Kementrian Lembaga: NASA

  • Tentang Gunung Klyuchevskaya Sopka yang Meletus Usai Gempa Rusia

    Tentang Gunung Klyuchevskaya Sopka yang Meletus Usai Gempa Rusia

    Jakarta

    Klyuchevskaya Sopka, gunung berapi tertinggi di Semenanjung Kamchatka, Rusia, meletus tak lama setelah wilayah itu diguncang gempa bumi berkekuatan magnitudo (M) 8,8. Letusannya menghasilkan gumpalan abu hingga puluhan kilometer ke langit.

    “Gumpalan abu dari letusan itu meluas setidaknya 1,5 mil (2,5 kilometer) di atas dan 36 mil (58 km) timur gunung berapi,” kata Tim Tanggap Letusan Gunung Berapi Kamchatkan dalam unggahan di Telegram, seperti dilansir Live Science, Rabu (30/7/2025). Mereka juga memperingatkan bahwa ledakan abu setinggi 5 mil (8 km) dapat terjadi kapan saja.

    Letusan Klyuchevskaya juga menambah daftar panjang aktivitas vulkanik di kawasan Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Gunung ini merupakan salah satu yang paling aktif dan tertinggi di Eurasia, serta dikenal memiliki riwayat erupsi yang cukup intens. Berikut profil dan catatan sejarah letusannya.

    Gunung Api Tertinggi di Rusia yang Masih Aktif

    Klyuchevskaya Sopka adalah stratovolcano aktif yang terletak di bagian timur laut Semenanjung Kamchatka, Rusia. Dengan ketinggian sekitar 4.750 meter di atas permukaan laut, gunung ini tercatat sebagai gunung berapi tertinggi di Eurasia. Menurut Earth Observatory NASA, Klyuchevskaya terbentuk sekitar 7.000 tahun yang lalu dan merupakan bagian dari kompleks vulkanik besar di Kamchatka.

    Gunung ini berada dalam zona subduksi yang dikenal sebagai Cincin Api Pasifik, wilayah yang mencakup mayoritas gunung api aktif dunia. Aktivitas geologinya sangat intens karena terletak di pertemuan lempeng Pasifik dan Eurasia. NASA mencatat bahwa dari waktu ke waktu, kawah puncaknya maupun celah-celah samping di lerengnya kerap mengeluarkan abu, gas vulkanik, dan lava.

    Riwayat Letusan dan Aktivitas Terbaru

    Salah satu letusan signifikan terjadi pada Oktober 2020. Dalam laporan Earth Observatory NASA, aktivitas termal yang kuat terdeteksi dari satelit Terra dan Aqua. Gambar citra memperlihatkan aliran lava dari kawah utama ke lereng bagian timur gunung, disertai semburan abu yang membubung hingga ke atmosfer.

    Letusan terbaru pada 27 Juli 2025 terjadi beberapa jam setelah gempa berkekuatan M 8,8 mengguncang wilayah utara Kamchatka. Menurut laporan Live Science yang mengutip ahli vulkanologi, aktivitas seismik sebesar itu dapat memicu ketidakstabilan magma dan mempercepat terjadinya erupsi, terutama pada gunung yang sudah aktif secara geologis seperti Klyuchevskaya.

    Dampak Abu Vulkanik dan Sistem Pemantauan

    Dampak utama dari letusan ini adalah meluasnya abu vulkanik ke atmosfer bagian atas. Earth Observatory NASA menyatakan bahwa kolom abu dari letusan Klyuchevskaya pada Juli 2025 mencapai ketinggian lebih dari 12 kilometer. Awan abu yang terbentuk menyebar ke arah timur dan membentang puluhan kilometer dari lokasi kawah.

    Abu vulkanik sangat berbahaya bagi penerbangan, karena partikel halus dapat masuk ke dalam mesin dan menyebabkan kerusakan serius. Oleh sebab itu, Pusat Vulkanologi Rusia (KVERT) segera mengeluarkan peringatan penerbangan “kode merah” setelah erupsi terjadi.

    Menurut Live Science, pemantauan gunung ini dilakukan secara berkelanjutan menggunakan sistem seismik dan observasi satelit. Tim Tanggap Letusan Gunung Berapi Kamchatkan juga memperingatkan potensi ledakan lanjutan yang dapat terjadi sewaktu-waktu dalam beberapa hari setelah erupsi besar.

    (wia/imk)

  • Provinsi Terpadat di Kanada Batalkan Kontrak Senilai Rp1,4 Triliun dengan Starlink

    Provinsi Terpadat di Kanada Batalkan Kontrak Senilai Rp1,4 Triliun dengan Starlink

    Bisnis.com, JAKARTA —  Provinsi Ontario, Kanada, resmi membatalkan kontrak senilai US$68,12 juta atau Rp1,4 triliun untuk layanan internet satelit berkecepatan tinggi Starlink milik Elon Musk.

    Langkah tersebut diambil untuk memenuhi janji retaliasi terhadap tarif yang dikenakan Amerika Serikat pada produk-produk Kanada.

    Menteri Energi dan Pertambangan Ontario Stephen Lecce mengkonfirmasi penghentian kesepakatan layanan internet satelit tersebut. Lecce, yang mengawasi konektivitas broadband di provinsi terpadat Kanada ini, tidak mengungkapkan biaya untuk mengakhiri perjanjian tersebut.

    “Kami membatalkan kontrak tersebut karena alasan-alasan yang telah dia sebutkan sebelumnya. Kami membela Kanada,” kata Lecce, Kamis (31/7/2025).

    Sebelumnya, kontrak yang ditandatangani pada November 2024 ini dimaksudkan untuk menyediakan akses internet berkecepatan tinggi kepada 15.000 rumah dan bisnis di komunitas terpencil Ontario.

    Kesepakatan ini juga mencakup akses Starlink untuk First Nations terpencil, setelah uji coba yang menjanjikan pada 2020 di Pikangikum First Nation yang menunjukkan internet berkecepatan tinggi berfungsi dalam 15 menit setelah pengiriman perangkat keras menurut laporan Independent

    Premier Doug Ford telah mengancam akan membatalkan kesepakatan tersebut pada Februari, menyusul pengenaan tarif oleh Presiden AS Donald Trump terhadap impor Kanada. Pembatalan kemudian ditunda setelah Trump menyetujui jeda tarif selama 30 hari. 

    Dalam perkembangan lain, NASA menaruh perhatian terhadap Starlink yang disebut mengikis lapisan ozon Bumi saat mereka keluar dari orbit. Hal ini diungkapkan oleh studi yang didanai NASA dan diterbitkan dalam Geophysical Research Letters pada Juni 2024.

    Satelit Starlink yang mencapai akhir masa pakainya terbakar di atmosfer Bumi dan meninggalkan partikel kecil aluminium oksida. Partikel-partikel ini kemudian turun ke lapisan ozon, yang berfungsi menyerap radiasi ultraviolet berbahaya.

    Para peneliti – yang berasal dari University of Southern California – menemukan jumlah oksida ini meningkat delapan kali lipat dari 2016 hingga 2022. Namun, tidak semua dari partikel ini disebabkan oleh Starlink meskipun satelit Elon Musk itu memiliki armada terbesar.

    Menurut data yang dikumpulkan oleh astrofisikawan Jonathan McDowell, dari sekitar 10.000 objek aktif di orbit rendah Bumi, lebih dari 7.750 di antaranya merupakan milik Starlink.

    Laporan Space.com mengatakan perusahaan tersebut saat ini memiliki izin untuk meluncurkan 12.000 satelit lagi dan berencana menambah hingga 42.000 satelit pada masa mendatang.

    Perlu diketahui, satelit-satelit ini dirancang untuk bertahan sekitar 5 tahun. Sebuah satelit seberat 550 pon disebut akan melepaskan sekitar 66 pon partikel nano aluminium oksida saat masuk kembali ke atmosfer.

    Satelit-satelit Starlink juga menjadi semakin berat seiring waktu, dengan versi terbaru memiliki berat sekitar 2.760 pon.

    Aluminium tersebut sebagian besar akan dilepaskan di ketinggian antara 30 hingga 50 mil di atas permukaan Bumi. Namun, kemudian akan melayang turun ke lapisan ozon, yang diperkirakan memakan waktu sekitar 30 tahun.

    Dampaknya dikatakan sudah mulai terlihat — satelit yang terbakar pada tahun 2022 menyebabkan peningkatan kadar aluminium di atmosfer sebesar 29,5% di atas tingkat alami. Para peneliti bahkan menyebut situasinya akan semakin buruk.

    Salah satu penulis studi Geophysical Research Letters Joseph Wang berkomentar kondisi ini menjadi perhatian karena banyaknya satelit yang akan diluncurkan di masa depan.

    “Kami memperkirakan kelebihan tahunan lebih dari 640% dibandingkan tingkat alami. Berdasarkan proyeksi tersebut, kami sangat khawatir,” kata Wang.

  • Studi Ungkap Poros Bumi Bergeser 31,5 Inchi dalam 2 Dekade

    Studi Ungkap Poros Bumi Bergeser 31,5 Inchi dalam 2 Dekade

    Bisnis.com, JAKARTA – Sebuah studi inovatif terbaru yang diterbitkan dalam Geophysical Research Letters telah mengungkapkan sumbu rotasi Bumi telah bergeser 31,5 inci dalam waktu kurang dari dua dekade.

    Penelitian itu mengungkapkan sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pemompaan air tanah.

    Penemuan tak terduga ini menantang pemahaman konvensional tentang rotasi Bumi dan kaitannya dengan perubahan iklim. Para ahli kini berpendapat bahwa kemiringan ini dapat memiliki implikasi yang lebih luas daripada yang diperkirakan sebelumnya, termasuk berkontribusi pada kenaikan permukaan laut dan memperburuk ketidakstabilan iklim.

    Data baru ini, yang pertama kali diungkap melalui analisis ketat oleh para peneliti termasuk Ki-Weon Seo dari Universitas Nasional Seoul, mengungkapkan pergeseran dramatis dalam kemiringan Bumi yang disebabkan oleh redistribusi air tanah.

    Studi ini, yang mengkaji data dari tahun 1993 hingga 2010, menunjukkan bahwa aktivitas manusia, khususnya dalam irigasi dan konsumsi, memengaruhi distribusi massa planet ini. Temuan ini menawarkan wawasan penting tentang potensi penyebab pergeseran kutub rotasi Bumi, dan efek berantainya terhadap pola iklim dan permukaan laut.

    Dalam salah satu penemuan paling mengejutkan dalam geofisika modern, studi ini menunjukkan bahwa pemompaan air tanah secara masif memiliki dampak signifikan terhadap sumbu rotasi Bumi.

    Kutub rotasi Bumi sebenarnya banyak berubah. Studi kami menunjukkan bahwa di antara penyebab-penyebab terkait iklim, redistribusi air tanah justru memiliki dampak terbesar terhadap pergeseran kutub rotasi. Redistribusi massa di Bumi melalui ekstraksi air tanah mengubah rotasi, mirip dengan menambahkan beban kecil pada gasing, sehingga mengubah sumbu planet.

    Meskipun konsep air yang bergerak melalui planet yang memengaruhi rotasinya bukanlah hal baru, studi ini memberikan data spesifik yang mengkuantifikasi skala dampaknya. Ekstraksi air tanah, yang utamanya mendukung irigasi pertanian dan penggunaan air manusia, memindahkan 2.150 gigaton air yang mencengangkan dari cadangan bawah tanah ke lautan, yang selanjutnya menggeser keseimbangan massa Bumi.

    Hal ini mengakibatkan pergeseran sumbu rotasi planet sebesar 31,5 inci, sebuah fenomena yang sebelumnya diremehkan dalam hal dampaknya terhadap sistem iklim global.

    Salah satu aspek yang paling meresahkan dari studi ini adalah implikasinya terhadap kenaikan muka air laut global. Meskipun redistribusi air berdampak pada kemiringan Bumi, hal ini juga berkontribusi terhadap kenaikan muka air laut, yang telah menjadi kekhawatiran yang semakin meningkat bagi penduduk pesisir.

    Ketika air tanah dipompa dan dialirkan ke lautan, volume air yang berkontribusi terhadap kenaikan muka air laut global bertambah. 

    Dalam jangka panjang, jika pemompaan air tanah terus berlanjut dengan kecepatan seperti saat ini, efek gabungannya dapat memperburuk masalah banjir pesisir yang sudah mendesak.

    Studi ini menunjukkan bahwa hubungan antara redistribusi air tanah dan kenaikan permukaan laut mungkin lebih nyata daripada yang disadari para ahli, sehingga menciptakan tantangan baru bagi upaya mitigasi perubahan iklim.

    Pergeseran kutub rotasi Bumi selalu menjadi subjek keingintahuan ilmiah. Namun, hubungan antara pergeseran ini dan pemompaan air tanah membuka jalan baru untuk memahami perubahan iklim. Surendra Adhikari, seorang ilmuwan NASA yang terlibat dalam studi tahun 2016 tentang pergeseran rotasi Bumi, menambahkan bobot lebih lanjut pada penelitian ini, dengan menyatakan, 

    Meskipun pemompaan air tanah mungkin tampak sebagai masalah lokal, dampak luasnya terhadap distribusi massa planet membuktikan sebaliknya. Para peneliti menemukan bahwa pergerakan air dari wilayah seperti Amerika Utara bagian barat dan India barat laut memiliki dampak paling substansial terhadap pergeseran rotasi Bumi.

    Ketika air tanah dipompa dari wilayah-wilayah ini dan akhirnya mengalir ke lautan, hal itu memengaruhi keseimbangan distribusi air di seluruh planet. Hal ini menyoroti sifat global dari masalah ini, menggarisbawahi fakta bahwa praktik lingkungan lokal dapat memiliki konsekuensi yang luas.

    Perlu dicatat juga bahwa pergeseran kemiringan Bumi ini bukan hanya akibat penggunaan air; pergeseran ini diperparah oleh perubahan iklim, yang dapat mempercepat dampak redistribusi air tanah. Ketika air bergerak dari wilayah dengan konsumsi tinggi ke lautan, perubahan distribusi massa akan terus memengaruhi rotasi planet dan dapat menyebabkan pola cuaca dan perubahan permukaan laut yang lebih nyata.

  • Tempat Terkering di Bumi Bukan Gurun, Tapi Wilayah Es

    Tempat Terkering di Bumi Bukan Gurun, Tapi Wilayah Es

    Jakarta

    Jika mendengar tentang gurun yang panas dan kering, kita akan langsung menyebutnya tak layak huni. Tapi ternyata tempat terkering di Bumi bukan di gurun, melainkan wilayah yang punya lapisan es.

    Tempat itu adalah McMurdo Dry Valleys atau Lembang Kering McMurdo, deretan lembah unik di Antartika. Ya, meskipun sebagian besar Antartika beku dan bersalju, ada beberapa tempat yang tidak, dan McMurdo adalah salah satunya.

    Dikutip dari Atlas Obscura, meskipun suhu di McMurdo sangat dingin, jarang ada salju atau es di sini. Geografi yang unik dan beberapa faktor cuaca yang menarik membuat lanskapnya tidak ramah, seperti banyak tempat terkering lainnya di planet ini, tetapi bukan berarti mustahil untuk ditinggali. Buktinya, beberapa jenis bakteri tertentu bisa hidup di sini.

    Meskipun sering membeku, McMurdo idak bersalju atau hujan, dan tidak membentuk es. Atmosfer kering disebabkan oleh angin berkecepatan tinggi (juga disebut angin katabatik) yang juga relatif hangat. Lanskapnya tetap kering karena diterpa angin hangat hampir terus-menerus.

    Tidak Hujan Selama 2 Juta Tahun

    Alasan lain mengapa Lembah McMurdo begitu gersang adalah karena daerah ini belum pernah diguyur hujan selama sekitar 2 juta tahun! Gurun Atacama di Chili sering disebut sebagai salah satu tempat terkering di Bumi, tetapi tidak dapat menyaingi Lembah Kering McMurdo, karena ternyata, sebagian Gurun Atacama masih menerima sejumlah hujan setiap tahun.

    Meskipun fakta menarik ini menjelaskan mengapa McMurdo begitu kering, hal ini juga mengkhawatirkan, terutama karena permukaan air tawar di seluruh dunia telah menurun, menurut NASA.

    McMurdo mungkin bukan tempat terbaik untuk ditinggali, tetapi merupakan tempat yang bagus untuk penelitian. Keunikan lembah ini dimanfaatkan para peneliti untuk mempelajari banyak hal tentang potensi, tantangan, serta kemungkinan yang bisa terjadi di Mars, karena bentang alamnya yang sangat mirip.

    Seperti McMurdo, Mars juga memiliki lapisan es, danau, lembah, dan sungai, serta suhu terendah yang ekstrem menyaingi suhu di Mars. Seperti Mars, banyak tempat di Antartika yang belum sepenuhnya dieksplorasi, tetapi apa yang telah ditemukan para ilmuwan sejauh ini memacu penelitian lebih lanjut.

    (rns/rns)

  • NASA Krisis! Hampir 4.000 Karyawan Resign Gara-gara Trump

    NASA Krisis! Hampir 4.000 Karyawan Resign Gara-gara Trump

    Jakarta, CNBC Indonesia – NASA mengonfirmasi hampir 4.000 karyawannya memutuskan untuk mengundurkan diri. Alasannya karena kebijakan pemerintahan Donald Trump untuk melakukan pemangkasan biaya dan mengurangi jumlah pegawai federal.

    Program pengunduran diri ini dilakukan selama dua putaran. Sekitar 870 karyawan resign pada putaran pertama dan berikutnya sebanyak 3.000 karyawan menyusul membuat keputusan serupa.

    Dengan begitu, jumlah pegawai negeri sipil NASA menyusut hingga 14 ribu personel. Jumlah tersebut bukan hanya yang mengikuti program pengunduran diri saja, namun juga 500 karyawan yang mengalami PHK, dikutip dari CBS News, Selasa (29/7/2025).

    Terkait hal ini, juru bicara NASA Chery Warner mengatakan pihaknya akan tetap memprioritaskan keselamatan saat lembaga tersebut mengalami perampingan. Misi ke luar angkasa juga dipastikan tetap berjalan.

    “Keselamatan tetap jadi prioritas utama bagi lembaga kami seiring menyeimbangkan kebutuhan menjadi organisasi yang lebih ramping dan efisiensi, serta memastikan mampu mengejar Era Keemasan eksplorasi dan inovasi, termasuk ke Bulan dan Mars,” jelasnya.

    Program ini diperkenalkan pada awal pemerintahan Trump oleh Departemen Efisiensi Pemerintah Gedung Putih. Mei lalu, mereka mengusulkan akan memangkas dana lembaga antariksa tersebut sebanyak 25% dari US$24 miliar (Rp 393,7 triliun) menjadi US$18 miliar (Rp 295,3 triliun) selama tahun depan.

    Di saat bersamaan, NASA juga harus menghadapi masalah krisis kepemimpinan. Trump diketahui sempat mencalonkan astronaut swasta dan miliarder Jared Isaacman sebagai administrator NASA berikutnya pada Desember lalu.

    Namun pencalonan tersebut ditarik pada bulan Mei, tepat sebelum pemungutan suara. Hal ini terjadi saat hubungan Trump dan Elon Musk, mantan kepala DOGE, yang juga teman Isaacman memburuk. 

    Akhirnya bulan ini, Trump menunjuk Sean Duffy yang juga Menteri Perhubungan untuk memimpin NASA sementara.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Komet ‘Alien’ Berusia 3 Miliar Tahun Terdeteksi, Objek Terbesar di Dunia

    Komet ‘Alien’ Berusia 3 Miliar Tahun Terdeteksi, Objek Terbesar di Dunia

    Bisnis.com, JAKARTA — Komet asing 3I/ATLAS menjadi objek antarbintang terbesar yang pernah terlihat, menurut sejumlah foto yang diungkap Observatorium Vera C. Rubin baru-baru ini. Beberapa peneliti mengaitkannya dengan pesawat Alien. 

    Dilansir Livescience (29/07/25), 3I/ATLAS ditemukan pada 1 Juli, meluncur menuju matahari dengan kecepatan lebih dari 210.000 km/jam. Kurang dari 24 jam setelahnya, NASA mengkonfirmasi bahwa benda ini adalah objek antarbintang (ISO) ketiga yang diketahui. 

    Simulasi komputer yang menelusuri kemungkinan wilayah asalnya menunjukkan, usia komet tersebut dapat mencapai 3 miliar tahun lebih tua dari Bumi, yang berpotensi menjadikannya komet tertua yang pernah terdeteksi.

    Hingga saat ini, peneliti telah berhasil mengungkap ukuran komet tersebut. Koma (Awan es, debu, dan gas yang mengelilingi komet) 3I/ATLAS berdiameter hingga 24 km. Namun, ukuran inti esnya, atau kulit terluarnya masih menjadi misteri.

    Dalam studi terbaru yang diunggah tanggal 17 Juli, sekelompok peneliti lainnya berhasil mengungkap ukuran inti komet dengan set data awal Vera C. Rubin.

    Gambar-gambar tersebut menunjukkan inti komet kemungkinan memiliki radius sekitar 3,5 mil, dengan margin kesalahan sekitar 0,4 mil atau 0,7 km.

    Studi tersebut juga memberikan para ilmuwan gambaran yang lebih baik tentang koma komet dan membantu mengidentifikasi sejumlah besar debu dan es air yang mengelilingi intinya.

    Temuan tambahan ini merupakan bukti lebih lanjut dari pernyataan 3I/ATLAS adalah komet alami, bukan wahana antariksa terselubung yang dikirim peradaban alien maju, seperti isu yang berkembang secara kontroversial oleh beberapa peneliti dalam beberapa minggu terakhir.

    Hingga saat ini, hanya ada dua ISO lain yang pernah dikonfirmasi keberadaannya, yaitu 1I/’Oumuamua pada 2017, dan 2I/Borisov yang terlihat pada 2019. Namun, para astronom telah lama menduga adanya lebih banyak ISO yang sudah melewati tata surya tanpa terdeteksi.

    Observatorium Vera C. Rubin yang terletak di Andes Chile dilengkapi dengan kamera digital terbesar di dunia, yang akan segera memulai misi 10 tahun untuk memindai langit Belahan Bumi Selatan, yang dikenal sebagai Legacy Survey of Space and Time (LSST). 

    Teleskop itu merilis gambar pertamanya pada Juni, mengungkap lebih dari 10 juta galaksi dengan detail yang semakin disempurnakan, dan juga telah menemukan ribuan asteroid baru.

    “Foto-foto baru yang dirilis mampu menentukan ukuran 3I/ATLAS 10 hari setelah objek itu ditemukan, akan menunjukkan kapabilitas teleskop Vera C. Rubin untuk mengeksplorasi penemuan lainnya,” kata Tim Peneliti, dikutip dari Livescience.

    Banyak dari kalangan ahli percaya, observatorium tersebut akan merevolusi studi ISO dan memperkirakan Observatorium Vera C. Rubin dapat mendeteksi hingga 50 benda langit asing baru dalam dekade berikutnya. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)

  • AS Kembali Berdiskusi Setelah 7 Tahun, Bahas Proyek Luar Angkasa

    AS Kembali Berdiskusi Setelah 7 Tahun, Bahas Proyek Luar Angkasa

    Bisnis.com, JAKARTA — Kepala badan antariksa Rusia Roscosmos, Dmitry Bakanov tiba di Houston, Amerika Serikat (AS), untuk mengadakan pembicaraan dengan kepala sementara NASA, Sean Duffy pada Selasa (29/07/25).

    Pertemuan tatap muka tersebut menjadi yang pertama kalinya sejak terakhir kali diadakan pada 2018. Bakanov dan Duffy dijadwalkan akan melakukan pembicaraan pada 31 Juli mendatang, menurut kantor berita TASS Rusia.

    “Kami, bersama NASA berencana membahas proyek bersama yang sedang berlangsung,” jelas pihak Roscosmos terkait tujuannya berkunjung ke AS, dilansir Reuters (29/07/25).

    Proyek kerjasama Roscosmos-NASA itu mencakup program lintas penerbangan, perpanjangan masa operasional Stasiun Luar Angkasa Internasional, dan kerja gugus tugas gabungan Rusia-AS terkait deorbit ISS yang aman, serta pembuangan laut terkendali di masa mendatang.

    Nantinya, Bakanov bersama pejabat NASA akan mengunjungi divisi Johnson Space Center dan fasilitas produksi Boeing untuk pembicaraan dengan pimpinan program luar angkasa perusahaan.

    Selain itu, menjelang peluncuran penerbangan SpaceX Crew-11 NASA, yang dijadwalkan pada 31 Juli, Kepala Roscosmos itu juga akan bertemu dengan awak pesawat ruang angkasa Crew Dragon, yang mencakup kosmonot Rusia, Oleg Platonov.

    Oleg akan tergabung dalam kumpulan kru yang juga terdiri dari tiga astronot lainnya. Mereka adalah perwakilan NASA, Zena Cardman dan Mike Fincke, dan satu astronot Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA), Kimiya Yui.

    Selama waktu empat astronot tersebut berada di laboratorium yang mengorbit di luar angkasa, mereka akan melakukan penelitian baru untuk mempersiapkan eksplorasi manusia di luar orbit rendah bumi, serta untuk memberi manfaat bagi sesama manusia di Bumi.

    Hubungan Amerika Serikat dan Rusia di sejumlah bidang sudah memburuk sejak invasi Rusia ke Ukraina dilancarkan pada tahun 2022. Namun, kedua negara tersebut masih melakukan kerja sama yang erat di bidang program luar angkasa.

    Pertemuan terakhir antara pimpinan Roscosmos dan NASA terjadi pada Oktober 2018, ketika Direktur Jenderal Roscosmos saat itu, Dmitry Rogozin bertemu langsung dengan Administrator NASA, Jim Bridenstine di Kosmodrom Baykonur, Kazakhstan.

    Pada hari-hari awal setelah Trump kembali menjabat pada Januari, Rusia dan AS bergerak lebih dekat untuk memulihkan hubungan, tetapi Presiden Donald Trump sejak saat itu menjadi tidak sabar dengan Moskow, dengan memberi Rusia waktu 10-12 hari untuk membuat kemajuan dalam mengakhiri perang di Ukraina. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun).

  • 4.000 Karyawan NASA Mengundurkan Diri Imbas Kebijakan Efisiensi Donald Trump

    4.000 Karyawan NASA Mengundurkan Diri Imbas Kebijakan Efisiensi Donald Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Hampir sejumlah 4.000 karyawan NASA memutuskan untuk meninggalkan badan antariksa tersebut pada Sabtu (26/07/25) lalu.

    Kejadian tersebut merupakan imbas dari program pengunduran diri yang ditangguhkan dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Menurut Juru Bicara NASA, Cheryl Warner, pemangkasan tersebut diperkirakan mencapai 20% dari total tenaga kerja NASA, dan nantinya akan mengurangi jumlah karyawannya dari 18.000 menjadi 14.000 orang.

    “Jumlah itu sudah termasuk 500 pekerja NASA lainnya yang diberhentikan akibat pengurangan karyawan di Badan Pensiun Dini Sukarela” jelas Warner, dilansir NPR (28/07/25).

    Selama putaran kedua pemangkasan jumlah karyawan, yang ditutup pada tengah malam Jumat (25/07/25), sebanyak 3.000 pekerja mengajukan permohonan untuk meninggalkan agensi kedirgantaraan tersebut, menyusul 870 karyawan lainnya yang sudah terlebih dahulu mengajukan pengunduran diri pada putaran pertama.

    “Keselamatan tetap menjadi prioritas utama NASA, seiring kami menyeimbangkan kebutuhan untuk menjadi organisasi yang lebih ramping dan efisien,” Jelas Juru Bicara NASA tersebut, menjelaskan tujuan pemangkasan jumlah karyawan, dikutip dari Euro News.

    Dia juga menjelaskan, selain terkait hal efisiensi, upaya ini juga dilakukan untuk memastikan perusahaan bidang luar angkasa tersebut mampu mengakselerasi era keemasan eksplorasi dan inovasi, termasuk ke Bulan dan Mars.

    Imbas dari hal tersebut, surat yang berjudul Voyager Declaration beredar di internet, dengan pernyataan yang mengecam pemotongan anggaran, pembatalan hibah, dan apa yang disebut “budaya diam organisasi”, yang dapat membahayakan keselamatan para astronaut.

    Bila ditarik lebih jauh, pengunduran diri karyawan NASA merupakan efek dari rencana pemerintahan Trump untuk mengurangi jumlah pegawai federal dan menerapkan pemotongan yang direkomendasikan oleh Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE).

    Pemerintah juga telah mengusulkan pengurangan anggaran NASA di tahun fiskal 2026, yang nantinya akan mengurangi pendanaan untuk badan antariksa tersebut sekitar 24%, dari US$25 miliar atau Rp407,1 triliun menjadi hampir US$19 miliar atau sekitar Rp310,5 triliun (Kurs: Rp16.000).

    Namun, DPR dan Senat tengah membahas rekomendasi yang akan mempertahankan pendanaan untuk NASA di sekitar anggarannya saat ini. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)

  • SpaceX Terlalu Perkasa, Trump Gagal Kasih Pelajaran ke Elon Musk

    SpaceX Terlalu Perkasa, Trump Gagal Kasih Pelajaran ke Elon Musk

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump berseteru dengan Elon Musk, bahkan mengancam akan membatalkan kontrak pemerintah yang diberikan pada Elon Musk dan SpaceX. Namun ia mendapati bahwa hal itu tidak semudah yang ia kira.

    Dikutip detikINET dari Yahoo News, staf pemerintahan Trump yang bertugas meninjau kontrak pemerintah SpaceX menyatakan bahwa mengakhirinya akan berdampak serius pada NASA dan Departemen Pertahanan.

    Menurut Wall Street Journal, setelah peninjauan, hanya beberapa kontrak SpaceX yang dapat menghadapi pengawasan lebih lanjut. Namun, tidak satu pun dari kontrak tersebut yang dibatalkan, karena tidak ada pesaing yang dapat melakukan pekerjaan itu dengan lebih murah atau lebih andal dari SpaceX.

    Hal ini tidak mengejutkan, mengingat SpaceX sejauh ini adalah perusahaan terbesar di dunia dalam hal mengirimkan barang atau astronaut ke luar angkasa. Tahun lalu saja, SpaceX menyumbang 83% dari peluncuran satelit global.

    Pemerintah AS telah menjalin kontrak dengan perusahaan tersebut bertahun-tahun. SpaceX telah menerima setidaknya USD 21 miliar dana dari pembayar pajak, dengan tambahan USD 13 miliar yang masih akan datang.

    Musk bukan satu-satunya miliarder dalam permainan luar angkasa dan pemerintah AS memang khawatir tentang monopoli SpaceX. Blue Origin milik Jeff Bezos memenangkan tujuh kontrak dalam putaran terakhir pemerintahan Trump, meskipun SpaceX meraih 28 kontrak.

    “Tidak ada yang bisa menggantikan SpaceX,” kata analis pertahanan dan luar angkasa Todd Harrison.

    SpaceX bukan satu-satunya perusahaan Musk yang memiliki hubungan dengan pemerintah AS. Awal minggu ini, pemerintah mengumumkan kesepakatan senilai USD 200 juta antara Pentagon dan perusahaan xAI milik Musk untuk mengembangkan kapabilitas kecerdasan buatan dalam domain peperangan.

    Secara total, pria yang pernah menjadi kepala departemen DOGE yang bertugas memangkas pengeluaran pemerintah telah menyapu bersih kontrak-kontrak pemerintah senilai USD 38 miliar. Banyak dari kontrak ini, yang USD 15,7 miliar di antaranya diberikan kepada Tesla, ditandatangani mantan Presiden Joe Biden.

    (fyk/fay)

  • Peneliti Ungkap 99% Emas Bumi Terletak di Satu Lokasi Ini

    Peneliti Ungkap 99% Emas Bumi Terletak di Satu Lokasi Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Emas merupakan logam mulia yang berharga dan kerap dijadikan instrumen investasi masa depan. Harga emas yang tumbuh stabil dari waktu-ke-waktu dikarenakan faktor kelangkaannya.

    Namun, ternyata 99% emas Bumi tersimpan di satu lokasi. Hanya saja, manusia tak bisa menjangkau lokasi tersebut, karena terkubur di inti Bumi. 

    “Apa yang bisa kami simpulkan adalah 99 persen dari kandungan emas Bumi ada di intinya,” kata peneliti Bernard Wood dari Macquarie University.

    Wood dan timnya melalui penelitian berhasil menemukan lokasi emas tersebut. Penelitian itu berasal dari inspirasi mengenai asteroid yang memiliki komposisi serupa dengan Bumi.

    Mereka melakukan pengukuran komposisi chondrite berkarbon pada meteorit dari asteroit itu. Dari sana, komposisi asteroid menjadi acuan mengukur komposisi material Bumi.

    Hasil temuannya mengungkapkan elemen tidak larut dalam besi cair tidak akan ada di inti Bumi. Jadi ada elemen yang melimpah di bagian kerak dibandingkan inti.

    Asumsi tim peneliti adalah inti Bumi memiliki komposisi serupa dengan meteorit. Berikutnya mereka menghitung elemen apa yang larut dalam besi.

    Badan Antariksa Amerika Serikat (AS) atau NASA memiliki logika yang sama seperti Wood. Lembaga itu memiliki misi meneliti asteroid bernama Psyche, yang disebut lebih murah dibandingkan harus menuju ke inti Bumi.

    Jika NASA berhasil membawa pulang emas dari Psyche, ini bakal membuat masalah baru di Bumi. Karena harga emas mengalami penurunan tajam.

    IFL Science juga sempat melaporkan soal banyaknya emas di inti Bumi. Kabarnya emas itu bisa melapisi seluruh bagian planet dengan ketebalan 50 cm.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]