Kementrian Lembaga: MPR RI

  • Pengusaha Ngeluh Premanisme Ganggu Investasi, Minta Pemerintah Turun Tangan

    Pengusaha Ngeluh Premanisme Ganggu Investasi, Minta Pemerintah Turun Tangan

    Jakarta

    Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) meminta pemerintah untuk membenahi iklim investasi agar terhindar dari aksi premanisme. Pasalnya, aksi tersebut dinilai sangat mengganggu investasi masuk ke Indonesia.

    Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani, mengaku telah berbicara dengan pemerintah terkait aksi premanisme. Dalam pertemuan tersebut, APINDO meminta pemerintah untuk melakukan berbagai upaya dalam menekan aksi premanisme.

    “Kami juga sudah sampaikan ini kepada pemerintah. Makanya pemerintah juga sudah (melakukan) tindakan-tindakan lah, gimana caranya untuk bisa membantu pelaku usaha di dalam menjalankan operasional. Jelas ini sangat mengganggu,” kata Shinta kepada wartawan di The Langham Hotel, Jakarta, Senin (28/4/2025).

    Shinta menegaskan, aksi premanisme yang kerap kali memungut biaya-biaya secara liar tidak bisa dibenarkan. Apalagi, aksi itu sudah berlangsung sejak lama.

    “Sebenarnya ini bukan masalah baru. Cuma ini sekarang mengemuka. Dan mungkin sekarang juga jadi lebih banyak yang berani untuk bicara,” jelasnya.

    Namun begitu, Shinta tak menyebut jumlah kerugian yang ditaksir akibat aksi premanisme tersebut. Pasalnya, besaran pungutan liar yang diminta preman berbeda di tiap daerah.

    “Kita nggak bisa ini kan translate ke biaya ekonomi berapa, tapi yang jelas kita melihat bahwa memang ini mengganggu lah daripada ekosistem investasi di Indonesia,” tutupnya.

    Untuk diketahui, kasus premanisme kembali mencuat beberapa waktu lalu. Namun bukan pada skala personal, aksi premanisme ini bahkan disebut-sebut menggoyang citra Indonesia di mata para investor.

    Peristiwa yang dimaksud adalah gangguan ormas terhadap pembangunan pabrik produsen mobil listrik asal China, BYD. Hal ini mencuat kala Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno memaparkan kejadian tersebut saat memenuhi undangan Pemerintah China dalam rangkaian kunjungan di Shenzhen, China.

    Eddy mendorong agar pemerintah segera mengambil tindakan tegas terhadap aksi premanisme yang mengatasnamakan ormas. Ia menyebut, rasa aman perlu ditingkatkan agar para investor merasa nyaman untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

    “Sempat ada permasalahan terkait premanisme, ormas yang mengganggu pembangunan sarana produksi BYD. Saya kira itu harus tegas. Pemerintah perlu tegas untuk kemudian menangani permasalahan ini,” kata Eddy, dikutip dari detikOto.

    “Jangan sampai kemudian investor datang ke Indonesia dan merasa kemudian tidak mendapatkan jaminan keamanan, jaminan keamanan itu adalah hal yang paling mendasar bagi investasi untuk masuk ke Indonesia,” lanjut Eddy.

    (acd/acd)

  • Preman Berkedok Ormas Hambat Pertumbuhan Ekonomi, Investor Bisa Kabur

    Preman Berkedok Ormas Hambat Pertumbuhan Ekonomi, Investor Bisa Kabur

    PIKIRAN RAKYAT – Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, menegaskan bahwa aksi premanisme berkedok organisasi masyarakat (ormas) yang belakangan ini mengganggu pelaku usaha dan industri harus segera ditertibkan.

    “Syarat utama investor mau menanamkan modalnya adalah keamanan dan kepastian hukum. Jika investor yakin bahwa keduanya dijamin negara, mereka tidak akan ragu untuk berusaha di Indonesia,” ujar Eddy kepada wartawan, Senin, 28 April 2025.

    Ilustrasi kekerasan.

    Menurut Eddy, investor bahkan siap berinvestasi di daerah yang infrastrukturnya belum lengkap, seperti jalan atau listrik perumahan, asalkan keamanan terjamin dan penegakan hukum dilakukan secara konsisten.

    Eddy menyebut sektor investasi sebagai kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia menuju target 8 persen. Ia mengingatkan, jika ada pihak yang mengganggu iklim investasi, maka itu sama saja dengan menghambat upaya pemerintah mencapai target ekonomi.

    “Di tengah melemahnya daya beli masyarakat dan tantangan ekspor akibat penurunan harga komoditas serta penerapan tarif oleh Amerika Serikat, masuknya investasi bisa menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya.

    Belajar dari Negara Tetangga

    Eddy juga membandingkan situasi Indonesia dengan negara tetangga yang menjadi tujuan investasi asing. Menurutnya, di negara-negara tersebut, premanisme dan gangguan terhadap investasi tidak ditemukan.

    Ia menilai, jika investor dihadapkan pada pilihan berinvestasi di Indonesia yang berisiko atau di negara lain yang lebih aman, mereka pasti memilih opsi kedua.

    “Tahun 2025 saja, target investasi kita dari dalam dan luar negeri mencapai Rp 1.900 triliun. Ini bukan angka kecil. Jika kepercayaan investor hilang, akan sulit bagi kita untuk mencapai target tersebut,” tegasnya.

    Karena itu, Eddy mendorong agar penanganan premanisme dilakukan sedini mungkin. Ia yakin, dengan langkah cepat dan tegas, Indonesia bisa menunjukkan kepada dunia usaha bahwa pemerintah tidak mentoleransi aksi-aksi premanisme.

    “Saya juga menyambut baik usulan Mendagri yang tengah mengevaluasi perlunya revisi UU Ormas, meski saya merasa bahwa ketegasan aparat penegak hukum memberantas aksi premanisme sampai ke akar-akarnya sudah akan cukup ampuh tanpa perlu merubah legislasinya,” tambah Eddy.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Serap Aspirasi Dapil, Dede Yusuf: Tidak Mau Terjebak Medsos

    Serap Aspirasi Dapil, Dede Yusuf: Tidak Mau Terjebak Medsos

    JABAR EKSPRES – Anggota MPR RI Dede Yusuf Macan Effendi turut terjun ke lapangan untuk menyerap aspirasi warga. Kali ini dilakukan di Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung, Senin (28/4/2025).

    Kegiatan itu jadi kesempatan emas bagi warga maupun politikus Partai Demokrat tersebut. Warga bisa menyampaikan keluh kesah terkait pelaksanaan pemerintahan, sedangkan Dede Yusuf bisa memboyong berbagai aspirasi itu ke Senayan.

    Itu nanti bisa menjadi salah satu bahan pertimbangan atau masukan kepada pemerintah dalam pengambilan kebijakan. Berbagai aspirasi disampaikan warga dalam kesempatan di Aula Outdoor Graha Tata Rancage itu.

    BACA JUGA:Isu Pendidikan Masih Jadi Aspirasi Strategis di Reses DPRD

    Mulai dari persoalan makan bergizi gratis (MBG), pertanahan, ketahanan pangan, tata ruang wilayah, dan peran legislatif di daerah. “Ini aspirasi penting bagi kami,” terangnya.

    Dalam kesempatan itu, Dede Yusuf juga sempat disinggung lantaran tidak membuat aksi viral sebagaimana politisi yang lain. Iapun menjelaskan bahwa, pihaknya punya prinsip sendiri. Dia tidak mau terjebak dan diperbudak oleh media sosial. Kiprahnya di parlemen dilakukan sewajar mungkin.

    “Saya punya aliran berbeda. Saya tidak mau terjebak oleh media sosial agar viral. Sebab, segala sesuatu yang viral pada akhirnya bisa saja jadi jebakan juga,” kata pria yang sempat duduk sebagai wakil Gubernur Jabar periode 2008-2013 itu.

    Bagi Dede Yusuf, ramai atau viral di media sosial belum tentu kuat di daerah pemilihan. Karena itulah ia lebih memilih bertahan dengan caranya sendiri untuk menjaga dan mendulang suara di dapil.

    BACA JUGA:Aspirasi DPRD Jabar Belum Sepenuhnya Masuk Realokasi Anggaran

    Sebab yang jadi pengikut dan melihat konten di medsos sangat beragam. “Belum tentu warga konstituen kita. Saya lebih fokus menggarap dan merawat konstituen di daerah pemilihan,” jelasnya.

    Oleh karena itu, kepada anggota DPRD yang hadir, Dede Yusuf berpesan untuk serius merawat konstituen. “Program dan dana pokir harus dinikmati oleh warga di dapil masing-masing,” tegasnya.

    Ada tujuh legislator daerah yang hadir di acara tersebut. Salah satunya Saeful Bachri dari DPRD Provinsi Jabar.(son)

  • MS Kaban: Jika ada yang Mengatakan Ganti Wapres Gibran Melawan Konstitusi, Itu Buta

    MS Kaban: Jika ada yang Mengatakan Ganti Wapres Gibran Melawan Konstitusi, Itu Buta

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Politikus senior Malem Sambat Kaban ikut angkat bicara terkait isu Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka yang diminta mundur.

    Melalui cuitan di akun media sosial X pribadinya, Malem Sambat Kaban memaparkan terkait beberapa aturan

    Menurutnya melakukan amandemen ke UUD 45 dibolehkan dan dibenarkan. Hal ini juga berlaku untuk Presiden dan Wakil Presiden yang dibenarkan oleh Konstitusi.

    “Mengamandemen UUD 45 boleh dan dibenarkan,” tulisnya dikutip Senin (28/4/2025).

    “Memakzulkan Presiden dan Wakil Presiden juga dibenarkan oleh konstitusi,” tambahnya.

    Ia pun menyebut jika ada wacana untuk melakukan pergantian Wakil Presiden itu juga boleh dan dibenarkan.

    Dan hal itu ditolak dan tidak dibenarkan, menurut Malem Sambat Kaban menyebut mereka buta dengan konstitusi.

    “Jika ada usul untuk ganti wapres Gibran juga boleh dan dibenarkan. Jika ada yang mengatakan ganti wapres Gibran itu melawan konstitusi, yang mengatakan itu buta konstitusi,” terangnya.

    Sebelumnya, MPR RI diminta segera bersidang untuk mengganti Wapres Gibran Rakabuming Raka, sesuai tuntutan Forum Purnawirawan Prajurit TNI pada 17 April 2025.

    Adapun alasan pencopotan Gibran, selain masalah etik, putra sulung Presiden ke-7 RI Joko Widodo itu dianggap tidak mempunyai kapasitas dan kompetensi sebagai orang nomor dua di negeri ini.

    (Erfyansyah/fajar)

  • Pimpinan MPR Dukung Usulan Mendagri Revisi UU Ormas
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 April 2025

    Pimpinan MPR Dukung Usulan Mendagri Revisi UU Ormas Nasional 28 April 2025

    Pimpinan MPR Dukung Usulan Mendagri Revisi UU Ormas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua
    MPR
    (Majelis Permusyawaratan Rakyat), Eddy Soeparno, mendukung usulan Mendagri (Menteri Dalam Negeri) Tito Karnavian untuk merevisi UU
    Ormas
    (Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan).
    “Saya juga menyambut baik usulan Mendagri yang tengah mengevaluasi perlunya revisi
    UU Ormas
    , meski saya merasa bahwa ketegasan aparat penegak hukum memberantas aksi
    premanisme
    sampai ke akar-akarnya sudah akan cukup ampuh tanpa perlu mengubah legislasinya,” kata Eddy dalam keterangan resminya, Senin (28/4/2025).
    Eddy menilai langkah tersebut bisa menjadi salah satu upaya memperketat pengawasan terhadap
    ormas
    yang kerap mengganggu dunia usaha.
    Menurut Eddy, aksi premanisme berkedok ormas yang mengganggu pelaku usaha dan industri akan berdampak pada iklim investasi dan menghambat target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen.
    “Dengan kata lain, jika ada pihak-pihak yang mengganggu iklim investasi di Indonesia, itu sama saja dengan mengganggu target pemerintah mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen,” kata politikus PAN ini.
    Dia pun mengingatkan bahwa keamanan dan kepastian hukum menjadi hal yang paling dipertimbangkan investor untuk menanamkan modalnya.
    “Jika investor yakin bahwa keduanya dijamin negara, mereka tidak akan ragu untuk berusaha di Indonesia,” jelas Eddy.

    Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menilai banyak organisasi kemasyarakatan (ormas) yang telah bertindak kebablasan.
    Oleh karenanya, ia membuka peluang untuk merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas, guna memberikan pengawasan ketat terhadap keberadaan mereka. “Kita lihat banyak sekali peristiwa ormas yang kebablasan. Mungkin perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat, di antaranya mungkin masalah keuangan, audit keuangan,” kata Tito melansir Antara, Jumat (25/4/2025).
    Salah satu hal penting yang perlu dievaluasi adalah mekanisme pengawasan transparansi keuangan.
    Menurutnya, ketidakjelasan penggunaan dana ormas berpotensi membuka celah penyalahgunaan kekuasaan di bawah.
    Ia menambahkan, ormas merupakan bagian dari sistem demokrasi yang menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul.
    Namun, ormas tidak boleh bertindak kebablasan dengan melakukan perbuatan seperti intimidasi, pemerasan, hingga kekerasan. “Kalau seandainya itu adalah kegiatan yang sistematis dan ada perintah dari ormasnya, maka secara organisasi bisa dikenakan pidana. Korporasinya,” tegas mantan Kapolri itu.
    Tito mengatakan Undang-Undang Ormas yang dirancang pascareformasi pada 1998 memang mengedepankan kebebasan sipil.
    Namun, dalam perkembangannya, sejumlah organisasi justru menyalahgunakan status ormas untuk menjalankan agenda kekuasaan dengan cara-cara koersif.
    “Dalam perjalanan, setiap undang-undang itu dinamis. Bisa saja dilakukan perubahan-perubahan sesuai situasi,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Muncul Usulan Pemberhentian Wapres Gibran, PDIP Anggap Wajar

    Muncul Usulan Pemberhentian Wapres Gibran, PDIP Anggap Wajar

    Jakarta

    PDIP menanggapi munculnya pernyataan sikap dari Forum Purnawirawan TNI yang salah satunya mengusulkan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming diganti. PDIP menilai aspirasi tersebut wajar.

    “Menurut saya di dalam ekosistem demokrasi, suara-suara seperti itu wajar dan biasa saja. Jika membengkokkan aturan di MK saja boleh, masak hanya bersuara saja tidak boleh? Yang tidak boleh itu kan tindakan dan atau gerakan inkonstitusional yang melanggar hukum,” kata Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus kepada wartawan, Minggu (27/4/2025).

    Deddy menganggap tuntutan tersebut menyiratkan keinginan perbaikan. Sebab, menurut dia, terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan Pemilu 2024 lalu.

    “Sebaiknya tuntutan para purnawirawan itu dilihat sisi positifnya, yaitu keinginan adanya perbaikan atau koreksi. Sebab harus diakui bahwa memang banyak terjadi penyimpangan kebijakan di periode kedua pemerintahan Jokowi dan dalam pelaksanaan pemilu-pilkada 2024,” ujar Deddy.

    “Hari-hari ini kita disuguhkan tontotan banyaknya persoalan kebangsaan dari sisi ekonomi, politik, hukum, sosiologis hingga pengelolaan pemerintahan,” lanjut dia.

    Untuk diketahui, Forum Purnawirawan Prajurit TNI membuat delapan tuntutan sebagai pernyataan sikap terhadap kondisi terkini. Surat itu ditandatangani 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.

    Berikut daftar lengkap delapan tuntutan Forum Purnawirawan Prajurit TNI:

    1.⁠ ⁠Kembali ke UUD 1945 asli sebagai tata hukum politik dan tata tertib pemerintahan.
    2.⁠ ⁠Mendukung program kerja Kabinet Merah Putih yang dikenal sebagai (ASTA CITA), kecuali untuk kelanjutan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
    3.⁠ ⁠Menghentikan proyek strategis nasional (PSN) PIK 2, PSN Rempang dan kasus yang serupa dikarenakan sangat merugikan dan menindas masyarakat serta berdampak pada kerusakan lingkungan.
    4.⁠ ⁠Menghentikan tenaga kerja asing China yang masuk ke wilayah NKRI dan mengembalikan tenaga kerja China ke negara asalnya
    5.⁠ ⁠Pemerintah wajib melakukan penertiban pengelolaan pertambangan yang tidak sesuai dengan aturan dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 2 dan Ayat 3
    6.⁠ ⁠Melakukan reshuffle kepada para menteri, yang sangat diduga telah melakukan kejahatan korupsi dan mengambil tindakan tegas kepada para Pejabat dan Aparat Negara yang masih terikat dengan kepentingan mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
    7.⁠ ⁠Mengembalikan Polri pada fungsi Kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) di bawah Kemendagri.
    8.⁠ ⁠Mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

    (fca/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Ihwal Usulan Ganti Wapres! Hendropriyono dengan Ganjar Beda Pandangan

    Ihwal Usulan Ganti Wapres! Hendropriyono dengan Ganjar Beda Pandangan

    GELORA.CO – Mencuatnya usulan Forum Purnawirawan TNI terkait ganti Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka. Ternyata, menuai pro dan kontra. Bahkan, mantan Kepala BIN, Jenderal (Hor) TNI (Purn) AM Hendropriyono beda pandangan dengan Ketua DPP PDIP, Ganjar Pranowo. 

    Menyikapi wacana itu, Hendropriyono menilai, bahwa para purnawirawan TNI tersebut memiliki hak untuk menyuarakan aspirasinya.​

    “Katanya negeri bebas? Jadi, mereka menyampaikan aspirasinya boleh dong? Soal itu benar atau tidaknya, itu kan terserah masyarakat, bangsa Indonesia. Boleh saja sampaikan aspirasi,” beber Hendropriyono usai menghadiri peluncuran dan bedah buku autobiografi karya mantan Wakasad Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri berjudul Hingga Salvo Terakhir di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Sabtu (26/4/2025).​

    “Enggak apa-apa. Menurut saya itu sah-sah saja. Kan kita harus bebas berekspresi, berbicara. Apalagi kalau purnawirawan yang berbicara mestinya itu kan sudah terukur, jadi tidak akan keluar dari bingkai ideologi, dari Pancasila, dari UUD 45,” kata Kepala BIN era pemerintahan Megawati Soekarnoputri itu.

    Hendropriyono juga menekankan pentingnya menjaga stabilitas nasional dan disiplin sosial.

    “Yang penting kalau harapan saya selalu kita menjaga stabilitas nasional. Itu saja, dan disiplin sosial tetap harus ditegakkan,” ucapnya.

    Berbeda dengan pandangan Ketua DPP PDIP, Ganjar Pranowo, yang menyebutkan, bahwa  tidak ada proses pemakzulan terhadap Gibran.

    Mantan Gubernur Jateng itu menilai aturan konstitusional terkait pemakzulan sudah sangat jelas.

    “Pemakzulan? Oh tidak ada, aturan konstitusinya udah jelas,” kata Ganjar saat ditanya soal isu pemakzulan Gibran di JCC, Jakarta, Sabtu (26/4/2025).

    Ganjar mempertanyakan dasar dari wacana pemakzulan tersebut.

    Ia mengingatkan bahwa setiap proses pemakzulan harus dilandasi tuduhan yang jelas, bukan sekadar wacana politik.

    “Kalau orang mau bicara pemakzulan itu atas dasar apa, atas tuduhan apa,” bebernya.

    Menurut Ganjar, perlu dibedakan antara pihak yang benar-benar ingin memproses pemakzulan secara hukum, dengan mereka yang hanya sekadar memberikan penilaian atau kritik terhadap situasi politik.

    “Jadi bedakan antara orang yang ingin berproses pemakzulan dengan mereka atau orang yang sedang menilai. Rasanya bukan itu yang dimaksud,” pungkasnya.

    Sebelumnya diberitakan, Forum Purnawirawan Prajurit TNI membuat delapan tuntutan sebagai pernyataan sikap terhadap kondisi terkini. 

    Surat itu ditandatangani 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.

    Surat tersebut tertanda tangan Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi dan Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan. Dengan diketahui Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno.

    Berikut daftar lengkap delapan tuntutan Forum Purnawirawan Prajurit TNI:

    1. Kembali ke UUD 1945 asli sebagai tata hukum politik dan tata tertib pemerintahan.

    2. Mendukung program kerja Kabinet Merah Putih yang dikenal sebagai (ASTA CITA), kecuali untuk kelanjutan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).

    3. Menghentikan proyek strategis nasional (PSN) PIK 2, PSN Rempang dan kasus yang serupa dikarenakan sangat merugikan dan menindas masyarakat serta berdampak pada kerusakan lingkungan.

    4. Menghentikan tenaga kerja asing China yang masuk ke wilayah NKRI dan mengembalikan tenaga kerja China ke negara asalnya

    5. Pemerintah wajib melakukan penertiban pengelolaan pertambangan yang tidak sesuai dengan aturan dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 2 dan Ayat 3

    6. Melakukan reshuffle kepada para menteri, yang sangat diduga telah melakukan kejahatan korupsi dan mengambil tindakan tegas kepada para Pejabat dan Aparat Negara yang masih terikat dengan kepentingan mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.

    7. Mengembalikan Polri pada fungsi Kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) di bawah Kemendagri.

    8. Mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

  • Sikap PBNU dan Muhammadiyah Soal Ormas yang Bikin Resah
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 April 2025

    Sikap PBNU dan Muhammadiyah Soal Ormas yang Bikin Resah Nasional 28 April 2025

    Sikap PBNU dan Muhammadiyah Soal Ormas yang Bikin Resah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Organisasi masyarakat (ormas) kembali meresahkan dengan bertindak kebablasan, mulai dari aksi
    premanisme
    hingga
    pembakaran mobil polisi
    .
    Dalam beberapa waktu terakhir, terdapat dua kasus yang melibatkan ormas.
    Pertama adalah pernyataan Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno yang menyebut
    ormas
    mengganggu pembangunan pabrik BYD di Subang, Jawa Barat.
    “Sempat ada permasalahan terkait premanisme, ormas yang mengganggu pembangunan sarana produksi BYD. Pemerintah perlu tegas untuk kemudian menangani permasalahan ini,” kata Eddy dalam akun Instagramnya yang diunggah pada Minggu (20/4/2025).
    “Jangan sampai investor yang datang ke Indonesia tidak mendapat jaminan keamanan. Jaminan keamanan adalah hal yang paling mendasar,” lanjut Eddy.
    Kedua adalah pembakaran mobil polisi oleh empat anggota ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya yang dipicu oleh penangkapan TS, Ketua GRIB Jaya Kelurahan Harjamukti.
    Empat orang masih berstatus buron atau masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) dalam kasus pembakaran mobil polisi tersebut.
    “Masih dalam pengejaran, akan terus dicari,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Wira Satya Triputra di Polda Metro Jaya, Rabu (23/4/2025).
    PBNU
    Menanggapi banyaknya ormas yang berbuat onar, Ketua Pengurus Besar
    Nahdlatul Ulama
    (PBNU), Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur, sepakat apabila ormas yang melakukan kekerasan sipil dibubarkan.
    Menurutnya, pembubaran ormas bisa dilakukan jika memang mereka sudah tidak lagi bisa dibina.
    “Jika sudah melakukan kekerasan sipil dan mengambil alih fungsi tugas keamanan negara, saya sepakat untuk dibubarkan saja,” kata Gus Fahrur saat dihubungi Kompas.com, Minggu (27/4/2025).
    Gus Fahrur mengatakan, pemerintah memiliki Undang-Undang tentang Ormas.
    Produk hukum itu mengatur ormas dengan kriteria tertentu yang diizinkan beroperasi dan tidak.
    Semua pihak harus tunduk dan mematuhi aturan perundang-undangan.
    Maka dari itu, Fahrur sepakat premanisme harus dihentikan.
    “Kami sepakat bahwa premanisme harus dihentikan, negara tidak boleh kalah oleh preman,” ujarnya.
    Pihak
    Muhammadiyah
    juga berkomentar. Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Anwar Abbas, menyebut bahwa ormas yang membuat resah karena anggotanya tidak memiliki pekerjaan yang layak.
    Anwar mengatakan, semua pihak tentu tidak membenarkan perbuatan ormas yang membuat resah.
    Pemerintah harus mencari akar penyebab tindakan mereka.
    “Di antara penyebabnya karena mereka tidak atau belum memiliki pekerjaan yang layak yang bisa memberi mereka penghidupan yang layak,” ujar Anwar saat dihubungi Kompas.com, Minggu (27/4/2025).
    Ia pun yakin, jika anggota ormas memiliki pekerjaan dan hidup yang layak, mereka tidak akan meresahkan kelompok masyarakat lain.
    Sebab itu, Anwar menilai revisi Undang-Undang Ormas, sebagaimana diwacanakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), tidak mendesak dilakukan.
    “Karena sebagus apapun sebuah undang-undang dibuat, lalu mereka tidak bisa mendapatkan kehidupan yang layak, maka tentu mereka tidak mustahil akan tetap menimbulkan masalah,” tutur Anwar.
    Revisi UU Ormas
    Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian membuka peluang untuk merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas, guna memberikan pengawasan ketat terhadap keberadaan ormas.
    “Kita lihat banyak sekali peristiwa ormas yang kebablasan. Mungkin perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat. Di antaranya, mungkin masalah keuangan, audit keuangan,” kata Tito melansir Antara, Jumat (25/4/2025).
    Tito mengatakan langkah revisi tetap harus mengikuti prosedur legislasi yang melibatkan DPR RI sebagai pemegang kewenangan.
    “Nantinya kalau ada usulan dari pemerintah, ya diserahkan ke DPR. DPR yang membahas dan memutuskan,” jelas Tito.
    Menurut Tito, satu hal penting yang perlu dievaluasi adalah mekanisme pengawasan transparansi keuangan.
    Ketidakjelasan penggunaan dana ormas berpotensi membuka celah penyalahgunaan kekuasaan di bawah.
    Ormas
    merupakan bagian dari sistem demokrasi yang menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul.

    Namun, ormas tidak boleh bertindak kebablasan dengan melakukan perbuatan seperti intimidasi, pemerasan, hingga kekerasan.
    “Kalau seandainya itu adalah kegiatan yang sistematis dan ada perintah dari ormasnya, maka secara organisasi bisa dikenakan pidana. Korporasinya,” tegas mantan Kapolri itu.
    Sikap Komisi II DPR Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda, mengatakan posisi DPR menunggu usulan karena wacana itu dicetuskan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
    “Dari sisi prosedur karena yang menyampaikan adalah saudara Mendagri, maka posisi Komisi II DPR RI menunggu usulan resmi revisi tersebut,” kata Rifqi, panggilan akrabnya, saat dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (27/4/2025).

    Rifqi menilai, jika pemerintah serius dan membuat usulan ke DPR RI, tentu Komisi II akan membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terkait UU Ormas.
    “Jika pemerintah menginginkan melakukan revisi, maka kami akan menunggu dan kami akan siap untuk membahas daftar inventarisasi masalah dalam revisi yang diinginkan,” ucap Rifqi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 1
                    
                        Mencopot Wakil Presiden Gibran Rakabuming: Antara Mandat Rakyat vs Konsensus Elite
                        Nasional

    1 Mencopot Wakil Presiden Gibran Rakabuming: Antara Mandat Rakyat vs Konsensus Elite Nasional

    Mencopot Wakil Presiden Gibran Rakabuming: Antara Mandat Rakyat vs Konsensus Elite
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    DALAM
    hukum tata negara, jabatan wakil presiden bukan sekadar embel-embel. Ia bagian tak terpisahkan dari eksekutif, satu paket dengan presiden, dipilih rakyat secara langsung, dan diberi mandat yang tak bisa dipangkas dengan semangat politik sesaat.
    Oleh karena itu, usulan pencopotan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka oleh sekelompok purnawirawan TNI bukan saja menimbulkan kontroversi politik, tetapi juga menohok sendi-sendi konstitusionalisme.
    Beberapa hari terakhir, ruang publik kembali riuh. Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyampaikan delapan poin tuntutan kepada Presiden Prabowo Subianto.
    Salah satu poin yang paling menyita perhatian adalah usulan agar Gibran dicopot melalui mekanisme Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
    Seruan itu disampaikan dalam bahasa yang sopan, tapi mengandung muatan politis yang dalam: Gibran dianggap produk dari proses yang cacat etik dan hukum, karena lahir dari putusan Mahkamah Konstitusi yang terbukti bermasalah.
    Namun, mencopot seorang Wapres bukan perkara opini atau moralitas politik semata. Ini soal konstitusi, hukum, dan sistem demokrasi yang mesti kita jaga.
    Dan dalam sistem presidensial seperti Indonesia, mencopot Wapres adalah tindakan yang sangat serius, dengan prosedur luar biasa ketat.
    Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
    Artinya, mandat politik Gibran adalah mandat rakyat, bukan sekadar produk partai atau lembaga elite. Dalam sistem ini, mencabut mandat itu tak bisa dilakukan sembarangan.
    Konstitusi hanya menyediakan satu jalan hukum untuk memberhentikan presiden atau wakil presiden, yaitu melalui proses pemakzulan (
    impeachment
    ).
    Mekanisme itu diatur dalam Pasal 7A dan 7B UUD 1945. Dalam pasal itu disebutkan bahwa presiden dan/atau wakil presiden hanya dapat diberhentikan jika terbukti melakukan pelanggaran hukum berat: pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, serta jika tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.
    Prosedur pemakzulan pun tidak ringan. Dimulai dari usulan DPR, pemeriksaan Mahkamah Konstitusi, hingga sidang MPR.
    Tak ada satu pun ruang dalam konstitusi yang memberi kewenangan kepada MPR untuk mencopot Wapres hanya karena ketidakpuasan terhadap proses politik yang telah selesai.
    Benar, publik masih ingat bagaimana Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan kontroversial yang membuka pintu pencalonan Gibran. Putusan itu memodifikasi syarat usia capres-cawapres bagi yang berpengalaman sebagai kepala daerah.
    Belakangan, Mahkamah Kehormatan MK memutus bahwa Ketua MK saat itu, Anwar Usman, terbukti melanggar kode etik karena tidak mengundurkan diri dari sidang yang berkaitan dengan keponakannya sendiri.
    Namun pelanggaran etik itu—sekeras apa pun dampaknya terhadap kepercayaan publik—tidak serta-merta menjadi dasar hukum untuk menggugurkan hasil pemilu. Apalagi, putusan MK bersifat final dan mengikat.
    Kita boleh tidak puas, kita bisa mengkritik, tapi jalan hukum tak bisa dipaksa menyesuaikan diri dengan hasrat politik.
    Maka, desakan
    pencopotan Gibran
    melalui MPR bukan hanya tak berdasar, tetapi juga menyesatkan. Ia menempatkan keinginan politik di atas kerangka konstitusional yang mestinya dijunjung tinggi.
    Usulan mencopot Gibran melalui MPR mengandung bahaya laten: kembalinya politik konsensus elite menggantikan mandat rakyat.
    Ini mengingatkan kita pada praktik sebelum Reformasi, ketika pemimpin negara dipilih dan dicopot oleh segelintir elite di MPR, tanpa keterlibatan publik.
    Semangat Reformasi 1998 mengubah itu semua. Rakyat kini memegang kendali penuh atas siapa yang memimpin negara ini.
    Menghidupkan kembali MPR sebagai penentu nasib jabatan eksekutif tanpa dasar hukum yang jelas adalah langkah mundur. Lebih dari itu, itu adalah bentuk pelanggaran terhadap prinsip-prinsip demokrasi langsung yang telah kita bangun dua dekade terakhir.
    Forum Purnawirawan boleh saja kecewa dan marah. Namun, negara hukum tak bisa berdiri di atas kekecewaan. Negara hukum berdiri di atas prosedur, aturan main, dan penghormatan pada hasil demokrasi, seburuk apa pun hasil itu menurut sebagian pihak.
    Kita tidak melarang kritik. Justru, kritik adalah bagian penting dari demokrasi. Kita butuh para purnawirawan bicara. Kita butuh masyarakat sipil bersuara. 
    Namun, suara itu mesti disalurkan dalam koridor konstitusi. Bukan dengan mengusulkan pencopotan jabatan yang diperoleh lewat Pemilu, melainkan dengan memperbaiki sistem ke depan: memperkuat seleksi hakim MK, menegakkan kode etik, dan membatasi konflik kepentingan di lembaga-lembaga kunci negara.
    Jika merasa proses politik salah arah, mari kita dorong reformasi kelembagaan. Kita perkuat pengawasan. Kita desak revisi UU Pemilu dan UU MK.
    Mencopot seorang wakil presiden tanpa pelanggaran hukum berat hanya akan menciptakan preseden buruk bagi masa depan demokrasi.
    Masalah Gibran bukan hanya soal hukum, tetapi juga soal etika politik. Banyak pihak menilai bahwa majunya Gibran sebagai cawapres di tengah konflik kepentingan keluarga adalah bentuk ketelanjangan etika kekuasaan.
    Justru karena ini soal etika, penyelesaiannya harus tetap berada di jalur hukum, bukan dengan jalan pintas yang menyerupai kudeta konstitusional.
    Indonesia telah membayar mahal untuk bisa sampai di titik demokrasi hari ini. Kita pernah punya pengalaman kelam tentang kekuasaan tanpa batas, tentang MPR yang terlalu kuat, dan tentang pemimpin yang dipilih bukan oleh rakyat. Jangan biarkan satu masalah etika menggiring kita kembali ke masa lalu.
    Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi hukum, kita tak boleh tergoda untuk menyelesaikan masalah politik dengan jalan inkonstitusional.
    Kita harus menjadi warga negara yang berani marah, tapi juga berani sabar. Karena kekuasaan yang dibangun tanpa konstitusi hanya akan melahirkan ketidakstabilan.
    Usulan pencopotan Gibran harus ditanggapi dengan kepala dingin. Presiden Prabowo mesti menunjukkan sikap kenegarawanan: menampung kritik, menjaga komunikasi, tetapi tetap berpijak pada hukum.
    Masyarakat sipil harus tetap kritis, tetapi tidak tergoda oleh solusi yang mengabaikan prosedur demokratis.
    Jika konstitusi bisa ditekuk karena tekanan politik, maka tak ada lagi kepastian hukum. Dan jika itu terjadi, kita semua yang akan menjadi korban: rakyat, demokrasi, dan masa depan bangsa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Forum Purnawirawan TNI Dorong Gibran Dicopot, Bobby Nasution Tak Mau Banyak Bicara

    Forum Purnawirawan TNI Dorong Gibran Dicopot, Bobby Nasution Tak Mau Banyak Bicara

    FAJAR.CO.ID, Sumatera Utara–Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution enggan berkomentar banyak soal usulan Forum Purnawirawan TNI-Polri ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) agar Gibran Rakabuming Raka dicopot jabatannya dari Wakil Presiden RI.

    Bobby yang merupakan kakak ipar Gibran Rakabuming Raka itu mengatakan usulan itu sudah dijawab oleh berbagai pihak.

    Dengan alasan terbesar, Bobby memutuskan untuk tidak mengomentari permasalahan tersebut.

    Penolakan untuk memberikan penjelasan disampaikan Bobby saat ditemui awak media,nusai menghadiri acara DPD IKA UNDIP Sumut pada Sabtu, 26 April 2025.

    “Saya rasa sudah dijawab itu ya. Sudah dijawab,” ucap Bobby, sambil berjalan terburu-buru.

    Forum Purnawirawan TNI-Polri telah mengusulkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI untuk mencopot Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka pada Kamis 17 April 2025.

    Desakan ini dilakukan karena keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

    Sebelumnya, diketahui sejumlah purnawirawan yang tergabung dalam Forum Purnawirawan Prajurit TNI secara terbuka mengeluarkan delapan tuntutan.

    Salah satunya adalah mengusulkan kepada MPR untuk mengganti Wapres Gibran Rakabuming Raka karena proses pemilihannya dianggap melanggar hukum.

    Mantan Wapres Try Sutrisno, termasuk dalam penandatangan delapan tuntutan tersebut.

    Forum Purnawirawan TNI-Polri yang mengusulkan pencopotan Gibran terdiri dari sejumlah tokoh senior, termasuk 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.