Kementrian Lembaga: NASA

  • Katy Perry hingga Tunangan Jeff Bezos Sukses Sukses Terbang ke Luar Angkasa dengan Blue Origin

    Katy Perry hingga Tunangan Jeff Bezos Sukses Sukses Terbang ke Luar Angkasa dengan Blue Origin

    PIKIRAN RAKYAT – Sebuah momen bersejarah terukir dalam catatan eksplorasi luar angkasa ketika penyanyi pop internasional, Katy Perry, bersama lima wanita inspiratif lainnya, dengan selamat kembali ke Bumi usai menuntaskan perjalanan suborbital yang mendebarkan. Penerbangan ini dioperasikan oleh roket New Shepard, sebuah inovasi dari perusahaan antariksa Blue Origin yang didirikan oleh visioner Jeff Bezos.

    Perjalanan singkat namun signifikan yang berlangsung sekitar 11 menit ini berhasil melintasi garis Kármán, batas imajiner yang diakui secara global sebagai gerbang menuju ruang angkasa, yang terletak lebih dari 100 kilometer di atas permukaan planet kita. Misi ini tidak sekadar pencapaian teknologi, namun juga membawa pesan kuat tentang peran dan partisipasi aktif kaum wanita dalam era eksplorasi antariksa modern.

    Selain Katy Perry, deretan wanita luar biasa yang turut dalam misi ini adalah Lauren Sánchez, seorang filantropis dan tunangan Jeff Bezos; Gayle King, presenter ternama dari CBS; Aisha Bowe, seorang mantan ilmuwan roket NASA yang berprestasi; Amanda Nguyen, seorang aktivis gigih dalam memperjuangkan hak-hak sipil; dan Kerianne Flynn, seorang produser film yang berbakat. Penerbangan ini menjadi tonggak penting sebagai salah satu misi luar angkasa pertama yang seluruhnya diawaki oleh wanita sejak penerbangan solo bersejarah kosmonot Soviet, Valentina Tereshkova, pada tahun 1963.

    Roket andalan Blue Origin, New Shepard, meluncur mulus dari fasilitas peluncurannya yang terletak di Texas Barat, tepat pukul 08.30 waktu setempat. Setelah mencapai titik tertinggi dalam lintasan suborbitalnya, kapsul penumpang yang membawa keenam wanita tersebut kembali ke Bumi dengan pendaratan yang lembut dan terkendali berkat bantuan parasut. Sementara itu, pendorong roket berhasil melakukan pendaratan vertikal yang presisi, mendemonstrasikan kemampuan teknologi roket yang dapat digunakan kembali, sebuah langkah penting dalam menekan biaya eksplorasi antariksa.

    Momen-momen emosional mewarnai perjalanan ini, terutama saat mencapai puncak penerbangan. Gayle King berbagi bahwa salah satu kenangan yang paling membekas adalah ketika mendengar suara merdu Katy Perry menyanyikan lagu klasik Louis Armstrong, ‘What a Wonderful World’, yang bergema dalam keheningan ruang angkasa.

    Setelah kapsul mendarat dengan sempurna, rasa syukur dan haru terpancar dari wajah para penumpangnya. Katy Perry, saat kakinya kembali menyentuh tanah, tak dapat menyembunyikan perasaannya yang mendalam.

    “Saya merasa sangat terhubung dengan kehidupan dan begitu terhubung dengan cinta,” katanya dengan tulus. Sebagai simbol kasih sayang dan penghormatan kepada putrinya, Daisy, ia bahkan mencium tanah dan mengacungkan bunga aster ke langit.

    Gayle King pun tak kuasa menahan emosinya. Ia berlutut dan mencium bumi sebagai ungkapan rasa terima kasih yang mendalam atas pengalaman luar biasa ini.

    “Saya hanya ingin menikmati waktu bersama tanah, hanya ingin menikmati tanah meski hanya sesaat,” tuturnya dengan haru.

    Kerianne Flynn menjadi penumpang terakhir yang keluar dari kapsul. Dengan penuh semangat, ia menunjuk ke langit dan menyerukan kegembiraannya, “Saya pergi ke luar angkasa!”

    Sang pendiri Blue Origin, Jeff Bezos, turut hadir di lokasi pendaratan dan menyambut langsung kembalinya para wanita pemberani ini, dimulai dari tunangannya, Lauren Sánchez. Dengan mata berkaca-kaca, Bezos menyampaikan rasa bangganya yang mendalam terhadap seluruh kru.

    “Saya sangat bangga dengan kru ini. Saya tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata,” ucapnya dengan suara tercekat oleh emosi. Bezos juga berbagi pengalamannya yang tak terlupakan saat melihat Bulan dari perspektif luar angkasa dan betapa sunyinya Bumi terlihat dari sana, namun tetap terasa begitu hidup.

    Peluncuran bersejarah ini turut disaksikan oleh sejumlah pesohor dari bumi, termasuk Khloé Kardashian dan Oprah Winfrey. Kardashian mengaku terkejut dengan intensitas emosi yang ia rasakan saat menyaksikan momen tersebut.

    “Saya tidak menyadari betapa emosionalnya hal itu, sulit dijelaskan. Saya merasakan adrenalin yang memuncak dan saya hanya berdiri di sini,” katanya, mencoba merangkai perasaannya.

    Mengenal Lebih Dekat Blue Origin

    Didirikan oleh Jeff Bezos pada tahun 2000, Blue Origin memiliki visi jangka panjang untuk membangun infrastruktur yang kokoh di ruang angkasa. Selain fokus pada pariwisata suborbital, perusahaan ini juga aktif mengembangkan teknologi roket yang dapat digunakan kembali serta sistem pendaratan di Bulan. Roket New Shepard adalah salah satu inovasi utama mereka, dirancang agar seluruh komponennya dapat digunakan kembali setelah setiap penerbangan, sebuah langkah strategis untuk menekan biaya operasional dan membuat akses ke luar angkasa lebih berkelanjutan.

    Meskipun harga tiket komersial untuk penerbangan Blue Origin belum diumumkan secara resmi, calon penumpang harus membayar deposit sebesar 150.000 dolar AS untuk mengamankan tempat, yang mengindikasikan bahwa tahap awal pariwisata luar angkasa ini masih bersifat eksklusif.

    Wisata Luar Angkasa yang Kontroversial

    Penerbangan luar angkasa yang seluruhnya diawaki oleh wanita ini memiliki signifikansi historis yang mendalam. Lebih dari enam dekade silam, Valentina Tereshkova mencatatkan namanya dalam sejarah sebagai wanita pertama yang menjelajahi angkasa dalam misi solo Vostok 6. Sejak saat itu, belum ada lagi misi luar angkasa yang seluruhnya melibatkan wanita, meskipun kontribusi kaum hawa dalam berbagai aspek ilmu pengetahuan dan eksplorasi antariksa sangatlah signifikan.

    Industri pariwisata luar angkasa sendiri masih berada pada tahap awal perkembangannya. Setiap peluncuran yang berhasil dianggap sebagai langkah maju yang krusial, membuktikan bahwa perjalanan komersial singkat ke luar angkasa dapat dilakukan dengan aman dan andal. Namun, kemajuan ini juga memicu berbagai perdebatan dan diskusi.

    Sejumlah kritikus berpendapat bahwa inisiatif penerbangan suborbital seperti ini lebih cenderung sebagai bentuk pariwisata eksklusif daripada kontribusi nyata terhadap penelitian ilmiah atau pemahaman yang lebih dalam tentang alam semesta. Dr. Kai-Uwe Schrogl dari Badan Antariksa Eropa menekankan bahwa motivasi selebritas untuk pergi ke luar angkasa mungkin lebih bersifat pribadi dan cenderung mendapatkan sorotan media yang lebih besar dibandingkan para astronot profesional yang mendedikasikan hidup mereka untuk misi ilmiah yang bermanfaat bagi seluruh umat manusia.

    Reaksi di media sosial terhadap penerbangan ini pun menunjukkan polarisasi pendapat, mulai dari antusiasme yang meluap-luap hingga skeptisisme yang mendalam. Dr. Tanya Harrison dari Outer Space Institute mengamati adanya komentar sinis yang mempertanyakan prioritas eksplorasi luar angkasa di tengah berbagai isu global yang mendesak. Kendati demikian, ia juga melihat sisi positif dalam hal representasi dan inspirasi.

    “Tim yang semuanya perempuan itu mungkin sedikit mengubah demografi orang yang mungkin ingin melakukan sesuatu seperti ini,” ujarnya, menyoroti potensi dampak sosial dari misi ini.

    Dalam konferensi pers pasca-penerbangan, Gayle King dan Lauren Sánchez secara terbuka menanggapi beberapa kritik yang dialamatkan kepada misi ini, terutama yang berkaitan dengan biaya yang fantastis. King menegaskan bahwa para astronaut wanita ini telah menerima respons yang sangat positif dan menginspirasi dari banyak wanita dan gadis muda di seluruh dunia.

    Sánchez menambahkan bahwa kritik tersebut justru menjadi motivasi baginya dan mengundang para pengkritik untuk datang langsung ke fasilitas Blue Origin dan menyaksikan dedikasi ribuan karyawan yang mencurahkan hati dan jiwa mereka untuk mewujudkan misi-misi ambisius ini.

    Namun, maraknya aktivitas wisata luar angkasa juga menimbulkan kekhawatiran terkait dampaknya terhadap lingkungan. Emisi gas buang dari mesin roket berpotensi memberikan kontribusi terhadap perubahan iklim dan kerusakan lapisan ozon. Meskipun Blue Origin mengklaim bahwa produk sampingan utama dari pembakaran mesin New Shepard adalah uap air yang tidak menghasilkan emisi karbon, para ahli seperti Profesor Eloise Marais dari University College London mengingatkan bahwa uap air sendiri merupakan gas rumah kaca dan dapat memiliki dampak negatif pada lapisan atas atmosfer.

    Selain isu lingkungan, tingginya biaya perjalanan luar angkasa juga menjadi sorotan utama. Para kritikus berpendapat bahwa jenis wisata ini hanya dapat dinikmati oleh segelintir individu super kaya dan kurang relevan dengan isu-isu sosial dan ekonomi yang lebih mendesak. Aktris Olivia Munn bahkan secara terbuka mempertanyakan prioritas pengeluaran untuk wisata mewah semacam ini, mengingat masih banyak orang di dunia yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Katy Perry Meluncur ke Luar Angkasa Malam Ini, Cek Link Nontonnya

    Katy Perry Meluncur ke Luar Angkasa Malam Ini, Cek Link Nontonnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Penyanyi kawakan Katy Perry akan meluncur ke luar angkasa pada malam ini, Senin (14/4/2025). Ia bergabung dalam kru perjalanan luar angkasa Blue Origin dengan roket New Shepard yang dipimpin Lauren Sánchez.

    Sebagai informasi, Sánchez merupakan tunangan dari pendiri Amazon dan Blue Origin, Jeff Bezos.

    Sánchez merekrut segerombolan selebritas, ilmuwan, dan jurnalis, untuk bergabung dalam misi terbaru Blue Origin. Semuanya kru pada penerbangan kali ini adalah perempuan.

    Blue Origin memang fokus melayani perjalanan luar angkasa komersil bagi turis sipil alias bukan astronaut profesional.

    Sánchez dan Perry akan meluncur dalam penerbangan antariksa suborbital dari landasan Blue Origin di Texas Barat bersama CEO STEMBoard dan mantan ilmuwan roket NASA Aisha Bowe, produser film Kerianne Flynn, pembawa acara CBS Mornings Gayle King, dan ilmuwan penelitian bioastronautika Amanda Nguyen.

    Selain itu, ada dua anggota pendukung yang disebut sebagai Anggota Kru Tujuh: satu memberikan panduan berkelanjutan kepada para astronaut, sementara yang lain menjaga komunikasi dari ruang kendali selama misi berlangsung, dikutip dari BBC, Senin (14/4/2025).

    Penerbangan ini adalah misi pertama dengan kru yang semuanya perempuan (all-female crew), sejak Uni Soviet menerbangkan kosmonaut Valentina Tereshkova ke orbit sebagai perempuan pertama di antariksa pada 1963 silam.

    Blue Origin mengatakan Sánchez berharap misi ini akan menginspirasi para pelancong luar angkasa generasi berikutnya, dikutip dari Space.

    Tampil dengan Baju Rancangan Monse

    Dalam misi ini, Sánchez memastikan para kru tampil dengan gaya fesyen berkelas. Ia merekrut perancang Monse untuk memodifikasi baju penerbangan Blue Origin.

    “Menurut saya bajunya elegan, tetapi juga membawa warna baru ke antariksa,” kata Sánchez kepada The New York Times.

    Baju penerbangan asli Blue Origin berbahay polyester bernuansa biru dengan beberapa aksen hitam di sekitar lutut, siku, bahu dan badan.

    Sementara baju yang telah dimodifikasi Monse tampak ramping dan terbuat dari “neoprena elastis tahan api,” menurut Times. Setelan ini tidak memiliki bantalan bahu dan aksen hitam di lengan dan kaki.

    Setelan ini dirancang oleh para pendiri Monse, Fernando Garcia dan Laura Kim, yang mendesain pakaian Met Gala 2024 miliknya, menurut Times. Blue Origin membagikan foto kru yang mengenakan setelan tersebut pada tanggal 12 April 2025.

    “Kesederhanaan itu penting, begitu pula kenyamanan dan kecocokan,” kata Garcia kepada Times.

    “Namun, kami juga menginginkan sesuatu yang sedikit berbahaya, seperti pakaian motocross atau pakaian ski. Menyanjung dan seksi,” ia menambahkan.

    Penerbangan ini akan berlangsung sekitar 11 menit dan membawa kru lebih dari 100 km (62 mil) di atas Bumi, melintasi batas ruang angkasa yang diakui secara internasional dan memberikan kru beberapa saat tanpa bobot.

    Kapsul tersebut akan kembali ke Bumi dengan pendaratan lunak yang dibantu parasut, sementara pendorong roket akan mendarat sendiri sekitar dua mil jauhnya dari lokasi peluncuran.

    Harga Tiket dan Cara Nonton Katy Perry Meluncur ke Luar Angkasa

    Meskipun Blue Origin belum merilis harga tiket penuh, deposit sebesar US$150.000 (Rp2,5 miliar) diperlukan untuk memesan tempat duduk. Hal ini menunjukkan eksklusivitas penerbangan ini, karena hanya bisa dilakukan oleh orang-orang kaya.

    Para kru all-female Blue Origin akan meluncur pada pukul 09.30 pagi EDT atau 20.30 WIB malam. Anda bisa menyaksikan siaran langsungnya melalui channel YouTube Space.

    [Gambas:Youtube]

    (fab/fab)

  • Ada Ilmuwan Yakin di Mars Pernah Ada Peradaban Musnah Akibat Perang Nuklir

    Ada Ilmuwan Yakin di Mars Pernah Ada Peradaban Musnah Akibat Perang Nuklir

    Jakarta

    Sebuah peradaban kuno di Mars musnah oleh serangan nuklir dari ras alien lain. Ini mungkin terdengar seperti alur cerita novel fiksi ilmiah, tetapi ilmuwan Harvard Dr John Brandenburg yakin peristiwa bencana ini benar-benar terjadi.

    Menurut teori anehnya, Dr Brandenburg mengatakan orang Mars kuno yang dikenal sebagai Cydonians dan Utopians dibantai dalam serangan itu, dan bukti genosida masih dapat dilihat hingga saat ini.

    Pada 2011, ilmuwan pertama kali menduga bahwa warna merah di Mars bisa jadi disebabkan oleh ledakan termonuklir yang terjadi secara alami, dan mengklaim unsur-unsur kimia di permukaan Planet Merah tersebut cocok dengan unsur-unsur di sekitar lokasi uji coba nuklir di Bumi.

    Ilmuwan arus utama berpendapat tidak ada bukti fisik yang kredibel, seperti kawah atau tanda-tanda kejatuhan, yang mengarah pada ledakan nuklir buatan atau tiba-tiba, dan telah menyoroti bahwa makalah tersebut diterbitkan dalam jurnal ilmiah tingkat relatif rendah.

    Namun kini, teori tersebut mulai mendapat perhatian baru. Dalam sebuah podcast di akun podcaster Danny Jones, yang memiliki lebih dari satu juta subscriber, narasumber Jason Reza Jorjani, seorang doktor filsafat dan penulis fiksi ilmiah, membagikan kembali studi Dr Brandenburg, dengan menyebutnya sebagai ‘bukti yang mengkhawatirkan’ bahwa kehidupan pernah ada di Mars.

    “Setiap planet memiliki jumlah isotop bahan yang berbeda di atasnya, dan tampaknya rasio isotop Xenon 129 konsisten di seluruh Tata Surya, kecuali di Mars,” katanya.

    Penelitian Dr. Brandenburg berpusat di sekitar ‘konsentrasi tinggi’ Xenon-129 di atmosfer Mars, dan uranium serta thorium di permukaan. Xenon 129 adalah gas stabil, non-radioaktif yang merupakan salah satu bentuk alami unsur xenon, gas tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa yang ditemukan dalam jumlah sedikit di atmosfer Bumi.

    Meskipun ditemukan secara alami, Xenon 129 juga dilepaskan selama fusi nuklir. NASA telah mendeteksi tingkat isotop Xenon-126 yang lebih tinggi dari yang diperkirakan di wilayah Cydonia Mars.

    Wilayah di belahan Bumi utara planet ini terkenal dengan struktur megalitikum buatan manusia yang tampak jelas, menurut Jorjani, yang menurut para ahli teori konspirasi, termasuk satu yang tampak seperti wajah dan yang lainnya seperti piramida raksasa.

    Dibantah NASA

    Ilmuwan NASA telah menyatakan itu adalah ilusi optik yang disebabkan oleh bayangan dan morfologi permukaan. Badan antariksa itu mengatakan unsur-unsur kimia itu bisa saja terlepas ke atmosfer akibat benturan di permukaan dan oleh gas yang keluar dari material berbatu, yang merupakan tanah dan pecahan batu di permukaan.

    Namun Dr. Brandenburg meyakini itu adalah sisa-sisa ledakan nuklir di permukaan.

    “Ketika bom termonuklir diledakkan, ia meninggalkan jejak Xenon 129 di area tersebut, yang tidak normal,” kata Jorjani kepada Jones.

    “Dan menurut Dr. Brandenburg, itu adalah tanda yang sangat jelas. Tidak dapat disangkal, dan secara khusus dikaitkan dengan ledakan senjata termonuklir,” ujarnya.

    ‘Tidak normal’ berarti ditemukan kadar yang lebih tinggi daripada yang diharapkan. Dr Brandenburg juga berpendapat bahwa Mars pernah memiliki iklim seperti Bumi yang menjadi rumah bagi kehidupan hewan dan tumbuhan, dan kehidupan cerdas apa pun pasti sama majunya dengan kehidupan bangsa Mesir kuno di Bumi.

    Filsuf itu menambahkan bahwa temuan Dr Brandenburg selaras dengan laporan CIA yang merinci bagaimana peradaban kuno pernah hidup di Mars, tetapi punah karena planet itu telah rusak.

    Namun, seperti dikutip dari Daily Mail, lembaga pemerintah tersebut tidak pernah mengonfirmasi adanya peradaban di Mars.

    “Ketika Anda membandingkan data (CIA) dengan tesis Brandenburg, peristiwa nuklir ini terjadi mungkin seratus juta tahun yang lalu,” kata Reza Jorjani.

    “Joe McMonagle ditugaskan untuk mengamati Mars dari jarak jauh pada 1984. Dan ini adalah operasi CIA yang dijalankan di Monroe Institute. Jadi dia bekerja berdasarkan kontrak untuk CIA dan ini dilakukan di Monroe Institute,” sebutnya.

    Ia melanjutkan, proyek rahasia tersebut dilakukan di Fort Meade di Maryland, Amerika Serikat, merekrut pria dan wanita yang mengaku memiliki persepsi ekstrasensori (ESP) untuk membantu mengungkap rahasia intelijen militer dan domestik.

    Menjelang penutupannya adalah ‘Mars Exploration May 22, 1984,’ sebuah dokumen yang dideklasifikasi pada tahun 2017 yang baru-baru ini muncul kembali secara daring.

    McMonagle hanya diberi koordinat sebagai target dan menggunakan pikirannya untuk melihat apa yang ada di sana.

    “Ketika McMonagle melakukan sesi penglihatan jarak jauh ini, ia menggambarkan berada di tengah-tengah reruntuhan kota megalitik dengan piramida raksasa. Ukurannya sepertinya mungkin tiga kali ukuran Piramida Besar di Giza,” kata Reza Jorjani.

    McMonagle baru-baru ini berbagi pengalamannya bulan lalu di podcast American Alchemy, dengan mengatakan: “Saya mulai mendapatkan gambaran manusia yang terjebak di suatu tempat yang atmosfernya menjadi buruk.”

    “Jelas sekali bahwa orang-orang ini sekarat karena suatu alasan, tetapi mereka tetap manusia. Ukuran mereka hanya dua kali lipat dari kita,” yakinnya.

    McMoneagle mengaku memperoleh gambar negatif lanskap Mars, yang menunjukkan struktur berbentuk piramida di tepi kawah tumbukan raksasa di tempat ia melihatnya dalam eksperimen CIA. Ia juga menemukan gambar yang ia klaim sebagai tulang manusia tergeletak di lanskap Mars.

    (rns/fay)

  • Makin Parah, Orbit Bumi Makin Penuh Sampah Antariksa

    Makin Parah, Orbit Bumi Makin Penuh Sampah Antariksa

    Jakarta

    Masalah puing-puing di orbit Bumi semakin memburuk. Menurut Laporan Lingkungan Antariksa tahunan Badan Antariksa Eropa (ESA), jumlah sampah antariksa meningkat dengan cepat. Kita mengirim satelit ke atas dengan kecepatan yang jauh lebih cepat daripada kecepatan turunnya.

    Lebih parahnya lagi, jumlah satelit yang tidak berfungsi lagi dan bongkahan pesawat ruang angkasa yang rusak, jauh lebih banyak daripada jumlah satelit yang beroperasi. Pada akhirnya, kepadatan serpihan luar angkasa akan mengakibatkan terjadinya peristiwa Kessler cascade yang tidak terkendali.

    Istilah Kessler cascade atau sindrom Kessler (disebut juga efek Kessler, dipaparkan oleh ilmuwan NASA Donald J. Kessler pada 1978. Kessler cascade adalah skenario ketika kepadatan objek di orbit bumi rendah (LEO) begitu tinggi sampai-sampai tabrakan antarobjek bisa memunculkan cascade, artinya setiap tabrakan menghasilkan serpihan angkasa yang meningkatkan kemungkinan adanya tabrakan lain.

    Salah satu dampaknya adalah persebaran serpihan di orbit dapat mengakibatkan penjelajahan luar angkasa, bahkan pemakaian satelit, mustahil dilakukan selama beberapa generasi umat manusia.

    Kita memang belum sampai di sana. Namun, risiko tabrakan di orbit Bumi terus meningkat, dan akan terus meningkat pada level yang mengkhawatirkan jika manusia terus melakukan peluncuran seperti saat ini. Bahkan, risiko akan terus meningkat bahkan jika kita tidak meluncurkan apa pun ke orbit Bumi lagi.

    “Ada konsensus ilmiah bahwa bahkan tanpa peluncuran tambahan, jumlah sampah antariksa akan terus bertambah, karena peristiwa fragmentasi menambah objek sampah baru lebih cepat daripada kemampuan sampah secara alami untuk kembali ke atmosfer, yang dikenal sebagai sindrom Kessler,” kata ESA dalam laporannya, dikutip dari Science Alert.

    “Reaksi berantai ini dapat membuat orbit tertentu menjadi tidak aman dan tidak dapat digunakan seiring berjalannya waktu karena serpihan terus bertumbukan dan terpecah berulang kali, sehingga menciptakan efek berjenjang,” ESA menjelaskan.

    “Ini berarti bahwa tidak menambahkan sampah baru saja tidak lagi cukup. Lingkungan sampah luar angkasa harus dibersihkan secara aktif,” tegas ESA.

    Para ilmuwan telah lama mengetahui bahwa kecepatan peluncuran satelit ke orbit Bumi tidak berkelanjutan. Space Environment Report 2025 memberikan gambaran yang serius bahkan dengan mempertimbangkan penghancuran satelit yang ada di dalamnya. Saat ini, program pemantauan melacak sekitar 40 ribu objek di orbit Bumi, dengan sekitar 11 ribu di antaranya merupakan satelit aktif dan operasional.

    Namun, perkiraan jumlah sampah di sana jauh lebih tinggi. Menurut perkiraan ESA, ada sekitar 54 ribu objek di orbit Bumi yang lebih besar dari 10cm. Untuk ukuran 1-10cm, diperkirakan ada 1,2 juta keping sampah antariksa, dan ada sekitar 130 juta keping sampah berukuran 1mm-1cm berputar-putar di sekitar Bumi dengan kecepatan tinggi.

    Potongan kecil mungkin terdengar tidak menakutkan. Nyatanya, puing-puing ini masih dapat menyebabkan kerusakan signifikan pada satelit dan pesawat ruang angkasa yang beroperasi, termasuk Stasiun Luar Angkasa Internasional dan Teleskop Luar Angkasa Hubble.

    Fragmentasi tidak terbatas pada tabrakan. Kegagalan akibat ledakan dan keausan biasa adalah contoh proses yang dapat menyebabkan objek di orbit melepaskan serpihan berkecepatan tinggi.

    Pada 2024, peristiwa fragmentasi non-tabrakan merupakan sumber sampah antariksa terbesar. ESA menghitung 11 peristiwa semacam itu yang, jika ditotal, menghasilkan sedikitnya 2.633 sampah antariksa.

    Karena kejadian ini tidak direncanakan dan tidak terkendali, kita tidak dapat berbuat apa pun untuk memastikan pecahan-pecahan itu berada di orbit yang membusuk yang akan membuatnya terbakar tanpa bahaya di atmosfer Bumi.

    Namun, ada beberapa berita positif. Jumlah entri atmosfer terkendali dari tahap roket dan satelit utuh lebih tinggi pada 2024 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yang berarti bahwa strategi pembuangan ini berhasil. Ada juga lebih sedikit entri yang tidak terkendali.

    “Sekitar 90% badan roket di orbit rendah Bumi sekarang meninggalkan orbit yang berharga sesuai dengan standar masuk kembali dalam waktu 25 tahun sejak sebelum 2023, dengan lebih dari separuhnya memasuki kembali dengan cara yang terkendali,” jelas ESA .

    “Sekitar 80% juga mematuhi standar baru yang lebih ketat untuk mengosongkan orbit dalam waktu lima tahun yang telah diadopsi ESA untuk aktivitasnya sendiri pada 2023,” tambah ESA.

    Mempertahankan tren tersebut adalah satu bagian dari teka-teki. Prakarsa untuk secara aktif membersihkan ruang di sekitar Bumi merupakan bagian lain. Ini akan sulit, dan memerlukan kerja sama global.

    (rns/rns)

  • Lapisan Es Laut Arktik Mencapai Titik Terendah dalam 47 Tahun, Pertanda Apa?

    Lapisan Es Laut Arktik Mencapai Titik Terendah dalam 47 Tahun, Pertanda Apa?

    Bisnis.com, JAKARTA – Data baru mengungkapkan, lapisan es laut Arktik musim dingin telah turun ke titik terendah yang pernah tercatat karena suhu terus melampaui 2,7 derajat Fahrenheit (1,5 derajat Celsius).

    Dilansir dari livescience, lapisan es laut Arktik bervariasi sepanjang tahun dan biasanya mencapai tingkat maksimumnya pada bulan Maret.

    Layanan Perubahan Iklim Copernicus Uni Eropa kini telah menunjukkan bahwa lapisan maksimum untuk tahun 2025 adalah yang terendah yang pernah ada.

    Pembaruan ini menggemakan laporan NASA baru-baru ini tentang lapisan es laut dan menyoroti tren kenaikan suhu global yang mengkhawatirkan.

    Data tersebut menunjukkan bahwa lapisan es laut 6% lebih rendah dari rata-rata tahun ini, menjadikannya lapisan es terendah pada bulan Maret dalam sejarah 47 tahun yang diukur oleh catatan satelit.

    Layanan Perubahan Iklim juga menemukan bahwa suhu global pada bulan Maret rata-rata 2,88 F (1,6 C) lebih hangat daripada tingkat pra-industri (diperkirakan antara tahun 1850 dan 1900), menurut pernyataan Copernicus.

    Menurunnya lapisan es laut mengancam komunitas manusia dan satwa liar yang bergantung pada es untuk bertahan hidup.

    Penurunan tersebut juga memiliki berbagai dampak lingkungan yang merugikan dan mempercepat pemanasan global yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Hal ini karena air cair memantulkan lebih sedikit sinar matahari daripada es, sehingga saat es laut hilang, lebih banyak lautan di bawahnya yang terpapar dan planet ini menyerap lebih banyak panas.

    Pada tanggal 22 Maret, NASA dan Pusat Data Es dan Salju Nasional mengungkapkan bahwa es laut Arktik telah mencapai luas maksimumnya pada tahun 2025. Luas lapisan es laut tersebut adalah 5,53 juta mil persegi (14,33 juta kilometer persegi), sekitar 30.000 mil persegi (80.000 km persegi) lebih rendah dari luas maksimum terendah sebelumnya yang tercatat pada tahun 2017.

    Pembaruan Copernicus mencatat bahwa Maret juga menandai bulan keempat berturut-turut di mana tutupan es berada pada rekor terendah untuk periode tersebut. Tutupan es laut dan suhu berfluktuasi dari tahun ke tahun, jadi perubahan iklim tidak selalu berarti setiap bulan baru akan memecahkan rekor. Namun pembaruan Copernicus secara konsisten mengumumkan bulan-bulan yang memecahkan rekor.

    Untuk suhu udara permukaan global, tahun 2025 mencatat Maret terhangat kedua yang pernah tercatat. Artinya, Maret lebih hangat daripada setiap Maret yang pernah tercatat, kecuali tahun 2024, yang hanya sedikit lebih hangat.

    Pada tingkat regional, suhu di atas rata-rata di Amerika Serikat — tetapi tidak memecahkan rekor — sementara Eropa mengalami Maret terhangat sejak pencatatan dimulai. Suhu di atas rata-rata di seluruh Eropa dan khususnya hangat di Eropa timur.

    Samantha Burgess, pimpinan strategis untuk iklim di Pusat Prakiraan Cuaca Jangka Menengah Eropa, yang melaksanakan program Copernicus, mengatakan dalam pernyataan tersebut bahwa “Maret 2025 adalah Maret terhangat di Eropa, yang sekali lagi menyoroti bagaimana suhu terus memecahkan rekor.”

    Dilansir dari livescience, pada tahun 2015, para pemimpin dunia menandatangani Perjanjian Paris, sebuah perjanjian internasional yang berjanji untuk membatasi pemanasan global hingga di bawah 2,7 F dan jauh di bawah 3,6 F (2 C).

    Bumi kini secara konsisten berada di atas target tersebut, dengan Maret menjadi bulan ke-20 dari 21 bulan terakhir yang melampaui batas yang diinginkan.

  • Magnet Bumi Makin Liar, NASA Ungkap Lubang Besar di Langit

    Magnet Bumi Makin Liar, NASA Ungkap Lubang Besar di Langit

    Jakarta, CNBC Indonesia – NASA menemukan anomali medan magnet Bumi yang makin signifikan. Di wilayah selatan Bumi, kabarnya intensitas magnet terus berkurang secara signifikan.

    Lokasi anomali yang dikenal sebagai Anomali Atlantik Selatan (SAA) berada di atas Amerika Selatan dan Samudera Atlantik. Ini muncul dari inti luar planet terdiri dari besi cair dan nikel.

    Di sana terdapat gerakan untuk memproses dinamis disebut geodinamika, yang pada akhirnya menghasilkan medan magnet Bumi namun tidak seragam satu sama lain.

    Di Atlantik Selatan ditemukan intensitas magnet yang lemah. Menurut ahli geofisika dari NASA, anomali itu terjadi karena adanya pembalikan polaritas pada magnetik lokal.

    Dampaknya, perisai magnetik Bumi akan terganggu khusus di wilayah tersebut. Pada akhirnya membuat ‘lubang’ pada lapisan pelindung magnetik.

    Pelemahan tersebut akan membuat partikel dari Matahari menembus jauh lebih dalam ke dekat Bumi. Salah satunya dibuktikan melalui satelit yang melewati wilayah SAA.

    Satelit itu mengalami peningkatan kadar proton berenergi tinggi. Para insinyur mengatakan hal tersebut membuat adanya gangguan peristiwa tunggal atau SEU, dikutip dari Daily Galaxy, Selasa (8/4/2025).

    Hal itu membuat berdampak pada adanya malfungsi sementara, kerusakan data hingga permanen untuk wahana antariksa.

    Sejumlah operator satelit juga telah mendapatkan solusi dampak dari kerusakan. Yakni dengan mematikan sistem tidak penting secara rutin saat melintas di atas anomali.

    Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) juga terdampak dengan anomali. Namun perisai masih melindungi astronaut, sedangkan instrumen eksternal lebih rentan.

    Sementara Wakil Kepala Penyelidik Global Ecosystem Dynamics Investigation (GEDI), Bryan Blair mengatakan instrumen eksternal ISS terganggu namun dampaknya masih bisa dikelola.

    Dampak anomali juga terjadi pada misi Ionospheric Connection Explorer (ICON). Pihak misi terus melakukan pemantauan SAA dan melakukan penyesuaian pada operasinya.

    (dem/dem)

  • Satu Hari di Uranus Berapa Lama Waktu Bumi Ya?

    Satu Hari di Uranus Berapa Lama Waktu Bumi Ya?

    Jakarta

    Menurut penelitian baru, satu hari di Uranus sekitar setengah menit lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya. Analisis terhadap 11 tahun pengamatan Teleskop Luar Angkasa Hubble menunjukkan bahwa hari Uranus berlangsung selama 17 jam, 14 menit, dan 52 detik.

    Waktu ini 28 detik lebih lama dari perkiraan wahana antariksa Voyager 2 milik NASA saat melewati Uranus pada 1986. Para peneliti melaporkan perkiraan terbaru tersebut pada 7 April di jurnal Nature Astronomy.

    Hampir 40 tahun yang lalu, Voyager 2 menjadi wahana antariksa pertama yang mengamati Uranus dari dekat. Dengan menggunakan sinyal radio dari aurora planet tersebut dan data medan magnet yang dikumpulkan oleh wahana antariksa tersebut, para astronom saat itu menemukan bahwa hari Uranus berlangsung sekitar 17 jam, 14 menit, dan 24 detik.

    Para peneliti menggunakan periode rotasi tersebut untuk menentukan sistem koordinat planet. Namun, periode yang diukur tersebut disertai ketidakpastian bawaan sekitar 36 detik, yang secara bertahap bertambah seiring berlalunya setiap hari Uranus.

    Dalam beberapa tahun, ketidakpastian tersebut membuat mustahil untuk menentukan secara akurat orientasi sumbu magnetik planet tersebut.

    Untuk memperoleh estimasi periode rotasi planet yang lebih andal, penulis studi baru ini melacak pergerakan aurora di kutub magnet Uranus dari enam set pengamatan Hubble yang diambil antara 2011 hingga 2022. Hal ini membantu mereka menyempurnakan lokasi kutub magnet planet, yang mereka gunakan untuk menyusun estimasi periode rotasi Uranus yang lebih akurat. Pengukuran baru ini memiliki ketidakpastian kurang dari 0,04 detik.

    “Pengamatan berkelanjutan dari Hubble sangat penting,” kata penulis studi pertama Laurent Lamy, astronom di Paris Observatory, dikutip dari Science Alert, Kamis (10/4/2025).

    “Tanpa data yang sangat banyak ini, mustahil untuk mendeteksi sinyal periodik dengan tingkat akurasi yang kami capai,” ujarnya.

    Selisih 28 detik itu masih dalam batas kesalahan perhitungan Voyager 2, tetapi durasi yang baru memiliki ketidakpastian yang jauh lebih rendah.

    “Bukan berarti berubah. Sekarang cukup akurat untuk lebih bermanfaat,” kata Tim Bedding astronom di Sydney University, Australia.

    Dengan ketidakpastian yang lebih kecil ini, sistem koordinat yang didasarkan pada pengukuran baru periode rotasi Uranus seharusnya dapat bertahan selama beberapa dekade.

    Misi-misi mendatang ke Uranus, seperti Uranus Orbiter dan Probe yang diusulkan, dapat mengandalkan sistem koordinat ini saat memilih lokasi masuk atmosfer, tulis para peneliti dalam penelitian tersebut.

    “Dengan sistem bujur baru ini, kami kini dapat membandingkan pengamatan aurora yang mencakup hampir 40 tahun dan bahkan merencanakan misi Uranus yang akan datang,” kata Lamy dalam pernyataan tersebut.

    (rns/fay)

  • Teknologi NASA Bisa Deteksi Masalah Jantung dari Jarak Jauh

    Teknologi NASA Bisa Deteksi Masalah Jantung dari Jarak Jauh

    JAKARTA – Teknologi yang NASA kembangkan tidak hanya berfungsi di luar angkasa. Beberapa di antaranya bahkan bisa dimanfaatkan di rumah sebagai alat pendeteksi kesehatan organ, salah satunya adalah jantung.

    Pada akhir tahun 1990-an, tim di NASA Jet Propulsion Laboratory (JPL) mengembangkan prototipe seukuran buku teks tebal. Prototipe ini dapat mengukur tanda-tanda vital meskipun berukuran kecil, murah, dan tidak terhubung dengan tubuh manusia. 

    Hal ini mampu terjadi karena prototipe yang NASA kembangkan mampu memancarkan sinar radio ke orang yang diam. Menurut penjelasan badan antariksa tersebut, alat ini bekerja seperti radar dengan algoritme yang mampu membedakan aktivitas jantung dan pernapasan. 

    Teknologi ini pun diadopsi dan dikembangkan oleh Advanced TeleSensors dengan lisensi eksklusif dari JPL. CEO Advanced TeleSensors saat ini, Sajol Ghoshal, merupakan salah satu pihak yang berpartisipasi dalam demonstrasi prototipe tersebut. 

    Menurut Ghoshal, teknologi ini memiliki potensi yang baik dalam memantau kesehatan di rumah. Oleh karena itu, teknologi tersebut dikembangkan sebagai Monitor Cardi/o berukuran 3 inci yang bisa dipasangkan di langit rumah atau dinding. 

    Monitor ini dapat mendeteksi tanda vital seseorang dari jarak 10 kaki. Pengguna bisa mengontrol hasil pemantauan monitor menggunakan aplikasi yang terpasang di ponsel. Aplikasi tersebut akan menampilkan seluruh data di satu dasbor. 

    Berkat algoritma yang dikembangkan NASA sebelumnya, monitor ini mampu mendeteksi detak jantung dan pernapasan penghuni rumah. Selain itu, Advanced TeleSensors juga menambahkan kemampuan mendeteksi variabilitas denyut jantung sebagai indikasi stres. 

    Jika terjadi masalah, misalnya peningkatan denyut jantung secara drastis, aplikasi akan menampilkan peringatan. Seluruh data yang tersedia di aplikasi akan tersimpan di cloud hingga enam bulan dan dapat diakses oleh penyedia layanan kesehatan.

  • Berlian Raksasa Ditemukan Alat Canggih NASA, Ukurannya Bikin Takjub

    Berlian Raksasa Ditemukan Alat Canggih NASA, Ukurannya Bikin Takjub

    Jakarta, CNBC Indonesia – NASA berhasil menemukan sebuah planet yang cukup unik. Planet berukuran cukup besar itu kabarnya terdiri dari berlian.

    Planet itu bernama 55 Cancri e. NASA menemukannya dengan menggunakan teleskop James Webb, dikutip dari Times of India, Selasa (8/4/2025).

    Dilaporkan 55 Cancri e memiliki komposisi berlian. Sebuah penelitian menemukan sepertiga massa planet kemungkinan terdiri dari belian.

    Bukan hanya itu, permukaannya juga kemungkinan dari berlian dan grafit. Berbeda dengan biasanya yakni air dan batu seperti di Bumi.

    Planet ini disebut cukup unik dan besar. Berjarak 41 tahun cahaya dari Bumi, dengan ukuran hampir dua kali Bumi dengan massa sembilan kali lebih besar.

    Cancri e dikabarkan mengorbit cukup dekat dari bintang induknya bernama 55 Cancri A. Planet itu hanya membutuhkan waktu 17 jam atau lebih cepat dari Bumi untuk menyelesaikan satu orbit penuh.

    Di sisi lain, jaraknya yang cukup dekat membuat suhu permukaan planet sangat tinggi. Kabarnya mencapai 2.400 derajat Celcius, dengan permukaan yang didominasi lava cair dan disimpulkan cukup mengancam adanya kehidupan di planet tersebut.

    Untuk atmosfernya, para ilmuwan mengatakan terdiri atas gas dari aktivitas vulkanik di permukaannya. Times of India menuliskan hal tersebut membuat adanya kemajuan geologis yang substansial.

    (dem/dem)

  • Astronaut NASA Tangkap Satelit RI yang Lepas, Bertaruh Nyawa

    Astronaut NASA Tangkap Satelit RI yang Lepas, Bertaruh Nyawa

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kejadian tak terduga muncul dan menimpa dua astronaut NASA, Dale Gardner dan Joseph Allen, pada 1984 silam.

    Kala itu, kedua astronaut AS menerima kabar dari Bumi kalau ada dua satelit komunikasi yang keluar dari orbit.

    Salah satunya adalah satelit komunikasi Palapa milik Indonesia. Delapan tahun sebelumnya, tepat tahun 1976, Indonesia meluncurkan satelit komunikasi pertamanya dari Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat. Satelit itu berhasil menyatukan jalur komunikasi antara kepulauan-kepulauan di Indonesia.

    Sayang, setelah beberapa tahun dari peluncuran perdana, satelit tersebut keluar dari orbit atau lintasan yang semestinya. Ini terjadi karena roket gagal mendorong orbit untuk berada di jalur lintasan yang benar. Kasus demikian membuat satelit harus dikembalikan ke jalur yang benar, cepat atau lambat.

    Satu-satunya cara adalah menangkap satelit tersebut menggunakan tenaga manusia secara manual.

    Mengutip IFL Science, para astronaut harus mengenakan pakaian khusus antariksa lalu keluar dari wahana untuk menangkap satelit sebelum dikembalikan ke Bumi. Artinya, para astronaut harus berjalan mengambang di angkasa yang gelap gulita ke titik keberadaan Palapa.

    Masalahnya, keputusan keluar dari wahana antariksa sangat berisiko. Di angkasa yang gelap ada banyak ancaman antariksa, mulai dari blackhole hingga radiasi matahari. Namun, tugas tetap harus dilaksanakan. Dale Gardner dan Joseph Allen mesti berbagi tugas untuk menangkap Palapa.

    “Allen dan Gardner akhirnya keluar ke ruang tanpa gravitasi untuk memulai bagian perjalanan luar angkasa dari tangkapan satelit,” ungkap NASA.

    Allen keluar ke ruang angkasa menggunakan baju khusus dengan pengait di wahana. Ia kemudian berjalan mengambang menghampiri Palapa yang terancam bergerak tanpa arah.

    Sesampainya di sana, ia kemudian mengaitkan semacam kabel yang terhubung dengan wahana. Sementara Gardner bertugas di atas wahana menunggu kedatangan satelit. Dia bertugas memastikan satelit sudah terkunci dan berada tepat di ruang muatan. Keduanya bekerja dalam pengawasan seorang astronaut lain yang berada di wahana.

    Untungnya, setelah 5 jam 42 menit, kedua astronaut berhasil menyelesaikan tugas. Semuanya berjalan tanpa hambatan. Allen dan Gardner pun selamat. Satelit Palapa akhirnya bisa kembali ke Bumi.

    (int/dem)