Kementrian Lembaga: MPR RI

  • Wiranto Ungkap Respons Prabowo soal Tuntutan Purnawiran TNI yang Minta Ganti Wapres

    Wiranto Ungkap Respons Prabowo soal Tuntutan Purnawiran TNI yang Minta Ganti Wapres

    GELORA.CO – Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, Wiranto mengatakan, Presiden Prabowo Subianto menghormati pernyataan Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang memuat delapan usulan. Menurut Wiranto, Prabowo memahami berbagai pendapat di masyarakat yang dinilai sangat wajar.

    Namun, kata Wiranto, tentunya Presiden sebagai kepala pemerintahan tidak bisa secara spontan menjawab usulan yang telah disampaikan secara terbuka itu, mengingat ada kewenangan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

    “Sudah banyak berita yang muncul, maka inilah ya sikap Presiden, bukan mengacaukan, tapi tetap menghargai. Karena kita paham bahwa perbedaan itu ada yang pro, ada yang kontra. Perbedaan di masyarakat itu wajar-wajar saja,” kata Wiranto saat memberi keterangan pers di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (24/4/2025).

    Adapun pernyataan Forum Purnawirawan Prajurit TNI memuat delapan poin usulan, mulai dari mengembalikan UUD 1945 sebagai dasar tata hukum politik dan pemerintahan, hingga menuntut perombakan menteri atau reshuffle. Presiden Prabowo, dalam sikap yang disampaikan melalui Wiranto, tidak ingin perbedaan tersebut mengeruhkan suasana kebangsaan yang saat ini sedang menghadapi banyak tantangan.

    Menurut Wiranto, Presiden Prabowo sebagai Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, bahkan Panglima Tertinggi TNI tentu memiliki kekuasaan yang tidak terbatas. Namun tentunya tidak bisa saling mencampuri tatanan negara yang menganut trias politika, antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

    “Maka usulan-usulan yang bukan bidangnya Presiden, bukan domain Presiden, tentu ya Presiden tidak akan menjawab atau merespons itu,” kata Wiranto.

    Selain itu, dalam setiap pengambilan kebijakan atau keputusan, Presiden tentunya mendengarkan tidak hanya dari satu sumber. Keputusan itu pun tidak hanya berfokus pada satu bidang, sehingga tidak bisa juga dikatakan bahwa Presiden Prabowo tidak merespons soal usulan yang ditujukan kepadanya.

    Presiden juga berpesan agar masyarakat tidak ikut berpolemik terhadap masalah itu, serta tidak menyikapi pro dan kontra karena hanya akan menimbulkan kegaduhan yang mengganggu kebersamaan dan keharmonisan bangsa.

    “Tentu ada penjelasan-penjelasan resmi yang bisa mendinginkan suasana. Kita sedang menghadapi banyak masalah, tentunya yang kita harapkan adalah satu ketenteraman di masyarakat,” kata Wiranto.

    Sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI mendeklarasikan pernyataan delapan sikap. Salah satu tuntutannya adalah mengusulkan pergantian Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Pernyataan sikap Forum Purnawirawan Prajurit TNI ditandatangani 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.

    Surat pertanyaan tersebut diteken oleh menteri agama (menag) periode 2019-2020 dan wakil panglima TNI periode 1999-2000 Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, KSAD periode 1999-2000 Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, KSAL periode 2005-2007 Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, KSAU periode 1998-2002 Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan.

  • Usulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Tuai Penolakan, Amnesty Internasional: Langgar Amanat Reformasi

    Usulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Tuai Penolakan, Amnesty Internasional: Langgar Amanat Reformasi

    “Tanpa mempertimbangkan semua masalah tersebut, mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan nasional hanyalah upaya menghapus dosa-dosa Soeharto dan memutarbalikkan sejarah,” tegas Usman.

    Usman juga mengingatkan bahwa pemerintah semestinya lebih fokus menuntaskan janji-janji reformasi, termasuk pengusutan pelanggaran HAM yang diakui negara melalui TAP MPR dan pernyataan resmi Presiden RI.

    Sejumlah peristiwa kelam seperti Tragedi 1965-1966, Penembakan Misterius, Tanjung Priok, Talangsari, hingga Trisakti dan Semanggi, disebutnya masih menyisakan luka dan pertanyaan besar yang belum terjawab oleh negara.

    Latar belakang usulan ini mengemuka kembali setelah Kementerian Sosial melalui Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) memasukkan nama Soeharto dalam daftar calon penerima gelar Pahlawan Nasional pada Maret 2025. Usulan serupa juga sempat disampaikan oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo pada September 2024.

    Menanggapi penolakan terhadap usulan tersebut, Prasetyo Hadi menyatakan bahwa tidak ada tokoh yang sempurna.

    “Menurut kami merasa, apa salahnya juga? Menurut kami penghormatan presiden itu sudah sewajarnya,” ucapnya kepada media, Senin (21/4/2025).

    Namun, pernyataan tersebut tidak mengubah pendirian Amnesty International Indonesia yang tetap meminta agar negara tidak melupakan sejarah dan menghormati amanat reformasi untuk menegakkan keadilan bagi para korban. (Wahyuni/Fajar)

  • Wiranto Lapor ke Prabowo Soal 8 Tuntutan Purnawirawan TNI

    Wiranto Lapor ke Prabowo Soal 8 Tuntutan Purnawirawan TNI

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto menanggapi pernyataan sikap dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang memuat delapan poin tuntutan. 

    Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan Wiranto mengatakan bahwa orang nomor satu di Indonesia itu masih membutuhkan waktu untuk mencermati pernyataan sikap itu.

    “Sehubungan dengan surat usulan atau saran-saran dari Forum Purnawirawan TNI yang isinya 8 poin ya, 8 butir itu” ujar Wiranto di Kantor Presiden, Kamis (24/4/2025).

    Menurut Wiranto, Prabowo menghargai dan memahami isi dari delapan poin tuntutan tersebut karena memiliki kedekatan emosional dan sejarah perjuangan yang sama dengan para purnawirawan.

    “Di sini tentunya presiden memang menghormati dan memahami pikiran-pikiran itu karena kita tahu beliau dan para purnawirawan, satu almamater, satu perjuangan, satu pengabdian, dan tentu punya sikap moral yang sama, ya dengan jiwa Sapta Marga, ya, dan sumpah prajurit itu. Oleh karena itu, beliau memahami itu,” kata Wiranto.

    Kendati demikian, meski menghargai pandangan tersebut, Prabowo belum dapat langsung memberikan tanggapan atas tuntutan-tuntutan itu.

    “Namun tentunya presiden, sebagai Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Panglima Tertinggi TNI, tidak bisa serta-merta menjawab itu. Spontan, menjawab tidak bisa, karena apa? Beberapa alasan, ya,” ujar Wiranto.

    Wiranto menjelaskan alasan Prabowo tidak merespons secara cepat, salah satunya karena perlu waktu untuk mempelajari secara rinci isi tuntutan yang dianggap sangat fundamental.

    “Yang pertama, kan beliau perlu pelajari dulu isi dari statement itu, isi dari usulan-usulan itu. Dipelajari satu per satu karena itu masalah-masalah yang tidak ringan, masalah yang sangat fundamental,” kata Wiranto.

    Selain itu, dia menambahkan bahwa kewenangan presiden dibatasi oleh sistem trias politika, sehingga ada batasan dalam merespons hal-hal yang berada di luar wewenang eksekutif.

    “Artinya kekuasaan beliau, kekuasaannya terbatas juga. Dalam negara yang menganut trias politika, ada pemisahan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif, tidak bisa saling mencampuri di situ. Maka usulan-usulan yang ya bukan bidangnya presiden, bukan domain presiden, tentu ya presiden tidak akan ya menjawab atau merespons itu,” jelas Wiranto.

    Dia juga menegaskan bahwa pengambilan keputusan oleh presiden tidak hanya berdasarkan satu sumber informasi, namun mempertimbangkan berbagai aspek dan masukan dari berbagai pihak.

    “Presiden mendengarkan, tapi tidak hanya satu sumber kemudian presiden mengambil keputusan, mengambil kebijakan. Harus banyak sumber-sumber lain yang beliau dengarkan. Juga beliau memberi keputusan bukan hanya fokus kepada satu bidang, banyak bidang-bidang lain yang harus dipertimbangkan presiden sebelum mengambil keputusan. Nah dengan demikian, maka kalau ada anggapan bahwa presiden tidak merespon, bukan seperti itu. Presiden ya telah menjelaskan seperti itu,” ujar Wiranto.

    Prabowo juga mengimbau masyarakat agar tidak ikut memperkeruh suasana dengan berpolemik mengenai isu ini.

    Prabowo, kata Wiranto, turut berpesan agar masyarakat tidak ikut berpolemik masalah tersebut dan tidak ikut menyikapi pro dan kontra karena hanya akan menimbulkan kegaduhan-kegaduhan yang akan menggangu kebersamaan sebagai bangsa.

    “Ya sehingga dengan demikian maka kita mengharapkan bahwa saatnya nanti ya tentu ada penjelasan-penjelasan resmi ya yang bisa mendinginkan suasana. Kita sedang menghadapi banyak masalah ya tentunya yang kita harapkan adalah satu ketenteraman di masyarakat. Kita harmonisan kebersamaan untuk menghadapi hal-hal yang benar-benar dihadapi di negara,” tambahnya.

    Dalam sesi tanya jawab, Wiranto membenarkan bahwa salah satu poin dalam tuntutan Forum Purnawirawan adalah usulan untuk mengganti Wakil Presiden Gibran melalui MPR.

    “Iya, kan ada kan delapan poin itu, kan sudah beredar di medsos ya. Sudah banyak berita yang muncul maka inilah ya sikap presiden bukan mengacaukan tapi tetap menghargai karena kita paham bahwa perbedaan itu ada, ada yang pro, ada yang kontra,” ujar Wiranto.

    Dia menilai perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dalam demokrasi, namun diharapkan tidak menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat.

    “Perbedaan itu jangan sampai mengeruhkan suasana pada saat kita sedang menghadapi banyak-banyak tantangan. Saya kira itu pesan presiden,” ucapnya.

    Dia menekankan bahwa delapan poin tersebut adalah usulan yang ditujukan kepada presiden, yang tentu akan dipertimbangkan dengan matang sebelum diberikan tanggapan.

    “Itu kan usulan, usulan dari para Forum Purnawirawan TNI ya. Ditujukan kepada presiden gitu kan. Nah presiden kan tidak buru-buru merespons karena dengan alasan yang saya sebutkan tadi. Itu ya,” pungkas Wiranto.

  • Presiden Hormati 8 Tuntutan Forum Purnawirawan TNI

    Presiden Hormati 8 Tuntutan Forum Purnawirawan TNI

    Jakarta

    Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan Wiranto bertemu Presiden Prabowo Subianto membahas sejumlah hal salah satunya terkait 8 tuntutan Forum Purnawirawan TNI. Wiranto mengatakan Prabowo menghargai dan memahami isi surat tersebut sebagai sesama purnawirawan.

    “Memang saran itu disampaikan oleh Forum para Purnawirawan TNI, para jenderal, para kolonel, ya ditandatangani, disampaikan secara terbuka, betul kan? Terbuka, secara meluas, ya. Nah di sini tentunya presiden memang menghormati dan memahami pikiran-pikiran itu. Karena kita tahu beliau dan para purnawirawan satu almamater, satu perjuangan, satu pengabdian, dan tentu punya sikap moral yang sama, ya dengan jiwa Sapta Marga, ya, dan sumpah prajurit itu. Oleh karena itu, beliau memahami itu,” kata Wiranto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (24/4/2025).

    Meski begitu, Wiranto mengatakan Prabowo tidak bisa serta merta langsung menjawab atau merespons surat tersebut dengan beberapa alasan. Pertama, Prabowo akan lebih dulu mempelajari hal-hal yang menjadi tuntutan.

    “Namun tentunya presiden, sebagai Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Panglima Tertinggi TNI, tidak bisa serta-merta menjawab itu. Spontan menjawab tidak bisa, karena apa? Beberapa alasan, ya. Yang pertama, kan beliau perlu pelajari dulu isi dari statement itu, isi dari usulan-usulan itu. Dipelajari satu per satu, karena itu masalah-masalah yang tidak ringan, masalah yang sangat fundamental,” ujarnya.

    Dia mengatakan Prabowo memiliki kekuasaan yang terbatas sebagai eksekutif. Wiranto menjelaskan dalam negara yang menganut trias politika, ada pemisahan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif, sehingga tidak bisa saling mencampuri urusan satu sama lain.

    “Maka usulan-usulan yang ya bukan bidangnya presiden, bukan domain presiden, tentu ya presiden tidak akan ya menjawab atau merespons itu,” ucapnya.

    “Lalu yang ketiga, kebijakan presiden, atau keputusan presiden, atau arahan presiden, tidak semata-mata muncul dari satu sumber. Presiden mendengarkan, tapi tidak hanya satu sumber kemudian presiden mengambil keputusan, mengambil kebijakan. Harus banyak sumber-sumber lain yang beliau dengarkan,” katanya.

    “Juga beliau memberi keputusan bukan hanya fokus kepada satu bidang, banyak bidang-bidang lain yang harus dipertimbangkan presiden sebelum mengambil keputusan. Nah dengan demikian, maka kalau ada anggapan bahwa presiden tidak merespon, bukan seperti itu. Presiden ya telah menjelaskan seperti itu,” imbuhnya.

    “Oleh karena itu beliau berpesan tadi kepada saya, akan disampaikan kepada masyarakat agar tidak ikut berpolemik masalah ini. Tidak ikut menyikapi pro dan kontra karena hanya akan menimbulkan kegaduhan-kegaduhan yang akan mengganggu kebersamaan kita, keharmonisan kita sebagai bangsa,” ucapnya.

    “Kita mengharapkan bahwa saatnya nanti ya tentu ada penjelasan-penjelasan resmi ya yang bisa mendinginkan suasana. Kita sedang menghadapi banyak masalah ya tentunya yang kita harapkan adalah satu ketenteraman di masyarakat. Kita harmoniskan kebersamaan untuk menghadapi hal-hal yang benar-benar dihadapi di negara. Itu saya kira-kira sampaikan,” lanjut Wiranto.

    Sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI membuat 8 tuntutan sebagai pernyataan sikap terhadap kondisi terkini. Surat itu ditandatangani 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, 91 kolonel.

    Surat tersebut tertanda tangan Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi dan Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan. Dengan diketahui Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno.

    Berikut daftar lengkap 8 tuntutan Forum Purnawirawan Prajurit TNI:
    1. Kembali ke UUD 1945 asli sebagai tata hukum politik dan tata tertib pemerintahan.
    2. Mendukung program kerja Kabinet Merah Putih yang dikenal sebagai (ASTA CITA), kecuali untuk kelanjutan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
    3. Menghentikan proyek strategis nasional (PSN) PIK 2, PSN Rempang dan kasus yang serupa dikarenakan sangat merugikan dan menindas masyarakat serta berdampak pada kerusakan lingkungan.
    4. Menghentikan tenaga kerja asing China yang masuk ke wilayah NKRI dan mengembalikan tenaga kerja China ke negara asalnya
    5. Pemerintah wajib melakukan penertiban pengelolaan pertambangan yang tidak sesuai dengan aturan dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 2 dan Ayat 3
    6. Melakukan reshuffle kepada para menteri, yang sangat diduga telah melakukan kejahatan korupsi dan mengambil tindakan tegas kepada para Pejabat dan Aparat Negara yang masih terikat dengan kepentingan mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
    7. Mengembalikan Polri pada fungsi Kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) di bawah Kemendagri.
    8. Mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

    (eva/dhn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Dedi Mulyadi sebut persoalan pabrik BYD di Subang akibat calo tanah

    Dedi Mulyadi sebut persoalan pabrik BYD di Subang akibat calo tanah

    Bandung (ANTARA) – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyebutkan bahwa persoalan pembangunan pabrik mobil listrik asal China BYD di Subang Jabar bukan masalah premanisme namun calo tanah.

    “Sebenarnya problem di Subang itu bukan premanisme tapi percaloan tanah. Ada beberapa pihak yang menguasai tanah, ya mungkin sudah di-DP dulu sama orang, kemudian dia menawarkan harga yang sangat tinggi. Ada katanya yang nawarin Rp20 juta per meter, ada Rp10 juta per meter, ada Rp5 juta,” ujar Dedi yang dikutip di Bandung, Kamis.

    Seperti diketahui, dunia usaha memerlukan kepastian mengenai nilai yang diperlukan untuk berinvestasi namun yang terjadi harga tanahnya dipatok menjadi sangat tinggi, di mana ada pihak yang memanfaatkan situasi untuk mencari keuntungan dari investasi yang datang dari luar negeri.

    Soal isu premanisme, Dedi mengatakan hal itu adalah berita lama, dan kini kondisinya telah berbeda dan telah sangat berbeda.

    Ia pun menilai bahwa aksi premanisme ormas (organisasi kemasyarakatan) dalam pembangunan pabrik BYD itu sudah tidak lagi relevan dengan kondisi yang ada saat ini.

    Pasalnya, sudah ada tindakan kepada ormas tersebut.

    “Nggak itu berita lama. Cek saja sekarang sudah sangat aman. Dicek deh, enggak ada lagi itu premanisme sekarang di sana. Yang jualin Aqua aja udah hampir enggak ada sekarang. Itu cerita lama aja. Makanya yang diperlukan oleh kita itu tindakan. Jadi kalau ada problem ambil tindakan, ada problem ambil tindakan,” ucapnya.

    Progres pabrik BYD, kata Dedi, berjalan dengan baik, termasuk izin akses tol yang telah dikeluarkan oleh kementerian.

    “Ya tinggal BYD-nya aja untuk terus mewujudkan tinggal ada beberapa wilayah yang pembebasan tanahnya masih terkendala,” katanya.

    Ke depan, Dedi mengatakan bahwa akan melakukan fasilitasi dengan mempertemukan berbagai pihak untuk kepastian investasi.

    “Hal ini akan segera saya fasilitasi, saya akan pertemukan antara pihak yang melakukan pembebasan tanah atas nama perusahaan dan kemudian warganya, mungkin minggu depan sudah kelar,” tuturnya.

    Sebelumnya Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno meminta pemerintah agar cepat turun tangan dalam menangani kasus ormas itu. Sebab proses pembangunan pabrik ini ternyata diganggu oleh sekelompok ormas.

    “Sempat ada permasalahan terkait premanisme, ormas yang mengganggu pembangunan sarana produksi BYD. Saya kira itu harus tegas. Pemerintah perlu tegas untuk kemudian menangani permasalahan ini,” kata Eddy dalam akun instagram dia.

    Pewarta: Ricky Prayoga
    Editor: Iskandar Zulkarnaen
    Copyright © ANTARA 2025

  • 4
                    
                        Wiranto Ungkap Sikap Prabowo soal Usulan Copot Gibran
                        Nasional

    4 Wiranto Ungkap Sikap Prabowo soal Usulan Copot Gibran Nasional

    Wiranto Ungkap Sikap Prabowo soal Usulan Copot Gibran
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan,
    Wiranto
    , menyampaikan sikap Presiden
    Prabowo Subianto
    terkait tuntutan
    Forum Purnawirawan TNI-Polri
    yang meminta Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI mengganti Wakil Presiden
    Gibran Rakabuming Raka
    .
    Menurut Wiranto, Presiden Prabowo menghormati aspirasi yang disampaikan forum purnawirawan tersebut.
    Namun, sebagai Kepala Negara dan pemerintahan, Prabowo memahami batasan kewenangan dalam sistem pemerintahan yang menganut prinsip trias politika.
    “Yang pertama, kan beliau perlu pelajari dulu isi dari
    statement
    itu, isi dari usulan-usulan itu. Dipelajari satu per satu, karena itu masalah-masalah yang tidak ringan, masalah yang sangat fundamental,” kata Wiranto, dalam konferensi pers usai bertemu Presiden Prabowo, di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (24/4/2025).
    “Namun, tentunya presiden, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, mempunyai kekuasaan yang tidak tak terbatas, ya. Artinya, kekuasaan beliau, kekuasaannya terbatas juga. Dalam negara yang menganut trias politika, ada pemisahan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif, tidak bisa saling mencampuri di situ,” imbuh dia.
    Selain pencopotan Gibran, forum tersebut juga mengusulkan
    reshuffle
    kabinet terhadap menteri-menteri yang diduga terlibat korupsi, serta meminta ketegasan terhadap aparat negara yang dianggap masih memiliki loyalitas kepada Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.
    Menanggapi hal tersebut, Wiranto menekankan bahwa keputusan dalam pemerintahan tidak diambil hanya berdasarkan satu sumber informasi.
    Wiranto menyatakan bahwa tuntutan tersebut bukan bidang Presiden Prabowo untuk menanggapi.
    “Harus banyak sumber-sumber lain yang beliau dengarkan. Juga beliau memberi keputusan bukan hanya fokus kepada satu bidang, banyak bidang-bidang lain yang harus dipertimbangkan presiden sebelum mengambil keputusan,” ujar dia.
    Iya menyebut bahwa Prabowo paham bahwa akan selalu ada pro dan kontra di lingkup masyarakat, yang menurut dia merupakan hal yang wajar.
    Namun, ia berharap, jangan sampai perbedaan itu mengeruhkan suasana, di saat negara sedang menghadapi banyak tantangan.
    “Iya (termasuk soal Gibran). Kan ada kan delapan poin itu, kan sudah beredar di medsos ya. Sudah banyak berita yang muncul. Maka, inilah ya sikap presiden, bukan mengacaukan, tapi tetap menghargai,” ujar Wiranto.
    Dikutip dari Tribunnews, beredar deklarasi Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang berisi delapan poin.
    Pernyataan sikap ini ditandatangani oleh 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.
    Beberapa yang menandatangani surat pernyataan itu adalah Wakil Panglima TNI periode 1999-2000 Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi hingga Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) periode 1988-1993 Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno.
    Berikut ini 8 poin isi pernyataan tersebut:
    1. Kembali ke UUD 1945 asli sebagai tata hukum politik dan tata tertib pemerintahan.
    2. Mendukung program kerja Kabinet Merah Putih yang dikenal sebagai Asta Cita, kecuali untuk kelanjutan pembangunan IKN.
    3. Menghentikan PSN PIK 2, PSN Rempang, dan kasus-kasus yang serupa dikarenakan sangat merugikan dan menindas masyarakat serta berdampak pada kerusakan lingkungan.
    4. Menghentikan tenaga kerja asing China yang masuk ke wilayah NKRI dan mengembalikan tenaga kerja China ke negara asalnya.
    5. Pemerintah wajib melakukan penertiban pengelolaan pertambangan yang tidak sesuai dengan aturan dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 2 dan Ayat 3.
    6. Melakukan
    reshuffle
    kepada para menteri yang sangat diduga telah melakukan kejahatan korupsi dan mengambil tindakan tegas kepada para pejabat dan aparat negara yang masih terikat dengan kepentingan mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
    7. Mengembalikan Polri pada fungsi Kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) di bawah Kemendagri.
    8. Mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hashim Mengaku Menyerahkan ke Tuhan Soal Batalnya Investasi LG, Warganet: Apa Tuhan Juga Masuk Kabinet?

    Hashim Mengaku Menyerahkan ke Tuhan Soal Batalnya Investasi LG, Warganet: Apa Tuhan Juga Masuk Kabinet?

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim, Hashim Djojohadikusumo menolak memberikan penjelasan terkait hengkangnya LG, tingkahnya menjadi sorotan publik.

    Keputusan LG dengan hengkang dari proyek rantai pasok kendaraan listrik (EV) senilai 11 triliun won atau setara Rp130 triliun (asumsi kurs Rp11.826 per won), tengah menjadi perbincangan dan mendatangkan ragam pertanyaan.

    Dengan demikian, awak media berusaha mempertanyakan perihal tersebut kepada Hasyim, saat ditemui di Hotel Mandarin Jakarta.

    Hashim diwawancarai usai bertemu dengan Mantan PM Inggris Tony Blair bersama dengan Ketua MPR RI, Eddy Soeparno.

    Namun, bukannya memberikan penjelasan yang bisa diterima dan dipahami dengan baik oleh masyarakat, Hasyim hanya memberikan penjelasan singkat.

    “Investasi LG batal di Indonesia?” tanya salah satu awak media.

    “Ya, kita serahkan ke Tuhan lah,” ujar Hashim sembari meninggalkan kerumunan awak media dan masuk ke mobil, Selasa (22/4/2025).

    Jawaban yang diberikan oleh utusan khusus presiden itu, tentu saja mengundang komentar yang menohok dari masyarakat yang aktif di media sosial (warganet). Salah satunya dari akun pegiat media sosial bercentang biru @Ary_PrasKe2 di aplikasi X.

    “Kata yang keluar dari elit politik yang sama sekali tidak punya niat ingin membangun bangsa,” komentar warganet.

    “Wah.. Apa Tuhan juga udah masuk kabinetnya Wowo nih??? kok segala Tuhan diperintah untuk urus investasi?,” ujar lainnya.

    “Presiden saja waktu ditanya kasus yang sama jawabannya nyantai begitu, seolah menganggap remeh karena nanti juga datang investor lain. Mau dibawa ke mana negara ini, macan Asia tapi tunduk ke Amerika kalah sama panda. Preman dan Ormas ngak jelas justru jadi piaraan dan pakai uniform militer,” sahut lainnya.

  • Pasca Namanya Dicabut dari Tap MPR XI/1998, Soeharto Berpeluang Jadi Pahlawan Nasional

    Pasca Namanya Dicabut dari Tap MPR XI/1998, Soeharto Berpeluang Jadi Pahlawan Nasional

    Jakarta:  Presiden ke-2 RI, Soeharto, dan Presiden ke-4 RI KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) masuk dalam jajaran nama yang akan diusulkan Kementerian Sosial (Kemensos) sebagai tokoh yang akan mendapatkan gelar pahlawan nasional tahun ini.

    “Tahun ini ada beberapa nama yang berpeluang di antaranya Presiden ke-2 Soeharto dan Presiden ke-4 Gus Dur,” kata Menteri Sosial, Saifullah Yusuf dikutip dari siaran persnya, di Jakarta, Rabu, 23 April 2025.

    Saifullah mengatakan, kementerian sosial saat ini juga telah menerima usulan beberapa nama calon pahlawan nasional dari daerah.  Kalaupun ada yang pro dan kontra itu, menurut Saifullah, merupakan hal yang biasa.

    Calon pahlawan nasional juga manusia yang mesti tidak akan sempurna.  “Yang tentu akan dipertimbangkan lah ya. Kebaikan-kebaikannya juga harus jadi pertimbangan. Pak Harto, Gus Dur, atau juga seluruh pahlawan yang diusulkan itu pada dasarnya memiliki kelemahan dan kekurangan. Kenapa? Karena mereka manusia,” ujarnya.

    “Semua pahlawan yang diusulkan manusia. Siapa pun pahlawan itu yang diusulkan itu manusia. Manusia itu tempatnya kesalahan. Jadi enggak ada yang sempurna,” tambahnya.

    Lebih lanjut, Gus Ipul menjelaskan, pemberian gelar pahlawan untuk Soeharto dan Gus Dur adalah bentuk mengingat jasa-jasa baiknya. “Kita mempertahankan nilai-nilai yang baik sambil kita juga mengadopsi nilai-nilai baru yang lebih baik. Jadi yang baik, yang lama kita mempertahankanlah. Yang jelek ya enggak usah diteruskan,” kata dia.

    “Setelah dievaluasi, ya sudah lah. Mungkin kekurangan, kekeliruannya harus kita terima sebagai bagian dari perjalanan bangsa ini. Tetapi jasa-jasa baiknya itu juga enggak boleh kita lupakan,” tambahnya.

    “Lebih enak gitu aja. Jadi kan sejarah sudah mencatat. Ya sudah lah, biar nanti bisa jadi inspirasi bagi generasi yang akan datang,” sambungnya.
     

    Nama Soeharto dicabut dari TAP MPR 11/1998
    Lebih lanjut, Saifullah mengatakan, Soeharto berpeluang besar untuk mendapatkan gelar pahlawan tahun ini usai namanya dicabut dari TAP MPR 11/1998 soal korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). 

    Adapun Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.  Di mana pada pasal 4 berbunyi: “Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglemerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak azasi manusia”. (jdih.surabaya.go.id)

    Adapun pemberian gelar pahlawan berawal dari usulan masyarakat. Usulan itu ditampung di kabupaten/kota lantas diusulkan oleh bupati/wali kota tempat tokoh itu lahir.

    Nama yang diusulkan akan dikaji oleh sebuah tim bernama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) lalu diusulkan oleh bupati/wali kota ke gubernur. Dari gubernur, nama itu akan diusulkan ke Kementerian Sosial.

    Usai dari sana, Kementerian Sosial akan membentuk Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) lalu mengusulkan nama-nama ke Dewan Gelar. Lalu, dari Dewan Gelar, nama pahlawan baru akan diputuskan oleh presiden. Ada sekitar 20 nama yang tahun ini diusulkan.
     

    Berikut adalah syarat nama-nama yang bisa diusulkan:

    Syarat Umum

    WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI;
    Memiliki integritas moral dan keteladanan;
    Berjasa terhadap bangsa dan negara;
    Berkelakuan baik;
    Setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara; dan
    Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

    Syarat Khusus

    Pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa;
    Tidak pernah menyerah pada mush dalam perjuangan;
    Melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya;
    Pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara;
    Pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa;
    Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi; dan/ atau
    Melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.

    Jakarta:  Presiden ke-2 RI, Soeharto, dan Presiden ke-4 RI KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) masuk dalam jajaran nama yang akan diusulkan Kementerian Sosial (Kemensos) sebagai tokoh yang akan mendapatkan gelar pahlawan nasional tahun ini.
     
    “Tahun ini ada beberapa nama yang berpeluang di antaranya Presiden ke-2 Soeharto dan Presiden ke-4 Gus Dur,” kata Menteri Sosial, Saifullah Yusuf dikutip dari siaran persnya, di Jakarta, Rabu, 23 April 2025.
     
    Saifullah mengatakan, kementerian sosial saat ini juga telah menerima usulan beberapa nama calon pahlawan nasional dari daerah.  Kalaupun ada yang pro dan kontra itu, menurut Saifullah, merupakan hal yang biasa.

    Calon pahlawan nasional juga manusia yang mesti tidak akan sempurna.  “Yang tentu akan dipertimbangkan lah ya. Kebaikan-kebaikannya juga harus jadi pertimbangan. Pak Harto, Gus Dur, atau juga seluruh pahlawan yang diusulkan itu pada dasarnya memiliki kelemahan dan kekurangan. Kenapa? Karena mereka manusia,” ujarnya.
     
    “Semua pahlawan yang diusulkan manusia. Siapa pun pahlawan itu yang diusulkan itu manusia. Manusia itu tempatnya kesalahan. Jadi enggak ada yang sempurna,” tambahnya.
     
    Lebih lanjut, Gus Ipul menjelaskan, pemberian gelar pahlawan untuk Soeharto dan Gus Dur adalah bentuk mengingat jasa-jasa baiknya. “Kita mempertahankan nilai-nilai yang baik sambil kita juga mengadopsi nilai-nilai baru yang lebih baik. Jadi yang baik, yang lama kita mempertahankanlah. Yang jelek ya enggak usah diteruskan,” kata dia.
     
    “Setelah dievaluasi, ya sudah lah. Mungkin kekurangan, kekeliruannya harus kita terima sebagai bagian dari perjalanan bangsa ini. Tetapi jasa-jasa baiknya itu juga enggak boleh kita lupakan,” tambahnya.
     
    “Lebih enak gitu aja. Jadi kan sejarah sudah mencatat. Ya sudah lah, biar nanti bisa jadi inspirasi bagi generasi yang akan datang,” sambungnya.
     

    Nama Soeharto dicabut dari TAP MPR 11/1998
    Lebih lanjut, Saifullah mengatakan, Soeharto berpeluang besar untuk mendapatkan gelar pahlawan tahun ini usai namanya dicabut dari TAP MPR 11/1998 soal korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). 
     
    Adapun Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.  Di mana pada pasal 4 berbunyi: “Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglemerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak azasi manusia”. (jdih.surabaya.go.id)
     
    Adapun pemberian gelar pahlawan berawal dari usulan masyarakat. Usulan itu ditampung di kabupaten/kota lantas diusulkan oleh bupati/wali kota tempat tokoh itu lahir.
     
    Nama yang diusulkan akan dikaji oleh sebuah tim bernama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) lalu diusulkan oleh bupati/wali kota ke gubernur. Dari gubernur, nama itu akan diusulkan ke Kementerian Sosial.
     
    Usai dari sana, Kementerian Sosial akan membentuk Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) lalu mengusulkan nama-nama ke Dewan Gelar. Lalu, dari Dewan Gelar, nama pahlawan baru akan diputuskan oleh presiden. Ada sekitar 20 nama yang tahun ini diusulkan.
     

    Berikut adalah syarat nama-nama yang bisa diusulkan:

    Syarat Umum

    WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI;
    Memiliki integritas moral dan keteladanan;
    Berjasa terhadap bangsa dan negara;
    Berkelakuan baik;
    Setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara; dan
    Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

    Syarat Khusus

    Pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa;
    Tidak pernah menyerah pada mush dalam perjuangan;
    Melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya;
    Pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara;
    Pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa;
    Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi; dan/ atau
    Melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (CEU)

  • Seberapa Besar Kans Soeharto Jadi Pahlawan Nasional?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 April 2025

    Seberapa Besar Kans Soeharto Jadi Pahlawan Nasional? Nasional 24 April 2025

    Seberapa Besar Kans Soeharto Jadi Pahlawan Nasional?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Saat ini, nama Presiden ke-2 Soeharto sedang diusulkan untuk menjadi Pahlawan Nasional 2025.
    Usulan tersebut disampaikan oleh
    Kementerian Sosial
    (Kemensos) bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) pada Maret 2025.
    Menurut Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul, pengusulan tersebut dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat daerah hingga ke pemerintah pusat.
    “Jadi memenuhi syarat melalui mekanisme. Ada tanda tangan Bupati, Gubernur, itu baru ke kita. Jadi memang prosesnya dari bawah,” ucapnya.
    Sayangnya, usulan nama Soeharto menjadi calon Pahlawan Nasional tahun ini menimbulkan pro dan kontra.
    Presiden ke-2 Indonesia itu dianggap memiliki beberapa kebijakan kontroversial selama memimpin negara sepanjang 30 tahun.
    Meski begitu, Gus Ipul menyampaikan pemerintah akan mendengar semua aspirasi, termasuk penolakan itu.
    “Ya tentu kita semua dengar ya, ini bagian dari proses, semua kita dengar, kita ikuti,” ujar Gus Ipul.
    Gus Ipul mengeklaim pemerintah selalu mendengar usulan dari masyarakat.
    Maka dari itu, jika ada kritik terkait usulan Soeharto menjadi calon Pahlawan Nasional 2025 ini, pemerintah akan mendengar.
    “Usulan dari masyarakat juga kita ikuti, normatifnya juga kita lalui. Kalau kemudian ada kritik, ada saran, tentu kami dengarkan,” imbuhnya.
    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) sekaligus Jubir Presiden Prasetyo Hadi menegaskan Istana tidak masalah dengan usulan Presiden ke-2 Soeharto menjadi Pahlawan Nasional 2025.
    Dia tidak melihat ada yang salah dengan usulan Soeharto menjadi Pahlawan Nasional 2025.
    “Menurut saya tidak ada masalah. Tapi kita belum membahas itu secara khusus. Kalau berkenaan dengan usulan ya, usulan dari Kementerian Sosial terhadap Presiden Soeharto, saya kira kalau kami merasa bahwa apa salahnya juga,” ujar Prasetyo di Istana, Jakarta, Senin (21/4/2025).
    Prasetyo mengatakan, sudah sewajarnya bagi mantan Presiden untuk mendapatkan penghormatan dari bangsa dan negara.
    Dia pun mengajak masyarakat untuk tidak hanya melihat kekurangan dari Soeharto saja, melainkan juga prestasinya.
    “Jangan selalu melihat yang kurangnya, kita lihat prestasinya. Sebagaimana Bapak Presiden selalu menyampaikan bahwa kita itu bisa sampai di sini kan karena prestasi para pendahulu-pendahulu kita,” jelas Prasetyo.
    “Mulai dari Bung Karno dengan segala dinamika dan permasalahan yang dihadapi masing-masing, kemudian Pak Harto, Pak Habibie, dan seterusnya, Gus Dur, Bu Mega, Pak SBY, Pak Jokowi, semua punya jasa,” sambungnya.
    Menurut Prasetyo, menjadi Presiden yang memimpin ratusan juta penduduk bukanlah hal yang mudah.
    Dia mengatakan, setiap Presiden pasti menghadapi permasalahan yang tidak semua orang tahu.
    Sementara itu, terkait penolakan Soeharto menjadi Pahlawan Nasional 2025, Prasetyo mengatakan tidak ada yang sempurna.
    Dia kembali mengingatkan bahwa setiap manusia memiliki kekurangan masing-masing.
    “Ya ini tinggal tergantung versinya yang mana. Kalau ada masalah pasti semua kita ini kan tidak ada juga yang sempurna. Pasti kita ini ada kekurangan,” imbuh Prasetyo.
    Ketua Komisi IV DPR RI sekaligus anak Presiden ke-2 Soeharto, Titiek Soeharto, angkat bicara soal wacana pemberian gelar pahlawan untuk mendiang ayahnya.
    Dia berharap wacana pemberian gelar pahlawan untuk Soeharto bisa terealisasi pada masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
    “Ya, alhamdulillah. Insya Allah itu kejadian. Terima kasih sebelumnya kalau memang itu terjadi,” ujar Titiek, saat ditemui di Gedung DPR RI, Selasa (22/4/2025).
    Titiek menyatakan, pihak keluarga tak bisa memaksakan pemerintah untuk memberikan gelar pahlawan tersebut.
    Namun, dia memastikan bahwa pihak keluarga menyambut baik apabila pemerintahan Prabowo ingin mewujudkan wacana tersebut.
     
    “Iya, alhamdulillah kalau pemerintah mau berkenan untuk menganugerahkan gelar pahlawan untuk Presiden Soeharto, karena mengingat jasanya begitu besar kepada bangsa negara,” kata Titiek.
    “Akan tetapi bagi kami, keluarga, diberi gelar atau tidak diberi gelar, Pak Harto adalah pahlawan buat kami. Dan saya yakin pahlawan buat berjuta-juta rakyat Indonesia yang mencintai dia,” pungkasnya.
    Gus Ipul menegaskan, Soeharto memiliki peluang yang sama dengan sembilan nama lainnya yang masuk dalam daftar usulan calon Pahlawan Nasional 2025.
    Menurut Mensos, kesepuluh calon tersebut memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional karena syarat normatifnya terpenuhi.
    “Dari nama-nama yang ada, yang ramai itu ada Pak Presiden Soeharto, Gus Dur, yang itu semua memang punya peluang untuk diusulkan oleh Kementerian Sosial setelah nanti kajiannya tuntas,” kata Mensos usai meninjau Desk Sekolah Rakyat di Gedung Konvensi TMPNU Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (23/4/2025).
    “Mengapa? Karena paling tidak syarat-syarat normatifnya semua sudah terpenuhi,” ujar Gus Ipul.
    Mensos menjelaskan, pengusulan nama Soeharto dalam daftar calon Pahlawan Nasional tahun ini sudah memenuhi syarat normatif karena MPR telah resmi mencabut nama Soeharto dari TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
    “Pak Harto misalnya itu sudah berulang-ulang ya diusulkan gitu, tapi masih ada kendala. Dan sekarang salah satu kendalanya itu kemarin soal TAP MPR-nya sudah dicabut,” kata Gus Ipul.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Butuh Dukungan semua Pihak untuk Wujudkan Cita-Cita RA Kartini

    Butuh Dukungan semua Pihak untuk Wujudkan Cita-Cita RA Kartini

    Medcom • 23 April 2025 19:27

    Jakarta: Butuh dukungan semua pihak untuk menjawab berbagai tantangan dalam mewujudkan emansipasi perempuan di tanah air. 

    “Saya pribadi menilai perempuan Indonesia belum merdeka, sebagaimana yang dicita-citakan RA Kartini. Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulis pada diskusi daring bertema Hari Kartini 2025: Feminis Nusantara dari Masa ke Masa yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/4). 

    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Veronica Tan (Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak /PPPA), Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro (Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998), dan Julia Suryakusuma (Feminis Pancasila – Penulis) sebagai nara sumber. 

    Selain itu hadir pula Nancy Natalia Raweyai (Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem), sebagai penanggap. 

    Menurut Lestari, tulisan pada surat-surat RA Kartini menunjukkan beragam gagasan atau pemikiran untuk memperjuangkan kesetaraan gender, kemudahan akses pendidikan bagi perempuan, kebebasan berpikir, dan mengingatkan bahwa perempuan memiliki otonomi di tengah fenomena adat yang berlaku. 

    Rerie, sapaan akrab Lestari, menegaskan, kutipan pada surat-surat RA Kartini banyak menyuarakan bagaimana perempuan menjadi manusia yang utuh dan lengkap. “Bukan hanya menjadi pendamping,” ujar Rerie. 

    Selain itu, ungkap Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, RA Kartini juga secara tegas menyatakan bahwa perempuan memiliki potensi dan intelektual yang sama dengan laki-laki. 

    Karenanya, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, perempuan berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki. 

    Rerie menegaskan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan untuk mewujudkan cita-cita RA Kartini. “Mari kita bersama menuntaskan pekerjaan rumah itu,” pungkas Rerie. 

    Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998, Wardiman Djojonegoro, mengungkapkan, tujuannya menulis buku Trilogi RA Kartini antara lain untuk meningkatkan kepedulian terhadap kesetaraan gender bagi para aktivis-aktivis muda. 

    Menurut Wardiman, sejumlah tantangan masih dihadapi perempuan saat ini. 

    (Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan, “Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air.”  Foto: Dok. Istimewa)

    Dengan populasi perempuan yang hampir separuh dari populasi penduduk Indonesia, ujar dia, hanya 50% perempuan yang bekerja. Sementara itu, jumlah laki-laki yang bekerja mencapai 90% dari populasi yang ada.

    Surat-surat Kartini yang dihimpun dalam buku Trilogi RA Kartini, menurut Wardiman, mengungkapkan bahwa semangat dan ide-ide RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi ditempuh dan disampaikan dengan berbagai cara. 

    Bahkan, ungkap Wardiman, perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia sangat terbantu oleh paguyuban-paguyuban perempuan yang ada pada waktu itu. 

    Feminis Pancasila dan Penulis, Julia Suryakusuma berpendapat, moto Bhinneka Tunggal Ika tidak tercermin dalam menyikapi kepahlawanan perempuan. 

    Saat ini, ujar Julia, pemahaman kebanyakan orang pahlawan perempuan itu hanya RA Kartini. 

    Padahal, tambah dia, Inggit Gunarsih, istri Presiden RI pertama Ir. Soekarno, juga memiliki nilai-nilai perjuangan yang penting dalam mendorong dan mendukung Bung Karno dalam merebut dan mengisi kemerdekaan. 

    Menurut Julia, upaya untuk menulis perjuangan perempuan Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan harus terus dilakukan. 

    Julia berpendapat, sepak terjang Bu Inggit dalam keseharian mendampingi Bung Karno dalam mengambil keputusan bisa dijadikan tauladan. 

    Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan mengungkapkan, sampai hari ini partisipasi perempuan dalam politik dan perencanaan pembangunan masih terbilang rendah. 

    Padahal, menurut Veronica, selain urusan rumah tangga, perempuan juga sudah banyak terlibat di sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan. 

    Namun, ujar dia, pada proses perencanaan pembangunan, perempuan jarang dilibatkan. Sejumlah kendala, jelas Veronica, dari sisi budaya patriaki dan stigma yang berkembang di masyarakat, menghadirkan beban ganda terhadap perempuan. 

    Lestari Moerdijat: Wujudkan Kesetaraan bagi setiap Warga Negara

    Veronica berpendapat, partisipasi 30% perempuan dalam politik harus menjadi bagian dari sistem sehingga ada kewajiban untuk melibatkan perempuan dalam perencanaan pembangunan. 

    Veronica mendorong agar stigma terhadap perempuan yang berkembang bisa segera disudahi. Karena, tegas dia, sejatinya perempuan memiliki kemampuan secara mandiri dalam mewujudkan cita-citanya. 

    Sejumlah langkah untuk memberdayakan perempuan, ungkap Veronica, coba diinisiasi pemerintah melalui program care economy. 

    Kehadiran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, tambah dia, memberikan perlindungan bagi perempuan. 

    Selain itu, jelas Veronica, standarisasi kerja perempuan sedang dipersiapkan dalam upaya mewujudkan perlindungan yang menyeluruh. 

    Veronica mendorong agar dapat dibangun sebuah sistem yang melibatkan dan memfasilitasi perempuan, sehingga menumbuhkan kemampuan bagi perempuan untuk mewujudkan cita-citanya. 

    Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem, Nancy Natalia Raweyai mengungkapkan, tindak kekerasan masih menjadi penghambat utama bagi perempuan di Papua. 

    Dalam konteks Papua, ujar Nancy, perempuan masih terbelenggu oleh hukum adat, yang hingga saat ini belum menemukan titik terang untuk keluar dari belenggu itu. 

    “Bagaimana kita menggerakkan generasi muda untuk menegakkan emansipasi, bila kepala suku bisa memiliki 20 istri?” ujar Nancy. 

    Nancy berharap, segera ada langkah konkret bersama untuk mengatasi kondisi tersebut.Butuh dukungan semua pihak untuk menjawab berbagai tantangan dalam mewujudkan emansipasi perempuan di tanah air. 

    “Saya pribadi menilai perempuan Indonesia belum merdeka, sebagaimana yang dicita-citakan RA Kartini. Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulis pada diskusi daring bertema Hari Kartini 2025: Feminis Nusantara dari Masa ke Masa yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/4). 

    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Veronica Tan (Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak /PPPA), Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro (Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998), dan Julia Suryakusuma (Feminis Pancasila – Penulis) sebagai nara sumber. 

    Selain itu hadir pula Nancy Natalia Raweyai (Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem), sebagai penanggap. 

    Menurut Lestari, tulisan pada surat-surat RA Kartini menunjukkan beragam gagasan atau pemikiran untuk memperjuangkan kesetaraan gender, kemudahan akses pendidikan bagi perempuan, kebebasan berpikir, dan mengingatkan bahwa perempuan memiliki otonomi di tengah fenomena adat yang berlaku. 

    Rerie, sapaan akrab Lestari, menegaskan, kutipan pada surat-surat RA Kartini banyak menyuarakan bagaimana perempuan menjadi manusia yang utuh dan lengkap. “Bukan hanya menjadi pendamping,” ujar Rerie. 

    Selain itu, ungkap Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, RA Kartini juga secara tegas menyatakan bahwa perempuan memiliki potensi dan intelektual yang sama dengan laki-laki. 

    Karenanya, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, perempuan berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki. 

    Rerie menegaskan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan untuk mewujudkan cita-cita RA Kartini. “Mari kita bersama menuntaskan pekerjaan rumah itu,” pungkas Rerie. 

    Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998, Wardiman Djojonegoro, mengungkapkan, tujuannya menulis buku Trilogi RA Kartini antara lain untuk meningkatkan kepedulian terhadap kesetaraan gender bagi para aktivis-aktivis muda. 

    Menurut Wardiman, sejumlah tantangan masih dihadapi perempuan saat ini. 

    Dengan populasi perempuan yang hampir separuh dari populasi penduduk Indonesia, ujar dia, hanya 50% perempuan yang bekerja. Sementara itu, jumlah laki-laki yang bekerja mencapai 90% dari populasi yang ada.

    Baca juga: Lestari Moerdijat: Perjuangan RA Kartini Harus terus Hidup untuk Menjawab Tantangan Emansipasi di Masa Depan

    Surat-surat Kartini yang dihimpun dalam buku Trilogi RA Kartini, menurut Wardiman, mengungkapkan bahwa semangat dan ide-ide RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi ditempuh dan disampaikan dengan berbagai cara. 

    Bahkan, ungkap Wardiman, perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia sangat terbantu oleh paguyuban-paguyuban perempuan yang ada pada waktu itu. 

    Feminis Pancasila dan Penulis, Julia Suryakusuma berpendapat, moto Bhinneka Tunggal Ika tidak tercermin dalam menyikapi kepahlawanan perempuan. 

    Saat ini, ujar Julia, pemahaman kebanyakan orang pahlawan perempuan itu hanya RA Kartini. 

    Padahal, tambah dia, Inggit Gunarsih, istri Presiden RI pertama Ir. Soekarno, juga memiliki nilai-nilai perjuangan yang penting dalam mendorong dan mendukung Bung Karno dalam merebut dan mengisi kemerdekaan. 

    Menurut Julia, upaya untuk menulis perjuangan perempuan Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan harus terus dilakukan. 

    Julia berpendapat, sepak terjang Bu Inggit dalam keseharian mendampingi Bung Karno dalam mengambil keputusan bisa dijadikan tauladan. 

    Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan mengungkapkan, sampai hari ini partisipasi perempuan dalam politik dan perencanaan pembangunan masih terbilang rendah. 

    Padahal, menurut Veronica, selain urusan rumah tangga, perempuan juga sudah banyak terlibat di sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan. 

    Namun, ujar dia, pada proses perencanaan pembangunan, perempuan jarang dilibatkan. Sejumlah kendala, jelas Veronica, dari sisi budaya patriaki dan stigma yang berkembang di masyarakat, menghadirkan beban ganda terhadap perempuan. 

    Veronica berpendapat, partisipasi 30% perempuan dalam politik harus menjadi bagian dari sistem sehingga ada kewajiban untuk melibatkan perempuan dalam perencanaan pembangunan. 

    Veronica mendorong agar stigma terhadap perempuan yang berkembang bisa segera disudahi. Karena, tegas dia, sejatinya perempuan memiliki kemampuan secara mandiri dalam mewujudkan cita-citanya. 

    Sejumlah langkah untuk memberdayakan perempuan, ungkap Veronica, coba diinisiasi pemerintah melalui program care economy. 

    Kehadiran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, tambah dia, memberikan perlindungan bagi perempuan. 

    Selain itu, jelas Veronica, standarisasi kerja perempuan sedang dipersiapkan dalam upaya mewujudkan perlindungan yang menyeluruh. 

    Veronica mendorong agar dapat dibangun sebuah sistem yang melibatkan dan memfasilitasi perempuan, sehingga menumbuhkan kemampuan bagi perempuan untuk mewujudkan cita-citanya. 

    Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem, Nancy Natalia Raweyai mengungkapkan, tindak kekerasan masih menjadi penghambat utama bagi perempuan di Papua. 

    Dalam konteks Papua, ujar Nancy, perempuan masih terbelenggu oleh hukum adat, yang hingga saat ini belum menemukan titik terang untuk keluar dari belenggu itu. 

    “Bagaimana kita menggerakkan generasi muda untuk menegakkan emansipasi, bila kepala suku bisa memiliki 20 istri?” ujar Nancy. 

    Nancy berharap, segera ada langkah konkret bersama untuk mengatasi kondisi tersebut.

    Jakarta: Butuh dukungan semua pihak untuk menjawab berbagai tantangan dalam mewujudkan emansipasi perempuan di tanah air. 
     
    “Saya pribadi menilai perempuan Indonesia belum merdeka, sebagaimana yang dicita-citakan RA Kartini. Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulis pada diskusi daring bertema Hari Kartini 2025: Feminis Nusantara dari Masa ke Masa yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/4). 
     
    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Veronica Tan (Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak /PPPA), Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro (Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998), dan Julia Suryakusuma (Feminis Pancasila – Penulis) sebagai nara sumber. 

    Selain itu hadir pula Nancy Natalia Raweyai (Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem), sebagai penanggap. 
     
    Menurut Lestari, tulisan pada surat-surat RA Kartini menunjukkan beragam gagasan atau pemikiran untuk memperjuangkan kesetaraan gender, kemudahan akses pendidikan bagi perempuan, kebebasan berpikir, dan mengingatkan bahwa perempuan memiliki otonomi di tengah fenomena adat yang berlaku. 
     
    Rerie, sapaan akrab Lestari, menegaskan, kutipan pada surat-surat RA Kartini banyak menyuarakan bagaimana perempuan menjadi manusia yang utuh dan lengkap. “Bukan hanya menjadi pendamping,” ujar Rerie. 
     
    Selain itu, ungkap Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, RA Kartini juga secara tegas menyatakan bahwa perempuan memiliki potensi dan intelektual yang sama dengan laki-laki. 
     
    Karenanya, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, perempuan berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki. 
     
    Rerie menegaskan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan untuk mewujudkan cita-cita RA Kartini. “Mari kita bersama menuntaskan pekerjaan rumah itu,” pungkas Rerie. 
     
    Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998, Wardiman Djojonegoro, mengungkapkan, tujuannya menulis buku Trilogi RA Kartini antara lain untuk meningkatkan kepedulian terhadap kesetaraan gender bagi para aktivis-aktivis muda. 
     
    Menurut Wardiman, sejumlah tantangan masih dihadapi perempuan saat ini. 
     

    (Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan, “Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air.”  Foto: Dok. Istimewa)
     
    Dengan populasi perempuan yang hampir separuh dari populasi penduduk Indonesia, ujar dia, hanya 50% perempuan yang bekerja. Sementara itu, jumlah laki-laki yang bekerja mencapai 90% dari populasi yang ada.
     
    Surat-surat Kartini yang dihimpun dalam buku Trilogi RA Kartini, menurut Wardiman, mengungkapkan bahwa semangat dan ide-ide RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi ditempuh dan disampaikan dengan berbagai cara. 
     
    Bahkan, ungkap Wardiman, perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia sangat terbantu oleh paguyuban-paguyuban perempuan yang ada pada waktu itu. 
     
    Feminis Pancasila dan Penulis, Julia Suryakusuma berpendapat, moto Bhinneka Tunggal Ika tidak tercermin dalam menyikapi kepahlawanan perempuan. 
     
    Saat ini, ujar Julia, pemahaman kebanyakan orang pahlawan perempuan itu hanya RA Kartini. 
     
    Padahal, tambah dia, Inggit Gunarsih, istri Presiden RI pertama Ir. Soekarno, juga memiliki nilai-nilai perjuangan yang penting dalam mendorong dan mendukung Bung Karno dalam merebut dan mengisi kemerdekaan. 
     
    Menurut Julia, upaya untuk menulis perjuangan perempuan Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan harus terus dilakukan. 
     
    Julia berpendapat, sepak terjang Bu Inggit dalam keseharian mendampingi Bung Karno dalam mengambil keputusan bisa dijadikan tauladan. 
     
    Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan mengungkapkan, sampai hari ini partisipasi perempuan dalam politik dan perencanaan pembangunan masih terbilang rendah. 
     
    Padahal, menurut Veronica, selain urusan rumah tangga, perempuan juga sudah banyak terlibat di sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan. 
     
    Namun, ujar dia, pada proses perencanaan pembangunan, perempuan jarang dilibatkan. Sejumlah kendala, jelas Veronica, dari sisi budaya patriaki dan stigma yang berkembang di masyarakat, menghadirkan beban ganda terhadap perempuan. 
     
    Lestari Moerdijat: Wujudkan Kesetaraan bagi setiap Warga Negara
     
    Veronica berpendapat, partisipasi 30% perempuan dalam politik harus menjadi bagian dari sistem sehingga ada kewajiban untuk melibatkan perempuan dalam perencanaan pembangunan. 
     
    Veronica mendorong agar stigma terhadap perempuan yang berkembang bisa segera disudahi. Karena, tegas dia, sejatinya perempuan memiliki kemampuan secara mandiri dalam mewujudkan cita-citanya. 
     
    Sejumlah langkah untuk memberdayakan perempuan, ungkap Veronica, coba diinisiasi pemerintah melalui program care economy. 
     
    Kehadiran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, tambah dia, memberikan perlindungan bagi perempuan. 
     
    Selain itu, jelas Veronica, standarisasi kerja perempuan sedang dipersiapkan dalam upaya mewujudkan perlindungan yang menyeluruh. 
     
    Veronica mendorong agar dapat dibangun sebuah sistem yang melibatkan dan memfasilitasi perempuan, sehingga menumbuhkan kemampuan bagi perempuan untuk mewujudkan cita-citanya. 
     
    Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem, Nancy Natalia Raweyai mengungkapkan, tindak kekerasan masih menjadi penghambat utama bagi perempuan di Papua. 
     
    Dalam konteks Papua, ujar Nancy, perempuan masih terbelenggu oleh hukum adat, yang hingga saat ini belum menemukan titik terang untuk keluar dari belenggu itu. 
     
    “Bagaimana kita menggerakkan generasi muda untuk menegakkan emansipasi, bila kepala suku bisa memiliki 20 istri?” ujar Nancy. 
     
    Nancy berharap, segera ada langkah konkret bersama untuk mengatasi kondisi tersebut.Butuh dukungan semua pihak untuk menjawab berbagai tantangan dalam mewujudkan emansipasi perempuan di tanah air. 
     
    “Saya pribadi menilai perempuan Indonesia belum merdeka, sebagaimana yang dicita-citakan RA Kartini. Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulis pada diskusi daring bertema Hari Kartini 2025: Feminis Nusantara dari Masa ke Masa yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/4). 
     
    Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Veronica Tan (Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak /PPPA), Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro (Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998), dan Julia Suryakusuma (Feminis Pancasila – Penulis) sebagai nara sumber. 
     
    Selain itu hadir pula Nancy Natalia Raweyai (Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem), sebagai penanggap. 
     
    Menurut Lestari, tulisan pada surat-surat RA Kartini menunjukkan beragam gagasan atau pemikiran untuk memperjuangkan kesetaraan gender, kemudahan akses pendidikan bagi perempuan, kebebasan berpikir, dan mengingatkan bahwa perempuan memiliki otonomi di tengah fenomena adat yang berlaku. 
     
    Rerie, sapaan akrab Lestari, menegaskan, kutipan pada surat-surat RA Kartini banyak menyuarakan bagaimana perempuan menjadi manusia yang utuh dan lengkap. “Bukan hanya menjadi pendamping,” ujar Rerie. 
     
    Selain itu, ungkap Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, RA Kartini juga secara tegas menyatakan bahwa perempuan memiliki potensi dan intelektual yang sama dengan laki-laki. 
     
    Karenanya, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, perempuan berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki. 
     
    Rerie menegaskan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan untuk mewujudkan cita-cita RA Kartini. “Mari kita bersama menuntaskan pekerjaan rumah itu,” pungkas Rerie. 
     
    Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998, Wardiman Djojonegoro, mengungkapkan, tujuannya menulis buku Trilogi RA Kartini antara lain untuk meningkatkan kepedulian terhadap kesetaraan gender bagi para aktivis-aktivis muda. 
     
    Menurut Wardiman, sejumlah tantangan masih dihadapi perempuan saat ini. 
     
    Dengan populasi perempuan yang hampir separuh dari populasi penduduk Indonesia, ujar dia, hanya 50% perempuan yang bekerja. Sementara itu, jumlah laki-laki yang bekerja mencapai 90% dari populasi yang ada.
     
    Baca juga: Lestari Moerdijat: Perjuangan RA Kartini Harus terus Hidup untuk Menjawab Tantangan Emansipasi di Masa Depan
     
    Surat-surat Kartini yang dihimpun dalam buku Trilogi RA Kartini, menurut Wardiman, mengungkapkan bahwa semangat dan ide-ide RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi ditempuh dan disampaikan dengan berbagai cara. 
     
    Bahkan, ungkap Wardiman, perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia sangat terbantu oleh paguyuban-paguyuban perempuan yang ada pada waktu itu. 
     
    Feminis Pancasila dan Penulis, Julia Suryakusuma berpendapat, moto Bhinneka Tunggal Ika tidak tercermin dalam menyikapi kepahlawanan perempuan. 
     
    Saat ini, ujar Julia, pemahaman kebanyakan orang pahlawan perempuan itu hanya RA Kartini. 
     
    Padahal, tambah dia, Inggit Gunarsih, istri Presiden RI pertama Ir. Soekarno, juga memiliki nilai-nilai perjuangan yang penting dalam mendorong dan mendukung Bung Karno dalam merebut dan mengisi kemerdekaan. 
     
    Menurut Julia, upaya untuk menulis perjuangan perempuan Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan harus terus dilakukan. 
     
    Julia berpendapat, sepak terjang Bu Inggit dalam keseharian mendampingi Bung Karno dalam mengambil keputusan bisa dijadikan tauladan. 
     
    Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan mengungkapkan, sampai hari ini partisipasi perempuan dalam politik dan perencanaan pembangunan masih terbilang rendah. 
     
    Padahal, menurut Veronica, selain urusan rumah tangga, perempuan juga sudah banyak terlibat di sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan. 
     
    Namun, ujar dia, pada proses perencanaan pembangunan, perempuan jarang dilibatkan. Sejumlah kendala, jelas Veronica, dari sisi budaya patriaki dan stigma yang berkembang di masyarakat, menghadirkan beban ganda terhadap perempuan. 
     
    Veronica berpendapat, partisipasi 30% perempuan dalam politik harus menjadi bagian dari sistem sehingga ada kewajiban untuk melibatkan perempuan dalam perencanaan pembangunan. 
     
    Veronica mendorong agar stigma terhadap perempuan yang berkembang bisa segera disudahi. Karena, tegas dia, sejatinya perempuan memiliki kemampuan secara mandiri dalam mewujudkan cita-citanya. 
     
    Sejumlah langkah untuk memberdayakan perempuan, ungkap Veronica, coba diinisiasi pemerintah melalui program care economy. 
     
    Kehadiran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, tambah dia, memberikan perlindungan bagi perempuan. 
     
    Selain itu, jelas Veronica, standarisasi kerja perempuan sedang dipersiapkan dalam upaya mewujudkan perlindungan yang menyeluruh. 
     
    Veronica mendorong agar dapat dibangun sebuah sistem yang melibatkan dan memfasilitasi perempuan, sehingga menumbuhkan kemampuan bagi perempuan untuk mewujudkan cita-citanya. 
     
    Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem, Nancy Natalia Raweyai mengungkapkan, tindak kekerasan masih menjadi penghambat utama bagi perempuan di Papua. 
     
    Dalam konteks Papua, ujar Nancy, perempuan masih terbelenggu oleh hukum adat, yang hingga saat ini belum menemukan titik terang untuk keluar dari belenggu itu. 
     
    “Bagaimana kita menggerakkan generasi muda untuk menegakkan emansipasi, bila kepala suku bisa memiliki 20 istri?” ujar Nancy. 
     
    Nancy berharap, segera ada langkah konkret bersama untuk mengatasi kondisi tersebut.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (TIN)