Kementrian Lembaga: NASA

  • NASA Temukan Gundukan Berlian Tak Jauh dari Bumi

    NASA Temukan Gundukan Berlian Tak Jauh dari Bumi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Planet yang paling dekat dengan Matahari, Merkurius dikabarkan memiliki berlian. Kandungan cukup banyak hingga mencapai 10 mil atau sekitar 16 km.

    Petunjuknya berasal dari Messenger NASA. Wahana itu memetakan planet secara terperinci termasuk yang berada di dalamnya.

    Salah satu yang terungkap adalah lautan magma mendingin membuat karbon ringan melayang ke atas. Sementara logam lebih padat akhirnya tenggelam ke bawah.

    Dalam sebuah penelitian terbaru dari China dan Belgia mengungkapkan fakta baru. Karbon yang lebih berat tenggelam dan mengkristal ulang menjadi berlian, dikutip dari Earth, Jumat (25/4/2025).

    Tim peneliti Yanhao Lin dari Pusat Penelitian Lanjutan Sains dan Teknologi Tekanan Tinggi (HPSTAR) menciptakan kembali bagian dalam Merkurius. Mereka menekan batuan sintetis hingga 7GPa dan memanaskannya hingga 3.600 derajat farenheit (1.982 derajat Celcius).

    Percobaan juga menunjukkan pada batal inti mantel, karbon berubah menjadi cangkang berkilau berukuran 18 km.

    “Kami menggunakan mesin press bervolume besar meniru kondisi suhu tinggi dan bertekanan tinggi pada batas inti mantel Merkurius, menggabungkannya dengan geofisika dan hitungan termodinamika,” kata Lin.

    Berlian di Merkurius terbentuk karena lapisan grafit planet. Jika benar tertanam berlian di dalamnya maka ini menjadi pembeda Merkurius dengan planet berbatu lain.

    Misalnya tiga planet lain yakni Bumi, Mars dan Venus kehilangan sebagian besar karbon ke luar angkasa atau mengunci dalam karbonat. Merkurius berlaku sebaliknya, ditimbun dan menjadi berlian.

    (dem/dem)

  • Air di Bulan Mungkin Akibat Angin Matahari

    Air di Bulan Mungkin Akibat Angin Matahari

    Jakarta

    Hembusan partikel konstan dari Matahari mungkin menciptakan molekul air di Bulan, demikian petunjuk studi baru yang dipimpin NASA.

    Para ilmuwan telah mendeteksi jejak molekul air, serta molekul hidroksil (OH), komponen air, di permukaan Bulan melalui beberapa misi luar angkasa. Sumber air ini telah lama menjadi misteri, meskipun beberapa teori menunjukkan adanya vulkanisme, keluarnya gas dari lapisan regolith Bulan yang lebih dalam (kombinasi batu dan debu di permukaan Bulan), dan pemboman oleh meteorit kecil.

    Eksperimen NASA yang baru, yang dijelaskan pada 17 Maret di jurnal JGR Planets, menguji gagasan yang berbeda: bahwa angin Matahari berada di balik semua ini.

    Dikutip dari Science Alert, Minggu (27/4/2025) angin Matahari adalah badai partikel bermuatan yang mengalir dari Matahari dengan kecepatan lebih dari 1,6 km/jam. Angin ini membombardir segala sesuatu di Tata Surya, termasuk Bumi, dan menyebabkan aurora berwarna-warni saat bertabrakan dengan molekul-molekul di atmosfer kita.

    Magnetosfer planet kita melindungi kita dari dampak cuaca luar angkasa ini. Namun, Bulan memiliki medan magnet yang sangat lemah dan berbintik-bintik, sehingga kurang terlindungi.

    Air terdiri dari atom hidrogen dan oksigen. Batuan dan debu yang membentuk permukaan Bulan mengandung banyak oksigen tetapi tidak banyak hidrogen. Angin Matahari sebagian besar terdiri dari proton, yaitu atom hidrogen yang kehilangan elektronnya.

    Tanpa medan magnet yang kuat untuk melindunginya, angin Matahari menghantam permukaan Bulan setiap hari, menaburinya dengan proton yang mencuri atau meminjam elektron dari regolith Bulan untuk membentuk hidrogen yang dibutuhkan untuk membuat air.

    Menurut NASA, air yang terdeteksi di Bulan mengikuti pola yang menarik, berubah dalam siklus harian. Daerah yang dihangatkan oleh Matahari melepaskan air sebagai uap, sementara daerah yang lebih dingin menahannya.

    Peta topografi kutub selatan bulan. Kutub utara dan selatan bulan memiliki daerah dingin yang tidak pernah terkena sinar matahari, sehingga menciptakan perangkap dingin untuk menyimpan air sebagai es. Foto: NASA

    Jika sumber air adalah sesuatu seperti tabrakan mikrometeorit, kita mungkin memperkirakan air akan terus berkurang di daerah yang hangat hingga lebih banyak benturan terjadi. Namun, jumlah air yang terdeteksi kembali ke tingkat yang sama setiap hari, meskipun sebagian hilang ke luar angkasa. Hal ini membuat kemungkinan besar angin Matahari terlibat.

    Untuk menguji teori ini, para peneliti mensimulasikan dampak angin Matahari yang menghantam Bulan menggunakan sampel regolith Bulan yang dikumpulkan oleh astronaut Apollo 17 pada 1972.

    Mereka membangun akselerator partikel kecil dalam ruang hampa untuk meluncurkan ‘angin Matahari tiruan’ ke sampel selama beberapa hari, mensimulasikan dampak angin Matahari sungguhan yang menghantam Bulan selama 80 ribu tahun. Kemudian, mereka mengukur bagaimana susunan kimiawi sampel telah berubah, dan itu menunjukkan bukti adanya air yang sebelumnya tidak ada.

    “Hal yang menarik di sini adalah bahwa hanya dengan tanah Bulan dan bahan dasar dari Matahari, yang selalu mengeluarkan hidrogen, ada kemungkinan terciptanya air,” kata penulis utama studi Li Hsia Yeo , seorang ilmuwan planet di Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA.

    Memahami bagaimana air terbentuk di Bulan penting bagi misi astronaut di masa mendatang, kata para peneliti. Es air yang tersimpan di kutub selatan Bulan dapat menjadi sumber daya penting bagi astronaut, misalnya.

    Hasilnya juga memberikan wawasan tentang interaksi angin surya di luar Bulan. Benda langit lain yang tidak memiliki banyak atmosfer atau medan magnet juga dibombardir oleh angin surya, jadi mempelajari bagaimana lingkungan ini berubah dapat membantu kita memahami proses kimia angkasa yang menghasilkan atau menghilangkan air, bahan penyusun utama kehidupan.

    (rns/fay)

  • Lupakan Perang Dagang, China Pinjamkan Harta Karun Langka ke AS

    Lupakan Perang Dagang, China Pinjamkan Harta Karun Langka ke AS

    Jakarta

    China akan mengizinkan ilmuwan dari enam negara, termasuk Amerika Serikat, untuk meneliti harta karun berupa batuan langka yang diambil dari Bulan. Kerjasama ilmiah ini cukup mengejutkan mengingat China dan AS sedang terlibat dalam perang dagang.

    Dua institusi asal AS, Brown University dan Stony Brook University, sudah diberikan izin untuk meneliti sampel batu bulan yang dikumpulkan oleh misi Chang’e-5 pada tahun 2020. Selain dari AS, institusi lain dari Prancis, Jerman, Jepang, Pakistan, dan Inggris juga berkesempatan meneliti sampel ini.

    Institusi dari enam negara ini dipilih setelah Administrasi Luar Angkasa China (CNSA) membuka pendaftaran untuk mempelajari sampel misi Chang’e-5 pada tahun 2023. Kepala CNSA Shan Zhongde mengatakan sampel itu merupakan harta karun bersama untuk seluruh umat manusia.

    Ia menambahkan CNSA akan mempertahankan sikap yang aktif dan terbuka dalam pertukaran dan kerjasama internasional, termasuk dalam koridor informasi luar angkasa di bawah Belt and Road Initiative.

    “Saya yakin lingkaran pertemanan China di luar angkasa akan terus berkembang,” kata Shan, seperti dikutip dari BBC, Minggu (27/4/2025).

    Peneliti dari China selama ini tidak bisa mengakses sampel batu Bulan yang dikumpulkan oleh NASA karena pemerintah AS melarang kerjasama antara badan antariksa tersebut dengan China.

    Berdasarkan undang-undang tahun 2011, NASA dilarang berkolaborasi dengan China atau perusahaan milik China kecuali sudah mendapatkan izin khusus dari Kongres. Tapi menurut John Logsdon, mantan direktur Space Policy Institute di George Washington University, kerjasama terbaru ini tidak ada hubungannya dengan politik.

    “Ini adalah kerjasama internasional di bidang sains, yang sudah menjadi norma,” kata Logsdon.

    Logsdon mengatakan sampel yang dikumpulkan oleh misi Chang’e-5 memiliki keistimewaan dibandingkan sampel yang dikumpulkan misi Apollo karena usianya miliaran tahun lebih muda.

    “Jadi ini menunjukkan bahwa aktivitas vulkanik terjadi di Bulan lebih baru dari yang diperkirakan orang-orang,” jelas Lodgson.

    (vmp/fyk)

  • Panas Perang Dagang, China Kasih Tunjuk Harta Karun Umat Manusia ke AS

    Panas Perang Dagang, China Kasih Tunjuk Harta Karun Umat Manusia ke AS

    Jakarta, CNBC Indonesia – Di tengah ketegangan perang dagang yang masih panas, China dan Amerika Serikat (AS) justru menunjukkan sikap lebih bersahabat di bidang ilmu pengetahuan luar angkasa.

    Melansir BBC, China baru saja mengumumkan setidaknya ilmuwan dari enam negara, termasuk AS, akan diizinkan mempelajari batuan Bulan yang dibawa pulang oleh misi Chang’e-5 pada tahun 2020 lalu. Dua lembaga AS yang didukung NASA telah dipilih untuk mengakses sampel tersebut, seperti yang dikonfirmasi oleh Badan Antariksa Nasional China (CNSA) pada Kamis lalu.

    Kepala CNSA Shan Zhongde mengatakan, sampel tersebut merupakan harta karun bersama bagi seluruh umat manusia.

    Namun ironisnya, di saat bersamaan, hingga saat ini peneliti China sendiri masih tidak bisa mengakses sampel Bulan milik NASA. Ini karena aturan ketat dari Kongres AS, yang melarang NASA bekerja sama dengan China tanpa izin khusus berdasarkan undang-undang tahun 2011.

    Namun begitu, John Logsdon, mantan direktur Space Policy Institute di George Washington University, mengingatkan kerja sama ini murni bersifat ilmiah. Kepada BBC Newshour ia menjelaskan, pertukaran sampel Bulan ini “tidak ada kaitannya dengan politik” dan “kerja sama internasional di bidang sains merupakan norma”. Ia juga menambahkan, memeriksa batuan Bulan ini “tidak memiliki signifikansi militer”.

    Sementara itu, perang dagang kedua negara tetap membara. AS menaikkan tarif impor barang-barang China hingga 245%, dan Beijing membalas dengan tarif sebesar 125%. Meski sempat ada isyarat de-eskalasi dari Presiden Donald Trump, China membantah adanya pembicaraan damai.

    Kembali ke topik luar angkasa, pada 2023 CNSA mengundang berbagai lembaga untuk mengajukan permohonan guna mempelajari sampel Chang’e-5. Salah satu keistimewaan batuan ini, menurut Dr. Logsdon, adalah usianya yang “sekitar satu miliar tahun lebih muda” dibandingkan sampel yang diambil dalam misi Apollo. Ini berarti aktivitas vulkanik di Bulan mungkin bertahan lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya.

    Meski upaya pertukaran sampel antara pejabat antariksa AS dan China sempat dirundingkan tahun lalu, kesepakatan itu tidak membuahkan hasil. Namun kini, selain dua universitas dari AS, Universitas Brown dan Universitas Stony Brook, lembaga dari Prancis, Jerman, Jepang, Pakistan, dan Inggris juga memenangkan akses.

    Shan Zhongde dari CNSA menegaskan, China akan terus mempertahankan sikap yang semakin aktif dan terbuka dalam kerja sama luar angkasa internasional, termasuk lewat koridor informasi ruang angkasa dalam proyek Inisiatif Sabuk dan Jalan.

    “Saya yakin lingkaran pertemanan China di luar angkasa akan terus berkembang,” ujarnya penuh optimisme, dikutip Sabtu (26/4/2025).

    (dce)

  • Hadapi Musim Kemarau, Menhut Sebut 3 Faktor Ini Bisa Turunkan Tren Kejadian Karhutla – Halaman all

    Hadapi Musim Kemarau, Menhut Sebut 3 Faktor Ini Bisa Turunkan Tren Kejadian Karhutla – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni menyebut ada tiga faktor utama untuk menurunkan angka tren kebakaran hutan dan lahan (karhutla) saat musim kemarau melanda.

    Tiga hal itu adalah koordinasi, penegakan hukum efektif, dan terlibatnya masyarakat.

    “Kalau kita belajar dari data alhamdulillah, puji tuhan, bahwa karhutla secara nasional trennya terus menurun, yang saya pelajari dari tren turun ini terjadi paling tidak ada tiga faktor,” kata Raja Antoni usai hadiri Jambore Nasional Karhutla 2025, di Riau, Jumat (25/4/2025).

    Ia mengatakan koordinasi antar pemangku kepentingan seperti BMKG, TNI, Polri, pemerintah daerah dan pemerintah pusat jadi poin penting agar upaya penanganan bergerak secara terpimpin.

    Sementara penegakkan hukum yang efektif dimaksudkan untuk memberi efek jera bagi korporasi pengelola lahan kehutanan yang lalai atau tidak mengindankan upaya pencegahan karhutla.

    Sedangkan partisipasi aktif masyarakat sekitar kawasan rawan karhutla diperlukan untuk menyokong upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah. 

    “Tanpa partisipasi aktif dari masyarakat terutama generasi muda, adik-adik pramuka dan lain sebagainya tentu ancaman karhutla ini akan selalu bersama,” ujar dia.

    Raja Antoni berharap ketiga faktor tersebut bisa dijadikan prioritas dalam mencegah atau menanggulangi kejadian karhutla tahun ini.

    “Dengan Jambore Karutlah hari ini kita berharap tiga hal tadi menjadi hal yang paling penting kita garis bawahi,” pungkas dia. 

    Sebagai informasi, upacara Jambore Karhutla 2025 di Riau ini dipimpin oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. 

    Jambore Nasional Karhutla ini digelar untuk mengedukasi generasi muda dalam menginkatkan kesadaran bahaya karhutla dan kabut asap.

    Berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), wilayah Indonesia akan memasuki musim kemarau pada bulan akhir April ini dan berlangsung sampai Agustus.

    Kemenhut mengungkap saat ini ada kurang dari 130 titik hotspot di Indonesia. Dari 130 titik itu, 97 merupakan titik api berdasarkan citra satelit Aqua dan Terra milik NASA, satelit yang diperuntukan mengamati bumi untuk mempelajari iklim, lingkungan dan air.

    Beberapa provinsi yang memiliki tren karhutla setiap tahunnya antara lain Jambi, Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan wilayah Papua.

  • Jangan Lewatkan! Fenomena Bulan Tersenyum 25 April 2025 Besok

    Jangan Lewatkan! Fenomena Bulan Tersenyum 25 April 2025 Besok

    Jakarta

    Jika kalian menatap langit pada dini hari 25 April 2025, kalian akan melihatnya seperti tersenyum. Demikian prediksi pengamat langit NASA.

    Saat itulah fenomena langit yang disebut konjungsi rangkap tiga akan terjadi. Pada pagi hari Jumat, 25 April, Venus, Saturnus, dan Bulan sabit akan tampak berdekatan di langit sebelum fajar, membentuk formasi segitiga.

    Menurut NASA, kalian dapat melihat fenomena langit tersebut di dekat cakrawala timur sebelum Matahari terbit. Kedua planet tersebut terang dan mudah dilihat dengan mata telanjang. Namun, penggunaan teleskop atau teropong bintang dapat membantu kalian melihat detail pada Bulan sabit yang tampak tersenyum.

    Dikutip dari Live Science, NASA menyebut Merkurius juga dapat terlihat di bawah trio yang berkelap-kelip itu bagi mereka yang memiliki pandangan jelas ke cakrawala. Tidak seperti planet-planet yang lebih besar, Merkurius akan tampak sangat rendah di langit, jadi mungkin tidak terlihat di mana-mana.

    Apa Itu Konjungsi Rangkap Tiga?

    Dalam astronomi, konjungsi terjadi saat dua atau lebih objek langit tampak sangat dekat satu sama lain di langit malam. Saat tiga objek terlibat, maka terjadilah konjungsi rangkap tiga.

    “Venus berada lebih tinggi di atas cakrawala timur dengan Saturnus lebih rendah, dan Bulan sabit tipis sedikit lebih rendah dan sedikit lebih jauh ke utara,” kata Brenda Culbertson, Solar System Ambassador di NASA.

    “Bulan sabit tipis tampak seperti senyuman. Bagi sebagian orang, segitiga objek terang itu mungkin tampak seperti wajah tersenyum,” tambahnya.

    Bentuk wajah tersenyum ini akan terlihat dari mana saja di dunia dengan kondisi penglihatan yang baik, meskipun jendela untuk mengamatinya akan sempit. Culbertson mengatakan bahwa penyelarasan akan terjadi sekitar pukul 5:30 pagi pada 25 April dan Matahari akan terbit sekitar satu jam kemudian.

    “Siapa pun yang ingin mencoba melihat sekilas konjungsi tersebut harus mencari cakrawala timur yang jelas untuk mengamatinya,” kata Culbertson.

    Konjungsi akan menerangi langit beberapa hari setelah puncak hujan meteor Lyrids. Saat ini hujan meteor Lyrics masih berlangsung, tetapi puncaknya dapat dilihat kapan saja antara pukul 10:30 malam dan 5 pagi waktu setempat mulai 21 hingga 22 April, dengan sedikit gangguan dari Bulan sabit yang memudar. Menurut NASA, penampakan hingga 15 meteor akan terlihat per jam di bawah langit yang gelap.

    (rns/fay)

  • Pemandangan Langka Bulan Tersenyum Bisa Disaksikan Minggu Ini – Page 3

    Pemandangan Langka Bulan Tersenyum Bisa Disaksikan Minggu Ini – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Penyuka fenomena langit dapat menyimak fenomena langka “Bulan Tersenyum” atau Smile Moon pada akhir minggu ini. Pasalnya, Venus diperkirakan akan berada di posisi yang lebih tinggi dari Bulan dan Saturnus.

    Menurut Ambassador Tata Surya NASA Brenda Culbertson, posisi ini membuat penampakan bulan sabit tipis akan menyerupai senyuman dalam formasi tersebut.

    Menurut para astronom, karena formasi tersebut akan tampak sangat rendah di langit dan mungkin terhalang dari pandangan, serta tak terlihat di mana-mana.

    Mengutip Independent, Rabu (23/4/2025), dengan kondisi pengamatan yang tepat, pengamat langit di mana pun di dunia bisa melihat fenomena langka “Bulan Tersenyum” itu. Hal ini tidak seperti peristiwa langit yang hanya bisa dilihat dari regional tertentu, misalnya gerhana matahari total.

    NASA menyebutkan, formasi menawan dari Bulan Tersenyum ini mungkin hanya berlangsung sekitar atu jam, yakni sekitar pukul 05.30 pagi.

    “Siapa pun yang ingin mencoba melihat sekilas konjungsi tersebut harus mencari cakrawala timur yang cerah untuk mengamatinya,” kata astronom NASA tersebut.

     

    Gerhana bulan total mewarnai bulan dengan warna merah pada Kamis malam hingga Jumat pagi di Amerika Selatan. Gerhana bulan terjadi ketika bulan, bumi dan matahari berada dalam posisi sejajar.

  • Matahari Terbit dari Barat, Pakar Beberkan Fakta Ngeri di Bumi

    Matahari Terbit dari Barat, Pakar Beberkan Fakta Ngeri di Bumi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Selama ini, Matahari selalu terbit dari Timur dan terbenam di Barat. Namun, apa jadinya jika rotasi Matahari berubah dan terbitnya dari Barat?

    Institut Meteorologi Max Planck di Hamburg, Jerman pernah melakukan simulasi dampak jika Matahari terbit dari Barat. Penelitian ini menjalankan simulasi komputer selama 7.000 tahun untuk menganalisa apa yang akan terjadi di Bumi.

    Model komputer itu membalikkan beberapa proses fisik utama dari arah rotasi Bumi sebenarnya. Mulai dari pengalihan arus laut, lonjakan cyanobacteria, dan redistribusi lahan gurun seperti Sahara.

    Mengutip Weather, berikut beberapa dampak dari perubahan munculnya Matahari dari barat dan rotasi Bumi:

    1. Iklim

    Salah satu yang terjadi adalah iklim yang berbeda. Musim dingin parah terjadi di seluruh Eropa bagian barat karena adanya angin jet stream Timur yang berasal dari udara dingin Rusia ke wilayah itu.

    “Jika Anda hidup di Eropa barat, kehidupan terasa lebih baik. Karena rotasi yang berlawanan, wilayah ini sangat dingin,” kata penulis utama penelitian Florian Ziemen.

    2. Gurun

    Perubahan pada gurun juga terjadi saat rotasi Bumi berputar sebaliknya. Salah satunya adalah sejumlah gurun yang lebih sedikit.

    Setidaknya 4,2 juta mil persegi lebih sedikit dari yang ditemukan di Bumi. Salah satunya adalah gurun Sahara dan gurun tidak lagi mendominasi Afrika Utara dan Timur Tengah.

    Wilayah Amerika akan memiliki lebih banyak gurun. Mulai dari AS bagian Tenggara dan sebagian besar Brasil dan Argentina.

    3. Cuaca

    Cuaca juga berubah dengan drastis. AS bagian Tenggara dan sebagian besar Brasil serta Argentina yang akan memiliki banyak gurun juga menjadi lebih jarang menerima banyak curah hujan dibandingkan biasanya.

    Sebaliknya, Timur Tengah yang kering akan turun hujan yang lebih banyak dibandingkan dengan yang terjadi sekarang.

    4. Cyanobacteria

    Gelombang cyanobacteria muncul dan jauh lebih banyak dari yang terjadi sekarang. Lonjakan ini khususnya terjadi di Samudera India di bagian utara.

    Rotasi yang terbaik dan produksi biologis di sana membuat kadar oksigen yang rendah pada perairan yang lebih dalam. Sebagai gantinya, mikroorganisme mengonsumsi nitrat.

    Viral Klaim Palsu NASA

    Isu terkait perubahan rotasi Matahari yang terbit dari Barat sebelumnya juga pernah viral melalui unggahan di Facebook pada 2021 silam. Dalam unggahan tersebut, diklaim NASA menyebut Matahari akan terbit dari Barat karena mengalami perubahan perputaran. 

    Hal ini dikaitkan dengan tanda kiamat di Bumi. “NASA mengonfirmasi kemungkinan matahari terbit dari barat. Bumi berputar ke arah yang berlawanan yang menyebabkan matahari terbit dari sisi barat!!,” tulis teks viral yang turut dikutip AFP.

    “Para peneliti percaya bahwa kita sedang bergerak menuju kebalikan dari medan magnet yang akan membawa kita ke akhir umat manusia dan mendekati hari kiamat,” tertulis dalam unggahan tersebut.

    NASA lantas buka suara merespons klaim informasi yang menyebut Matahari terbit dari barat. Lembaga luar angkasa pemerintah AS ini menyebut tidak pernah mengeluarkan prediksi soal klaim tersebut.

    “Baik NASA maupun organisasi ilmiah lain tidak ada yang memprediksi matahari akan terbit dari barat,” kata Bettina Inclan, Associate Administrator for Communications NASA.

    Ia membenarkan fenomena pembalikan magnet bisa terjadi dan nyata, bahkan sejumlah ilmuwan pernah mempelajarinya. Fenomena tersebut terdapat di planet tetangga Bumi, Venus yang melakukan rotasi dengan berputar ke belakang.

    Sementara itu, Venus berotasi cukup lama yakni 243 hari dan waktu planet itu untuk mengitari Matahari setara dengan 225 hari di Bumi. Ini membuat Matahari akan terlihat di permukaan di Venus hanya sebanyak dua kali selama setahun atau satu kali dalam 117 hari.

    Kendati demikian, NASA membantah pernah mengeluarkan pernyataan soal Matahari terbit dari barat di Bumi. Untuk itu, perlu diketahui bahwa informasi dari unggahan Facebook yang viral itu salah.

    Nah, itu dia hasil simulasi penelitian jika Matahari terbit dari Barat. Namun, hingga kini belum ada informasi sahih dari NASA atau lembaga kredibel lainnya terkait potensi Matahari terbit dari Barat. Semoga informasi ini membantu!

    (fab/fab)

  • 60.000 Siswa Myanmar Harus Mengulang Ujian Masuk Universitas Usai Gempa

    60.000 Siswa Myanmar Harus Mengulang Ujian Masuk Universitas Usai Gempa

    Naypyitaw

    Lebih dari 60.000 siswa di Myanmar harus mengulang ujian masuk universitas setelah lembar jawaban mereka hangus dalam kebakaran yang disebabkan oleh gempa bumi dahsyat bulan lalu. Puluhan ribu siswa yang harus kembali ikut ujian masuk itu mendaftar untuk kuliah di Universitas Mandalay.

    Gempa dengan Magnitudo (M) 7,7 yang mengguncang pada akhir Maret lalu telah meluluhlantakkan bangunan-bangunan yang ada di wilayah Myanmar bagian tengah, dengan kerusakan terbesar terjadi di Mandalay yang merupakan kota terpadat kedua di negara tersebut.

    Dalam kekacauan yang terjadi pada saat itu, seperti dilansir AFP, Selasa (22/4/2025), sebuah kebakaran yang melanda Universitas Mandalay — universitas tertua kedua di Myanmar — telah menghancurkan lembar jawaban dari 62.954 siswa sekolah menengah dari wilayah utara yang sedang dinilai.

    “Lembar jawaban ujian hancur dalam kebakaran karena gempa bumi yang hebat,” kata media pemerintah Myanmar dalam laporannya pada Selasa (22/4).

    “Kami akan menggelar ujian matrikulasi kembali mulai dari 16 Juni hingga 21 Juni,” sebut media pemerintah itu.

    Ujian matrikulasi atau ujian masuk perguruan tinggi di Myanmar telah menjadi ritus peralihan bagi para remaja, yang menentukan arah studi mereka di masa depan.

    Menurut media pemerintah, sekitar 130.000 siswa mengikuti ujian masuk perguruan tinggi yang digelar secara nasional di Myanmar pada tahun lalu.

    Pemerintah junta militer Myanmar mengatakan bahwa kebakaran di Universitas Mandalay telah menghancurkan lebih dari 375.000 kertas ujian dari para siswa yang berasal dari wilayah Mandalay dan Sagaing — keduanya terdampak parah gempa pada 28 Maret lalu, juga dari wilayah Kachin.

    Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut lebih dari 60.000 orang terpaksa tinggal di tenda-tenda perkemahan setelah gempa mengguncang.

    Militer Myanmar merebut kekuasaan melalui kudeta tahun 2021 lalu, yang mengakhiri periode singkat reformasi demokrasi dan memicu perang saudara yang melibatkan banyak kubu. Gempa dahsyat yang mengguncang pada Maret lalu semakin memperparah masalah yang dialami rakyat Myanmar.

    Dana Anak-anak PBB atau UNICEF memperkirakan 2,7 juta anak tinggal di area-area yang terkena dampak gempa paling parah di Myanmar, yang menurut analisis NASA telah menyebabkan tanah bergerak hingga enam meter.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Digendong, Astronaut Tertua NASA Pulang ke Bumi di Hari Ultah ke-70

    Digendong, Astronaut Tertua NASA Pulang ke Bumi di Hari Ultah ke-70

    Meski tampak kelelahan, NASA memastikan Pettit dalam kondisi baik untuk astronaut seusai misi luar angkasa, demikian dikutip dari Straits Times, Senin (21/4/2025). Dari Kazakhstan, Pettit dijadwalkan terbang ke kota Karaganda sebelum melanjutkan perjalanan ke Johnson Space Center di Texas, AS.