Kementrian Lembaga: NASA

  • 3 Asteroid Pembunuh Bisa Hancurkan Bumi, Tersembunyi di Planet Venus

    3 Asteroid Pembunuh Bisa Hancurkan Bumi, Tersembunyi di Planet Venus

    Bisnis.com, JAKARTA – Venus menyembunyikan sedikitnya tiga asteroid pembunuh kota yang dapat menghantam Bumi tanpa peringatan, yang berpotensi mendatangkan malapetaka di planet kita.

    “Saat ini diketahui ada dua puluh asteroid co-orbital [batuan ruang angkasa di orbit dua benda langit] Venus,” para penulis memperingatkan dalam studi arockcalyptic, yang diterbitkan dalam jurnal “Astronomy & Astrophysics” seperti dilansir dari New York Post.

    Tim peneliti internasional, yang dipimpin oleh Valerio Carruba dari Universitas São Paulo di Brasil, menulis bahwa sedikitnya tiga asteroid 2020 SB, 524522, dan 2020 CL1 yang mengitari matahari bersamaan dengan planet kembaran kita memiliki orbit yang tidak stabil yang membawa mereka ke dekat Bumi.

    Jika lintasan yang goyah ini bergeser sedikit saja oleh perubahan gravitasi kecil atau gaya lainnya, asteroid tersebut dapat berada pada jalur tabrakan dengan planet kita, menurut penelitian tersebut.

    Carruba & Co. sampai pada kesimpulan ini dengan menggunakan batuan ruang angkasa tiruan untuk mensimulasikan berbagai kemungkinan hasil selama 36.000 tahun, menemukan bahwa ada populasi besar asteroid dengan eksentrisitas rendah — yang sebelumnya dianggap tidak berbahaya yang dapat didorong ke arah Bumi melalui pergeseran gravitasi dan faktor-faktor lainnya.

    Lebih buruk lagi, orbit batuan kosmik yang disebutkan di atas membuat mereka hampir tidak terlihat oleh perangkat deteksi Bumi.

    Sementara para ilmuwan di NASA dan badan antariksa lainnya secara rutin melacak asteroid dekat Bumi yang berpotensi berbahaya, teleskop tidak dapat menemukan batuan di jalur suborbital dengan Venus karena silau matahari, yang melindungi mereka seperti perangkat penyembunyian kosmik, WION melaporkan.

    Karena titik buta antarbintang ini, Observatorium Rubin di Chili hanya memiliki waktu dua hingga empat minggu untuk menemukan asteroid yang mematikan, sehingga kita tidak punya banyak waktu jika mereka berada di jalur tabrakan.

    Asteroid 2020 SB, 524522, dan 2020 CL1 berukuran antara 330 dan 1.300 kaki diameternya, sehingga masing-masing mampu menghancurkan seluruh kota dan menyebabkan kebakaran besar serta tsunami, Daily Mail melaporkan.

    Dampaknya akan meninggalkan kawah selebar lebih dari dua mil dan menghasilkan energi 1 juta kali lebih besar daripada bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima, Jepang, pada tahun 1945.

    Sayangnya, karena keterbatasan peralatan pemantauan terestrial, kita mungkin harus mencari solusinya di bintang-bintang.

    Para peneliti memperkirakan bahwa orbit asteroid co-orbital bisa menjadi tidak dapat diprediksi hanya dalam waktu lebih dari 150 tahun sebuah titik waktu dalam skala waktu antarbintang.

  • Nasa Ungkap Tanda Kiamat Muncul di RI, ini Jadwalnya

    Nasa Ungkap Tanda Kiamat Muncul di RI, ini Jadwalnya

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Biro antariksa Amerika Serikat, Nasa memprediksi potensi bencana besar yang membuat banyak wilayah tenggelam, yang disebabkan perubahan iklim. Jakarta masuk dalam wilayah yang diprediksi terdampak.

    Menurut ramalan NASA, ketinggian air laut akan meningkat sekitar 3-6 kaki pada 2100 mendatang. Jika hal itu menjadi kenyataan, ratusan juta orang berpotensi kehilangan tempat tinggal.

    Wilayah pesisir dengan populasi padat disebut berada di ambang kepunahan karena terancam tenggelam. Setidaknya ada 10 kota besar di berbagai belahan dunia yang berpotensi tenggelam.

    Jakarta masuk dalam daftar tersebut, dikutip dari Sciencing, Sabtu (31/5/2025).

    Tanda-tanda petaka ini mulai terlihat dari fenomena banjir yang paling umum dan makin sering terjadi. Di awal Maret 2025 saja, banjir sudah menggenangi beberapa area Jabodetabek dan Jawa. Bahkan, area Bekasi mencatat kondisi banjir terparah dibandingkan 2016 dan 2020.

    “Jakarta diketahui merupakan salah satu kota yang paling cepat tenggelam di dunia. Masalah ini kian ekstrem, hingga pemerintah Indonesia memilih memindahkan ibu kota [ke IKN],” tulis laporan Sciencing.

    Sciencing melaporkan Jakarta sudah mulai mengalami proses tenggelam dengan air yang naik 17 cm per tahun. Secara geografis, Jakarta terletak di dataran rendah yang dulunya didominasi oleh rawa.

    Ada 13 sungai yang mengalir melalui wilayah perkotaan hingga ke Laut Jawa, sehingga seluruh wilayah sangat rentan terhadap naiknya permukaan air. Jakarta juga telah mengalami peningkatan jumlah banjir sejak pergantian abad.

    Banjir paling parah terjadi pada tahun 2007, ketika bencana itu merenggut 80 nyawa dan menimbulkan kerugian hingga ratusan juta dolar.

    Sciencing juga menyinggung keputusan pemerintah untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke IKN pada 2022. Laman tersebut mengatakan risiko banjir yang tinggi di Jakarta merupakan salah satu alasan pemindahan tersebut, dibarengi dengan polusi dan penyumbatan di mana-mana.

    “Ibu kota baru yang dinamai IKN diprediksi akan rampung sepenuhnya pada 2045. Pada saat itu, IKN kemungkinan menjadi pelarian dari Jakarta yang tenggelam,” tertulis dalam laporan Sciencing.

    Selain Jakarta, simak daftar kota-kota besar lainnya yang diprediksi akan punah karena tenggelam yang dipicu perubahan iklim, menurut laporan Sciencing:

    Yangon, Myanmar

    Yangon memiliki populasi sebanyak 5,7 juta orang pada 2024. Sama seperti kota-kota terancam lainnya, Yangon juga kerap dihadang bencana banjir.

    Yangon terletak hanya beberapa kilometer dari Sesar Sagaing. Jika gempa bumi besar melanda wilayah tersebut, sumur air tanah dapat runtuh dan menenggelamkan sebagian besar kota.

    Bangkok, Thailand

    Bangkok memiliki populasi sekitar 11,2 juta orang pada 2024. Dari tahun-ke-tahun, Bangkok telah kehilangan wilayah daratan karena peningkatan air laut.

    Garis pantainya akan merayap lebih dalam, diperkirakan mencapai lebih dari satu kilometer setiap tahun. Dalam satu abad, mayoritas dari kota Bangkok diprediksi akan lenyap.

    Manila, Filipina

    Manila adalah ibu kota Filipina yang memiliki 14,9 juta penduduk pada 2024. Ekstraksi air tanah dan aktivitas seismis dari volkanu Taal yang aktif membuat Manila menjadi area yang tidak stabil.

    Kota ini memiliki level ‘tenggelam’ yang cepat, yakni 4 inci per tahun atau lebih tinggi dari rata-rata kenaikan level air laut global per tahun. Masalah lainnya adalah kerusakan hutan mangrove di Manila di sepanjang Manila Bay.

    Pohon-pohon di hutan itu selama ini menjadi penghadang erosi di Manila. Sejak memasuki abad ke-20, sebanyak 130.000 hektar hutan mangrove di sepanjang Manila Bay telah ditebang.

    Megalopolis Guangdong-Hong Kong-Makau

    Area ini merupakan yang terbesar dan paling banyak area urbannya di seluruh dunia. Diestimasikan populasinya mencapai 86,9 juta orang pada 2024. Keseluruhan area urbannya terkonsentrasi di antara Pearl River Delta dekat Laut China Selatan.

    Pearl River Delta diperkirakan memiliki kenaikan air laut setinggi 5 kaki pada 100 tahun mendatang. Dengan level tersebut, tak menutup kemungkinan area ini akan tenggelam di masa.

    Dhaka, Bangladesh

    Ibu kota Bangladesh ini merupakan kota dengan populasi terbesar dengan estimasi populasi 23,9 juta orang pada 2024. PBB menempatkan Bangladesh dalam jejeran ‘Top 10’ negara paling terdampak bencana alam.

    Di kala perubahan iklim makin parah, frekuensi dan intensitas banjir di negara tersebut juga kian mengkhawatirkan. Secara spesifik, Dhaka sudah ‘tenggelam’ sebanyak setengah inci per tahun.

    Kolkata, India

    Kota terbesar ketiga di India ini diestimasikan memiliki 15,6 juta populasi pada 2024. Selain ancaman peningkatan air laut, Kolkata diprediksi akan tenggelam karena ekstraksi air tanah yang berlebihan.

    Banjir juga menjadi bencana rutin di Kolkata. Pada 2024, banjir di Bengal Barat di Kolkata berdampak pada 250.000 orang. Jika bencana banjir ini makin sering terjadi dengan intensitas parah, lebih dari 10 juta orang terancam harus mengungsi.

    Alexandria, Mesir

    Kota terbesar kedua di Mesir ini memiliki populasi yang ditaksir mencapai 5,7 juta orang pada 2024. Hingga saat ini, Alexandria menjadi salah satu hub penting untuk perdagangan transbenua, terutama pengapalan minyak.

    Kota ini berfungsi sebagai salah satu terminal Pipa SUMED, pipa minyak antara Laut Merah dan Mediterania yang digunakan untuk mengirim minyak mentah dan gas alam dari Jazirah Arab ke Eropa.

    Sayangnya, dampak negatif dari penggunaan bahan bakar fosil tersebut adalah mencairnya es gletser. Panel iklim PBB memperkirakan sebanyak 30% kota tersebut dapat terendam air pada tahun 2050, yang akan menyebabkan setidaknya 1,5 juta orang mengungsi.

    Banjir juga dapat meluas hingga sebagian besar Delta Nil, menghancurkan salah satu tempat lahirnya peradaban.

    Miami, Florida

    Lebih dari setengah area Miami-Dade County hanya bertengger pada ketinggian 6 kaki di atas air laut. Sebanyak 60% di antaranya terancam tenggelam pada 2060 mendatang.

    Situasi di Miami makin parah dengan banyaknya pembangunan gedung-gedung mewah di area pesisir. Sciencing mengatakan pada skenario terburu, tenggelamnya Miami akan menjadi bencana alam terburuk sepanjang sejarah dari segi kerusakan ekonomi.

    Lagos, Nigeria

    Lagos adalah kota terbesar di Afrika dengan populasi sebanyak 16,5 juta orang pada 2024. Bencana banjir kerap menghantam Lagos pada musim panas, sehingga berdampak pada kerugian ekonomi sebesar miliaran dolar AS per tahun.

    Saat ini, area tersebut memiliki level tenggelam lebih dari 3 inci per tahun.

    Nah, itu dia 10 kota besar padat populasi di berbagai belahan dunia yang diprediksi akan tenggelam di masa depan. Semoga informasi ini membantu agar kita semua dapat mereduksi potensi bencana tersebut dengan menjaga lingkungan!

     

    (luc/luc)

  • Tinggalkan Trump, Elon Musk Kini Harus Hadapi Tantangan Berat

    Tinggalkan Trump, Elon Musk Kini Harus Hadapi Tantangan Berat

    Jakarta, Beritasatu.com – Elon Musk kini tengah dihadapkan pada tantangan berat setelah memutuskan keluar dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Miliarder yang dikenal dengan beragam bisnisnya ini kembali menghadapi tantangan besar di berbagai perusahaannya, yang masing-masing tengah berjuang mempertahankan posisi di pasar dan memulihkan citra yang sempat tercoreng.

    Melansir dari AP News, dimulai dari Tesla, perusahaan mobil listrik yang selama ini menjadi kebanggaan Musk. Penurunan laba yang mencapai 71% pada kuartal pertama tahun ini menjadi sinyal kuat bahwa Tesla sedang menghadapi tekanan serius.

    Ditambah lagi, persaingan dari produsen mobil listrik asal China semakin ketat, bahkan mereka kini menjadi penjual mobil listrik terbesar di dunia.

    Masa jabatan Musk di Washington, yang sempat dikaitkan dengan politik sayap kanan, juga dianggap memberi dampak negatif terhadap merek Tesla dan penjualannya.

    Sementara itu, bisnis media sosialnya, X, yang dulu dikenal sebagai Twitter, berusaha bangkit kembali setelah sempat kehilangan banyak pengiklan karena kebijakan kontroversial Elon Musk.

    Meski beberapa merek mulai kembali beriklan di platform tersebut, bisnis periklanan X masih jauh dari posisi sebelumnya dan menghadapi tantangan besar untuk mempertahankan kestabilan platform tersebut.

    Di sisi lain, SpaceX, perusahaan roket milik Musk, terus menunjukkan potensi finansial besar meski mengalami beberapa kegagalan teknis baru-baru ini, seperti ledakan roket Starship yang menyulitkan misi NASA ke bulan.

    Namun, investor tetap optimis setelah nilai perusahaan meningkat drastis menjadi US$ 350 miliar dalam beberapa bulan terakhir.

    Starlink, layanan satelit internet milik SpaceX, juga tengah berjuang mendapatkan pijakan di pasar global.

    Keberhasilan meraih izin dan membuat kesepakatan di beberapa negara tampaknya masih sangat bergantung pada hubungan politik, terutama dukungan dari masa pemerintahan Trump yang kini sudah ditinggalkan Elon Musk.

    Selain itu, Musk tengah menantikan peluncuran robotaxi Tesla yang telah dijanjikan selama bertahun-tahun. Dengan uji coba awal yang akan digelar di Austin, Texas, keberhasilan taksi tanpa sopir ini sangat menentukan masa depan Tesla.

    Namun, tantangan teknologi dan regulasi masih menjadi hambatan besar, apalagi menghadapi pesaing, seperti Waymo milik Alphabet yang sudah lebih dulu beroperasi secara komersial.

    Kini, setelah meninggalkan pemerintahan Trump, Elon Musk harus membuktikan bahwa bisnisnya dapat bangkit tanpa bergantung pada hubungan politik yang dulu dia miliki.

  • Letusan Matahari Bikin Satelit Starlink Berguguran

    Letusan Matahari Bikin Satelit Starlink Berguguran

    Jakarta

    Letusan dari Matahari memperpendek umur satelit yang ada di orbit Bumi, terutama konstelasi satelit besar seperti Starlink. Hal ini bisa menguntungkan sekaligus menimbulkan risiko untuk penduduk Bumi.

    Seperti diketahui, Matahari melewati siklus aktivitas 11 tahunan dengan periode puncak yang disebut ‘solar maximum’, yang terakhir kali terjadi pada akhir tahun 2024.

    Selama periode ini, peningkatan letusan Matahari menciptakan badai geomagnetik yang membuat atmosfer Bumi menjadi lebih panas, yang menyebabkan ukurannya membengkak dan menarik satelit ke arah permukaan Bumi.

    Denny Oliveira dan koleganya dari Goddard Space Flight Center NASA di Maryland mencoba meneliti dampak letusan Matahari terhadap satelit seperti Starlink. Mereka menemukan ketika terjadi badai geomagnetik, jumlah satelit yang jatuh ke Bumi lebih banyak dibandingkan periode tanpa aktivitas Matahari.

    Efek ini baru terlihat setelah ledakan jumlah satelit di orbit Bumi, terutama kehadiran konstelasi satelit seperti Starlink. Saat ini ada lebih dari 7.000 satelit Starlink yang mengorbit Bumi untuk menyediakan layanan internet ke permukaan.

    SpaceX, perusahaan operator Starlink, terus berencana memiliki lebih dari 30.000 satelit di orbit Bumi, dan mereka terus meluncurkan satelit setiap minggunya. Di sisi lain antara tahun 2020 sampai 2024, ada 523 satelit Starlink yang masuk kembali ke Bumi dan terbakar di atmosfer.

    “Ini pertama kalinya dalam sejarah kita memiliki begitu banyak satelit yang kembali memasuki atmosfer pada waktu bersamaan,” kata Oliveira kepada New Scientist, seperti dikutip detikINET, Jumat (30/5/2025).

    “Dalam beberapa tahun ke depan, kita akan memiliki satelit yang masuk ke atmosfer setiap hari,” sambungnya.

    Sean Elvidge dari University of Birmingham mengatakan efek ini dapat menguntungkan operator seperti SpaceX karena dapat memensiunkan satelit mati dari orbit dengan lebih cepat, sehingga tidak membahayakan satelit lain. Namun, hal ini juga bisa membatasi kemampuan operator untuk mengoperasikan satelit di orbit di bawah 400km.

    Ada juga kemungkinan bahwa satelit yang kembali ke Bumi lebih cepat berarti memperkecil kemungkinan satelit akan habis terbakar di atmosfer Bumi. Artinya, ada kemungkinan puing-puing satelit itu akan menghantam pemukiman atau wilayah lainnya di permukaan Bumi.

    Pada Agustus 2024, puing satelit Starlink sebesar 2,5kg ditemukan di sebuah peternakan di Saskatchewan, Kanada. Menurut SpaceX ini adalah satu-satunya kasus kepingan satelit Starlink jatuh ke Bumi karena tidak terbakar sepenuhnya di atmosfer.

    (vmp/hps)

  • Peneliti Harvard Temukan Bukti Baru Teknologi Alien Sampai ke Bumi

    Peneliti Harvard Temukan Bukti Baru Teknologi Alien Sampai ke Bumi

    Jakarta, CNBC Indonesia — Klaim mengejutkan kembali datang dari ilmuwan Harvard. Astrofisikawan ternama Prof Avi Loeb dan timnya mengklaim telah menemukan pecahan benda luar angkasa yang diyakini sebagai teknologi dari peradaban alien, usai meneliti sisa meteor yang jatuh di Samudra Pasifik.

    Objek misterius yang dinamakan IM1 itu dilaporkan jatuh ke Bumi pada tahun 2014. Loeb menduga kuat meteor tersebut berasal dari luar Tata Surya dan bukan sekadar batu luar angkasa biasa.

    Pada ekspedisi laut yang dilakukan pada Juni 2023, tim Loeb menggunakan alat khusus untuk menyisir dasar laut dan berhasil mengumpulkan spherules (bola kecil logam yang terdiri dari campuran besi, magnesium, dan titanium). Material ini dikenal sebagai ciri khas dari meteorit atau asteroid yang terbakar hebat saat memasuki atmosfer.

    “Berasal dari knalpot mobil, rem kendaraan, pengelasan, gunung api dan mungkin sejumlah sumber lain yang belum diidentifikasi. Objek ini bisa saja merupakan bagian dari teknologi alien,” kata Loeb, seperti dikutip dari Futurism, Kamis (29/5/2025).

    Namun, klaim tersebut menuai skeptisisme dari komunitas ilmiah. Marc Fries, kurator debu kosmik di NASA, menilai bahwa pecahan seperti itu biasa ditemukan di Bumi dan bisa saja berasal dari sumber lain seperti knalpot kendaraan, proses pengelasan, aktivitas vulkanik, hingga sisa-sisa meteor biasa.

    Meski banyak yang meragukan, Loeb tetap pada pendiriannya dan menyebut diperlukan penelitian lanjutan untuk menguak asal-usul pasti material tersebut.

    Ini bukan kali pertama Loeb mencuri perhatian. Pada tahun 2017, ia juga menghebohkan dunia dengan penemuan objek luar angkasa Oumuamua, yang sempat ia sebut sebagai pesawat luar angkasa milik alien. Namun dalam penelitian lanjutan, para ilmuwan dari University of California Berkeley menetapkan objek tersebut kemungkinan besar hanyalah sebuah komet yang mengalami proses radiasi kosmik di ruang antar-bintang.

    (mkh/mkh)

  • Kelakuan Donald Trump Bikin Bumi Cuma Bisa Pasrah Nyaris Kiamat

    Kelakuan Donald Trump Bikin Bumi Cuma Bisa Pasrah Nyaris Kiamat

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berisiko membuat upaya NASA menghindari Bumi dari kiamat buyar. Sebab dia memangkas anggaran NASA yang mungkin berdampak pada sejumlah proyek lembaga tersebut.

    Pemerintah Trump disebut akan memangkas dana NASA sebesar 24%. Bahkan pemotorngan yang diusulkan jauh lebih besar yaitu mencapai 47%.

    “Jika disahkan usulan anggaran yang sedikit dari pemerintahan Trump berisiko membuat NASA pada jalur tidak relevan,” kata anggota dewan, Valerie Foushee, dikutip dari Space, Rabu (28/5/2025).

    Salah satu proyek yang dikerjakan NASA dan berdampak pada Bumi adalah misi Surveyor Objek Dekat Bumi (NEO). Teleskop antariksa pertama itu bekerja mencari asteroid yang bisa mengancam Bumi.

    NEO diperkenalkan lewat misi Double Asteroid Redirection Test atau DART pada 2022. Misi tersbeut mengirimkan wahana untuk menabrakkan diri ke asteroid Dimorphos.

    Dimorphos merupakan asteroid yang mengorbit pada objek yang lebih besar bernama Didymos. Misi ini dilakukan untuk melihat apakah tabrakan akan berdampak dengan lintasan Dimorphos.

    DART bekerja dengan baik. Dengan begitu diharapkan NASA bisa mengirimkan kendaraannya untuk menjauhkan objek yang mengancam Bumi keluar dari jalurnya di masa depan.

    Administrator asosiasi untuk Direktorat Misi Sains NASA, Nicola Fox mengatakan pihaknya tidak mengetahui objek berukuran besar dengan dampak besar pada Bumi dalam 100 tahun ke depan. Namun dipastikan ada lebih banyak lagi yang bisa ditemukan.

    Dengan misi Surveyor diharapkan bisa meningkatkan kemampuan menemukan risiko tersebut. Termasuk memahami bahaya yang akan ditimbulkan untuk manusia di Bumi.

    “Menemukan asteroid yang berpotensi membahayakan menjadi prioritas utama program pertahanan planet NASA,” kata dia.

    Terkait pemangkasan anggaran dilakukan, kepala peneliti misi Surveyor Amy Mainzer mengaku belum tahu dampaknya pada Surveyor. Dia juga menegaskan soal investasi mahal yang dilakukan pada pelatihan ilmuwan untuk bisa memimpin misi yang sangat penting.

    “Kita harus memiliki investasi dan waktu yang dibutuhkan mempelajari sains, jadi dapat melakukannya dengan baik,” jelas Mainzer.

    Sementara Fox mengungkapkan dampak apa saja yang bakal terjadi dengan kebijakan Trump.

    Misalnya jika Pusat Penelitian AMes NASA ditutup makan akan kehilangan kemampuan memberikan sarah ahli pada Badan Manajemen Darurat. Ini akan bertanggung jawab soal keputusan dan tanggapan melindungi nyawa manusia.

    (dem/dem)

  • Spesies Baru Lahir di Luar Angkasa, Dibawa Pulang ke China

    Spesies Baru Lahir di Luar Angkasa, Dibawa Pulang ke China

    Jakarta, CNBC Indonesia – Bakteri misterius ditemukan dan disebut terbawa dari Bumi. Stasiun Luar Angkasa China, Tiangong melaporkan temuan bakteri yang belum pernah ditemukan itu sebelumnya.

    Temuan tersebut diungkapkan tim peneliti dari Shenzhou Space Biotechnology Group dan Beijing Institute of Spacecraft System Engineering melalui International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology.

    Menurut tim peneliti, bakteri mampu berevolusi. Dengan begitu bakteri mampu bertahan dalam kondisi stres oksidatif dan menyembuhkan diri sendiri karena kerusakan radiasi.

    Lebih lanjut diungkapkan bakteri menggunakan gelatin menjadi sumber nitrogen dan karbon. Keduanya dijadikan sebagai pelindung faktor lingkungan yang membahayakan, dikutip dari Science Alert, Selasa (27/5/2025).

    Sejauh ini, temuan bakteri itu belum dinyatakan membahayakan untuk makhluk hidup di Tiangong, termasuk untuk para astronaut yang hidup di dalamnya.

    Para peneliti juga mengatakan bakteri Niallia tiangongensis tidak membawa penyakit. Berbeda dengan saudara bakteri, Niallia circulans yang biasanya hidup di tanah dan got dapat membuat sepsis pada seseorang yang mengidap gangguan sistem kekebalan tubuh.

    “Memahami karakteristik mikroba dalam misi jangka panjang penting dalam upaya menjaga kesehatan dan keselamatan astronaut serta memastikan pesawat berfungsi dengan baik,” kata para peneliti.

    Sebelumnya NASA juga pernah menemukan bakteri jenis baru di Stasiun Luar Angkasa Internasional. Lembaga asal Amerika Serikat (AS) itu menjelaskan Enterobacter bugandensis atau bakteri yang bisa tahan obat dapat bermutasi menjadi bakteri jenis baru untukj bertahan dalam kondisi apapun di antariksa.

    (dem/dem)

  • Trump Usir Ilmuwan AS, Negara Lain Langsung Mau Tampung

    Trump Usir Ilmuwan AS, Negara Lain Langsung Mau Tampung

    Jakarta, CNBC Indonesia – Program efisiensi pemerintahan Donald Trump berdampak pada para ilmuwan. Anggaran miliaran dolar AS untuk mendanai penelitian sains telah dipangkas dan membuat banyak ilmuwan kehilangan pekerjaan.

    Hal ini membuka peluang bagi para ilmuwan AS untuk ‘kabur’ ke negara lain. Pasalnya, pemerintah dan universitas di seluruh dunia siap menampung mereka.

    Program ‘Canada Leads’ yang diluncurkan pada April 2025 lalu, bertujuan membina generasi inovator berikutnya dengan membawa peneliti biomedis pemula ke Kanada.

    Universitas Aix-Marseille di Prancis juga memulai program ‘Safe Place for Science’ pada Maret 2025 lalu. Program ini berkomitmen untuk menyambut para ilmuwan yang tinggal di AS dan merasa terancam atau terhambat gara-gara pemangkasan anggaran oleh pemerintah Trump.

    Tak cuma itu, Australia juga mengumumkan program ‘Global Talent Attraction’ pada April lalu. Program itu menjanjikan paket relokasi dan gaji kompetitif bagi para ilmuwan.

    “Sebagai respons atas situasi di AS, kami melihat ada peluang untuk menarik talenta-talenta paling cerdas ke sini [Australia],” kata kepala Australian Academy of Sciences, Anna-Maria, dikutip dari Arab News, Selasa (27/5/2025).

    Sejak Perang Dunia ke-II, AS menggelontorkan investasi besar-besaran untuk penelitian ilmiah yang digelar di universitas-universitas swasta dan lembaga-lembaga federal.

    Pendanaan itu membantu AS menjadi kekuatan ilmiah yang mendominasi dunia. Beberapa inovasi kawakan datang dari pendanaan tersebut, misalnya penciptaan ponsel seluler, internet, serta pengobatan jantung dan stroke, menurut Holden Thorp, pemimpin redaksi jurnali Science.

    Namun, sejak Trump kembali menjadi Presiden AS pada Januari 2025, fokusnya berubah total. Trump mengatakan pemerintah perlu memperketat anggaran dengan memangkas beragam program, serta pegawai negeri.

    Salah satu yang dipangkas adalah pendanaan untuk National Science Foundation (NSF), National Institute of Health (NIH), NASA, serta lembaga-lembaga lain yang fokus pada inovasi dan penelitian ilmiah.

    Usulan anggaran Gedung Putih untuk tahun depan menyerukan pemotongan anggaran NIH sebesar 40 persen dan anggaran NSF sebesar 55 persen.

    “Pemerintahan Trump menghabiskan beberapa bulan pertamanya untuk meninjau proyek-proyek pemerintahan sebelumnya, mengidentifikasi pemborosan, dan menyelaraskan kembali pengeluaran penelitian kami agar sesuai dengan prioritas rakyat Amerika dan melanjutkan dominasi inovatif kami,” kata juru bicara Gedung Putih Kush Desai.

    Dalam beberapa bulan terakhir, beberapa universitas sudah membekukan perekrutan, memangkas staf, dan berhenti menerima mahasiswa pascasarjana baru.

    Pemerintahan Trump juga mencabut izin Universitas Harvard untuk menerima mahasiswa internasional, meskipun seorang hakim menundanya.

    Lembaga penelitian di luar negeri mencermati kolaborasi yang bergantung pada kolega di AS dengan penuh perhatian, tetapi mereka juga melihat peluang untuk merekrut talenta

    “Ada ancaman terhadap sains di selatan perbatasan,” kata Brad Wouters, dari University Health Network, rumah sakit dan pusat penelitian medis terkemuka di Kanada, yang meluncurkan program perekrutan “Canada Leads”.

    “Ada banyak bakat, banyak kelompok yang terpengaruh oleh momen ini,” ujarnya.

    (fab/fab)

  • Planet Venus Masih Hidup, Peneliti NASA Ungkap Temuan Mencengangkan

    Planet Venus Masih Hidup, Peneliti NASA Ungkap Temuan Mencengangkan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Para peneliti menemukan planet Venus belum mati. Setidaknya secara geologis, tetangga Bumi itu masih dinyatakan hidup.

    Kedua planet diketahui memiliki ukuran yang sama. Bahkan memiliki total jumlah air yang sama dalam waktu bersamaan.

    Namun dalam perkembangannya hanya Bumi yang kemudian diisi berbagai macam makhluk hidup. Adapun, Venus berubah menjadi dunia yang mengerikan dan tidak bisa dihuni siapapun dan apapun.

    Dalam penelitian terbaru terungkap Venus tak sepenuhnya mati. Masih banyak bukti yang menyebutkan planet tersebut memiliki lebih banyak dinamika internal dengan Bumi dibandingkan yang diperkirakan sebelumnya.

    “Penelitian ini memberikan wawasan baru dan penting soal proses bawah permukaan yang membentuk permukaan Venus,” kata asisten ilmuwan di Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA, Gael Cascioli dikutip dari Live Science, Selasa (27/5/2025).

    Para peneliti menemukan sejumlah bukti berbentuk cincin di permukaan Venus. Fitur yang disebut korona disebutkan terbentuk saat gumpalan panas naik dari bagian mantel dan mendorong kerak menuju ke atas.

    Saat mendingin dan runtuh, struktur melingkar yang kemudian tertinggal.

    Tim peneliti melakukan beberapa simulasi untuk pembentukan tersebut. Termasuk dengan hasil dari data dari Magellan, pesawat antariksa milik NASA yang bertugas memetakan permukaan Venus.

    Hasil temuan peneliti adalah 52 dari 75 korona yang diteliti berada di atas gumpalan mantel. Mereka juga memastikan adanya proses aktif yang mendorong pembentukannya, ungkap pemimpin studi Anna Gulcher dari Universitas Bern Swiss.

    “Kami percaya proses serupa mungkin terjadi di awal sejarah Bumi,” jelasnya.

    Dari penelitian yang sama ditemukan kerak Venus bisa pecah atau mencair saat memiliki ketebalan 65 kilometer. Namun bisa saja terjadi saat keadaan lebih tipis lagi.

    Proses pencairan ini tidak hanya membantu mengatur struktur permukaan, tetapi mengatur ulang air serta material lain ke bagian dalam planet. Pada akhirnya proses tersebut dapat memicu aktivitas vulkanik dan berdampak pada atmosfer planet.

    (dem/dem)

  • Sosok Astronaut NASA Tertua, Masih Kuat Bolak-balik Antariksa

    Sosok Astronaut NASA Tertua, Masih Kuat Bolak-balik Antariksa

    Jakarta, CNBC Indonesia – Berusia tua bukan berarti tak produktif. Ambil contoh Don Pettit, seorang astronaut NASA berusia 70 tahun yang masih aktif menjalankan misi.

    Pettit baru saja merayakan ulang tahun ke-70 pada 20 April 2025. Bertepatan dengan momen spesial itu, Pettit kembali ke Bumi setelah menghabiskan 7 bulan di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). 

    Pettit, bersama dua kosmonaut Rusia, Alexei Ovchinin dan Ivan Vagner, mendarat dengan kapsul Soyuz di Kazakhstan pada 20 April 2025. Selama 220 hari di orbit, mereka mengelilingi Bumi sebanyak 3.520 kali dan menempuh perjalanan sejauh 150 juta kilometer.

    Ini merupakan penerbangan luar angkasa keempat bagi Pettit, yang telah menghabiskan total lebih dari 18 bulan di orbit sepanjang karier 29 tahunnya di NASA.

    Kapsul kecil para astronaut mendarat di kawasan terpencil di tenggara Dzhezkazgan sekitar pukul 01.20 GMT, hanya beberapa jam setelah undocking dari ISS.

    Foto-foto yang dibagikan NASA menunjukkan kapsul tersebut mendarat dengan bantuan parasut, diiringi latar belakang matahari terbit yang dramatis.

    Setelah mendarat, ketiga astronaut terlihat memberikan isyarat jempol saat dievakuasi menuju tenda medis.

    Meski tampak kelelahan, NASA memastikan Pettit dalam kondisi baik untuk astronaut seusai misi luar angkasa, demikian dikutip dari Straits Times, Selasa (27/5/2025).

    Dari Kazakhstan, Pettit dijadwalkan terbang ke kota Karaganda sebelum melanjutkan perjalanan ke Johnson Space Center di Texas, AS.

    Selama di ISS, ketiganya menjalankan berbagai penelitian penting, termasuk teknologi penyaringan air, pertumbuhan tanaman di kondisi ekstrem, serta perilaku api di mikrogravitasi.

    Misi mereka hampir sepanjang misi terlama NASA baru-baru ini, di mana astronaut Butch Wilmore dan Suni Williams menghabiskan sembilan bulan di orbit akibat kegagalan teknis pesawat mereka.

    Kisah Pettit memberikan inspirasi kepada kita untuk terus berkarya sepanjang masih bisa hidup. Semoga informasi ini bermanfaat!

    (fab/fab)