kiamat’ berasal dari daun.

    Kiamat akibat pemanasan global sekarang muncul di hutan, bahkan bisa membuat manusia sesak. Padahal, hutan menjadi paru-paru Bumi, karena pohon yang menjalankan fotosintesis menyerap karbon dioksida dan melepas oksigen ke atmosfer.

    Pohon di hutan biasa terpapar sinar matahari dan menyerap air dengan akarnya. Namun, karena matahari terlalu terik membuat temperatur terlampau panas, sehingga bisa membuat proses fotosintesis berhenti.

    Penelitian oleh Gregory Goldsmith dari Chapman University in California beserta tim, menemukan beberapa bagian hutan tropis yang mendekati batas temperatur sehingga mengganggu proses fotosintesis.

    “Studi menunjukkan bahwa dedaunan di hutan tropis di tempat dan waktu tertentu telah menembus batas temperatur kritis,” kata Goldsmith.

    Pohon di hutan tropis, bisa menjalankan proses fotosintesis di suhu hingga 46,7 derajat Celcius. Tapi peneliti itu menjelaskan bahwa kemampuan spesies berbeda bergantung kepada populasi hutan, jumlah daun di pohon, dan kanopi.

    Oleh karena itu, tim dari Northern Arizona University menggunakan data dari sensor ECOSTRESS NASA untuk mengukur temperatur permukaan Bumi, untuk mencari tahu dedaunan di hutan tropis yang “kepanasan” hingga tidak bisa berfotosintesis.

    Dari data yang dikumpulkan dari pantauan satelit pada periode 2018-2020 tersebut kemudian divalidasi dengan sensor di permukaan yang ditempatkan di pucuk pohon lima hutan di Brasil, Puerto Rico, Panama, dan Australia.

    Analisis menemukan bahwa temperatur di kanopi hutan memuncak di suhu 34 derajat Celcius pada musim kering, meskipun sebagian daun mencapai suhu 40 derajat Celcius. Sebagian kecil daun, yaitu 0,01 persen dari sampel melampaui temperatur krisis (46,7 derajat Celcius) paling tidak sekali sepanjang musim kering.

    “Meskipun masih jarang, temperatur ekstrem bisa berdampak bencana kepada fisiologi daun. Bisa digolongkan sebagai peristiwa berdampak luar biasa dengan probabilitas rendah,” tulis laporan penelitian.

    Menurut laporan ScienceAlert, pohon menutup pori-pori di daunnya yang dinamakan stomata, untuk menghemat air setiap suhu terlalu panas.

    Penutupan stomata ini membuat daun berpotensi rusak karena tidak bisa “mendinginkan diri” lewat proses transpirasi. Pada periode kering, saat tanah mengeras, dampak suku panas bisa makin parah.

    “Percaya atau tidak, kita tidak tahu banyak soal alasan pohon mati,” kata Goldsmith. Pemahaman sains soal efek panas dan kekeringan, air dan temperatur, terhadap tanaman, masih sangat sedikit.

    Kemudian, tim peneliti menggunakan data yang mereka punya untuk menjalankan simulasi untuk memahami respons hutan tropis terhadap kenaikan temperatur dan kekeringan yang makin sering terjadi.

    Simulasi menunjukkan bahwa 1,4 persen dari pucuk kanopi hutan bisa berhenti berfotosintesis dalam beberapa waktu ke depan sebagai dampak dari pemanasan global.

    Jika pemanasan global melewati 3,9 derajat Celcius, seluruh hutan bisa tidak tahan. Daun bakal kering dan pohon di seluruh hutan mati satu demi satu.

    Namun, peneliti menekankan bahwa perhitungan ini hanya probabilitas. Bisa saja, dampak parah terjadi pada temperatur yang berbeda. Oleh karena itu, sangat penting untuk menekan emisi dan mencegah deforestasi untuk melindungi hutan tropis.

    (fsd/fsd)

  • NASA Tunda Pendaratan di Bulan Hingga 2027

    NASA Tunda Pendaratan di Bulan Hingga 2027

    Jakarta, CNN Indonesia

    Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menunda misi pendaratan ke Bulan yang semula dijadwalkan pada 2026 hingga pertengahan 2027.

    Pengumuman tersebut dikeluarkan NASA terkait transisi menuju pemerintahan Presiden Terpilih Donald Trump yang berpotensi mengubah arah badan antariksa tersebut.

    Misi Artemis, yang dinamai sesuai dengan nama saudara kembar Apollo dalam mitologi Yunani, diluncurkan pada 2017 sebagai program ambisius NASA untuk membangun kehadiran jangka panjang di Bulan dan menerapkan pengetahuan yang didapatnya untuk misi ke Mars kelak.

    Misi pertamanya, Artemis 1, adalah penerbangan uji coba tanpa awak ke Bulan dan kembali pada 2022 setelah beberapa kali penundaan.

    Dalam misi tersebut, tim yang mengkaji data menemukan bahwa perisai panas Orion terkikis dengan cara yang tidak terduga, dan ada juga masalah dengan sistem kelistrikan dan sistem pendukung kehidupannya.

    “Kami dapat mensimulasikan kembali masalah tersebut di Bumi, dan sekarang kami tahu akar penyebabnya, dan ini memungkinkan kami untuk merancang jalan ke depan,” kata Administrator NASA Bill Nelson, dikutip dari AFP.

    Masalah-masalah tersebut telah memundurkan seluruh jadwal Artemis.

    Artemis 2 yang merupakan misi terbang lintas bulan berawak telah ditunda dari September 2025 menjadi April 2026. Kemudian Artemis 3, yang ditujukan untuk melihat perempuan pertama dan orang kulit berwarna pertama menginjakkan kaki di kutub selatan Bulan yang kaya akan es, sekarang dijadwalkan untuk “pertengahan 2027.”

    “Itu akan jauh lebih cepat dari rencana pemerintah China yang telah mereka nyatakan secara terbuka yakni tahun 2030,” kata Nelson.

    “Keselamatan astronaut kami selalu menjadi yang pertama dalam keputusan kami. Ini adalah Bintang Utara kami. Kami tidak akan terbang sampai kami siap,” tambahnya.

    Wakil Administrator NASA Pam Melroy menguraikan masalah perisai panas dan menjelaskan bahwa selama masuk kembali ke atmosfer, gas-gas terbentuk di dalam perisai, menciptakan tekanan internal yang menyebabkan keretakan dan potongan-potongan yang terlepas.

    Selain masalah Orion, NASA juga sedang menunggu versi modifikasi dari roket Starship milik SpaceX untuk digunakan sebagai pendarat di Bulan.

    Meskipun SpaceX membuat kemajuan pesat melalui tes penerbangan, SpaceX masih menghadapi rintangan yang signifikan, termasuk membuktikan bahwa roket ini dapat melakukan pengisian bahan bakar yang kompleks di orbit.

    Pakaian antariksa untuk Artemis yang dikembangkan oleh Axiom juga masih dalam tahap pengembangan.

    Trump pada hari Rabu mencalonkan Jared Isaacman untuk memimpin NASA, yang menandakan kemungkinan pergeseran ke arah kolaborasi yang lebih besar dengan sektor ruang angkasa komersial.

    Para pengamat mengantisipasi perubahan besar, mulai dari kemungkinan membatalkan roket Space Launch System (SLS) yang mahal yang digunakan untuk Artemis hingga membatalkan misi ke Bulan dan lebih memilih misi ke Mars.

    Namun, Nelson lebih memilih Bulan dengan mengutip pentingnya mencari endapan es air di kutub selatan yang dapat menopang pangkalan manusia dan menyediakan bahan bakar roket untuk misi yang lebih jauh ke luar angkasa.

    “Sangat penting, di area yang menurut kami menjanjikan… bahwa kita harus membangun kehadiran kita di sana, sehingga China tidak akan berada di sana dan mengatakan jangan ikut campur,” katanya.

    Lebih lanjut, pencalonan Isaacman sebagai Kepala NASA telah menimbulkan kekhawatiran tentang potensi konflik kepentingan, mengingat hubungan keuangannya yang dekat dengan kepala SpaceX Elon Musk, yang merupakan penasihat utama Trump dan akan menjadi ketua komisi efisiensi pemerintah.

    (lom/mik)

    [Gambas:Video CNN]

  • Trump Tunjuk Bos NASA Baru Orang Dekat Elon Musk, Ini Sosoknya

    Trump Tunjuk Bos NASA Baru Orang Dekat Elon Musk, Ini Sosoknya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih menunjuk Jared Isaacman untuk memimpin Lembaga Luar Angkasa AS (NASA) pada pekan ini.

    Isaacman merupakan miliarder sekaligus astronaut privat yang baru-baru ini mencuri perhatian publik karena merekam momen berjalan di luar angkasa (spacewalk) untuk pertama kalinya.

    Misi yang dijalani Isaacman bernama Polaris Dawn yang ia biayai sendiri secara pribadi dan dimungkinkan oleh SpaceX, perusahaan milik Elon Musk.

    Kedekatan Isaacman dan Musk dikaitkan dengan penunjukannya oleh Trump sebagai Kepala NASA yang baru. Sebab, NASA merupakan lembaga yang banyak berhubungan dengan bisnis satelit dan roket luar angkasa Musk.

    Isaacman sendiri merupakan CEO Shift4 Payments yang merupakan perusahaan pemrossan pembayaran. Ia menghabiskan ratusan miliar dolar untuk menjadi konsumen SpaceX dalam melakukan perjalanan luar angkasa privat beberapa bulan lalu.

    Jika penunjukan Isaacman yang tak memiliki pengalaman pemerintahan atau politik disetujui Senat, ia akan mengelola NASA dengan anggaran sekitar US$25 miliar.

    “Jared akan mendorong misi NASA untuk melakukan eksplorasi, membuka jalan baru untuk pencapaian sains di sekotr antariksa, teknologi, dan eksplorasi,” kata Trump lewat media sosial Truth Social miliknya, dikutip dari Reuters, Jumat (6/12/2024).

    Sebagai informasi, Musk yang merupakan salah satu pendonor besar dan pendukung militan dalam kampanye Trump sudah mendiskusikan misi ke Mars dan eksplorasi luar angkasa lainnya untuk menggenjot bisnis SpaceX.

    Bahkan, Trump menghadiri langsung uji coba peluncuran Starship ke-6 milik SpaceX di Texas pada bulan lalu.

    “Luar angkasa memegang potensi penting untuk manufaktur, bioteknologi, pertambangan, dan mungkin jalan baru untuk menemukan sumber energi,” kata Isaacman dalam pernyataannya.

    “Saya bersemangat agat AS dapat memimpin petualangan luar biasa dalam sejarah peradaban manusia,” ia menuturkan.

    Sebelumnya, dua Kepala NASA yang ditunjuk merupakan mantan politikus. Kepala NASA pertama yang ditunjuk Trump adalah Jim Bridenstine yang merupakan mantan anggota Kongres asal Oklahoma. Lalu, Biden menunjuk mantan Senator AS Bill Nelson dari Florida sebagai Kepala NASA di masa pemerintahannya.

    (fab/fab)

  • Sebuah Asteroid Tabrak Bumi, Langit Siberia Rusia Terang Benderang

    Sebuah Asteroid Tabrak Bumi, Langit Siberia Rusia Terang Benderang

    Bisnis.com, JAKARTA – Sebuah asteroid kecil terdeteksi menabrak bumi setelah masuk jalur orbit Bumi, dimana kejadian terlihat di Siberia kemarin 3 Desember waktu setempat atau 4 Desember WIB.

    Batu angkasa itu memasuki atmosfer Bumi pada pukul 11:15 ET di atas Yakutia di Siberia timur laut, menciptakan bola api besar yang disaksikan oleh orang-orang di wilayah tersebut.

    Video yang diunggah ke media sosial menunjukkan bola api yang terang dan bergerak cepat melesat di langit sebelum menghilang.

    Saat ini belum diketahui apakah ada puing-puing asteroid yang mendarat di Bumi.

    Asteroid tersebut berukuran sekitar 27 inci (70 sentimeter) dan terdeteksi oleh para astronom di Observatorium Nasional Kitt Peak di dekat Tucson, Arizona, sebuah fasilitas NOIRLab.

    Asteroid itu sama sekali tidak berbahaya dan diperkirakan akan menghasilkan “bola api yang indah di langit di atas Siberia utara,” tulis Badan Antariksa Eropa di X.

    Asteroid tersebut, memiliki sebutan  C0WEPC5. Asteroid itu menjadi “asteroid penabrak bumk” ke-4 yang ditemukan pada tahun 2024.

    Gisikawan Richard Moissl mengatakan asteroid yang menabrak bumi sebelumnya adalah asteroid 2024 UQ, ditemukan pada 22 Oktober oleh survei Asteroid Terrestrial-impact Last Alert System (ATLAS) di Hawaii. Asteroid itu ditemukan hanya dua jam sebelum terbakar di atas Samudra Pasifik di Hawaii.

    Selain itu ada juga 2024 BX1, asteroid selebar 3,3 kaki (1 meter) yang terbakar tanpa bahaya di atas Berlin pada bulan Januari. Terakhir, asteroid 2024 RW1, meledak di atas Filipina pada 4 September.

    Badan Antariksa Eropa dan badan antariksa lainnya mengoperasikan banyak jaringan sensor di sekitar Bumi untuk mengawasi objek yang datang seperti C0WEPC5.

    Badan antariksa di seluruh dunia tengah meningkatkan upaya untuk mengawasi dan membuat katalog berbagai asteroid dan objek lain yang mengorbit atau melintas dekat Bumi melalui program-program seperti survei ATLAS, Catalina Sky Survey, NEOCC milik ESA, dan banyak lagi.

    NASA juga tengah mengerjakan teleskop inframerah baru yang dikenal sebagai NEO Surveyor yang akan memburu objek-objek dekat Bumi yang berpotensi mengancam.

    Asteroid yang melintas sangat umum, dan kemampuan para astronom untuk mendeteksinya telah meningkat pesat dengan kemajuan teknologi. Menurut NASA, 132 asteroid yang diketahui telah melintas lebih dekat ke Bumi daripada bulan sejak Oktober 2023.

    Secara keseluruhan, telah terjadi lebih dari 36.000 asteroid yang melintas bumi.

  • Awas! Asteroid Seukuran Lapangan Sepak Bola Dekati Bumi Malam Ini, Berpotensi Berbahaya

    Awas! Asteroid Seukuran Lapangan Sepak Bola Dekati Bumi Malam Ini, Berpotensi Berbahaya

    Bisnis.com, JAKARTA – Asteroid yang “berpotensi berbahaya” seukuran stadion sepak bola akan melintasi planet kita dini hari besok pagi 4 Desember atau 5 Desember waktu Indonesia Barat.

    Batuan luar angkasa raksasa tersebut, yang bergerak dengan kecepatan sekitar 27.500 mil per jam (44.300 kilometer per jam), akan mencapai jarak minimum 1,37 juta mil (2,2 juta kilometer) dari Bumi pada pukul 0:27 ET, yang merupakan jarak terdekatnya dengan planet kita pada rekor, menurut Jet Propulsion Laboratory (JPL) NASA.

    Dilansir dari Livescience, lintasan bersejarah ini dapat disaksikan melalui streaming langsung gratis dari Virtual Telescope Project (VTP) yang dimulai pukul 13:30 ET hari ini (3 Desember). XR 2020 juga akan terlihat melalui teleskop 8 inci (20 sentimeter), menurut pernyataan Badan Antariksa Eropa (ESA).

    Asteroid 2020 XR diklasifikasikan oleh NASA sebagai objek dekat Bumi, atau NEO, yang berarti orbitnya terkadang menempatkannya dalam jarak 1,3 unit astronomi (AU) dari matahari — setara dengan 1,3 kali jarak rata-rata antara matahari dan Bumi.

    NEO apa pun yang mendekat dalam jarak 4.650.000 mil (7.500.000 km) dari Bumi dan diameternya lebih besar dari 500 kaki (150 meter) dianggap “berpotensi berbahaya”. Namun, terbang lintas pada tanggal 4 Desember tidak menimbulkan ancaman apa pun bagi planet kita.

    “Ketika para astronom pertama kali menemukan 2020 XR, mereka mengira kemungkinannya kecil untuk berdampak pada Bumi pada tahun 2028,” kata Juan Luis Cano, koordinator Pusat Koordinasi Objek Dekat Bumi ESA, dalam pernyataannya. “Tetapi dengan kembali ke masa lalu dan menemukan asteroid tersebut dalam data lama, mereka mampu menyempurnakan lintasannya dan mengesampingkan bahaya apa pun.”

    Asteroid tersebut berukuran diameter sekitar 1.200 kaki (366 m), sehingga cukup besar untuk melenyapkan sebuah kota kecil.

    Batuan luar angkasa terakhir kali mendekati Bumi pada bulan Desember 1977 – sebelum ditemukan. Namun, pada saat itu, jarak minimumnya kira-kira 10 juta mil (16 juta km) lebih jauh dari yang diperkirakan pada pertemuan malam ini, menurut perkiraan JPL.

    XR 2020 diperkirakan tidak akan mendekati jarak sedekat ini lagi setidaknya hingga tahun 2196. Diperkirakan berikutnya akan terbang melewati planet kita pada bulan November 2028. Namun, jarak minimumnya akan lebih jauh lagi, diperkirakan 11,3 juta mil (18,2 juta km).

  • Rencana Elon Musk Bikin Koloni di Mars Diprediksi Berujung Kematian

    Rencana Elon Musk Bikin Koloni di Mars Diprediksi Berujung Kematian

    Jakarta

    Elon Musk sudah lama berkoar-koar soal rencananya membangun koloni permanen di Planet Mars. Namun rencana ini diprediksi akan berakhir dengan bencana.

    CEO SpaceX itu ingin membangun pemukiman permanen di Mars yang akan dihuni satu juta orang pada tahun 2050 untuk melanjutkan peradaban manusia jika kondisi di Bumi semakin memburuk. Saat ini SpaceX terus menguji coba roket Starship yang nantinya akan membawa manusia ke Planet Merah.

    Menurut Kelly dan Zach Weinersmith, penulis buku ‘A City in Mars: Can We Settle Space, Should We Settle Space, and Have We Really Thought This Through’, Mars bukan planet yang tetap untuk dihuni manusia dalam jangka panjang.

    “Tidak mungkin kita bisa menampung hingga satu juta orang di Mars tanpa terjadi sesuatu yang sangat buruk, baik dalam hal ternyata kita tidak bisa punya bayi di sana, serta ibu dan bayi meninggal atau terkena kanker,” kata Kelly dalam wawancara dengan CNN, seperti dikutip dari Futurism, Senin (2/12/2024).

    “Jika Anda ingin melakukan ini, itu harus dalam bentuk kerja keras untuk membangun yang perlahan dari generasi ke generasi hingga ke titik di mana kita bisa mandiri di Mars,” sambungnya.

    Kelly, seorang pakar biologi dan asisten profesor di Rice University di Houston, Amerika Serikat, mengatakan reproduksi mungkin akan menjadi tantangan paling besar di Mars karena paparan radiasi yang sangat tinggi.

    Permukaan Mars juga memiliki gravitasi yang sangat rendah – hanya 38% dari gravitasi yang ada di permukaan Bumi – akan memiliki dampak signifikan terhadap kepadatan tulang manusia yang hidup lama di luar angkasa.

    “Anda bisa bayangkan betapa sulitnya, misalnya, saat persalinan dimulai dan Anda harus berharap pinggul Anda cukup kuat untuk melakukannya,” kata Kelly.

    “Kami terkejut dengan banyaknya masalah yang kami pikir dapat kami tangani. Tapi ternyata kami hanya memiliki sedikit data yang relevan tentang bagaimana orang dewasa akan menghadapinya, apalagi tentang bagaimana memiliki bayi (di luar angkasa),” sambungnya.

    Meski begitu, Kelly tetap menyambut positif upaya SpaceX dan NASA untuk mendaratkan manusia pertama di Mars. Menurutnya planet tetangga Bumi itu akan menjadi tempat yang cocok untuk melakukan banyak penelitian.

    “Mungkin di kehidupan kita, kita akan melihat orang mendarat di Mars, melakukan eksplorasi dan pulang (ke Bumi), itu bisa saja terjadi, tapi saya rasa kita tidak akan punya bayi di Mars,” pungkasnya.

    (vmp/fay)

  • Waktu di Bulan Lebih Cepat daripada di Bumi

    Waktu di Bulan Lebih Cepat daripada di Bumi

    Bisnis.com, JAKARTA – Waktu yang ditunjukkan oleh jam dapat diatur oleh pencatat waktu mana pun, tetapi fisika menentukan seberapa cepat waktu berlalu.

    Pada tahun-tahun awal abad ke-20, Albert Einstein menetapkan bahwa dua pengamat tidak akan sepakat tentang berapa lama satu jam jika mereka tidak bergerak dengan kecepatan yang sama ke arah yang sama.

    Ketidaksepakatan itu juga berlaku antara seseorang di permukaan Bumi dan orang lain di orbit atau di Bulan.

    “Jika kita berada di Bulan, jam akan berdetak secara berbeda [daripada di Bumi],” kata fisikawan teoretis Bijunath Patla dari National Institute of Standards and Technology (NIST) di Boulder, Colorado dilansir dari livescience.

    Ia mencatat bahwa gerakan Bulan relatif terhadap kita membuat jam berjalan lebih lambat dari standar Bumi, tetapi gravitasinya yang lebih rendah menyebabkan jam berjalan lebih cepat.

    “Jadi ini adalah dua efek yang saling bersaing, dan hasil akhirnya adalah pergeseran 56 mikrodetik per hari.” (Itu sama dengan 0,000056 detik.)

    Patla dan rekannya di NIST, fisikawan Neil Ashby menggunakan teori relativitas umum Einstein untuk menghitung angka ini, sebuah peningkatan dari analisis sebelumnya. Mereka menerbitkan hasil mereka di Astronomical Journal.

    Meskipun perbedaan 56 mikrodetik itu kecil menurut standar manusia, perbedaan itu signifikan dalam hal memandu beberapa misi dengan akurasi yang tepat atau berkomunikasi antara Bumi dan Bulan.

    “Hal mendasar adalah keselamatan navigasi dalam konteks ekosistem bulan saat Anda memiliki lebih banyak aktivitas di Bulan daripada yang Anda miliki saat ini,” kata Cheryl Gramling, seorang insinyur sistem di Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA.

    Dalam hal navigasi, pergeseran 56 mikrodetik selama sehari antara jam di Bulan dan [jam] di Bumi merupakan perbedaan besar, jadi Anda harus mengakomodasinya.

    Navigasi presisi modern bergantung pada sinkronisasi jam, yang melibatkan koordinasi menggunakan gelombang radio, yang bergerak dengan kecepatan cahaya.

    Gramling mencatat bahwa cahaya bergerak sejauh 30 sentimeter (11,8 inci) dalam 1 nanodetik (0,001 mikrodetik) waktu yang sangat singkat menurut standar manusia jadi jika tidak memperhitungkan perbedaan 56 mikrodetik tersebut, kemungkinan besar akan mengakibatkan kesalahan navigasi hingga 17 kilometer per hari.

    Bahkan sebagian kecil dari itu tidak dapat diterima dalam misi Artemis, yang mengharuskan mengetahui posisi setiap penjelajah, pendarat, atau astronot dalam jarak 10 meter setiap saat. Hasil utama dari teori relativitas adalah tidak ada yang namanya waktu absolut.

    Jam di permukaan Bumi akan berdetak lebih lambat daripada jam di orbit karena efek gravitasi, itulah sebabnya satelit GPS harus memperhitungkan relativitas. (Waktu universal terkoordinasi dan standar lain di Bumi juga menggunakan jaringan jam yang mengoreksi perbedaan gravitasi kecil di berbagai ketinggian.)

    Menentukan perbedaan ketepatan waktu antara Bumi dan Bulan menambah kerumitan tambahan. Bulan bergerak relatif terhadap titik mana pun di permukaan Bumi karena rotasi dan orbitnya di sekitar kita, yang berarti setiap jam bulan akan tampak berjalan lebih lambat dari sudut pandang kita. Selain itu, setiap jam di Bulan dipengaruhi oleh gravitasi Bulan dan Bumi.

    (Satelit buatan tidak cukup besar atau masif untuk memengaruhi efek gravitasinya sendiri.).

    Penanganan efek relativitas ini dengan tepat memerlukan pemilihan kerangka acuan yang tepat. Ashby dan Patla mengatasi masalah tersebut dengan mengakui bahwa sistem Bumi-Bulan mengalami jatuh bebas bergerak hanya di bawah pengaruh gravitasi Matahari dengan masing-masing mengorbit pusat massanya.

    Hal itu memungkinkan mereka untuk merumuskan kontribusi dari setiap komplikasi: rotasi setiap benda, gaya pasang surut, penyimpangan bentuk dari bola sempurna, dan sebagainya.

    Ashby dan Patla juga melakukan perhitungan untuk posisi yang stabil secara gravitasi di orbit antara Bumi dan Bulan yang dikenal sebagai titik Lagrange, yang dapat digunakan untuk satelit relai komunikasi.

  • Alien Mars Mati Terbunuh NASA, Ahli Bilang Tidak Sengaja

    Alien Mars Mati Terbunuh NASA, Ahli Bilang Tidak Sengaja

    Jakarta, CNBC Indonesia – Alien di Mars disebut terbunuh oleh pesawat NASA pada 1970-an. Menurut peneliti Jerman, saat itu NASA sedang dalam misi mengirim dua pesawat di Planet Merah.

    Peneliti itu adalah Dirk Schulze-Makuch, seorang ahli astrobiologi dari Technische Universität Berlin di Germany. Ia memiliki teori unik soal kehidupan di Mars.

    Berdasarkan laporan Space.com yang dikutip oleh Futursim, Schulze-Makuch menduga misi Viking 1 tanpa sengaja membunuh alien penghuni Mars lewat eksperimen mereka pada 1976.

    NASA saat itu menggelar eksperimen mencampur air, nutrien, dan sampel tanah di Mars. Asumsi NASA, makhluk hidup di Mars sama dengan makhluk hidup di Bumi yaitu membutuhkan air untuk hidup.

    Menurut Schulze-Makuch, makhluk hidup di Mars justru tewas akibat percobaan tersebut. Ia berpendapat kehidupan di Mars bergantung kepada garam seperti organisme di Bumi yang hidup di wilayah kering kerontang. Salah satu organisme yang hidupnya bergantung dari garam adalah mikroba di Padang Pasir Atacama di Cile.

    “Di lingkungan hyper-kering, kehidupan bisa mendapatkan ‘air’ dari garam yang menyerap kelembaban dari atmosfer. Garam ini seharusnya menajdi fokus pencarian makhluk hidup di Mars,” katanya, dikutip Selasa (26/11/2024).

    Dia menyatakan misi Viking tanpa sengaja membunuh organisme yang mereka angkut dengan mencampurkan terlalu banyak air.

    “Jika cara pandang soal cara organisme hidup di kondisi kering Mars ini benar, artinya daripada menjalankan strategi ‘mencari air’ yang selama ini digunakan NASA, lebih baik kita mengikuti garam untuk mencari mikroba,” Schulze-Makuch wrote.

    Ia mengusulkan menggunakan cairan garam yang pas sebagai habitat bakteria untuk “mengangkut” kehidupan dari Mars.

    Schulze-Makuch memberikan contoh hujan badai yang membunuh 70-80 persen bakteria di Padang Pasar Atacama karena organisme tersebut tak sanggup tersiram begitu banyak air dalam waktu singkat.

    “Hampir 50 tahun setelah eksperimen biologi Viking, saatnya untuk mencoba misi pencarian kehidupan baru, dengan pemahaman lebih baik soal ekosistem Mars,” kata Schulze-Makuch wrote in his commentary.

    (dem/dem)

  • Pesawat Antariksa Aditya Berhasil Awasi Bahaya Matahari

    Pesawat Antariksa Aditya Berhasil Awasi Bahaya Matahari

    New Delhi

    India punya program antariksa yang telah menggelar beragam misi, salah satunya Aditya-L1, pesawat yang mengamati Matahari. Para ilmuwan di India telah melaporkan hasil signifikan pertama dari Aditya-L1 yang diterbangkan pada tahun 2023 itu. Aditya pun disebut lebih unggul dari pesawat sejenis.

    Pengamatan Aditya-L1 terhadap aktivitas Matahari yang lebih presisi, dapat membantu menjaga jaringan listrik dan satelit komunikasi tidak rusak saat aktivitas Matahari mengancam infrastruktur di Bumi dan luar angkasa.

    Di 16 Juli, instrumen ilmiah terpenting Aditya-L1, yaitu Visible Emission Line Coronagraph, atau Velc, menangkap data yang membantu memperkirakan waktu yang tepat ejeksi massa koronal (CME) dimulai, pemicu Badai Matahari.

    Mempelajari CME, bola api besar yang keluar dari lapisan korona terluar Matahari, adalah tujuan penting misi surya perdana India ini. “CME bisa berbobot hingga setriliun kg dan bisa mencapai kecepatan 3.000 km per detik saat melaju. Ia dapat bergerak ke segala arah, termasuk ke Bumi,” kata Prof R Ramesh dari Institut Astrofisika India yang merancang Velc.

    “Sekarang bayangkan bola api besar ini melesat ke Bumi. Pada kecepatan tertingginya, perlu waktu sekitar 15 jam menempuh jarak Bumi-Matahari sejauh 150 juta km,” imbuhnya, dikutip detikINET dari BBC.

    Ejeksi koronal yang ditangkap Velc pada 16 Juli dimulai pada pukul 13:08 GMT. Namun dalam waktu setengah jam perjalanan, CME tersebut bergerak ke arah berbeda, menuju ke belakang Matahari. Karena terlalu jauh, CME tersebut tak mempengaruhi Bumi.

    Badai Matahari, Semburan Matahari, dan ejeksi massa koronal rutin mempengaruhi cuaca Bumi dan juga cuaca luar angkasa tempat hampir 7.800 satelit ditempatkan. Fenomena ini jarang menimbulkan ancaman langsung terhadap manusia, namun memicu kekacauan dengan mengganggu medan magnet Bumi.

    Dampak terjinak adalah aurora di tempat dekat Kutub Utara dan Selatan. Dampaknya bisa jauh lebih serius di luar angkasa, misalnya dapat membuat sistem elektronik satelit tak berfungsi. Bisa pula menumbangkan jaringan listrik dan memengaruhi satelit cuaca dan komunikasi.

    Badai Matahari terkuat dalam sejarah terjadi tahun 1859. Disebut Peristiwa Carrington, badai ini memicu pertunjukan cahaya aurora intens dan melumpuhkan saluran telegraf di seluruh dunia.

    Badan antariksa AS NASA, Badan Antariksa Eropa, Jepang, dan China telah mengamati Matahari dengan pesawat antariksa selama beberapa dekade. Kini dengan Aditya-L1, dinamai menurut dewa Matahari Hindu, badan antariksa India bergabung dengan kelompok terpilih itu.

    Dari sudut pandangnya, Aditya-L1 mampu konstan mengamati Matahari, bahkan selama gerhana. Menurut Prof Ramesh, wahananya sedikit unggul. “Alat kami berukuran sedemikian rupa sehingga dapat meniru peran Bulan, memberi Aditya-L1 pandangan korona tanpa gangguan 24 jam sehari dan 365 hari setahun,” katanya.

    Pesawat NASA-ESA lebih besar yang berarti tak dapat melihat asal mula CME jika berasal dari area tersembunyi. “Namun dengan Velc, kita dapat memperkirakan dengan tepat waktu lontaran massa koronal dimulai dan ke arah mana lontaran itu,” jelasnya.

    (fyk/fay)

  • Dulu Raja HP, Begini Cerita Nokia Masuk ke Dasar Jurang

    Dulu Raja HP, Begini Cerita Nokia Masuk ke Dasar Jurang

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Generasi milenial sempat merasakan masa kejayaan Nokia di pasar HP. Di era 90-an hingga 2.000-an awal, produk-produk Nokia dijuluki ‘HP sejuta umat’. 

    Pada puncaknya, raksasa Finlandia tersebut menguasai pangsa pasar ponsel global lebih dari 40 persen. Namun, kesohorannya tak bertahan lama. Penurunan bisnis Nokia dimulai dengan penjualan bisnis telepon selulernya ke Microsoft pada tahun 2013.

    Kehadiran pesaing seperti Apple, Samsung dan produsen lainnya bisa saja disalahkan atas kematian Nokia. Kendati demikian, keruntuhan Nokia sudah terjadi di internal, sebelum perusahaan-perusahaan lain memasuki pasar ponsel.

    Kesuksesan Dini Nokia

    Kesuksesan awal Nokia merupakan hasil dari pilihan manajemen yang visioner dan berani yang memanfaatkan teknologi inovatif perusahaan saat digitalisasi dan deregulasi jaringan telekomunikasi menyebar dengan cepat ke seluruh Eropa.

    Namun pada pertengahan 1990-an, rantai pasokan yang hampir runtuh membuat Nokia berada di landasan pacu kesuksesannya. Sebagai tanggapan, sistem dan proses yang disiplin diterapkan, yang memungkinkan Nokia menjadi sangat efisien dan meningkatkan produksi dan penjualan lebih jauh lebih cepat daripada para pesaingnya.

    Antara tahun 1996 dan 2000, jumlah pegawai di Nokia Mobile Phones (NMP) meningkat 150 persen menjadi 27.353, sedangkan pendapatan selama periode tersebut naik 503 persen.

    Mengutip laman Knowledge Insead, Kamis (9/6/2022), pertumbuhan yang cepat ini membutuhkan biaya. Biaya yang tinggi membuat para manajer di pusat pengembangan utama Nokia mendapati diri mereka berada di bawah tekanan kinerja jangka pendek yang makin meningkat dan tidak dapat mendedikasikan waktu dan sumber daya untuk inovasi.

    Pencarian “Kaki Ketiga”

    Para pemimpin Nokia menyadari pentingnya menemukan apa yang mereka sebut sebagai “kaki ketiga”, sebuah area pertumbuhan baru untuk melengkapi bisnis telepon seluler dan jaringan yang sangat sukses.

    Upaya mereka dimulai pada tahun 1995 dengan New Venture Board tetapi gagal mendapatkan daya tarik karena bisnis inti menjalankan aktivitas investasi mereka sendiri dan eksekutif terlalu asyik dengan mengelola pertumbuhan di area yang ada, untuk fokus menemukan pertumbuhan baru.

    Upaya baru untuk menemukan langkah ketiga diluncurkan dengan Nokia Ventures Organization (NVO) di bawah kepemimpinan salah satu tim manajemen puncak Nokia.

    Program visioner ini menyerap semua usaha yang ada dan mencari teknologi baru. Itu berhasil dalam arti bahwa mereka mempertahankan sejumlah proyek penting yang ditransfer ke bisnis inti.

    Faktanya, banyak peluang yang diidentifikasi NVO terlalu dini. Misalnya, NVO dengan tepat mengidentifikasi “internet of things” dan menemukan peluang dalam manajemen kesehatan multimedia, area bisnis yang saat ini tumbuh pesat.

    Namun, pada akhirnya semua gagal karena kontradiksi yang melekat antara ide jangka panjang dan target kinerja jangka pendek.

    Mengatur ulang kesuksesan

    Meskipun perusahaan sedang sukses, harga saham tinggi dan pelanggan di seluruh dunia puas dan setia, CEO Nokia Jorma Ollila makin khawatir bahwa pertumbuhan yang cepat telah menyebabkan hilangnya kelincahan dan kewirausahaan.

    Antara 2001 dan 2005, sejumlah keputusan dibuat untuk mencoba menyalakan kembali dorongan dan energi Nokia sebelumnya. Namun alih-alih menghidupkan kembali Nokia, mereka justru memulai awal penurunan.

    Kunci di antara keputusan ini adalah realokasi peran kepemimpinan yang penting dan reorganisasi tahun 2004 yang dilaksanakan dengan buruk ke dalam struktur.

    Hal ini menyebabkan kepergian para staf penting dari tim eksekutif, yang menyebabkan kemunduran pemikiran strategis.

    Pelajaran dari Nokia

    Jatuhnya bisnis ponsel Nokia tidak dapat dijelaskan dengan satu jawaban sederhana. Di dalamnya sungguh kompleks, termasuk keputusan manajemen, struktur organisasi yang tidak berfungsi, birokrasi yang berkembang, dan persaingan internal. Semua hal tersebut berperan dalam mencegah Nokia mengenali peralihan dari persaingan berbasis produk ke persaingan berbasis platform.

    Kisah ponsel Nokia mencontohkan sifat umum yang dilihat di perusahaan yang sudah sukses. Kesuksesan melahirkan konservatisme dan keangkuhan yang, seiring waktu, menghasilkan penurunan proses strategi yang mengarah pada keputusan strategis yang buruk.

    Dulu perusahaan sangat menerima ide dan eksperimen baru untuk memacu pertumbuhan. Namun, sukses membuat mereka menjadi penghindar risiko dan kurang inovatif.

    Pertimbangan seperti itu akan sangat penting bagi perusahaan yang ingin tumbuh dan menghindari salah satu ancaman pengganggu terbesar bagi masa depan mereka – kesuksesan mereka sendiri.

    Kabar Terbaru Nokia

    Sejatinya, Nokia memang sudah lama tak menggenjot bisnis smartphone dan lebih fokus ke bisnis jaringan.

    Dikutip dari Reuters, Nokia juga tengah mengeksplor beragam opsi untuk bisnis jaringannya. Misalnya melakukan divestasi atau menjual semua bisnis jaringan mobile yang bisa bernilai US$ 10 miliar.

    Informasi ini mencuat setelah Nokia melaporkan profit operasional kuartal kedua (Q2) 2024 yang merosot 32%. Hal ini disebabkan lemahnya permintaan peralatan kontektivitas 5G.

    Pilihan lainnya adalah menggabungkan bisnis dengan pesaing. Salah satu yang tertarik dengan Nokia adalah Samsung.

    Raksasa asal Korea Selatan menyatakan minat awal mengakuisisi beberapa aset Nokia. Laporan menyebutkan Samsung ingin mendapatkan skala dalam jaringan akses yang menghubungkan ponsel dengan infrastruktur telekomunikasi.

    Pembicaraan dua perusahaan masih dalam tahap awal. Namun tidak ada jaminan kesepakatan bisnis bakal terjadi antara Nokia dengan Samsung, dikutip dari Reuters.

    Reuters menuliskan Nokia tidak mengomentari rumor atau spekulasi pasar. Namun perusahaan mengatakan komitmennya pada bisnis jaringan seluler.

    “Jaringan seluler adalah aset yang sangat strategis bagi Nokia dan pelanggannya,” ucap Nokia.

    Sebelumnya, perusahaan asal Finlandia dilaporkan bekerja sama dengan Axiom Space. Tujuannya menyematkan kemampuan 4G LTE pada pakaian antariksa generasi berikutnya. Pakaian itu rencananya bakal digunakan pada misis Artemis III NASA.

    (fab/fab)