Kementrian Lembaga: NASA

  • Gerhana Bulan Total akan Muncul Malam Ini, di Pertengahan Bulan Ramadan 2025

    Gerhana Bulan Total akan Muncul Malam Ini, di Pertengahan Bulan Ramadan 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Malam ini, gerhana bulan total akan muncul dengan waktu penampakan pada 13-14 Maret 2025.

    Dilansir dari laman resmi NASA, ini adalah gerhana bulan total pertama yang muncul sejak November 2022.

    Bulan berada di atas Amerika selama gerhana ini, membuatnya terlihat hampir di mana-mana di Belahan Bumi Barat. Utara langit berada di atas dalam citra ini, sesuai dengan pandangan dari garis lintang utara-tengah.

    Memutar gambar sebesar 180 derajat akan menciptakan pandangan ke selatan bagi pengamat belahan bumi selatan.

    Persentase pengaburan dalam tabel adalah fraksi Bulan yang ditutupi oleh umbra Bumi, bagian bayangannya di mana Matahari terhalang sepenuhnya. Bagian bayangan di mana Matahari hanya terhalang sebagian disebut penumbra.

    Animasi pada halaman ini berjalan dari 3:50:00 hingga 10:09:50 UTC, yang juga merupakan rentang waktu yang valid untuk Dial-a-Moon ini.

    Pengaturan pencahayaan kamera virtual berubah saat gerhana total untuk menangkap rentang dinamis gerhana yang lebar.

    Bagian Bulan di luar umbra selama fase parsial hampir sama terangnya dengan bulan purnama biasa, sehingga bagian yang terhalang tampak hampir hitam. Namun selama gerhana total, mata kita menyesuaikan diri dan memperlihatkan berbagai rona yang dilukis di Bulan oleh semua matahari terbit dan terbenam di Bumi.

    Semua fase gerhana bulan aman untuk dilihat, baik dengan mata telanjang maupun teleskop tanpa filter.

  • Bulan Akan Berwarna Merah Darah Saat Gerhana 14 Maret 2025, Ini Sebabnya

    Bulan Akan Berwarna Merah Darah Saat Gerhana 14 Maret 2025, Ini Sebabnya

    Jakarta

    Pada Kamis (14/3/2025) malam, untuk pertama kalinya dalam hampir dua setengah tahun, Bulan akan tampil berbeda bermandikan cahaya merah yang menawan.

    Peristiwa yang dulunya ditafsirkan sebagai pertanda buruk, kini menjadi alasan yang bagus untuk melangkah keluar dan mengagumi mekanisme alam. Para pecinta astronomi dan fotografer fenomena langit tidak akan membuang kesempatan ini.

    Apa Itu Blood Moon?

    Blood Moon atau Bulan Merah Darah adalah deskripsi non-ilmiah dari warna Bulan yang terkadang terlihat merah dan berkarat. Warna tersebut adalah hasil dari gerhana Bulan total. Penyebutan ini umum di negara-negara Barat.

    Adapun gerhana Bulan total terjadi saat Bumi berada di antara Matahari dan Bulan, planet kita akan menghalangi sebagian besar sinar Matahari yang mencapai Bulan.

    Mengapa Blood Moon Terlihat Merah?

    Blood Moon terlihat merah dikarenakan fenomena hamburan Rayleigh. Ketika cahaya Matahari mengenai atmosfer kita, cahaya dalam spektrum biru dihamburkan lebih efisien daripada cahaya merah oleh partikel di dalamnya.

    Dengan lebih sedikit cahaya biru yang mengenai mata, kita akan melihat Matahari berwarna agak kuning. Semakin banyak atmosfer yang harus dilalui cahaya, misalnya saat Matahari terbit dan terbenam, semakin banyak cahaya biru yang tersebar, sehingga Matahari tampak lebih kuning atau merah.

    Sebaliknya, saat Matahari berada tepat di atas kita, Matahari akan tampak lebih putih, karena cahaya biru memiliki lebih sedikit atmosfer yang harus dihamburkan untuk mencapai mata.Selama gerhana Bulan, satu-satunya cahaya yang jatuh di Bulan (tidak termasuk cahaya bintang) adalah cahaya yang telah melewati atmosfer Bumi. Karena cahaya biru lebih mudah tersebar, sementara cahaya merah mengambil rute yang lebih langsung, hasilnya adalah Bulan bermandikan cahaya merah darah.

    “Semakin banyak debu atau awan di atmosfer Bumi selama gerhana, Bulan akan tampak semakin merah. Seolah-olah semua Matahari terbit dan terbenam di dunia diproyeksikan ke Bulan,” kata NASA, dikutip dari IFL Science.

    Tak seperti gerhana Matahari, tidak diperlukan peralatan khusus apa pun untuk melihat gerhana Bulan, meskipun kalian bisa memilih menggunakan teropong atau teleskop agar lebih jelas menikmatinya.

    (rns/afr)

  • Video: Imbas Efisiensi, NASA Bakal Tutup Dua Departemennya

    Video: Imbas Efisiensi, NASA Bakal Tutup Dua Departemennya

    Video: Imbas Efisiensi, NASA Bakal Tutup Dua Departemennya

  • Teleskop Canggih NASA Melesat untuk Petakan 450 Juta Galaksi

    Teleskop Canggih NASA Melesat untuk Petakan 450 Juta Galaksi

    Jakarta

    Teleskop SPHEREx milik NASA telah melesat ke luar angkasa untuk misi dua tahun guna membuat peta 3D langit. Teleskop tersebut lepas landas di atas roket Falcon 9 dari landasan peluncuran di California.

    SPHEREx punya misi besar memetakan lebih dari 450 juta galaksi. Misi SPHEREx — singkatan dari Spectro-Photometer for the History of the Universe, Epoch of Reionization and Ices Explorer — akan memetakan seluruh langit empat kali selama dua tahun.

    Dengannya, para ilmuwan akan mempelajari bagaimana galaksi tercipta dan berevolusi, juga tentang bagaimana alam semesta terbentuk. “Ini akan menjawab pertanyaan mendasar: Bagaimana kita sampai di sini?” cetus Shawn Domagal-Goldman, direktur divisi astrofisika NASA.

    Dikutip detikINET dari NBC, Rabu (12/3/2025) wahana antariksa berbentuk kerucut ini diluncurkan bersama empat satelit seukuran koper yang akan dikerahkan dalam misi terpisah untuk mempelajari Matahari.

    Menurut NASA, misi SPHEREx yang senilai USD 488 juta dan telah dikembangkan sekitar satu dekade, dirancang memetakan langit dalam 102 warna inframerah, lebih banyak dari misi sebelumnya. Instrumen inframerah di luar angkasa sangat ideal untuk menembus debu dan gas guna melihat beberapa bintang dan galaksi tertua di alam semesta.

    Observatorium SPHEREx memakai perangkat spektrometer untuk survei langit dalam tiga dimensi. Jamie Bock, peneliti misi SPHEREx dan profesor fisika Institut Teknologi California mengatakan pengamatan ini dapat membuka jawaban tentang pembentukan galaksi dan menyelidiki asal usul air serta bahan organik lain di galaksi Bima Sakti.

    Menelusuri asal air tak hanya membantu ilmuwan mengetahui bagaimana kehidupan berevolusi di Bumi tapi juga menghasilkan petunjuk tentang di mana bahan-bahan utama untuk kehidupan dapat ditemukan di tempat lain di galaksi kita. “Ini adalah kemampuan baru, dan dengannya muncul potensi untuk penemuan dan kejutan,” kata Bock.

    Dalam memetakan langit, misi SPHEREx juga akan mencari tahu salah satu misteri astronomi yang paling abadi, yakni apa yang terjadi pada saat-saat pertama setelah Big Bang yang menciptakan alam semesta sekitar 13,8 miliar tahun yang lalu.

    (fyk/fay)

  • Cincin Saturnus Hilang Mulai Minggu Depan, Ini Alasannya

    Cincin Saturnus Hilang Mulai Minggu Depan, Ini Alasannya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Saturnus akan masuk dalam fenomena yang cukup jarang terjadi. Cincin yang mengitari planet itu akan menghilang pada 23 Maret 2025 mendatang.

    Karena Saturnus akan miring dan membuat cincin tidak akan terlihat. Fenomena tersebut terjadi setiap 29,5 tahun atau saat planet mengitari Matahari, dikutip dari Unilad, Selasa (11/3/2025).

    Para ilmuwan mengungkapkan cincin tidak akan terus menerus menghilang. Cincin akan kembali dan paling terang pada 21 September 2025 mendatang.

    Namun kemudian, cincin Saturnus kembali menghilang bulan November atau sembilan bulan setelah fenomena terjadi bulan ini.

    Sementara itu, cincin yang mengelilingi Saturnus memang bisa saja menghilang sepenuhnya. Bukan dalam waktu dekat, melainkan butuh ratusan juta tahun lagi.

    Salah satu yang diungkapkan adalah butuh sekitar 300 juta tahun lagi untuk cincin bisa hilang.

    Wahana antariksa Cassini milik NASA juga memberikan laporan terbaru soal cincin tersebut pada 2017. Menurut catatan tersebut, setidaknya butuh waktu 100 juta tahun lagi untuk cincin bisa hilang permanen.

    Cincin Saturnus akan menghilang karena sejumlah alsan. Dari radiasi UV Matahari hingga tabrakan dengan meteorid lain atau yang membuat partikel es menguap.

    Sebagai informasi, cincin Saturnus pertama kali ditemukan oleh astronom Galileo Galilei pada 1610. Sejak saat itu cincin selalu nampak dan terus dilakukan pengamatan.

    (dem/dem)

  • Satria Cuma Puasa 1 Jam di Kutub Utara, Jika Musim Panas Puasa Malah 23 Jam, Tergantung Matahari

    Satria Cuma Puasa 1 Jam di Kutub Utara, Jika Musim Panas Puasa Malah 23 Jam, Tergantung Matahari

    TRIBUNJATIM.COM – Pengalaman Satria Malaca, WNI yang berpuasa di kawasan Kutub Utara jadi menarik bagi netizen.

    Di media sosial viral pengalaman unik Satria Malaca, ia cuma menjalani puasa kurang lebih sekitar satu jam.

    Fenomena alam unik dialami oleh Lalu Satria Malaca, Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjalani ibadah puasa di Murmansk, Rusia, karena jarak antara waktu sahur dan berbuka hanya sekitar satu jam.

    Murmansk adalah kota di Rusia yang dekat Kutub Utara.

    Di sana, tutur Satria, saat musim dingin waktu siangnya sangat sebentar.

    Pria yang berprofesi sebagai pemimpin wisata (tour leader) itu kemudian mengajak para tamunya untuk merasakan durasi singkat puasa di Murmansk.

    “Nah jadi kita main-main ke situ, ke Murmansk itu. Nah ketika lagi main ke sana, kebetulan di bulan Desember (2024) itu musimnya lagi musim dingin,” ujar Satria saat dihubungi Kompas.com, Kamis (6/3/2025), seperti dikutip TribunJatim.com, Selasa (11/3/2025).

    “Kalau di sana musim dingin, itu dia ada namanya polar night, jadi di mana matahari itu enggak terbit sama sekali. Jadi jam 11, jam 12 siang itu masih gelap,” lanjutnya.

    Satria lalu memiliki ide untuk mengajak para tamu wisatanya untuk berpuasa sunnah.

    Saat dijalani, jeda antara Subuh dan Maghrib yang merupakan waktu sahur dan berbuka puasa ternyata hanya beberapa puluh menit, atau lebih kurang satu jam.

    “Kaya enggak puasa, cuma sejam doang,” canda Satria, seraya mengungkapkan bahwa tak ada kendala puasa selama di sana karena hanya beberapa puluh menit.

    “Tapi itu hanya berlaku di musim-musim tertentu, musim dingin saja. Kalau musim panas, justru dia enggak ada malemnya, siang terus. Jadi jam 12 malam itu masih terang,” ungkap tour leader yang sudah enam kali ke Murmansk tersebut.

    Kemudian, saat dihubungi terpisah pada Jumat (7/3/2025), Satria menjelaskan bahwa fenomena ini khusus terjadi pada Desember, tetapi saat bulan Juli jarak antara Subuh ke Maghrib bisa mencapai 23 jam.

    Satria turut menjelaskan, Murmansk adalah salah satu destinasi wisata populer di Rusia untuk berburu pemandangan aurora.

    Ilustrasi aurora. (NASA/Jingyi Zhang & Wang Zheng)

    Menurut Satria, beberapa kota lain di lingkar Kutub Utara juga memiliki waktu shalat yang berdekatan, seperti Tromso di Norwegia, Lapland di Finlandia, Islandia, dan Alaska di negara bagian Amerika Serikat.

    “Waktu ibadah (shalat) di sini sangat fluktuatif. Jadi bisa besok dan hari ini bisa sangat berbeda tergantung mataharinya.”

    Berhubung jatuhnya bulan Ramadhan terus maju, bagi yang ingin mencoba berpuasa sebulan penuh di Murmansk, Satria memprediksi beberapa tahun lagi bisa dilakukan saat bulan suci tersebut dimulai pada Desember.

    Di bulan penuh berkah ini, terdapat beberapa kegiatan yang berpotensi bisa mengurangi pahala puasa dan ibadah lain yang dijalani.

    Tangkapan layar dari unggahan Lalu Satria Malaca pada 17 Desember 2024 tentang waktu puasa 1 jam yang dijalaninya di Murmansk, Rusia. (INSTAGRAM @lalusatriamalaca)

    Hal ini berdasarkan syariat Islam dengan petunjuk dari Rasulullah SAW mengenai waktu-waktu tertentu yang sebaiknya dihindari untuk tidur, terutama saat berpuasa.

    Lantas, kapan waktu tidur yang dapat mengurangi pahala puasa Ramadan tersebut?

    Dikutip dari Antara via Kompas.com, Jumat (7/3/2025), ada lima waktu tidur yang dilarang oleh Rasulullah SAW dan mampu mengurangi kualitas pahala ibadah serta kesehatan tubuh.

    Berikut ini lima waktu tidur yang dapat mengurangi pahala Ramadan:

    1. Tidur di pagi hari

    Pagi hari atau umumnya setelah shalat Subuh adalah salah satu waktu tidur yang dapat mengurangi pahala puasa.

    Diketahui bahwa pagi hari adalah waktu yang penuh dengan keberkahan, datangnya rezeki, dan kesempatan untuk beraktivitas.

    Waktu subuh adalah waktu malaikat turun ke Bumi untuk menjalankan tugas dari Allah SWT, yakni mencatat segala amalan yang dilakukan oleh hamba-Nya.

    Menurut hadits dari Abu Hurairah, Rasullullah SAW pernah bersabda.

    “Di tengah-tengah kalian ada Malaikat yang silih berganti bertugas mengiringi kalian di waktu malam dan siang hari. Mereka bertemu ketika waktu ashar dan waktu subuh”.

    Tidur di waktu ini juga dapat berdampak buruk pada kesehatan, seperti meningkatkan risiko obesitas, diabetes, dan penyakit jantung.

    Lalu, tubuh akan terasa lemas, sulit konsentrasi, hingga mudah lupa.

    Ilustrasi tidur. (Pexels)

    2. Tidur setelah ashar

    Tidur di sore hari atau setelah shalat Ashar adalah waktu tidur yang juga sebaiknya dihindari karena akan mengurangi pahala puasa.

    Seperti penjelasan hadis sebelumnya, malaikat turun ke bumi untuk menjalankan tugas yang diberikan oleh Allah SWT pada waktu ashar.

    Banyak orang merasa mengantuk dan memilih untuk tidur pada waktu ini, padahal tidur sore juga dapat menyebabkan gangguan pada pikiran dan jiwa.

    Dalam sebuah hadits, disebutkan bahwa tidur setelah ashar dapat mengurangi daya aktif akal seseorang.

    “Barang siapa tidur setelah waktu ashar, lalu hilang akalnya, maka jangan pernah salahkan kecuali pada dirinya sendiri” (HR Ad-Dailami).

    Oleh karena itu, sebaiknya waktu ini dimanfaatkan untuk beribadah, seperti membaca Al Quran, berdzikir, atau kegiatan produktif lainnya sambil menunggu waktu berbuka puasa.

    3. Tidur sebelum shalat Isya

    Tidur sebelum shalat Isya atau setelah maghrib merupakan kebiasaan yang dilarang oleh Rasulullah SAW.

    Pasalnya, tidur pada waktu tersebut dapat membuat seseorang kehilangan kesempatan untuk melaksanakan shalat Isya berjamaah yang memiliki pahala besar.

    Hal itu sebagaimana terdapat di hadits riwayat Bukhari:

    “Sesungguhnya Rasululullah tidak senang tidur sebelum shalat Isya dan berbincang-bincang setelah shalat Isya”.

    Dari hadits ini menunjukkan pentingnya untuk tidak tidur, agar tidak melewatkan pahala ibadah shalat Isya.

    4. Tidur terlalu larut malam

    Tidur terlalu larut malam hingga sulit dibangunkan orang lain pada waktu sahur, juga menjadi hal yang dilarang.

    Sahur merupakan amalan sunnah yang sangat dianjurkan saat hendak berpuasa, karena terdapat keberkahan di dalamnya.

    Jika seseorang tidur larut malam dan melewatkan sahur, maka ia akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keberkahan dari makanan sahur tersebut.

    Rasulullah SAW tidak suka tidur terlalu larut setelah melaksanakan shalat Isya, sebab beliau ingin shalat malam dan shalat Subuh berjamaah.

    Hal tersebut seperti diriwayatkan Bukhari di bawah ini:

    “Sesungguhnya Rasulullah SAW tidak senang tidur sebelum shalat Isya dan berbincang-bincang setelah shalat Isya (bergadang)”.

    5. Tidur sepanjang hari

    Meskipun tidur saat puasa dianggap sebagai ibadah dan mendapatkan pahala, bukan berarti seseorang boleh tidur sepanjang hari tanpa melakukan aktivitas lain.

    Tidur terus-menerus dapat menyebabkan seseorang menjadi malas dan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pahala dari ibadah lainnya.

    Bahkan, seseorang yang tidur sepanjang hari berpotensi akan meninggalkan shalat wajib lima waktu.

    Tidur yang terlalu lama pun juga berdampak bagi kesehatan, yakni kepala akan terasa pusing berlebihan, rasa sakit pada tubuh, hingga risiko stroke.

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

  • Peneliti Harvard Yakin Temukan Pesawat Alien di Dasar Samudra Pasifik

    Peneliti Harvard Yakin Temukan Pesawat Alien di Dasar Samudra Pasifik

    Jakarta, CNBC Indonesia – Bukti alien pernah kunjungi Bumi ditemukan oleh peneliti dari Harvard. Namun bagian Bumi yang dikunjungi letaknya berada jauh di dasar Samudra Pasifik.

    Peneliti yang terdiri dari Avi Loeb dan timnya menemukan pecahan meteor alien. Temuan itu diyakini “IM1” yang jatuh ke Samudra Pasifik tahun 2014, dikutip dari Futurism, Senin (10/3/2025).

    Dia percaya objek tersebut berasal dari luar Tata Surya. Bahkan, Loeb meyakini objek misterius itu mewakili teknologi peradaban alien.

    Pada awal bulan ini, tim tersebut berlayar membawa peralatan “pengais dasar laut.” Pada 21 Juni 2023, mereka berhasil menemukan pecahan yang disebut spherules yang merupakan campuran besi, magnesium dan titanium.

    Futurism mencatat ketiga bahan campuran tersebut adalah khas meteorit atau asteroid. Material yang ditemukan di dasar Pasifik diperkirakan berasal dari objek yang meledak dengan dahsyat.

    Namun temuan tersebut diragukan oleh sejumlah ilmuwan lain. Objek misterius itu diyakini bisa dengan mudah ditemukan di manapun.

    Kurator debu kosmik NASA, Marc Fries mengatakan pecahan itu sangat umum ditemukan di muka Bumi. Ada kemungkinan lain objek bisa juga berasal dari ratusan meteorit.

    “Berasal dari knalpot mobil, rem kendaraan, pengelasan, gunung api dan mungkin sejumlah sumber lain yang belum diidentifikasi,” ungkap Fries.

    Meski begitu, Loeb bersikukuh dengan pandangannya. Namun dia menambahkan perlu penelitian lebih lanjut untuk detail informasi berikutnya.

    Loeb sebelumnya dikenal menemukan objek asing Oumuamua pada 2017. Temuan itu juga dia sebut sebagai bagian dari teknologi alien.

    Keyakinan Loeb

    Ada dua alasan yang membuat Loeb percaya bahwa IM1 yang menghantam Bumi pada 2014 adalah wahana buatan makhluk cerdas dari luar Bumi.

    Pertama, IM1 bergerak sangat cepat. Menurut perhitungan Loeb, objek tersebut terbang lebih cepat dari 95 persen bintang di dekatnya. Kecepatan ini adalah bukti bahwa meteor ini dalam objek antar-bintang, benda yang berasal dari luar Tata Surya.

    Foto: Avi Loeb/Medium
    Bulatan kecil muncul dalam partikel magnetik yang diteliti menggunakan mikroskop. Partikel diambil dari area yang diduga dilewati oleh meteorit IM1.

    Kedua, meteorit itu terpantau tidak hancur lebur saat menembus atmosfer lapisan terluar Bumi. IM1 tetap utuh hingga mencapai atmosfer lapisan bawah. Fakta ini menunjukkan bahwa material penyusunnya lebih kuat dari baja.

    Berdasarkan perhitungan Loeb dan timnya dari Harvard, potensi IM1 adalah pengunjungan antar-bintang mencapai 99,999 persen. Artinya, ini adalah objek antar-bintang ketiga yang pernah ditemukan setelah komet Borisov dan Oumuamua.

    Berdasarkan artikel tulisan Loeb di Medium, tim yang ia pimpin berhasil menemukan material bulat berukuran 0,3 milimeter yang diduga berasal dari luar angkasa. Material itu adalah bagian dari objek yang diambil mereka dari dasar Samudra Pasifik.

    “Kami menemukan komposisi yang kebanyakan berupa besi dengan sebagian magnesium dan titanium, tanpa nikel. Komposisi ini aneh dibandingkan dengan logam buatan manusia, asteroid, dan sumber astrofisik lain yang familier,” katanya.

    Bulatan kecil muncul dalam partikel magnetik yang diteliti menggunakan mikroskop. Partikel diambil dari area yang diduga dilewati oleh meteorit IM1.

    Material tersebut akan dibawa Loeb dan tim ke Observatorium Harvard. Di sana, mereka bisa menggunakan spektometer untuk mengidentifikasi isotop di dalamnya.

    Lewat analisis atas proporsi dan perbandingan dengan meteorit lain, mereka bisa memastikan IM1 objek antar-bintang atau bukan.

    Selain itu, pemeriksaan di Harvard bisa memastikan apakah material tersebut terbentuk secara alami atau buatan makhluk cerdas di luar Bumi, yang biasa disebut alien.

    (dem/dem)

  • Jakarta Terancam Tenggelam, Media Asing Ungkap Faktanya

    Jakarta Terancam Tenggelam, Media Asing Ungkap Faktanya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Tanda-tanda petaka akibat perubahan iklim kian mengkhawatirkan. Bahkan, beberapa kota besar di berbagai belahan dunia diprediksi akan tenggelam seperti halnya legenda Atlantis.

    Hal ini diakibatkan kenaikan level air laut yang merupakan dampak melelehnya gunung es di kutub Bumi. NASA mengestimasikan ketinggian air lait akan meningkat 3-6 kaki pada tahun 2100.

    Hal ini dapat mengakibatkan ratusan juta orang kehilangan kampung halaman mereka. Dikutip dri Sciencing, beberapa area pesisir dengan pipulasi padat sudah berada di ambang kepunahan karena disapu air laut.

    Banjir yang merupakan bencana alam paling umum kini terjadi lebih sering. Di awal Maret 2025 saja, banjir sudah menggenangi beberapa area Jabodetabek dan Jawa. Bahkan, area Bekasi mencatat kondisi banjir terparah dibandingkan 2016 dan 2020.

    Dikutip dari Sciencing, Senin (10/3/2025), Jakarta termasuk salah satu kota besar yang diprediksi akan tenggelam.

    “Jakarta diketahui merupakan salah satu kota yang paling cepat tenggelam di dunia. Masalah ini kian ekstrem, hingga pemerintah Indonesia memilih memindahkan ibu kota [ke IKN],” tulis laporan Sciencing.

    Sciencing melaporkan Jakarta sudah mulai mengalami proses tenggelam dengan air yang naik 17 cm per tahun. Secara geografis, Jakarta terletak di dataran rendah yang dulunya didominasi oleh rawa.

    Ada 13 sungai yang mengalir melalui wilayah perkotaan hingga ke Laut Jawa, sehingga seluruh wilayah sangat rentan terhadap naiknya permukaan air. Jakarta juga telah mengalami peningkatan jumlah banjir sejak pergantian abad.

    Banjir paling parah terjadi pada tahun 2007, ketika bencana itu merenggut 80 nyawa dan menimbulkan kerugian hingga ratusan juta dolar.

    Sciencing juga menyinggung keputusan pemerintah untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke IKN pada 2022. Laman tersebut mengatakan risiko banjir yang tinggi di Jakarta merupakan salah satu alasan pemindahan tersebut, dibarengi dengan polusi dan penyumbatan di mana-mana.

    “Ibu kota baru yang dinamai IKN diprediksi akan rampung sepenuhnya pada 2045. Pada saat itu, IKN kemungkinan menjadi pelarian dari Jakarta yang tenggelam,” tertulis dalam laporan Sciencing.

    Selain Jakarta, beberapa kota besar yang dikatakan akan tenggelam adalah Alexandria (Mesir), Miami (Florida), Lagos (Nigeria), Dhaka (Bangladesh), Yangon (Myanmar), Bangkok (Thailand), Kolkata (India), Manila (Filipina), serta megapolis Guangdong-Hong Kong-Makau.

    (fab/fab)

  • Anggaran Terancam Dipangkas, NASA Bisa Lumpuh

    Anggaran Terancam Dipangkas, NASA Bisa Lumpuh

    Jakarta

    NASA mungkin akan mengalami kejutan yang tidak menyenangkan. Pemerintahan Donald Trump kabarnya akan memangkas anggaran sains badan antariksa tersebut hingga 50% yang dapat menjadi bencana bagi masa depan penelitian antariksa.

    “Jika ini dilaksanakan, itu akan menjadi peristiwa tingkat kepunahan bagi sains dan eksplorasi antariksa di Amerika Serikat,” kata kepala kebijakan antariksa Planetary Society Casey Dreier. “Kehilangan uang sebanyak ini, secepat ini, tidak ada presedennya dalam sejarah NASA.”

    “Itu akan memaksa keputusan yang mengerikan, termasuk menghentikan sejumlah misi yang aktif, produktif dan tak tergantikan, menghentikan hampir semua pengembangan misi baru, dan menghancurkan tenaga kerja sains antariksa negara itu,” tambahnya.

    Pejabat Science Mission Directorate (SMD), yang kemungkinan paling dirugikan jika pemangkasan terjadi, tak membantah laporan tersebut, tapi menanggapi dengan optimisme. “Kami belum memiliki informasi apa pun tentang anggaran, dan saya benci merencanakan sesuatu berdasarkan rumor dan spekulasi,” kata Nicola Fox kepada wartawan.

    “Anda tahu, kami akan terus melakukan sains yang hebat. Kami akan terus memiliki portofolio sains yang seimbang, pasti. Dan Anda tahu, kami akan bersyukur atas apa yang kami dapatkan dan kami akan melakukan hal-hal hebat dengannya,” imbuhnya.

    SMD, yang mewakili sekitar sepertiga dari keseluruhan anggaran NASA, menjadi bagian beberapa pencapaian terbesar NASA selama ini, termasuk misi antariksa ke Pluto, pengamatan oleh Teleskop Antariksa James Webb yang inovatif, dan misi pengembalian sampel asteroid.

    Menurut analisis anggaran sains NASA selama beberapa dekade, pemotongan anggaran 50% dapat menurunkan pengeluaran sains hingga setara pengeluaran NASA di awal 1980-an, bahkan setelah disesuaikan dengan inflasi. Hal ini memungkinkan negara besar lainnya, terutama China, melesat ke masa depan sains dan eksplorasi antariksa sementara Amerika merana.

    Namun kabar baiknya, pemotongan anggaran SMD NASA sebesar 50% masih jauh dari kata pasti. Ini adalah usulan anggaran, bukan keputusan akhir, dan Kongres akan bernegosiasi untuk menyesuaikan pendanaan lembaga tersebut.

    (fyk/fyk)

  • NASA Tiba-Tiba Ungkap Fakta Baru, Bumi Tak Lagi Mengelilingi Matahari

    NASA Tiba-Tiba Ungkap Fakta Baru, Bumi Tak Lagi Mengelilingi Matahari

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan antariksa dan penerbangan Amerika Serikat (NASA) mengungkapkan fakta yang bertentangan dengan apa yang sudah dipercayai sejak lama perihal revolusi tata surya.

    Selama ini selalu diajarkan bahwa planet Bumi mengorbit pada sebuah bintang yang bernama Matahari. Namun ternyata secara teknis, bukan seperti itu cara kerja Tata Surya.

    Bumi dan planet-planet disebutkan tidak mengelilingi Matahari. Terdapat hukum ketiga Kepler yakni hubungan antar massa dua benda yang saling berputar dan menjadi penentu parameter orbit.

    Hal ini juga terjadi di Tata Surya, saat Matahari memiliki massa 1.048 kali massa Jupiter tetapi sebenarnya gravitasi bersifat dua arah.

    NASA menjelaskan terdapat istilah barycenter yakni saat kedua bintang dengan massa yang sangat berbeda berputar pada pusat massa yang sama. Ini tak bergantung pada ukuran setiap objek yang bergerak.

    “Gerak di sekitar barycenter dengan planet masif jadi salah satu metode untuk menemukan sistem planet dengan bintang-bintang jauh,” jelas NASA.

    Di Tata Surya, IFL Science menuliskan objek barycenter biasanya berada di dekat Matahari karena massa yang paling besar. Namun adanya pengaruh Jupiter dan Saturnus, objek tersebut jarang ada di dalam Matahari.

    Jadi Bumi tidak mengelilingi satu titik dalam Matahari, melainkan di bagian luarnya. Ini juga dikonfirmasi oleh astronom planet dan komunikator sains bernama James O’Donoghue.

    “Secara umum para planet mengorbit Matahari secara umum, namun secara teknis planet-planet tidak mengorbit Matahari karena gravitasi yang utamanya dari Jupiter, artinya planet mengorbit pada titik baru di luar angkasa,” ucapnya di akun X.

    Dia menambahkan jarang pusat massa tata surya sejajar dengan Matahari. Hal serupa juga terjadi pada planet dan satelit bulannya.

    Salah satu contohnya Bulan mengorbit tidak persis di titik pusat Bumi. Namun 5.000 kilometer dari pusat Bumi, dan ini terus berubah karena Bulan terus menjauhi Bumi.

    (pgr/pgr)