Kementrian Lembaga: NASA

  • China dan Rusia Kolaborasi Bangun PLTN di Bulan

    China dan Rusia Kolaborasi Bangun PLTN di Bulan

    Jakarta

    China dan Rusia berencana membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Bulan. Memorandum kerja sama proyek ini telah ditandatangani oleh badan antariksa Rusia (Roscosmos) dan China National Space Administration (CNSA).

    Reaktor nuklir ini akan dipakai menyediakan energi listrik untuk International Lunar Research Station (ILRS), stasiun penelitian di Bulan yang dipimpin oleh China dan Rusia. PLTN in direncanakan selesai dibangun pada tahun 2036.

    “Statsiun ini akan melakukan penelitian antariksa yang fundamental dan menguji coba teknologi untuk operasi ILRS jangka panjang tanpa awak, dengan prospek kehadiran manusia di Bulan,” kata Roscosmos dalam pengumumannya, seperti dikutip dari LiveScience, Selasa (27/5/2025).

    Konstruksi reaktor nuklir buatan China dan Rusia akan dilakukan secara otonom tanpa campur tangan manusia, menurut wawancara dengan Director General Roscosmos Yuri Borisov pada tahun 2024. Borisov tidak menjelaskan bagaimana hal ini akan dicapai, tapi ia menambahkan teknologinya sudah hampir siap.

    ILRS adalah pusat penelitian permanen yang berlokasi di kutub selatan Bulan. Saat ini sudah ada 17 negara yang tertarik untuk bergabung dengan program tersebut, termasuk Mesir, Pakistan, Venezuela, Thailand, dan Afrika Selatan.

    Fondasi proyek ini akan dimulai dengan misi Chang’e-8 yang akan diluncurkan China pada tahun 2028. Ini akan menjadi misi pertama China untuk mendaratkan astronaut di Bulan.

    Rencana pembangunan ILRS pertama kali diumumkan pada Juni 2021. Saat itu China dan Rusia mengatakan mereka akan membawa material yang dibutuhkan untuk membangun markas di Bulan menggunakan lima roket super-heavy yang akan diluncurkan dari tahun 2030 sampai 2045.

    Setelah bagian dasarnya terbentuk, China berencana melakukan peluncuran tambahan untuk memperluas markasnya, termasuk menghubungkannya dengan stasiun luar angkasa yang mengorbit Bulan.

    ILRS merupakan kompetitor misi Artemis yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Program ini berencana membangun stasiun luar angkasa yang mengorbit Bulan bernama Gateway mulai tahun 2027.

    Misi Artemis melibatkan NASA dan badan antariksa dari 55 negara lainnya. Namun, masa depan program ini dipertanyakan setelah pemerintahan Donald Trump berencana memangkas anggaran NASA dan mendesak proyek Gateway dibatalkan.

    (vmp/afr)

  • Trump Depak Para Ilmuwan, Negara Lain Siap Menampung

    Trump Depak Para Ilmuwan, Negara Lain Siap Menampung

    Washington

    Ilmuwan di Amerika Serikat tak tenang. Pemerintahan Donald Trump memangkas miliaran dolar pendanaan penelitian ilmiah, ribuan ilmuwan di AS kehilangan pekerjaan atau hibah. Nah, pemerintah serta universitas di seluruh dunia melihat peluang tersebut.

    Program Canada Leads yang diluncurkan April, ingin merekrut para peneliti biomedis pemula dari AS ke Kanada. Universitas Aix-Marseille di Prancis memulai program Safe Place for Science bulan Maret. Mereka berjanji menyambut ilmuwan dari AS yang merasa terancam atau terhalang risetnya.

    Global Talent Attraction Program Australia, diumumkan bulan April, menjanjikan gaji kompetitif dan paket relokasi. “Menanggapi apa yang terjadi di AS, kami melihat peluang tak tertandingi untuk menarik beberapa pemikir terpintar di sini,” kata Anna-Maria Arabia, kepala Australian Academy of Sciences.

    Sejak Perang Dunia II, AS menginvestasikan sejumlah besar uang dalam penelitian ilmiah yang dilakukan di universitas-universitas independen dan lembaga-lembaga federal. Pendanaan tersebut membantu AS menjadi kekuatan ilmiah terkemuka di dunia.

    Temuan yang dihasilkan termasuk ponsel dan internet serta cara-cara baru untuk mengobati kanker, penyakit jantung, dan stroke. Namun, kini sistem tersebut tengah terguncang.

    Sejak Trump menjabat, pemerintahannya menyebut ada pemborosan pengeluaran sains dan memotong besar-besaran staf dan hibah di National Science Foundation, National Institutes of Health, NASA, dan lainnya.

    Dana penelitian ke beberapa universitas swasta juga dipangkas. Beberapa universitas pun berhenti merekrut, memberhentikan staf, atau berhenti menerima mahasiswa pascasarjana baru.

    “Ada ancaman terhadap sains di AS. Ada banyak sekali bakat, seluruh kelompok yang terpengaruh oleh momen ini.”” kata Brad Wouters, dari University Health Network di Kanada yang meluncurkan program perekrutan Canada Leads, dikutip detikINET dari AP.

    Masih terlalu dini untuk mengatakan berapa banyak ilmuwan yang memilih meninggalkan AS. Terlebih, AS memimpin soal pendanaan penelitian dan pengembangan. Bahkan pemotongan besar pun tetap memungkinkan program-program penting tetap berjalan. Di 2023, negara itu mendanai 29% dari R&D dunia.

    Beberapa lembaga di luar negeri melaporkan minat awal yang signifikan dari para peneliti di AS. Hampir setengah dari aplikasi di Prancis, berasal dari para ilmuwan yang berbasis di AS, termasuk peneliti AI dan astrofisikawan.

    (fyk/afr)

  • Tanda Kiamat Muncul di Antartika, Gunung Es Terbesar Segera Punah

    Tanda Kiamat Muncul di Antartika, Gunung Es Terbesar Segera Punah

    Jakarta, CNBC Indonesia – Foto satelit memperlihatkan fakta mengerikan di Antartika. Gunung es terbesar di dunia, A23a, mulai hancur berkeping-keping dan membentuk ribuan pulau-pulau es kecil.

    Dikutip dari LiveScience, gunung es A23a membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun untuk sepenuhnya menghilang alias punah, jika fenomena ini terus berlanjut.

    Gunung es A23a saat ini memiliki area permukaan seluas 3.100 kilometer persegi. Gunung es raksasa ini pertama kali terlepas dari Lapisan Es Filchner-Ronne pada tahun 1986, tetapi terperangkap saat bagian bawahnya tersangkut di dasar laut.

    A23a tetap terdampar hingga Januari 2023, saat akhirnya mulai menjauh dari daratan Antartika. Selama waktu ini, A23a berulang kali menyandang gelar “gunung es terbesar di dunia”.

    Sebagai informasi, gunung es yang lebih besar kerap datang dan pergi. Gelar A23a sebagai gunung es terbesar di dunia paling baru disandang kembali pada Juni 2023 silam.

    Pada awal 2024, gunung es raksasa itu terperangkap lagi setelah tertangkap dalam pusaran laut yang besar. Gunung es itu tetap berputar di tempatnya selama beberapa bulan sebelum akhirnya terlepas pada bulan Desember 2024.

    Gunung es A23a kemudian melanjutkan perjalanannya ke utara melalui Lintasan Drake yang juga dikenal sebagai “kuburan gunung es,” tempat gunung es Antartika yang besar tersapu hingga akhirnya hancur.

    Pada Januari 2025, menjadi jelas bahwa A23a sedang dalam jalur tabrakan dengan Georgia Selatan di Laut Scotia. Pada Maret 2025, gunung es raksasa itu berhenti saat menghantam dasar laut sekitar 100 kilometer dari pantai barat daya pulau di Samudra Atlantik tersebut.

    A23a kemudian terjebak untuk ketiga kalinya, dan mungkin terakhir kalinya, dalam rentang hidupnya yang panjang.

    Foto satelit terbaru dari satelit Aqua milik NASA memperlihatkan ujung-ujung A23a mulai terpisah, terutama di ujung bagian utara.

    “Ribuan puing-puing gunung es menyebar di permukaan samudra dekat dengan gunung utama, menciptakan pemandangan yang mengingatkan pada malam berbintang yang gelap,” tulis perwakilan NASA, dikutip dari LiveScience.

    Gunung-gunung es kecil itu terlihat berukuran jauh lebih mini dibandingkan A23a. NASA memberikan peringatan bahwa gunung-gunung es kecil itu bisa mengancam kapal-kapal yang melintas.

    Puing terbesar yang lepas dari A23a disebut A23c dan memiliki ukuran seluas 130 kilometer persegi. Saat ini, A23c menunju ke area selatan.

    Lepasnya puing-puing es dari A23a mengikis ukuran gunung es raksasa tersebut sebesar 520 kilometer persegi, sejak pertama kali terjebak pada Maret 2025 lalu, menurut NASA.

    Jika terus-terusan hancur, gunung es tersebut bisa menghilang dalam beberapa tahun ke depan.

    Per 16 Mei 2025, ukuran A23a sudah jauh menyusut, hanya beda 31 kilometer persegi dengan gunung es terbesar berikutnya yang dinamai D15A, menurut Pusat Es Nasional AS.

    Pengungsi Satwa Liar

    Sebagai informasi, wilayah Georgia Selatan tak dihuni oleh manusia. Hanya ada beberapa peneliti yang datang berkunjung sepanjang tahun.

    Namun, wilayah tersebut merupakan rumah bagi banyak satwa liar seperti anjing laut dan burung laut, termasuk 2 juta penguin, menurut BirdLife International.

    Memiliki gunung es besar yang tertambat di lepas pantai dapat menjadi masalah bagi spesies ini, terutama bagi penguin yang mungkin harus menempuh jarak beberapa ratus mil lebih jauh untuk mencapai mangsanya, tergantung di mana gunung es itu berada.

    Air lelehan yang berasal dari gunung es yang terperangkap juga dapat mengubah suhu dan kadar garam di sekitarnya.

    Saat ini, belum jelas bagaimana lelehan A23a akan berdampak pada kehidupan satwa liar di sekitarnya. Gunung es tersebut berada cukup jauh dari pantai, yang berarti tidak akan terlalu mengganggu seperti yang seharusnya.

    Beberapa peneliti mengklaim bahwa lempengan es yang mencair dapat bermanfaat bagi ekosistem laut dengan melepaskan nutrisi ke lautan.

    Ini bukan pertama kalinya Georgia Selatan dilanda dampak dari gunung es raksasa. Pada tahun 2020, salah satu gunung es terbesar di dunia sebelumnya, A68, terjebak lebih dekat ke pulau itu, sehingga menimbulkan kekhawatiran bahwa hal itu dapat mengganggu koloni penguin.

    Namun, tidak seperti A23a, gunung es itu dengan cepat pecah menjadi puluhan bongkahan besar setelah arus laut merobeknya menjadi dua, menyebabkannya mencair dengan cepat dan mencegah bencana.

    Gara-gara perubahan iklim imbas aktivitas manusia, lapisan es di Antartika terus meleleh dan mencair. Di Antartika, akan lebih banyak lagi gunung es besar yang segera melewati Georgia Selatan dalam beberapa dekade mendatang, menurut prediksi para ilmuwan.

    (fab/fab)

  • NASA Tak Sengaja Bunuh Alien Mars, Ilmuwan Ungkap Fakta Mengejutkan

    NASA Tak Sengaja Bunuh Alien Mars, Ilmuwan Ungkap Fakta Mengejutkan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Teori mengejutkan datang dari seorang ilmuwan Jerman yang menyebut NASA secara tidak sengaja membunuh kehidupan alien di Mars.

    Peristiwa ini muncul terkait eksperimen yang dilakukan NASA pada tahun 1970-an. Dirk Schulze-Makuch, ahli astrobiologi dari Technische Universität Berlin, memiliki pandangan unik mengenai kemungkinan adanya makhluk hidup di Mars.

    Schulze-Makuch menduga bahwa misi Viking 1 tanpa sengaja membunuh alien Mars melalui eksperimen mereka pada tahun 1976.

    Kala itu, NASA melakukan eksperimen dengan mencampurkan air, nutrien, dan sampel tanah Mars dengan asumsi bahwa kehidupan di Mars membutuhkan air, sebagaimana makhluk hidup di Bumi.

    Namun, menurut Schulze-Makuch, eksperimen tersebut justru mematikan kehidupan Mars karena organisme di sana kemungkinan bergantung pada garam untuk bertahan hidup, mirip mikroba ekstrem di Padang Pasir Atacama, Cile.

    “Di lingkungan super-kering, makhluk hidup bisa memperoleh air dari garam yang menyerap kelembaban atmosfer. Seharusnya, garam menjadi fokus utama dalam pencarian kehidupan Mars,” kata dia dalam laporan Space.com yang dikutip Futurism, Jumat (9/5/2025).

    Ia menyebut misi Viking kemungkinan besar membunuh mikroba Mars karena memberikan terlalu banyak air.

    Jika teori ini benar, Schulze-Makuch menyarankan pendekatan eksplorasi baru: bukan lagi “mengikuti air,” tetapi “mengikuti garam” sebagai petunjuk utama keberadaan mikroba.

    Sebagai contoh, ia menyebut badai hujan di Atacama mampu membunuh hingga 80% bakteri lokal karena kelebihan air.

    “Hampir 50 tahun setelah eksperimen Viking, sudah waktunya mengevaluasi kembali pendekatan kita dalam mencari kehidupan di Mars,” tulisnya dalam komentar ilmiah.

    (fab/fab)

  • Pemecatan Massal Ilmuwan Iklim AS Cemaskan Dunia

    Pemecatan Massal Ilmuwan Iklim AS Cemaskan Dunia

    Jakarta

    Rachel Cleetus tak bisa menyembunyikan rasa kecewanya saat membuka email dari pemerintahan Donald Trump pekan lalu. Pesan elektronik itu memberitahukan bahwa dirinya, bersama hampir 400 ilmuwan dan pakar lainnya, resmi dikeluarkan dari proyek National Climate Assessment (NCA6), laporan utama empat tahunan yang menyoroti dampak perubahan iklim di Amerika Serikat.

    “Rasanya seperti menyaksikan laporan iklim paling komprehensif di negeri ini dihancurkan begitu saja,” kata Cleetus, Direktur Kebijakan Senior di Union of Concerned Scientists, organisasi nirlaba yang berbasis di Amerika Serikat. Dia menyebut pemecatan ini sebagai keputusan sembrono terhadap proyek ilmiah vital yang menyokong pemahaman tentang dampak iklim terhadap ekonomi, infrastruktur, dan kehidupan masyarakat.

    Pemangkasan anggaran sains iklim

    Langkah mengejutkan ini, kata Cleetus, sebenarnya sudah tercium sejak jauh hari. Sebulan sebelumnya, Gedung Putih membekukan pendanaan dan memecat staf program riset iklim federal US Global Change Research Program (USGCRP), lembaga yang bertanggung jawab atas koordinasi penyusunan NCA6.

    Tanpa kejelasan nasib proyek dan dengan semua penulis diberhentikan, masa depan NCA6 yang sedianya terbit pada awal 2028 kini terancam. Cleetus memperingatkan bahwa ada risiko laporan itu akan diganti oleh “ilmu pengetahuan semu” versi pemerintahan Partai Republik yang konservatif dan pro energi fosil.

    Pemecatan ini hanyalah satu dari serangkaian langkah pemerintahan Trump yang menggerus institusi sains iklim AS. Pada Maret lalu, ratusan karyawan diberhentikan dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Lembaga ini sejak lama sudah menjadi salah satu pusat riset cuaca dan iklim yang menjadi acuan di seluruh dunia.

    Sebagai respons, ribuan ilmuwan menandatangani surat terbuka ke Kongres, menyebut pembongkaran lembaga-lembaga tersebut sebagai “pengingkaran kepemimpinan global AS dalam sains iklim.”

    Pembersihan besar-besaran: dari NASA hingga EPA

    Pembersihan juga menyasar Dinas Perlindungan Lingkungan (EPA) dan Departemen Energi, dengan pemecatan massal dan pemotongan hibah riset. Istilah “perubahan iklim” bahkan dihapus dari sejumlah situs lembaga pemerintah. Bahkan, Kepala Ilmuwan NASA sempat dilarang menghadiri pertemuan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) di Cina, forum utama PBB tentang iklim yang menjadi rujukan kebijakan global.

    Dampak internasional tak terhindarkan

    Meski laporan NCA berfokus pada Amerika, Cleetus menegaskan bahwa temuan dan modelnya digunakan secara luas oleh negara lain. Misalnya, riset tentang kenaikan muka laut di Pantai Timur dan Teluk AS juga relevan bagi negara-negara kepulauan kecil dan wilayah pesisir seperti Bangladesh.

    Profesor Walter Robinson dari NC State University menyebut, karena luasnya cakupan geografis dan keragaman iklim AS, temuan NCA6 punya nilai global. Maka tak heran jika komunitas ilmiah internasional ikut bersuara.

    Dukungan dari komunitas ilmiah global

    Sebagai bentuk perlawanan, Serikat Geofisika Amerika dan Masyarakat Meteorologi Amerika menyatakan akan menerbitkan lebih dari 29 jurnal ilmiah terkait iklim untuk memastikan keberlanjutan sains iklim independen.

    Namun dampak negatifnya tak hanya terasa di AS. Menurut Paolo Artaxo, profesor fisika lingkungan dari Universitas São Paulo, Brasil, pemutusan kerja sama ini mengganggu kolaborasi ilmiah antara AS dan berbagai kawasan lain seperti Amerika Latin, Afrika, Asia, dan Eropa.

    Chennupati Jagadish dari Akademi Sains Australia menyebut keputusan ini sebagai sinyal yang merusak kerja sama global. Dia mengaku banyak ilmuwan AS mulai melirik Australia sebagai tempat bernaung baru. Akademi di sana bahkan memiliki program untuk menyerap peneliti dan inovator yang meninggalkan AS.

    Presiden Trump juga mengusulkan pemangkasan besar dalam anggaran sains federal untuk 2026. Bila ini terjadi, menurut Robinson, pusat gravitasi sains iklim akan bergeser dari AS ke Uni Eropa, Cina, dan negara-negara OECD seperti Inggris, Jepang, Korea, dan Australia.

    Eropa bersiap isi kekosongan

    Pekan ini, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menggelar konferensi untuk merumuskan insentif keuangan bagi ilmuwan, termasuk yang bergerak di bidang iklim dan keanekaragaman hayati.

    Namun, Sissi Knispel de Acosta dari European Climate Research Alliance mengingatkan bahwa Eropa belum sepenuhnya siap mengisi kekosongan yang ditinggalkan AS. “Anggaran riset iklim, baik di negara-negara selatan maupun di Eropa, masih terfragmentasi dan bergantung pada proyek jangka pendek,” katanya.

    Meski Cleetus tetap optimistis para ilmuwan akan terus berkarya, dia mengakui bahwa “tak ada cara untuk langsung menggantikan mesin inovasi ilmiah sekelas AS di tempat lain dalam semalam.”

    Artikel ini terbit pertama kali dalam Bahasa Inggris

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Video: China Tembak Laser Siang Bolong ke Arah Bulan, Bikin NASA Kagum

    Video: China Tembak Laser Siang Bolong ke Arah Bulan, Bikin NASA Kagum

    Jakarta, CNBC Indonesia – China kembali memamerkan kemampuan teknologi bidang sains dan teknologi. Ilmuwan China berhasil menembakkan laser ke satelit yang sedang mengorbit Bulan di siang hari bolong.

    Simak informasi selengkapnya dalam program Profit CNBC Indonesia (Rabu, 07/05/2025) berikut ini.

  • Ilmuwan Temukan Kandidat Pengganti Pluto untuk Jadi Planet Ke-9

    Ilmuwan Temukan Kandidat Pengganti Pluto untuk Jadi Planet Ke-9

    Jakarta

    Data terbaru menunjukkan bahwa ilmuwan mungkin telah menemukan kandidat terbaik untuk jadi pengganti Pluto sebagai planet kesembilan.

    Tahun 2016, dua astronom di Caltech menyajikan bukti bahwa enam objek yang melewati orbit Neptunus berkumpul bersama dengan cara yang menunjukkan bahwa mereka ‘digiring’ oleh sesuatu dengan tarikan gravitasi besar. Sejak saat itu, ilmuwan Konstantin Batygin, Mike Brown, dan yang lainnya telah berupaya mencari benda yang diyakini sebagai planet itu.

    Banyak astronom percaya bahwa hal itu dapat menjelaskan teka-teki seperti kemiringan orbit objek sabuk Kuiper periode panjang, dan objek yang mengorbit Matahari dalam arah mundur di antara planet-planet raksasa.

    “Hal itu juga dapat membuat Tata Surya kita tampak sedikit lebih ‘normal’,” jelas NASA.

    Telah dilakukan survei pada planet-planet di sekitar galaksi kita dan yang paling umum adalah planet ‘super Bumi’ dan sejenisnya. Lebih besar dari Bumi, tetapi lebih kecil dari Neptunus.

    “Namun, tidak ada jenis ini yang ada di Tata Surya kita. Planet Sembilan akan membantu mengisi celah itu,” lanjut NASA.

    Meskipun kita telah menemukan ribuan eksoplanet, menemukan planet di Tata Surya sendiri tidaklah mudah. Planet kesembilan (jika benar-benar ada) diperkirakan berada jauh di luar orbit Neptunus, mungkin 500-700 unit astronomi (AU) dari Matahari. Satu AU adalah jarak antara Bumi dan Matahari. Pada jarak tersebut, meskipun ukurannya diperkirakan sangat besar, planet itu tidak akan banyak memantulkan sinar Matahari ke arah Bumi.

    Akan tetapi dalam makalah baru, sebuah tim mencoba mencari bukti keberadaan planet tersebut dengan melihat data yang mencakup beberapa dekade dari dua survei inframerah di langit.

    “Kami mencari kandidat Planet Sembilan dalam rentang jarak heliosentris 500 – 700 AU dan rentang massa 7 – 17M⊕ dengan menggunakan dua survei seluruh langit inframerah jauh dengan perbedaan waktu 23 tahun,” tim tersebut menjelaskan dalam makalah yang belum ditinjau sejawat.

    “Planet Sembilan diperkirakan bergerak lambat di langit karena jaraknya yang sangat jauh dari orbit Neptunus. Oleh karena itu, kami mencari objek yang bergerak lambat yang berpindah dari posisi IRAS ke posisi AKARI lainnya setelah 23 tahun,” lanjutnya.

    Tim tersebut awalnya menemukan 13 kandidat yang memerlukan pemeriksaan lebih dekat, kemudian mempersempitnya menjadi hanya satu.

    “Setelah seleksi ketat, termasuk pemeriksaan citra visual, kami menemukan satu pasangan kandidat yang baik, di mana sumber IRAS tidak terdeteksi pada posisi yang sama dalam citra AKARI dan sebaliknya, dengan jarak sudut yang diharapkan sebesar 42′ – 69,6′,” jabar tim.

    Tim peneliti yakin bahwa kandidat tersebut memerlukan investigasi lanjutan, data tersebut tidak cukup untuk memprediksi orbit objek tersebut. Pengamatan lebih lanjut akan diperlukan untuk mendekati planet tersebut, jika memang ada planet kesembilan itu.

    (ask/fay)

  • Trump Ikuti Jejak RI, Efisiensi Anggaran Misi Pengiriman Manusia ke Bulan

    Trump Ikuti Jejak RI, Efisiensi Anggaran Misi Pengiriman Manusia ke Bulan

    Jakarta

    Presiden Amerika Serika Donald Trump menerapkan kebijakan yang serupa dengan dilakukan Indonesia, yakni melakukan efisiensi. Salah satu yang berdampak adalah anggaran misi pengiriman manusia ke Bulan pun sedang diatur ulang kembali saat ini.

    Pemerintah AS memberikan perombakan serius pada misi program yang dikenal dengan Artemis yang tengah dijalankan oleh Badan Antarika Amerika Serikat (NASA) tersebut. Kekurangan anggaran menjadi penyebabnya hingga melakukan efisiensi di sektor misi astronomi itu.

    “Anggaran tipis,” ungkap Gedung Putih terkait program Artemis di tahun 2026 seperti dilansir dari Space, Selasa (6/5/2025).

    Selain melakukan efisiensi terhadap program Artemis, Trump juga akan memangkas pendanaan sistem eksplorasi NASA lainnya senilai USD 879 juta dan juga menghentikan roket bulan Space Launch System (SLS) dan kapsul Orion milik badan antariksa AS ini yang akan jadi tulangg punggung misi Artemis.

    Bahkan, kebijakan Trump ini pun turut membatalkan Gateway, stasiun luar angkasa kecil yang sedang dibangun oleh NASA di orbit bulan untuk mendukung operasi Artemis.

    “SLS sendiri menghabiskan biaya USD 4 miliar per peluncuran dan 140% melebihi anggaran,” demikian bunyi dokumen anggaran program.

    “Anggaran tersebut mendanai program untuk mengganti penerbangan SLS dan Orion ke Bulan dengan sistem komersial yang lebih hemat yang akan mendukung misi bulan berikutnya yang lebih ambisius,” tulis lebih lanjut.

    Dengan perombakan besar terhadap program Artemis ini, sistem komersial itu nanti kemungkinan besar akan disediakan oleh SpaceX atau Blue Origin. Kedua perusahaan antariksa itu sudah mengerjakan pendaratan Bulan berawak untuk digunakan Artemis dan roket yang akan membawa manusia ke tempat lebih jauh.

    Anggaran yang sedikit – ringkasan yang diperkecil dari permintaan anggaran penuh tahun 2026 – juga merupakan anggaran kasar bagi banyak program NASA lainnya. Secara keseluruhan, usulan Gedung Putih memangkas pendanaan badan antariksa tersebut sebesar USD 6 miliar dari tingkat yang ditetapkan tahun 2025, pengurangan hampir 25%.

    Efisien yang dilakukan Trump di sektor ini menjadi pertanda bahwa itu akan menjadi pemotongan dana tahunan terbesar dalam sejarah NASA, menurut The Planetary Society , sebuah organisasi nirlaba yang mengadvokasi eksplorasi ruang angkasa.

    (agt/afr)

  • Pesawat Antariksa Soviet Akan Jatuh ke Bumi, Beratnya Setengah Ton!

    Pesawat Antariksa Soviet Akan Jatuh ke Bumi, Beratnya Setengah Ton!

    Jakarta

    Dalam beberapa hari mendatang, sebuah pesawat ruang angkasa antarplanet era Soviet dengan berat sekitar setengah ton akan jatuh tak terkendali ke Bumi. Puing antariksa ini adalah modul pendaratan dari Kosmos 482, yang diluncurkan pada1972, menuju planet Venus.

    Namun, masalah teknis menyebabkan wahana itu tetap berada di orbit Bumi.

    Belum diketahui secara pasti kapan wahana antariksa itu akan sampai di permukaan planet kita, namun para ilmuwan memprediksi itu akan terjadi pada pekan kedua Mei.

    Salah satu pakar berkata pada BBC News Rusia bahwa ada kemungkinan serpihan wahana itu akan menghantam area permukiman.

    Sejumlah ilmuwan bilang Timur Tengah, Asia Tengah dan Eropa Tenggara adalah area yang kemungkinan akan dihantam puing antariksa ini.

    Lepas landas

    Baikonur Cosmodrome di Kazakhstan, yang terlihat di sini saat peluncuran misi Soyuz, adalah tempat Kosmos 482 meluncur pada 1972. (Getty Images / Nasa)

    Pesawat ruang angkasa dengan tujuan Venus tersebut diluncurkan dari Kosmodrom Baikonur pada 31 Maret 1972. 1

    Peluncuran ganda semacam ini dilakukan untuk meningkatkan probabilitas keberhasilan dalam penjelajahan antarplanet.

    Uni Soviet menggunakan roket Molniya-M, sejenis dengan yang digunakan dalam misi antariksa berawak Soyuz.

    Roket Kosmos 482 memiliki satu tingkat tambahan untuk meluncurkan wahana yang lebih berat ke orbit yang lebih tinggi.

    Adapun Venera 8 diluncurkan empat hari sebelumnya, berhasil mencapai destinasi dan menuntaskan misi antariksanya dengan sukses.

    Namun, Kosmos 482 yang menjadi cadangannya mengalami kendala teknis di bagian roket dan gagal keluar dari orbit Bumi.

    Kecelakaan

    Tiga tahap pertama peluncuran roket bekerja sesuai rencana, mendorong unit kepala ke orbit dekat Bumi. Stasiun ruang angkasa antarplanet itu kemudian diluncurkan ke targetnya.

    Namun, wahana itu gagal menempati posisi yang sudah ditentukan di atas Bumi karena blok pendorong gagal mengarahkan stasiun ruang angkasa tersebut dengan benar.

    Getty Images / NasaRoket Soyuz diangkut dengan kereta api ke landasan peluncuran di Situs 31 di Kosmodrom Baikonur di Baikonur, Kazakhstan pada tanggal 8 September 2024.

    Setelah itu, stasiun ruang angkasa menerima nama kode “Kosmos 482”.

    Pada 1970-an, pemerintah Soviet menyamarkan peluncuran yang tidak berhasil di bawah nama kode Kosmos, dengan angka yang berbeda setelah kata tersebut.

    Menurut halaman situs NASA yang didedikasikan untuk wahana tersebut, wahana itu pecah menjadi empat bagian: dua bagian tetap berada di orbit rendah Bumi dan terbakar di atmosfer dalam waktu 48 jam.

    Namun dua bagian lainnya kemungkinan modul pendaratan dan blok dengan mesin utama memasuki orbit yang lebih tinggi.

    “Bagian-bagian dari tangki bahan bakar titanium meninggalkan orbit dalam beberapa hari dan jatuh di Selandia Baru,” ujar Georgy Trishkin, penulis Tekhasskiy Vestniksaluran Telegram populer yang didedikasikan untuk peluncuran luar angkasa kepada BBC News Rusia.

    “Bagian-bagian dari stasiun dan tingkat keempat roket, yang juga dikenal sebagai Blok L, tetap berada di orbit elips yang memanjang.”

    “Titik tertingginya berada di suatu tempat sekitar 9.800 km jauhnya dari Bumi dan titik terendahnya berada pada ketinggian sekitar 210 km,” ujarnya.

    Badan antariksa AS, NASA, berkata modul pendaratan tersebut punya berat 495 kg.

    Modul yang kuat

    Jatuhnya pesawat ruang angkasa tidak menjadi masalah besar ketika mereka pecah dan terbakar di atmosfer, atau ketika jatuhnya bisa diperhitungkan dan dikendalikan dari Bumi.

    Contohnya, stasiun orbital besar Mir dikeluarkan dari orbit dan diarahkan menuju Bumi sehingga puing-puingnya tenggelam di Samudra Pasifik.

    Rusia melakukan penghancuran terorganisir terhadap pesawat ruang angkasanya, Mir, ke Samudra Pasifik ketika masa pakainya berakhir. (Getty Images / NASA / Newsmakers)

    Akan tetapi Kosmos 482 diperkirakan akan menghantam Bumi secara tidak terkendali.

    Namun bahaya utama adalah kemungkinan besar wahana itu tidak akan hancur dan terbakar sepenuhnya di atmosfer.

    Hal ini dikarenakan modul pendaratan tersebut direkayasa untuk mendarat di permukaan Venus, yang memiliki atmosfer lebih padat dan suhu lebih tinggi.

    Maka dari itu, pesawat ruang angkasa ini dibuat agar tahan dengan kondisi yang lebih keras daripada yang akan dihadapinya saat masuk kembali ke atmosfer Bumi.

    “Modul pendaratan itu sendiri dirancang untuk masuk kembali ke atmosfer Venus yang lebih berat, jadi perisai panas dan kompartemen kedap udaranya kemungkinan besar akan selamat dari masuk kembali ke atmosfer [Bumi],” jelas Georgy Trishkin.

    “Namun, kecil kemungkinan perangkat tersebut akan selamat sepenuhnya.”

    “Pengamatan secara tidak langsung mengindikasikan bahwa ia mungkin telah melepaskan parasutnya sejak lama. Ini berarti integritas strukturnya rusak dan banyak bergantung pada profil masuk kembali ke atmosfer,” ujarnya.

    Di mana pesawat itu jatuh?

    Trishkin mengatakan perhitungan berdasarkan jalur orbitnya mengindikasikan bahwa puing-puing tersebut kemungkinan besar akan jatuh di daratan.

    Ia mengatakan Mesir, Suriah, Turki, dan Azerbaijan, berada di jalur orbit Kosmos 482, jadi ada risiko menghantam area permukiman.

    “Jika kita berasumsi perangkat tersebut selamat sepenuhnya dan menabrak tanah dengan kecepatan yang diperkirakan 242 km/jam, maka energi impaknya akan berada di kisaran 1,1-1,2 MJ, yang bisa setara dengan ledakan beberapa ratus gram TNT (dinamit),” ujarnya.

    Jatuhnya Kosmos 482 ke Bumi, menurut berbagai perkiraan, akan terjadi antara tanggal 8 dan 14 Mei.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Gebrakan Baru Donald Trump: Pangkas Anggaran AS di tahun 2026 Demi Perkuat Sektor Pertahanan – Halaman all

    Gebrakan Baru Donald Trump: Pangkas Anggaran AS di tahun 2026 Demi Perkuat Sektor Pertahanan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali mengusulkan kebijakan yang kontroversial dengan memangkas anggaran federal secara signifikan untuk tahun fiskal 2026.

    Pemangkasan anggaran ini menargetkan anggaran mencapai 163 miliar dollar AS, atau sekitar Rp2.684 triliun.

    Berdasarkan laporan dari New York Post, pemangkasan yang dilakukan oleh Trump menyasar berbagai institusi dan program, termasuk:

    Trump mengusulkan pemotongan anggaran yang berjumlah total 163 miliar dollar AS, yang merupakan pengurangan sebesar 22,6 persen dari tingkat saat ini.

    Kenapa Pemangkasan Anggaran Diperlukan?

    Alasan utama di balik pemangkasan besar-besaran ini adalah untuk mengalihkan dana ke sektor pertahanan.

    Menurut Kantor Manajemen dan Anggaran Gedung Putih (OMB), proposal ini mencerminkan lonjakan hampir 65 persen dalam pengeluaran untuk keamanan dalam negeri.

    Trump percaya bahwa memperkuat kekuatan militer adalah cara paling jelas untuk menunjukkan dominasi Amerika di dunia.

    Dengan demikian, penguatan angkatan bersenjata dan keamanan perbatasan menjadi fokus utama.

    Siapa yang Akan Terdampak oleh Pemangkasan Ini?

    Pemangkasan anggaran direncanakan dilakukan secara bertahap.

    Beberapa lembaga yang akan terdampak secara langsung meliputi:

    Internal Revenue Service (IRS):

    Diperkirakan akan kehilangan lebih dari 2 miliar dollar AS.

    Kementerian Luar Negeri:

    Akan mengalami pemotongan hingga 50 miliar dollar AS.

    Kementerian Pendidikan:

    Anggaran akan dipotong sekitar 15 persen.

    Kementerian Perumahan dan Pembangunan Perkotaan:

    Pemangkasan mencapai 50 persen.

    National Institutes of Health (NIH) dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC):

    Akan dipangkas lebih dari 40 persen.

    NASA dan lembaga penegak hukum federal seperti FBI dan ATF:

    Juga tidak luput dari pemotongan.

    Trump melihat langkah ini sebagai upaya untuk menyeimbangkan anggaran sambil tetap membiayai proyek-proyek pertahanan besar.

    Bagaimana Respons Terhadap Rencana Pemangkasan Ini?

    Meski pemangkasan anggaran yang dikenal dengan sebutan “skinny bujet” ini masih berupa kerangka awal dan harus disetujui oleh Kongres, rencana tersebut telah memicu kritik dari berbagai pihak.

    Banyak yang menganggap bahwa pemotongan anggaran ini akan merugikan warga biasa, terutama keluarga kelas menengah dan pekerja.

    Salah satu penentang yang vokal terhadap kebijakan ini adalah Senator Susan Collins dari Maine.

    Respons negatif ini menunjukkan bahwa isu ini masih menjadi perdebatan yang hangat di kalangan rakyat Amerika.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).