Kementrian Lembaga: MPR RI

  • GP Ansor soal RUU TNI: Masih sejalan dengan semangat reformasi

    GP Ansor soal RUU TNI: Masih sejalan dengan semangat reformasi

    Jakarta (ANTARA) – Gerakan Pemuda (GP) Ansor menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI masih sejalan dengan profesionalisme TNI dan semangat reformasi.

    Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor Addin Jauharuddin mengatakan landasan hukum yang membatasi peran TNI dalam ranah politik masih terjaga, termasuk TAP MPR Nomor 6 dan Nomor 7 Tahun 2000.

    “Artinya, hal ini masih selaras dengan cita-cita reformasi pada 1998,” kata Addin dalam keterangan diterima di Jakarta, Rabu.

    Addin menuturkan bahwa GP Ansor meyakini supremasi sipil semakin matang sejak bergulirnya reformasi 1998. Terlebih, fungsi kontrol juga semakin menguat.

    “Jadi, tidak perlu khawatir. Era keterbukaan membuat semua orang akan mengawasi dengan mudah jalannya pemerintahan,” ujarnya menambahkan.

    Terkait kekhawatiran publik akan munculnya kembali dwifungsi militer lewat RUU TNI, GP Ansor mengajak masyarakat untuk menganalisis secara jernih substansi RUU tersebut beserta landasan hukumnya.

    “Panglima TNI dan Kapolri masih berada di bawah kekuasaan eksekutif, yaitu Presiden. Hierarki tersebut yang berlaku sampai sekarang,” kata Addin menegaskan.

    Dalam pandangan GP Ansor, ketentuan terkait pembolehan anggota TNI menduduki jabatan sipil telah memiliki koridor jelas, yakni harus mengundurkan diri atau pensiun dini dari karier keprajuritan.

    Sementara itu, perihal penambahan jumlah jabatan sipil yang dapat diisi oleh anggota TNI, GP Ansor mendorong adanya proporsionalitas demi menjaga profesionalitas TNI.

    Maka dari itu, imbuh Addin, substansi UU TNI baru nantinya masih berada pada koridor implementasi yang benar.

    Dia juga mengapresiasi peran aktif masyarakat sipil, media, dan mahasiswa dalam mengawal pembahasan RUU TNI.

    “Seluruh pihak yang berstatus warga negara Indonesia memang harus mengawal serta mendukung pemerintahan supaya program-program pembangunan berjalan dengan baik,” ucap dia.

    Lebih lanjut, Addin berharap semua pihak dapat mempelajari langkah Presiden Ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dalam melakukan perubahan atas UU TNI.

    Menurut dia, di bawah terobosan visioner Gus Dur, Indonesia berhasil memutus belenggu dwifungsi militer dan menegaskan kembali prinsip supremasi sipil sebagai pilar demokrasi.

    Gus Dur, kata dia, tidak hanya mencabut kursi militer di parlemen atau memisahkan Polri dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), tetapi juga menciptakan fondasi etis bahwa TNI mesti tunduk di bawah kendali pemerintahan sipil yang legitimasinya bersumber dari rakyat.

    Pewarta: Fath Putra Mulya
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

  • GP Ansor: RUU TNI Masih Sejalan dengan Semangat Reformasi

    GP Ansor: RUU TNI Masih Sejalan dengan Semangat Reformasi

    Jakarta, Beritasatu.com – Revisi Undang-Undang Nomor 34 tahun 2024 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) mengundang pro dan kontra masyarakat. GP Ansor menilai hal itu wajar mengingat memori kolektif bangsa ini. 

    Namun, melihat perkembangannya, dasar pemikiran peraturan tersebut masih sejalan dengan profesionalisme TNI dan prinsip reformasi.

    “GP Ansor sebagai bagian dari civil society di Indonesia terus berkontribusi untuk memperkuat supremasi sipil di Tanah Air, sangat meyakini civil society dan supremasi sipil sudah semakin matang sejak bergulirnya reformasi 1998. Fungsi kontrol sudah sangat kuat. Jadi tidak perlu khawatir. Era keterbukaan membuat semua orang akan mengawasi dengan mudah jalannya pemerintahan,” ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Addin Jauharuddin dalam siaran pers, Rabu (19/3/2025).

    Addin menambahkan, landasan hukum yang membatasi peran TNI dalam politik hingga kini masih tetap terjaga, termasuk TAP MPR Nomor 6 dan Nomor 7 Tahun 2000. “Artinya, hal ini masih selaras dengan cita-cita reformasi pada 1998,” katanya.

    Sebagaimana diketahui, seluruh fraksi di Komisi I DPR setuju membawa RUU TNI ke tingkat II guna dimintakan persetujuan dalam rapat paripurna DPR dengan sejumlah catatan. 

    Sebagai representasi organisasi kepemudaan di bawah panji Nahdlatul Ulama, menurut Addin, harus selalu mencermati setiap dinamika sosial termasuk kebijakan pemerintah. Secara spesifik, isu tentang RUU TNI mengemuka di tengah masyarakat dan mendapat perhatian karena dianggap bakal menjadi jalan kembali ke dwifungsi TNI.

    Addin mengajak masyarakat dapat menganalisa secara jernih terhadap substansi RUU TNI beserta landasan hukumnya. 

    “Panglima TNI dan Kapolri masih berada di bawah kekuasaan eksekutif, yaitu presiden. Hierarki tersebut yang berlaku sampai sekarang,” jelas Addin.

    Pembahasan lainnya tentang anggota TNI yang ingin menduduki jabatan sipil. Mereka yang berpotensi menjadi pejabat sipil negara di kementerian/lembaga hingga BUMN harus mengundurkan diri atau pensiun dini. 

    Penambahan jumlah jabatan sipil yang diisi oleh anggota TNI, tentunya harus didorong agar lebih proporsional. Mencermati hal tersebut, Addin menilai substansi UU TNI baru nantinya masih berada di koridor implementasi yang benar, ia juga mengapresiasi peran aktif masyarakat sipil, media, dan mahasiswa yang terus mengawal proses RUU TNI.

    “Seluruh pihak yang berstatus warga negara Indonesia memang harus mengawal serta mendukung pemerintahan supaya program-program pembangunan berjalan dengan baik,” ujar Addin.

    Lebih lanjut Addin berharap dalam melakukan perubahan UU TNI, semua pihak harus belajar dari langkah yang dilakukan Presiden ke-4 KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Menurutnya, di bawah terobosan visioner Gus Dur, Indonesia berhasil memutus belenggu dwifungsi militer dan menegaskan kembali prinsip supremasi sipil sebagai pilar demokrasi. 

    “Gus Dur tidak hanya mencabut kursi militer di parlemen atau memisahkan Polri dari ABRI, tetapi lebih dari itu, Gus Dur meletakkan fondasi etis bahwa TNI harus tunduk sepenuhnya di bawah kendali pemerintahan sipil yang legitimasinya bersumber dari rakyat,” pungkas Addin mengenai RUU TNI.

  • Komnas HAM Minta DPR dan Pemerintah Perpanjang Pembahasan Revisi UU TNI, Ini Alasannya

    Komnas HAM Minta DPR dan Pemerintah Perpanjang Pembahasan Revisi UU TNI, Ini Alasannya

    PIKIRAN RAKYAT – Komnas HAM berharap DPR RI dan pemerintah dapat memperpanjang pembahasan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI. Sebab, revisi UU TNI banyak mendapat atensi dan kritik dari publik lantaran berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi.

    “Memang seharusnya proses pembahasan ini diperpanjang. Sehingga apa yang menjadi aspirasi dan perhatian publik dapat didiskusikan lebih lanjut,” kata Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro saat konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu, 19 Maret 2025.

    Lebih lanjut, Atnike mengatakan pihaknya sudah memberikan catatan terkait risiko-risiko yang akan muncul akibat perluasan jabatan sipil bagi militer dan persoalan HAM. Ia menyatakan, Komnas HAM bakal melakukan pemantauan dan pengamatan jika pada akhirnya RUU TNI disahkan menjadi undang-undang.

    “Kami nanti akan melakukan tentunya pengamatan ketika Undang-Undang ini nanti dilaksanakan, apakah memang apa yang kami rekomendasikan di dalam temuan-temuan kajian Komnas HAM termasuk dalam siaran pers hari ini terjadi atau tidak,” ucap Atnike.

    Atnike menuturkan, sejak awal Komnas HAM sudah merekomendasikan untuk memitigasi timbulnya ekses-ekses yang tidak diinginkan dari substansi perluasan jabatan sipil. Ia berharap temuan soal catatan risiko tidak terjadi apabila RUU TNI disahkan.

    Komnas HAM juga mendorong seluruh RUU yang dibahas di DPR agar dilakukan secara transparan dan memberikan ruang partisipasi yang bermakna bagi setiap warga negara.

    “Proses revisi UU TNI ini kami menilai adanya kurang transparansi yang bertentangan dengan prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan yang demokratis dan berbasis HAM sebagaimana diatur dalam UU tentang pembentukan peraturan perundang-undangan,” ujar Atnike.

    4 Rekomendasi Komnas HAM

    Komnas HAM sudah mengkaji proses pembahasan hingga isu-isu fundamental terkait RUU TNI. Dari kajian yang dilakukan pada 2024, Komnas HAM menemukan dua temuan utama terkait RUU tersebut.

    Pertama yakni mengenai usulan perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif yang berisiko menghidupkan kembali praktik dwifungsi TNI. Menurut Komnas HAM, dwifungsi bertentangan dengan TAP MPR 7 MPR 2000 tentang peran TNI dan Polri serta prinsip supremasi sipil dalam negara demokrasi.

    “TAP MPR tersebut menegaskan TNI sebagai bagian dari rakyat, lahir dan berjuang bersama rakyat demi membela kepentingan negara yang berperan sebagai komponen utama dalam sistem pertahanan negara,” kata koordinator sub Komisi Pemajuan HAM, Anis Hidayah dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu, 19 Maret 2025.

    Anis menyebut dalam perkembangan pembahasan RUU TNI, Komnas HAM mencatat adanya perubahan yang memungkinkan prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan pada 16 kementerian/lembaga sipil. Selain itu, kata dia, adanya pengaturan bahwa presiden bisa membuka ruang penempatan prajurit TNI aktif di sejumlah kementerian lainnya.

    Lebih lanjut, Anis mengungkap temuan kedua yang diperoleh Komnas HAM yaitu terkait perpanjangan usia pensiun prajurit TNI. Menurutnya, hal ini berisiko menyebabkan stagnasi regenerasi kepemimpinan, inefisiensi anggaran, dan penumpukan personel tanpa kejelasan penempatan tugas.

    “Pengaturan Pasal 53 ayat 2 dan 4 usulan perubahan ini akan menjadikan pengelolaan jabatan di lingkungan organisasi TNI menjadi politis dan memperlambat generasi tubuh di TNI,” ujar Anis.

    Tak hanya itu, lanjut Anis, alasan jaminan kesejahteraan prajurit tidak dapat dijawab semata-mata dengan perpanjangan usia prajurit aktif. Ia menyebut isi kesejahteraan seharusnya direspons melalui penguatan jaminan kesejahteraan yang lebih komprehensif, mulai dari penggajian dan tunjangan lainnya.

    Oleh sebab itu, Komnas HAM memberikan rekomendasi sebagai pertimbangan bagi pemerintah dan DPR dalam proses revisi UU TNI sebagai berikut:

    Melakukan evaluasi implementasi UU 34/2004 tentang TNI secara menyeluruh. pemerintah perlu melakukan audit komprehensif terhadap implementasi UU TNI dan efektivitas peran TNI dalam sistem pertahanan negara sebelum mengusulkan perubahan regulasi. Menjamin partisipasi publik yang bermakna dalam proses legislasi. penyusunan RUU harus dilakukan secara transparan dan inklusif dengan melibatkan akademisi, masyarakat sipil, serta komunitas yang berdampak langsung dari kebijakan ini. Mencegah kembalinya dwifungsi TNI. Revisi UU TNI harus memperkuat peran TNI yang profesional dalam sektor keamanan serta memperkuat supremasi sipil. Mengkaji ulang perpanjangan usia pensiun. Usulan perpanjangan masa dinas prajurit harus mempertimbangkan struktur organisasi TNI, regenerasi kepemimpinan, demi kesejahteraan dan profesionalisme TNI dan efisiensi anggaran pertahanan.

    “Alasan jaminan kesejahteraan prajurit tidak dapat dijawab semata-mata dengan perpanjangan usia prajurit aktif,“ ujar Anis.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Belajar dari Bung Hatta, Begini Strategi Menghadapi Tantangan Ekonomi Nasional

    Belajar dari Bung Hatta, Begini Strategi Menghadapi Tantangan Ekonomi Nasional

    Jakarta: Pemikiran Bung Hatta tentang kedaulatan rakyat, semangat gotong-royong, dan keadilan sosial dinilai tetap relevan dalam menghadapi berbagai tantangan ekonomi Indonesia saat ini. 
     
    Gagasan-gagasan tersebut bisa menjadi pedoman bagi para pemangku kebijakan dalam menentukan arah pembangunan ekonomi yang lebih berkeadilan.
     
    Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, menegaskan bahwa warisan pemikiran para pendiri bangsa, termasuk Bung Hatta, dapat menjadi landasan dalam mencari solusi atas permasalahan ekonomi nasional.

    “Pemikiran para pendiri bangsa terkait pembangunan perekonomian nasional sejatinya bisa kita cermati bersama sebagai bagian dari upaya untuk menjawab berbagai tantangan yang dihadapi bangsa ini,” ujar Lestari dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertajuk Relevansi Pemikiran Sosial Ekonomi Bung Hatta dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia yang diselenggarakan oleh Forum Diskusi Denpasar 12 bersama Yayasan Hatta dan LP3ES, Rabu, 19 Maret 2025.
     
    Menurut Lestari, konsep kedaulatan rakyat, gotong-royong, dan keadilan sosial yang diperjuangkan Bung Hatta seharusnya menjadi dasar dalam pengambilan kebijakan ekonomi saat ini. 
     
    Ia pun mendorong generasi penerus untuk belajar dari strategi para pendiri bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan ekonomi di masa lalu.
     

    Prinsip ekonomi Pancasila
    Senada dengan itu, Anggota Pembina Yayasan Hatta, Sri Edi Swasono, menjelaskan bahwa konsep ekonomi Pancasila merujuk pada Pasal 33 UUD 1945 yang menegaskan prinsip demokrasi ekonomi. Selain itu, dasar-dasar keadilan sosial dalam sistem ekonomi Indonesia juga termaktub dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 serta sila kelima Pancasila.
     
    Sri Edi juga mengungkapkan bahwa pada 1965, ekonom Emil Salim pernah menyusun naskah Sistem Ekonomi dan Ekonomi Indonesia atas penugasan dari Departemen Urusan Research Nasional. Dalam naskah tersebut, Emil Salim menekankan bahwa sistem ekonomi Indonesia merupakan sistem ekonomi sosialisme Pancasila yang mengedepankan nilai kekeluargaan dan solidaritas.
     
    “Kekeluargaan dalam ekonomi Indonesia bermakna brotherhood, di mana setiap elemen masyarakat memiliki tanggung jawab bersama dalam pengembangan perekonomian,” tutur Sri Edi.
     
    Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Bung Hatta melihat sistem ekonomi Indonesia sebagai ekonomi sosialis yang lahir dari semangat perjuangan rakyat dalam menghadapi ketidakadilan di masa kolonial.
     
    Pemikiran Bung Hatta tentang koperasi sebagai pilar utama ekonomi kerakyatan juga masih sangat relevan hingga saat ini. Hal ini disampaikan oleh Dosen FEB Universitas Muslim Indonesia, Ratna Sari. Menurutnya, Bung Hatta menekankan tiga prinsip utama dalam membangun perekonomian, yaitu kemandirian ekonomi, keadilan sosial, dan demokrasi ekonomi.
     
    “Bung Hatta percaya bahwa sebuah negara merdeka harus memiliki ekonomi yang mandiri, dan koperasi adalah bentuk ekonomi yang paling sesuai dengan budaya Indonesia,” kata Ratna.
     
    Dalam konsep demokrasi ekonomi yang diusung Bung Hatta, masyarakat memiliki kendali atas sumber daya ekonomi. Ratna menegaskan bahwa rakyat tidak hanya berhak memilih pemimpin, tetapi juga harus memiliki peran dalam menentukan arah pembangunan ekonomi.
     

    Sementara itu, Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI, Usman Kansong, menambahkan bahwa pemikiran Bung Hatta dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial selalu berorientasi pada kedaulatan rakyat. Ia menilai bahwa konsep demokrasi ekonomi yang digagas Bung Hatta bertujuan untuk memastikan kesejahteraan masyarakat secara merata.
     
    “Dalam politik, Bung Hatta mengedepankan demokrasi kerakyatan, di mana kedaulatan berada di tangan rakyat,” ujar Usman.
     
    Pada sektor sosial, lanjutnya, pemikiran Bung Hatta tentang pendidikan menitikberatkan pada pemberdayaan rakyat, dengan tujuan akhir terciptanya keadilan sosial. Sementara di bidang ekonomi, ia berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945 dan konsep koperasi yang ia pelajari hingga ke negara-negara Skandinavia.
     
    Menurut Usman, pemikiran Bung Hatta juga memiliki corak ke-Indonesia-an yang kental, dengan nilai-nilai religiusitas yang berakar kuat, terutama dalam konteks keislaman. Ia pun melihat bahwa gagasan Bung Hatta menawarkan jalan tengah di antara dua kutub ekstrem, yakni komunisme dan liberalisme.
     
    “Pertanyaannya, apakah kita sudah benar-benar mengimplementasikan pemikiran Bung Hatta dalam kebijakan ekonomi kita saat ini?” pungkas Usman.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Menkum Supratman Dicegat Pendemo di Belakang Gedung DPR, Pelat Mobilnya Dicopot

    Menkum Supratman Dicegat Pendemo di Belakang Gedung DPR, Pelat Mobilnya Dicopot

    PIKIRAN RAKYAT – Menteri Hukum Supratman Andi Agtas ditahan dan dipaksa keluar dari mobilnya oleh mahasiswa Universitas Trisakti di pagar gerbang Pancasila pintu belakang gedung DPR/ DPD/ MPR RI, hari ini, Rabu, 19 Maret 2025.

    Pantauan Pikiran-rakyat.com di lokasi, politikus Partai Gerindra itu hendak masuk ke dalam gedung DPR melalui pintu tersebut, tetapi dicegat oleh mahasiswa. Dua ajudan Supratman sempat turun dari mobil memenangkan massa aksi. Namun, mereka tetap memaksa Supratman turun dari mobil.

    Mereka bahkan mencopot pelat mobil yang ditumpangi politikus Partai Gerindra tersebut, hingga menggebrak mobil patwal polisi.

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas ditahan dan dipaksa keluar dari mobilnya oleh mahasiswa Universitas Trisakti di pagar gerbang Pancasila pintu belakang gedung DPR/ DPD/ MPR RI, hari ini, Rabu, 19 Maret 2025.

    Supratman pun turun lalu terlihat berdialog dengan mahasiswa yang melakukan demonstrasi tersebut yang menuntut agar Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) dibatalkan.

    Saat dimintai keterangan kepada awak media, Supratman mengatakan pendemo menuntut agar pembahasan revisi UU tidak ditindaklanjuti.

    “Ya tuntutan, supaya tidak dilanjutkan, kelihatannya mungkin karena belum melihat materi perubahan, khawatirnya ada dwifungsi ABRI, dwifungsi TNI soalnya kan jauh,” tutur Supratman.

    Perlu diketahui, sejauh ini tidak ada agenda Menteri Hukum tersebut dengan Komisi terkait di DPR. Bahkan, jadwal rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi I yang tengah membahas RUU TNI juga tidak ada.

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas ditahan dan dipaksa keluar dari mobilnya oleh mahasiswa Universitas Trisakti di pagar gerbang Pancasila pintu belakang gedung DPR/ DPD/ MPR RI, hari ini, Rabu, 19 Maret 2025.

    ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Puan Ungkap Alasan PDIP Dukung RUU TNI, Meski Megawati Sempat Menolak

    Puan Ungkap Alasan PDIP Dukung RUU TNI, Meski Megawati Sempat Menolak

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Puan Maharani membeberkan alasan fraksi partainya mendukung revisi Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, meski sebelumnya Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

    Kala itu, Megawati menegaskan tidak setuju dengan revisi UU TNI dan Polri. Adapun, Puan berdalih saat itu Megawati berpandangan demikian lantaran belum mengetahui bentuk amandemennya.

    “Ya itu kan sebelum kita bahas bersama dan hasilnya seperti apa, tadi kan dalam konferensi pers sudah disebarkan hasil dari Panja yang akan diputuskan. Jadi silakan dilihat hasil Panja,” tegas Puan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/3/2025).

    Lebih jauh, Puan menuturkan dalam revisi UU TNI ada tiga pasal yang dibahas dan juga sudah mendapatkan masukan dari seluruh elemen masyarakat. 

    “Dan tidak ada pelanggaran, sudah tidak ada hal yang kemudian melanggar hal-hal yang dicurigai akan kemudian membuat hal-hal yang ke depannya itu tercederai,” ungkapnya.

    Selain itu, cucu Proklamator RI ini menitikberatkan bahwa partisipasi PDIP untuk terlibat dalam panitia kerja (Panja) revisi UU TNI adalah untuk memastikan rancangan beleid tersebut benar-benar dibahas dengan sebaik-baiknya.

    “Kehadiran PDI justru untuk meluruskan jika kemudian ada hal-hal yang kemudian tidak sesuai dengan apa yang kemudian kami anggap itu tidak sesuai,” katanya.

    Sebelumnya, beberapa bulan lalu Megawati mempertanyakan sikap DPR yang mengusulkan revisi UU tentang TNI dan Polri. Padahal, sudah ada Ketetapan (TAP) MPR Nomor 6/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri.

    “Ya enggak setujulah yang RUU TNI Polri itu. Itu TAP MPR harus dijalankan yaitu pemisahan antara TNI dan Polri. Lah, kok sekarang disetarakan? Saya enggak ngerti maksudnya,” kata dia saat Mukernas Partai Perindo di Jakarta, Rabu (31/7/2025).

    Megawati melihat bila disetarakan, Polri juga jadi memiliki pesawat karena TNI AU memiliki itu. Akan tetapi, dia juga mengaku ada yang memberitahukan kepadanya bahwa kedua RUU itu hanya berbicara soal usia pensiun.

    “Saya kalau ngomong mungkin cerewet, tapi semuanya itu ada kebenarannya, saya gak ngomong sembarangan, apalagi masalah hukum,” pungkasnya.

  • Mahfud MD Nilai Revisi UU TNI Tak Kembalikan Dwifungsi ABRI, Lebih Proporsional

    Mahfud MD Nilai Revisi UU TNI Tak Kembalikan Dwifungsi ABRI, Lebih Proporsional

    loading…

    Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyambut baik hasil Revisi Undang-Undang (UU) Tentara Nasional Indonesia (TNI). FOTO/BINTI MUFARIDA

    JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyambut baik hasil Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia ( RUU TNI ). Menurutnya, hasil revisi UU TNI tetap sejalan dengan prinsip reformasi dan tidak menghidupkan kembali dwifungsi ABRI sebagaimana berjalan di era Orde Baru.

    “Hasil yang terakhir ini cukup fair, cukup fair tidak tidak terlalu mengambil banyak dari apa namanya desain politik kita yang didiamkan sejak zaman Reformasi,” kata Mahfud MD dalam keterangannya dikutip, Rabu (18/3/2025).

    Mahfud MD menegaskan, isu RUU TNI untuk mengembalikan dwifungsi ABRI tidak terbukti. Dia menjelaskan terkait dwifungsi ABRI di era Orde Baru, di mana keputusan-keputusan politik penting hanya ditentukan oleh tiga elemen, yakni ABRI, birokrasi, dan Partai Golkar, sehingga membatasi partisipasi publik dalam demokrasi.

    “Karena begini, isunya mau mengembalikan dwifungsi, isunya semula bukan banyak hal, misalnya kalau dwifungsi itu apa sih? Dwifungsi ABRI itu dulu di zaman Orde Baru keputusan-keputusan politik penting hanya dilakukan oleh ABG, ABG itu hanya tiga institusi yang boleh menentukan keputusan politik yaitu ABRI, Birokrasi, dan Golkar. Di luar itu tidak boleh ikut menentukan, sangat mencekam zaman dulu,” kata Mahfud.

    Kini, Mahfud menilai, kondisi tersebut sudah berubah, dan landasan hukum yang membatasi peran TNI dalam politik tetap terjaga, termasuk TAP MPR Nomor 6 dan Nomor 7 Tahun 2000.

    “Kemudian dwifungsi itu memberikan ruang kepada ABRI, TNI, dan Polri untuk masuk di DPR tanpa ikut Pemilu jumlah suaranya 28% waktu itu. Terus DPR langsung diberikan ke TNI=Polri. Jabatan-jabatan di pemerintahan bisa dimasuki oleh anggota TNI-Polri pada waktu itu, terutama gubernur dan bupati, wali kota, itu semuanya ditentukan, meskipun ada DPR-nya ya tetap dipaksa gitu. Nah sekarang itu sudah tidak ada, itu sudah tidak ada,” katanya.

    “Sehingga landasannya itu adalah TAP MPR Nomor 6 dan Nomor 7 tahun 2000, di mana UU TNI-Polri disahkan kemudian Panglima dan Kapolri berada di bawah Presiden. Dan itu yang berlaku sampai sekarang,” tambah Mahfud.

    Mahfud mengapresiasi peran aktif masyarakat sipil, media, dan mahasiswa yang terus mengawal proses revisi RUU ini.

  • Hadapi kebutuhan Ramadan, PAN sebar 9.000 paket sembako di Dapil SMS

    Hadapi kebutuhan Ramadan, PAN sebar 9.000 paket sembako di Dapil SMS

    Sumber foto: Enok Carsinah/elshinta.com.

    Hadapi kebutuhan Ramadan, PAN sebar 9.000 paket sembako di Dapil SMS
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 18 Maret 2025 – 14:11 WIB

    Elshinta.com – Partai Amanat Nasional (PAN)  menggelar pembagian sembako yang berlangsung di tiga wilayah Jawa Barat, yakni Subang, Majalengka Sumedang, (SMS), Minggu (15/3).

    Dalam kegiatan itu sedikitnya  9.000 paket sembako dibagikan kepada masyarakat, dimana program tersebut digelar sebagai inisiatif partai untuk membantu masyarakat menghadapi kebutuhan pokok selama Ramadan. 

    “Hari ini kita memulai rangkaian kegiatan mulai dari Subang, lanjut Sumedang, dan sekarang di Majalengka. Kita membagikan di setiap titik itu kurang lebih 3.000 paket, jadi sudah ada sekitar 9.000 paket di 3 titik yang kita bagikan ke masyarakat,” kata Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno.

    Eddy menyebut, antusiasme masyarakat terhadap kegiatan ini sangat tinggi, terutama karena harga tebusan paket sembako yang sangat terjangkau, yaitu hanya Rp10 ribu. 

    “Alhamdulillah, animo masyarakat tinggi karena bingkisan yang berisi cukup banyak, tetapi tebusannya hanya Rp10 ribu,” ujar Eddy seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Enok Carsinah, Selasa (18/3). 

    Namun, yang istimewa, khusus di Majalengka, PAN membagikan sembako secara gratis kepada masyarakat. “Yang menggembirakan lagi, khusus di Majalengka, oleh Ketua Fraksi PAN DPRD Kabupaten Majalengka, ini digratiskan, jadi full digratiskan,” ucap Eddy.

    Eddy juga mengapresiasi keterlibatan Anggota DPR RI dari Fraksi PAN Dapil Jawa Barat IX Farah Puteri Nahlia yang turut aktif dalam kegiatan sosial di wilayahnya. 

    “Kegiatan ini juga berkat dukungan dari Farah Puteri Nahlia yang sangat aktif memberikan kontribusi sosial di bulan Ramadan ini. Pembagian sembako dan tebus sembako murah ini adalah bagian dari komitmen Neng Farah kepada masyarakat yang merupakan konstituennya,” katanya.

    Eddy juga menjelaskan bahwa program serupa telah menjadi tradisi tahunan partai, namun tahun ini terasa lebih meriah karena cakupannya yang lebih luas dan Kegiatan pembagian sembako ini bukanlah hal baru bagi PAN.

    “Ini merupakan kegiatan yang sudah kita lakukan dari tahun ke tahun di bulan Ramadan, tetapi kali ini lebih meriah karena kita menjangkau lebih banyak wilayah. Tidak hanya di Jawa Barat, tetapi di seluruh Indonesia. Khusus di Jawa Barat, saya bersama Kang Bima Arya dan Teh Desi Ratnasari bertanggung jawab untuk berkeliling bersama-sama dengan anggota DPR RI dan anggota DPRD Provinsi serta Kabupaten/Kota,” jelasnya.

    Ketua DPD PAN Majalengka Rona Firmansyah menegaskan, bahwa 3.000 paket sembako di Majalengka diberikan secara gratis kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan. 

    “Kami membagikan dan menggratiskan 3.000 paket sembako. Insya Allah ini tepat sasaran untuk masyarakat yang butuh. Ini adalah bagian dari tugas PAN dalam pemberdayaan ketahanan pangan, terutama selama Ramadan. Saya berdoa agar semua anggota fraksi PAN terus bisa menebar kebaikan,” ujar Rona.

    Rona berharap melalui kegiatan tersebut, bisa meringankan beban masyarakat selama bulan Ramadan, sekaligus mempertegas komitmen partai untuk selalu hadir di tengah masyarakat, memberikan manfaat dan kontribusi nyata bagi kesejahteraan mereka.

    Sumber : Radio Elshinta

  • Akademisi UGM Kompak Tolak RUU TNI, Beri 5 Catatan Kritis

    Akademisi UGM Kompak Tolak RUU TNI, Beri 5 Catatan Kritis

    Bisnis.com, JAKARTA — Civitas Akademika Universitas Gadjah Mada atau UGM mengeluarkan pernyataan bersama untuk memprotes proses pembahasan amandemen undang-undang UU TNI.

    Mereka meminta agar DPR membatalkan pembahasan amandemen UU tersebut yang dinilai tidak transparan ke publik.

    Berdasarkan pernyataan bersama yang dikeluarkan hari ini, Selasa (18/3/2025), Civitas Akademika UGM mengingatkan bahwa supremasi sipil dan kesetaraan di muka hukum menjadi prinsip mendasar yang harus diletakkan dalam pikiran kenegarawanan. Itu merupakan prinsip Negara Hukum demokratis dan dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia atau UUD 1945. 

    “Tentara Nasional Indonesia-TNI dan ketentuan yang mengaturnya, harus tunduk pada konstitusi,” ujar para civitas akademika kampus Bulaksumur itu dalam keterangan tertulis yang diterima Bisnis, Selasa (18/3/2025). 

    Mereka turut mengingatkan bahwa keutamaan prinsip itu menjadi bagian dari semangat Reformasi 1998 dan tertuang pada TAP MPR No.10/1998, TAP MPR No.6/1999 serta TAP MPR No.7/2000. 

    Di sisi lain, mereka turut menyinggung pelanggaran hukum yang dilakukan militer harus tunduk di bawah sistem hukum pidana sipil. Para akademisi UGM menilai hal tersebut mendasar dan tidak pernah diupayakam secara sungguh-sungguh. 

    Konsekuensinya, TNI akan banyak melakukan kesewenang-wenangan serta tanpa dimintai pertanggungjawaban hukum alias impunitas. Oleh sebab itu, urgensi membahas revisi UU TNI pun dinilai nihil.

    “Selama ada sistem hukum impunitas terhadap TNI, maka pembicaraan apapun tentang peran TNI menjadi tak relevan dan tak pernah bisa dipertanggungjawabkan. Artinya, tidak ada urgensinya membahas perubahan UU TNI,” bunyi pernyataan tersebut. 

    Secara substantif, Daftar Inventarisasi Masalah atau DIM RUU TNI yang menyebutkan perluasaan posisi jabatan oleh TNI termasuk di ranah peradilan dipandang tidak mencerminkan prinsip dasar supremasi sipil. Pada akhirnya, revisi UU pun dikhawatirkan mengancam independensi peradilan dan memperkuat impunitas kekebalan hukum anggota TNI.

    Para akademisi UGM pun merasa bahwa usulan revisi UU TNI tak hanya kemunduran dalam berdemokrasi, melainkan juga merusak tatanan agenda reformasi TNI. Upaya menarik kembali peran TNI ke dalam jabatan kekuasaan sosial, politik, dan ekonomi dinilai justru akan semakin menjauhkan TNI dari profesionalisme yang diharapkan. 

    “Ini bertentangan dengan prinsip Negara Hukum demokratis dan akan membawa bangsa ini kembali pada keterpurukan otoritarianisme seperti pada masa Orde Baru,” ujar pernyataan bersama itu.

    Selain isi dari amandemen, prosesnya yang dinilai ditutup-tutupi oleh DPR dinilai mengingkari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ihwal “partisipasi publik yang bermakna”. 

    Atas dasar tersebut, para Civitas Akademika UGM mengingatkan, menasehatkan, pula mendesak, pemerintah dan DPR maupun TNI beberapa hal berikut, yakni: 

    1. Menuntut pemerintah dan DPR membatalkan revisi UU TNI yang tidak transparan, terburu-buru, dan mengabaikan suara publik karena hal tersebut merupakan kejahatan konstitusi;

    2. Menuntut Pemerintah dan DPR untuk menjunjung tinggi konstitusi dan tidak mengkhianati Agenda Reformasi dengan menjaga prinsip supremasi sipil dan kesetaraan di muka hukum, serta menolak dwifungsi TNI/Polri;

    3. Menuntut TNI/Polri, sebagai alat negara, melakukan reformasi internal dan meningkatkan profesionalisme untuk memulihkan kepercayaan publik;

    4. Mendesak seluruh insan akademik di seluruh Indonesia segera menyatakan sikap tegas menolak sikap dan perilaku yang melemahkan demokrasi, melanggar konstitusi, dan kembali menegakkan Agenda Reformasi;

    5. Mendorong dan mendukung upaya Masyarakat Sipil menjaga Agenda Reformasi dengan menjalankan pengawasan dan kontrol terhadap kinerja Pemerintah dan DPR;

    Adapun pernyataan bersama akademisi UGM itu meliputi Pusat Studi Pancasila PSP UGM, Pusat Kajian Anti Korupsi-Pukat UGM, Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian-PSKP UGM, Serikat Pekerja UGM, Serikat Pekerja FISIPOL UGM, Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial -LSJ UGM, Pusat Kajian Demokrasi Konstitusi dan HAM Kaukus Indonesia untuk kebebasan Akademik, Dewan Mahasiswa Justicia Fakultas Hukum UGM serta Collective for Critical Legal Studies Fakultas Hukum UGM.

    Perubahan UU TNI 

    Sebagaimana diketahui, DPR menyatakan bahwa revisi UU TNI hanya meliputi tiga pasal. Perinciannya, Pasal 3 tentang kedudukan TNI, Pasal 53 tentang Usia Pensiun, dan Pasal 47 tentang prajurit dapat menduduki jabatan pada kementerian atau lembaga (K/L).

    Pernyataan itu disampaikan oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad pada konferensi pers bersama dengan Komisi I DPR, Senin (17/3/2025), usai pada akhir pekan sebelumnya rapat tingkat Panja di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, diinterupsi oleh KontraS. Rapat itu digelar tertutup di Hotel Fairmont sehingga memicu spekulasi publik. 

    Kini, Komisi I DPR telah menyetujui untuk membawa RUu Perubahan atas UU No.34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke tingkat paripurna.

    Ketua Panita Kerja (Panja) revisi UU TNI, politisi PDI Perjuangan (PDIP) yakni Utut Adianto menjelaskan, usai persetujuan ini RUU TNI selanjutnya akan dibahas pada pembicaraan tingkat II dalam Rapat Paripurana DPR RI untuk kemudian dapat disahkan menjadi Undang-Undang. 

    “Sekali lagi kami meminta persetujuan yang terhormat Bapak Anggota Komisi I dan Pemerintah apakah RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dapat kita setujui untuk selanjutnya dibawa pada pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI untuk disetujui menjadi Undang-Undang?,” tanya Utut dan dijawab setuju oleh para anggota rapat.

    Rencananya, sidang paripurna untuk mengesahkan amandemen tersebut akan digelar Kamis 20 Maret 2025 esok lusa. 

  • Waka MPR: Generasi muda jadi pilar kedaulatan dan kemandirian bangsa

    Waka MPR: Generasi muda jadi pilar kedaulatan dan kemandirian bangsa

    FKPPI harus mampu menerjemahkan keterlibatan teknologi dalam kehidupan, keseharian, dan perkembangan kebutuhan bangsa kita.

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) mengatakan bahwa generasi muda memiliki peran penting menjadi jembatan masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan, menjadi penggerak dalam mewujudkan kemandirian bangsa, dan menjaga kedaulatan NKRI.

    Ibas menyebut salah satunya adalah melalui generasi muda yang tergabung dalam Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan TNI/Polri (FKPPI).

    “Kami patut bersyukur dan bangga menjadi ‘anak kolong’, menjadi keluarga TNI/Polri. Tidak mudah, penuh tantangan dan dinamika. Banyak suka dan duka. Terkadang belum cukup diberi apresiasi dan masih minim kesejahteraannya,” kata Ibas dalam Audiensi FKPPI Tangguh, Merakyat, dan Sejahtera “Penjaga Kedaulatan Bangsa” di Gedung MPR RI, Jakarta, Senin (17/3), sebagaimana dikutip di Jakarta, Selasa.

    Untuk itu, dia menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Keluarga Besar (KB) FKPPI, termasuk Generasi Muda (GM) FKPPI, yang turut setia dalam persatuan Ibu Pertiwi.

    Ibas berharap agar GM FKPPI sebagai forum anak muda mampu menghadapi perubahan dan perkembangan teknologi sesuai dengan kebutuhan zaman.

    “Saya berharap teman-teman FKPPI harus mampu menerjemahkan keterlibatan teknologi dalam kehidupan, keseharian, dan perkembangan kebutuhan bangsa kita,” ujarnya.

    Ia melanjutkan, “Apalagi, kita tahu ada artificial intelligence (AI). Jangan-jangan peperangan ke depan itu sudah menggunakan AI. Dan itu sudah diperlihatkan dari berbagai negara yang maju, menggunakan peralatan perang tanpa awak, simulator peperangan dengan menggunakan AI.”

    Selain siap menghadapi perkembangan zaman, KB FKPPI dan GM FKPPI juga harus mampu menjadi penghubung antarelemen masyarakat.

    “FKPPI harus bisa menjadi jembatan untuk mendengar, sinergi, atau bekerja sama dengan yang tua hingga yang muda. Memastikan agar kesejahteraan masyarakat kita juga benar-benar tercipta,” tegas Ibas.

    Menurut dia, kolaborasi adalah kunci dari partisipasi FKPPI untuk melakukan pemberdayaan masyarakat dan peningkatan pendidikan generasi muda. Berkolaborasi yang dimaksudkannya adalah sebagai mitra strategis pemerintah, bersama masyarakat untuk kemajuan dan kemandirian bangsa.

    Dikemukakan pula tantangan lain yang harus dipersiapkan secara berkelanjutan, yaitu maraknya peperangan dan terasanya konflik yang tengah terjadi di berbagai belahan dunia. Dalam hal ini, FKPPI harus menjadi pilar utama selain TNI/Polri dalam melindungi tanah air.

    Oleh karena itu, Ibas mengajak untuk sama-sama berpegangan tangan dan solid dalam bingkai nilai-nilai Pancasila.

    “Saya ingin menggarisbawahi untuk kita semuanya, tetaplah solid. Harus lebih kuat dan militan dalam bingkai-bingkai Pancasila. Kita punya landasan, ideologi, kita nasionalis, kita patriotik, dan Pancasila telah membuktikan kita untuk mempersatukan negeri ini menjadi landasan Ideologi dan memberikan kemudahan dalam pembangunan dan kesejahteraan,” paparnya.

    Salah satu peserta bernama Elisabeth, Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak GM FKPPI, pada kesempatan itu menyampaikan aspirasinya.

    Elizabeth menyebut salah satu program pemerintah strategis terkait dengan ketahanan pangan.

    Ia berharap program tersebut juga bisa menciptakan lapangan pekerjaan untuk generasi muda.

    “Anak kolong seperti kami terlahir mendukung program pemerintah, tinggal bagaimana senior-senior memanfaatkan potensi generasi muda di seluruh pelosok Indonesia. Misalnya, ada petani milenial dan pengembangan UMKM skala besar, supaya dapat menyukseskan program pemerintah secara maksimal berkelanjutan,” ucapnya.

    Pada acara ini hadir sejumlah pengurus KB FKPPI dan GM FKPPI, di antaranya Mohammad Shalahuddin, Ketua Bidang Organisasi & Keanggotaan KB FKPPI; Robi Achyar Siregar, Ketua PD IX GM FKPPI DKI Jaya; Nazareth P. Simanungkalit, Sekretaris PD IX GM FKPPI DKI Jaya; dan Leonardo Sirait Ketua PC 0903 GM FKPPI Jakarta Barat.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025